Bab 21
Bersumpah
dengan nama selain Allah
S halat merupakan ibadah yang berisi seruan
semata-mata kepada
Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mengerjakan shalat
di kuburan-kuburan dimaksudkan agar perbuatan tersebut tidak
mendorong munculnya perbuatan menyekutukan Allah. Namun ternyata
di tempat tersebut malahan terjadi banyak kesyirikan, baik
dalam bentuk memohon kepada penghuni kuburan untuk
mengabulkan hajatnya, melepaskan diri dari kesulitan atau
meminta bantuan dari mereka (orang-orang yang mati) agar
mereka memohonkan hal tersebut dari Allah.
Seseorang dilarang bersumpah kepada Allah dengan menyebut nama nabi tertentu, malaikat
atau lainnya sekalipun tidak dilakukan disamping kuburan,
karena adanya larangan umum bersumpah dengan
menyebut nama makhluk.
Larangan ini merupakan ijma’ para imam, hanya
saja ada beda pendapat apakah larangan ini hukumnya haram atau bertujuan untuk menjaga keagungan Allah.
Dari dua pendapat ini, yang lebih mendekati
kebenaran adalah bahwa larangan ini hukumnya haram, kecuali
bersumpah dengan menyebut nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam semata. Dalam hal bersumpah
dengan menyebut nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam semata, di kalangan madzhab
Ahmad bin Hambal dan beberapa orang muridnya, di antaranya Ibnu ‘Aqil ada
dua pendapat. Ada juga perbedaan pendapat dalam hal
bersumpah dengan menyebut segenap nama nabi. Namun pendapat
yang diikuti oleh kebanyakan para imam, seperti
Malik, Syafi‘i, Abu Hanifah, dan lain-lain menyatakan
bahwa tidak dibenarkan bersumpah dengan menyebut nama
makhluk dan tidak boleh bersumpah dalam bentuk janji dengan
menyebut nama makhluk. Pendapat semacam ini
adalah benar.
Para ulama telah menerangkan dengan jelas
larangan atas perbuatan tersebut. Dan mereka
sepakat bahwa hanya kepada Allahlah kita boleh memohon
dan menggunakan nama-Nya dalam bersumpah. Ada pun
seseorang yang menggunakan kata-kata “Aku meminta
kepada-Mu (ya Allah) demi keagungan singgasana-Mu”, maka
sumpah seperti ini hukumnya diperselisihkan oleh para
ulama. Akan tetapi, lebih dari seorang ulama
yang membolehkan sumpah seperti itu karena adanya riwayat
yang menyebutkan adanya perbuatan tersebut. Namun ada
riwayat bahwa Abu Hanifah membenci perbuatan seperti
itu. Abu Hanifah berkata: “Tidak patut seseorang memohon
kepada Allah kecuali dengan menyebut nama-Nya semata. Aku
tidak suka kepada orang yang memohon kepada Allah
dengan mengucapkan kalimat: ‘Demi keagungan
singgasana-Mu dan demi penciptaan-Mu.’” Pendapat ini
dikemukakan oleh Abu Yusuf.
Abu Yusuf berkata: “Demi keagungan singgasana-Mu maksudnya adalah Allah sendiri. Oleh karena itu, kalimat tersebut tidaklah aku benci, tetapi yang aku benci
adalah kalimat sumpah: ‘Demi hak fulan atau demi hak para
nabi-Mu dan rasul-Mu, atau demi Baitullah dan Masy‘aril Haram.’ Pemakaian
kalimat-kalimat seperti itu tidak dibenarkan.”
Para ulama berkata: “Memohon kepada Allah dengan kalimat: ‘Demi makhluk-Nya’ tidak dibenarkan, sebab segenap makhluk tidak mempunyai hak kepada Khaliqnya.”
Akan tetapi, kalimat: “Demi keagungan
singgasana-Nya” ada perbedaan pendapat, apakah berarti
memohon dengan menyebut nama makhluk-Nya atau nama
Khaliq sendiri. Oleh karena adanya perbedaan pendapat
dalam hal ini dan Abu Yusuf mendapati adanya riwayat
penggunaan kalimat: “Aku memohon kepada-Mu ya
Allah, demi keagungan singgasana-Mu, rahmat yang penuh dari Kitab-Mu, nama-Mu
yang agung,kehormatan-Mu yang tertinggi, dan kalimat-Mu yang sempurna”, maka Abu Yusuf membolehkan pemakaian kalimat tersebut.
_____________
source: Books: Bahaya
Mengekor Non Muslim (Mukhtarat Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu
Taimiyah). Muhammad bin Ali Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar