6/19/2019

BAHAYA MENGEKOR NON MUSLIM BAB 22



Bab 22
Do‘a yang Dikabulkan


Firman Allah pada surah Al Baqarah ayat 186:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦

“Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku (Allah), maka sesungguhnya Aku sangat dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo‘a apabila ia memohon kepada-Ku. Oleh karena itu, hendaklah mereka memperkenankan seruan-Ku dan mereka beriman kepada-Ku, semoga mereka terpimpin.”

Diriwayatkan bahwa sebagian sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, Tuhan kita sangat dekat, lalu kita berdialog dengan-Nya ataukah Tuhan kita jauh, lalu kita menyeru Dia?” Lalu Allah menurunkan ayat ini.

Allah menerangkan bahwa Dia sangat dekat, Dia mengabulkan permohonan orang yang berdo‘a, jika berdo‘a kepada-Nya. Kemudian Allah memerintahkan kepada orang-orang yang berdo‘a agar memenuhi seruan-Nya, yaitu agar mereka beriman kepada-Nya, seperti dikatakan oleh sebagian orang bahwa kalimat ‘Hendaklah mereka memperkenankan seruan-Ku’, maksudnya adalah ‘Hendaklah mereka beriman kepada-Ku ketika Aku seru mereka.’

Mereka berkata: “Dengan dua syarat inilah permohonan itu akan terkabul, yaitu dengan mematuhi hak ketuhanan-Nya, yaitu beriman dengan benar kepada sifat rububiyah-Nya. Maka siapapun yang memenuhi seruan Tuhannya dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya, maka keinginannya terpenuhi dan permohonannya terkabul, sebagaimana firman Allah pada surah Asy Syuuraa ayat 26:

وَيَسۡتَجِيبُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَيَزِيدُهُم مِّن فَضۡلِهِ

“Allah mengabulkan permohonan orang-orang mukmin dan orang-orang yang beramal shalih. Dan Dia menambahkan sebagian karunia-Nya kepada mereka.”

Maksudnya, Allah memperkenankan kehendak dan memenuhi kebutuhan mereka.

Barang siapa dengan penuh keyakinan memohon kepada-Nya, niscaya Dia akan mengabulkan permohonannya, sekalipun orang yang berdo‘a itu terkadang musyrik atau fasiq. Allah telah berfirman pada surah Yunus ayat 12:

وَإِذَا مَسَّ ٱلۡإِنسَٰنَ ٱلضُّرُّ دَعَانَا لِجَنۢبِهِۦٓ أَوۡ قَاعِدًا أَوۡ قَآئِمٗا فَلَمَّا كَشَفۡنَا عَنۡهُ ضُرَّهُۥ مَرَّ كَأَن لَّمۡ يَدۡعُنَآ إِلَىٰ ضُرّٖ مَّسَّهُ

“Apabila manusia tertimpa bencana, ia memohon kepada Kami dengan berbaring atau duduk atau berdiri. Maka tatkala ia Kami selamatkan dari bencana itu, lalu ia berlalu seolah-olah tidak pernah memohon kepada Kami untuk menyelamatkan bencana yang menimpanya.”

Allah berfirman dalam surah Al An‘aam 40-41:

قُلۡ أَرَءَيۡتَكُمۡ إِنۡ أَتَىٰكُمۡ عَذَابُ ٱللَّهِ أَوۡ أَتَتۡكُمُ ٱلسَّاعَةُ أَغَيۡرَ ٱللَّهِ تَدۡعُونَ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٤٠ بَلۡ إِيَّاهُ تَدۡعُونَ فَيَكۡشِفُ مَا تَدۡعُونَ إِلَيۡهِ إِن شَآءَ وَتَنسَوۡنَ مَا تُشۡرِكُونَ ٤١

“Katakanlah (Muhammad), bagaimana pendapat kamu sekalian jika datang kepadamu adzab Allah atau datang kepadamu kiamat, apakah kamu menyeru kepada selain Allah jika kamu memang orang-orang yang benar. Bahkan kamu menyeru kepada-Nya semata-mata, lalu Ia selamatkan kamu sekalian dari apa yang kamu minta kepada-Nya jika Ia menghendaki. Dan kamu sekalian ketika itu meninggalkan tuhan-tuhan yang kamu sekutukan dengan Allah.”

Mereka adalah orang-orang yang dikabulkan do‘anya karena mereka mengakui sifat rububiyah Allah. Allah juga mengabulkan do‘a orang yang sedang dalam bahaya, sekalipun sebelumnya ia tidak mengesakan Allah dalam beribadah dan tidak taat kepada Allah dan rasul-Nya. Orang semacam ini hanya diberi kesenangan sementara di dunia, tetapi di akhirat kelak tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun. Hal ini Allah firmankan dalam surah Al Israa’ ayat 18-20:

مَّن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعَاجِلَةَ عَجَّلۡنَا لَهُۥ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلۡنَا لَهُۥ جَهَنَّمَ يَصۡلَىٰهَا مَذۡمُومٗا مَّدۡحُورٗا ١٨ وَمَنۡ أَرَادَ ٱلۡأٓخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعۡيَهَا وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ كَانَ سَعۡيُهُم مَّشۡكُورٗا ١٩ كُلّٗا نُّمِدُّ هَٰٓؤُلَآءِ وَهَٰٓؤُلَآءِ مِنۡ عَطَآءِ رَبِّكَۚ وَمَا كَانَ عَطَآءُ رَبِّكَ مَحۡظُورًا ٢٠

“Barang siapa menghendaki pembalasan segera, maka Kami segerakan untuknya di dunia ini kepada siapa yang Kami kehendaki sesuai kehendak Kami, kemudian Kami sediakan baginya Jahanam yang akan ia masuki dengan terhina lagi penuh kerugian. Dan barang siapa menghendaki akhirat dan ia berusaha sungguh-sungguh untuk akhiratnya seraya ia beriman, maka usaha mereka itu akan diberi balasan. Masing-masing dari mereka itu Kami limpahi karunia dari Tuhanmu dan karunia Tuhanmu tidak dapat dirintangi.”

Orang yang Allah beri kesenangan dengan rezeki dan pertolongan bukan berarti permohonannya dikabulkan, bisa jadi ada penyebab lain. Allah swt. memberi rezeki kepada orang mukmin maupun kafir, orang shalih maupun durjana. Allah memperkenankan permohonan hamba-Nya serta memenuhi permintaan mereka di dunia ini, tetapi kelak di akhirat mereka yang kafir tidak akan mendapatkan pahala sedikit pun.

Para ulama meriwayatkan bahwa sebagian golongan kafir dari golongan Nasrani pernah mengepung suatu negri kaum muslim, sampai golongan kafir kehabisan air minum, lalu mereka meminta kepada kaum muslim untuk menyediakan air minum supaya mereka dapat meninggalkan tempat pengepungan. Kemudian para penguasa muslim melakukan musyawarah. Mereka memutuskan: “Biarkanlah mereka kehausan sampai mereka menjadi lemah, lalu kita serbu mereka.” Golongan kafir tersebut tetap saja tinggal di tempat tersebut, mereka kemudian memanjatkan do‘a minta hujan sehingga Allah menurunkan hujan kepada mereka. Hal tersebut menyebabkan sebagian dari golongan awam menjadi bingung. Lalu raja berkata kepada sebagian ahli pikir:  “Orang banyak telah mengetahui hal ini.” Kemudian raja diminta naik mimbar lalu berpidato: “Ya Allah, kami tahu bahwa mereka itu adalah golongan yang dijamin mendapatkan rezeki sebagaimana Engkau firmankan dalam Kitab-Mu (pada surah Huud ayat 6) ‘Dan tidak satu pun makhluk melata di muka bumi melainkan diberi rezeki oleh Allah.’ Mereka memohon kepada-Mu tatkala dalam kesulitan dan Engkau memperkenankannya. Tentu hal itu bukan karena Engkau mencintai mereka atau Engkau mencintai agama mereka.

Sekarang kami ingin Engkau memperlihatkan kepada kami suatu tanda yang dapat meneguhkan iman dalam hati para hamba-Mu yang beriman. Kemudian Allah mengirimkan kepada mereka angin kencang sehingga golongan kafir Kristen tersebut binasa.”

Berkaitan dengan masalah ini, barangkali ada orang yang memanjatkan do‘a meminta harta yang baik, atau ada yang berdo‘a dengan kalimat-kalimat yang berisi kedurhakaan kepada Allah, misalnya dengan kalimat kesyirikan atau semacamnya. Jika ternyata sebagian dari permohonan orang itu terkabul, maka ia mengira bahwa hal itu menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah baik. Misalnya, orang yang diberi Allah kekayaan dan banyak anak, ia mengira bahwa pemberian tersebut sebagai bukti balasan kebaikan yang segera diberikan kepadanya. Allah berfirman pada surah Al Mukminuun ayat 55-56:

أَيَحۡسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُم بِهِۦ مِن مَّالٖ وَبَنِينَ ٥٥ نُسَارِعُ لَهُمۡ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ بَل لَّا يَشۡعُرُونَ ٥٦

“Apakah mereka mengira bahwa kekayaan dan anak yang Kami karuniakan kepada mereka itu menjadi bukti Kami menyegerakan kebaikan bagi mereka, bahkan mereka sebenarnya tidak menyadari hal itu (sebagai ujian).”

Allah berfirman pula pada surah Ali ‘Imran ayat 178:

وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ خَيۡرٞ لِّأَنفُسِهِمۡۚ إِنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِثۡمٗاۖ وَلَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ ١٧٨

“Dan janganlah sekali-kali orang kafir mengira bahwa apa yang Kami karuniakan kepada mereka (rezeki dan kemenangan) menjadi kebaikan bagi mereka. Sesungguhnya apa yang Kami karuniakan kepada mereka itu hanyalah menjadikan mereka memperbanyak berbuat dosa dan bagi mereka adzab yang hina.”

Allah berfirman pula pada surah Al An‘aam ayat 44:

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِۦ فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَبۡوَٰبَ كُلِّ شَيۡءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُواْ بِمَآ أُوتُوٓاْ أَخَذۡنَٰهُم بَغۡتَةٗ فَإِذَا هُم مُّبۡلِسُونَ ٤٤

“Tatkala mereka (orang-orang kafir) lupa terhadap peringatan yang telah Kami diberikan, maka Kami bukakan untuk mereka pintu-pintu semua kesenangan, sehingga tatkala mereka bersenang-senang dengan karunia yang telah mereka terima, maka dengan tiba-tiba Kami adzab mereka. Oleh karena itu, mereka tiba-tiba berputus asa.”

Termasuk dalam pengertian karunia pada ayat di atas ialah syafa‘at Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diberikan kepada manusia pada hari kiamat. Segenap manusia akan meminta syafa‘at kepada beliau agar Allah mengampuni mereka. Sebagaimana biasa berlaku di dunia, manusia meminta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam agar berdo‘a kepada Allah untuk menurunkan hujan dan sebagainya.

Ada riwayat perkataan ‘Umar: “Apabila kita mengalami kekeringan, kami bertawasul kepada-Mu dengan Nabi kami, lalu Engkau turunkan hujan kepada kami dan kami juga  bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi kami. Kami dahulu bertawasul kepada-Mu dengan do‘a nabi kami, syafa‘at beliau, dan permohonan beliau. Kini, sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kami bertawasul kepada-Mu dengan do‘a paman beliau, permohonannya, dan syafa‘atnya.” Perbuatan di atas tidaklah berarti bahwa kami membagi kekuasaan antara Engkau dan beliau (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam atau paman beliau, ‘Abbas). Cara ini bukan seperti yang biasa dilakukan oleh golongan ahli bid‘ah ketika berdo‘a dengan menggunakan kalimat: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan kebesaran si fulan di sisi-Mu”, setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Atau ketika mereka mengucapkan kalimat: “Kami bertawasul kepada Allah dengan para nabi-Nya dan para wali-Nya.” Mereka (golongan bid‘ah) telah meriwayatkan Hadits palsu yang berbunyi:

“Apabila kalian memohon kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya dengan kebesaranku (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam), karena kebesaranku di sisi Allah sangat lapang.”

Sekiranya tawasul yang dilakukan para ahli bid‘ah ini dahulu biasa dilakuan oleh para shahabat, niscaya setelah beliau wafat para shahabat akan tetap melakukannya dan tidak beralih kepada ‘Abbas (paman beliau) seperti yang dilakukan ‘Umar. Padahal tentunya para shahabat mengerti bahwa memohon kepada Allah dan bersumpah kepada-Nya dengan nabi-Nya lebih mulia daripada dengan ‘Abbas. Oleh karena itu, dapatlah dipahami bahwa tawasul yang dimaksud oleh para shahabat adalah tawasul dengan orang yang masih hidup, bukan dengan orang yang sudah mati. Sebab, orang yang masih hidup dapat memanjatkan do‘a kepada Allah, sedangkan orang yang mati tidak bisa memohon apa pun kepada Allah, baik berupa do‘a atau lainnya.


_____________
source: Books: Bahaya Mengekor Non Muslim (Mukhtarat Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu Taimiyah). Muhammad bin Ali Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...