Ringkasan Fiqih Islam
Syaikh Muhammad bin
Ibrahim At Tuwaijiri
Diterjemahkan Oleh
IslamHouse.com
3. IBADAH
Ø Pengertian ibadah:
Yang berhak disembah hanya Allah SWT semata, dan ibadah digunakan
atas dua hal;
1. Pertama: menyembah, yaitu merendahkan diri kepada Allah SWT dengan
melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya karena rasa
cinta dan mengagungkan-Nya.
2. Kedua: Yang disembah dengannya,
yaitu meliputi segala sesuatu yang dicintai dan diridhahi oleh Allah SWT berupa
perkataan dan perbuatan, yang nampak dan tersembunyi seperti, doa, zikir,
shalat, cinta, dan yang semisalnya. Maka melakukan shalat misalnya adalah
merupakan ibadah kepada Allah SWT. Maka kita hanya menyembah Allah SWT semata
dengan merendahkan diri kepada-Nya, karena cinta dan mengagungkan-Nya, dan kita
tidak menyembahnya kecuali dengan cara yang telah disyari'atkan-Nya.
Ø Hikmah Dari Penciptaan Jin dan Manusia.
Allah SWT tidak menciptakan jin dan manusia
sebagai suatu yang sia-sia dan tidak berguna. Dia juga tidak menciptakan mereka
untuk makan, minum, senda gurau dan bermain serta tertawa.
Dia menciptakan mereka tidak lain adalah untuk
suatu perkara yang besar, untuk menyembah Allah SWT, mengesakan, mengagungkan,
membesarkan, dan mentaati-Nya, dengan melakukan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya, berhenti pada batas-batas-Nya (dengan tidak
melanggar larangan-Nya) dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Sebagaimana
firman-Nya SWT:
وَمَا
خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS.
Az-Zariyat :56)
Ø Jalan Ubudiyah
(beribadah)
Ibadah kepada Allah SWT dibangun di atas dua pondasi yang besar
yaitu: Cinta Yang Sempurna kepada Allah SWT dan Ketundukan Yang Sempurna
pada-Nya.
Dan keduanya juga dibangun di atas dua dasar yang
besar, yaitu: 1- Merasa diawasi oleh Allah SWT, dan mengingat nikmat, karunia,
kebaikan, dan rahmat-Nya yang mengharuskan kita mencintai-Nya, 2- Mengoreksi
cacat dalam diri dan perbuatan yang menyebabkan kehinaan dan ketundukan yang
sempurna kepada Allah SWT.
Pintu terdekat yang memasukkan hamba kepada Rabb-nya adalah pintu iftiqar (menghinakan diri) kepada Rabb-nya. Maka, dia tidak melihat
dirinya kecuali seorang yang merugi, dan dia tidak melihat adanya kondisi,
kedudukan, dan sebab pada dirinya yang dia bergantung padanya, tidak pula ada
perantara yang bisa membantunya. Akan tetapi dia merasa sangat membutuhkan
kepada Rabb-Nya SWT, dan jika dia meninggalkan hal tersebut diri darinya
niscara dia rugi dan binasa. Firman Allah SWT:
وَمَا بِكُم مِّن نِّعۡمَةٖ
فَمِنَ ٱللَّهِۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيۡهِ تَجَۡٔرُونَ ٥٣ ثُمَّ
إِذَا كَشَفَ ٱلضُّرَّ عَنكُمۡ إِذَا فَرِيقٞ مِّنكُم بِرَبِّهِمۡ يُشۡرِكُونَ ٥٤ لِيَكۡفُرُواْ
بِمَآ ءَاتَيۡنَٰهُمۡۚ فَتَمَتَّعُواْ فَسَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٥٥
“Dan apa saja nikmat
yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh
kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. Kemudian
apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripada kamu, tiba-tiba sebahagian daripada kamu
mempersekutukan Rabbnya dengan (yang lain), biarlah mereka mengingkari nikmat
yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senaglah kamu. Kelak kamu
akan mengetahui (akibatnya)”. (QS. An-Nahl :53-55)
Ø Manusia Yang Paling
Sempurna Ibdahnya
Orang yang paling sempurna dalm beribadah kepada
Allah adalah para Nabi dan Rasul, karena mereka adalah orang yang paling tahu
tentang Allah dan yang paling mengagungkan-Nya dibanding selain mereka, lalu
Alah tambahkan kemuliaan mereka dengan menjadikannya sebagai rasul yang diutus
kepada manusia, sehingga mereka memperoleh kemuliaan risalah dan kemulian
khusus dalam beribadah.
Kemudian setelah mereka adalah para siddiqin yang sempurna dalam beriman
kepada Allah dan para utusan-Nya serta istiqamah diatasnya, kemudian para
syuhada dan orang-orang yang shaleh. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ
فَأُوْلَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۧنَ
وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَۚ وَحَسُنَ أُوْلَٰٓئِكَ
رَفِيقٗا ٦٩
“Dan barangsiapa yang
mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang
yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman
yang sebaik-baiknya”.(QS. An-Nisa :69)
Ø Hak Allah SWT Terhadap Hamba:
Hak Allah SWT terhadap penduduk langit dan bumi
adalah agar mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun,
dengan cara ditaati maka tidak didurhakai, diingat maka tidak dilupakan,
disyukuri maka tidak dikufuri. Maka siapakah yang tidak muncul darinya sesuatu
yang menyelisihi apa yang dia diciptakan dengannya, baik karena lemah, bodoh,
atau karena berlebihan dan karena kekurangan (dalam menjalankan perintah atau
meninggalkan larangan).
Oleh karena itu seandainya Allah SWT mau menyiksa
penduduk langit dan bumi, niscaya Dia menyiksanya dan Dia tidak berbuat zalim
kepada mereka, dan jika Dia memberikan rahmat-Nya niscaya rahmat-Nya lebih baik
daripada amal perbuatan mereka sendiri.
Dari Mu'azd bin Jabal r.a, ia berkata, "Saya
membonceng Nabi SAW di atas keledai yang dinamakan 'afir, lalu 'Beliau SAW bersabda, 'Wahai Mu'adz, tahukah
kamu apa hak Allah SWT terhadap hamba dan apa hak hamba kepada Allah SWT? Saya menjawab. 'Allah
dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.' Beliau bersabda,: 'Sesungguhnya hak
Allah SWT
terhadap hamba adalah
bahwa mereka menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan hak hamba terhadap Allah SWT adalah bahwa Dia SWT tidak akan menyiksa
orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Saya bertanya, 'Wahai
Rasulullah, bolehlah saya memberitahukan kepada manusia?' Beliau menjawab, 'Jangan engkau
beritakan kepada mereka, maka mereka menjadi enggan beramal (Muttafaqun 'alaih).
[Muttafaqun
'alaih. HR. al-Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 30, lafadz hadits ini dari
riwayat Muslim]
Ø Kesempurnaan Ubudiyah
1)
Setiap hamba berbolak-balik di antara tiga
perkara: (Pertama) nikmat-nikmat Allah SWT yang datang silih berganti
kepadanya, maka kewajibannya adalah memuji dan bersyukur. (Kedua) Dosa
yang dikerjakannya, maka kewajibannya adalah meminta ampun darinya. Dan (Ketiga)
Bala bencana yang ditimpakan Allah SWT kepadanya, maka kewajibannya adalah
sabar. Barangsiapa yang melaksanakan tiga kewajiban ini, niscaya ia beruntung
di dunia dan di akhirat.
2)
Allah SWT menguji hamba-Nya untuk menguji
kesabaran dan ubudiyah mereka, bukan untuk membinasakan dan menyiksa mereka.
Maka, hak Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah ubudiyah/penyembahan di waktu
susah, sebagaimana kepada-Nya ubudiyah di kala senang. Kepada-Nya ubudiyah pada
sesuatu yang dibenci, sebagaimana untuk-Nya ubudiyah pada sesuatu yang disukai.
Mayoritas manusia memberikan ubudiyah/penyembahan pada sesuatu yang mereka
sukai, dan perkaranya adalah memberikan ubudiyah pada yang dibenci. Mereka
saling berbeda dalam hal itu. Berwudhu dengan air dingin pada saat panas yang
luar biasa dan menikahi istrinya yang cantik adalah ubudiyah/ibadah. Dan
berwudhu dengan air dingin pada saat dingin yang menusuk tulang adalah ibadah.
Meninggalkan maksiat yang disenangi nafsu tanpa ada rasa takut kepada manusia
adalah ibadah, dan sabar terhadap rasa lapar dan sakit adalah ibadah, akan
tetapi terdapat perbedaan di antara dua ibadah.
Maka, barangsiapa yang selalu beribadah kepada
Allah SWT di saat senang dan susah, dalam kondisi yang dibenci dan disukai,
maka dia termasuk hamba Allah SWT yang tidak ada rasa takut atas mereka dan
mereka tidak berduka cita.
Musuhnya tidak bisa menguasainya, maka Allah SWT
menjaganya. Akan tetapi kadang syetan memperdayanya. Seseorang hamba diberi
cobaan dengan lupa, syahwat, dan marah. Dan masuknya syetan terhadap hamba
berawal dari tiga pintu ini. Allah SWT menguasakan (memberikan otoritas) nafsu,
keinginan dan syetannya kepada setiap hamba dan mengujinya, apakah dia
mentaatinya atau mentaati Rabb-nya.
Allah SWT memiliki perintah-perintah kepada
manusia dan nafsu juga memiliki perintah-perintah. Allah SWT menghendaki
kesempurnaan iman dan amal shaleh dari manusia, dan nafsu menghendaki
kesempurnaan harta dan syahwat. Allah SWT menghendaki amal perbuatan untuk
akhirat dari kita dan nafsu menghendaki perbuatan untuk dunia. Iman adalah
jalan keselamatan dan lampu lentera yang dengannya dia melihat kebenaran dari
yang lainnya dan inilah tempat cobaan.
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن
يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن
قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ
٣
“Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.
(QS. Al-'Ankabuut:2-3)
۞وَمَآ أُبَرِّئُ نَفۡسِيٓۚ إِنَّ ٱلنَّفۡسَ
لَأَمَّارَةُۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيٓۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٞ
رَّحِيمٞ ٥٣
“Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku.
Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Yusuf:53)
فَإِن لَّمۡ يَسۡتَجِيبُواْ
لَكَ فَٱعۡلَمۡ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهۡوَآءَهُمۡۚ وَمَنۡ أَضَلُّ مِمَّنِ ٱتَّبَعَ
هَوَىٰهُ بِغَيۡرِ هُدٗى مِّنَ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
٥٠
3)
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah
bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka).Dan
siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Qashash:50)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar