Bab 22
Do‘a
yang Dikabulkan
Firman Allah pada surah Al Baqarah ayat 186:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي
عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ
فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦
“Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang Aku (Allah), maka
sesungguhnya Aku sangat dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdo‘a apabila ia memohon kepada-Ku.
Oleh karena itu, hendaklah mereka memperkenankan
seruan-Ku dan mereka beriman kepada-Ku, semoga mereka
terpimpin.”
Diriwayatkan bahwa sebagian sahabat berkata:
“Wahai Rasulullah, Tuhan kita sangat dekat, lalu kita berdialog dengan-Nya ataukah Tuhan kita jauh, lalu kita menyeru
Dia?” Lalu Allah menurunkan ayat ini.
Allah menerangkan bahwa Dia sangat dekat, Dia
mengabulkan permohonan orang yang berdo‘a, jika
berdo‘a kepada-Nya. Kemudian Allah memerintahkan kepada orang-orang yang berdo‘a agar memenuhi seruan-Nya, yaitu agar mereka beriman kepada-Nya, seperti dikatakan oleh sebagian
orang bahwa kalimat ‘Hendaklah mereka memperkenankan
seruan-Ku’, maksudnya adalah ‘Hendaklah mereka beriman kepada-Ku ketika Aku
seru mereka.’
Mereka berkata: “Dengan dua syarat inilah
permohonan itu akan terkabul, yaitu dengan
mematuhi hak ketuhanan-Nya, yaitu
beriman dengan benar kepada sifat rububiyah-Nya. Maka siapapun yang memenuhi
seruan Tuhannya dengan mematuhi perintah dan
menjauhi larangan-Nya, maka keinginannya terpenuhi dan
permohonannya terkabul, sebagaimana firman Allah pada surah
Asy Syuuraa ayat 26:
وَيَسۡتَجِيبُ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَيَزِيدُهُم مِّن فَضۡلِهِ
“Allah mengabulkan
permohonan orang-orang mukmin dan orang-orang yang
beramal shalih. Dan Dia menambahkan sebagian karunia-Nya
kepada mereka.”
Maksudnya, Allah memperkenankan kehendak dan
memenuhi kebutuhan mereka.
Barang siapa dengan penuh keyakinan memohon
kepada-Nya, niscaya Dia akan mengabulkan permohonannya, sekalipun
orang yang berdo‘a itu terkadang musyrik atau fasiq.
Allah telah berfirman pada surah Yunus ayat 12:
وَإِذَا مَسَّ ٱلۡإِنسَٰنَ ٱلضُّرُّ
دَعَانَا لِجَنۢبِهِۦٓ أَوۡ قَاعِدًا أَوۡ قَآئِمٗا فَلَمَّا كَشَفۡنَا عَنۡهُ
ضُرَّهُۥ مَرَّ كَأَن لَّمۡ يَدۡعُنَآ إِلَىٰ ضُرّٖ مَّسَّهُ
“Apabila manusia tertimpa
bencana, ia memohon kepada Kami dengan berbaring atau
duduk atau berdiri. Maka tatkala ia Kami selamatkan dari
bencana itu, lalu ia berlalu seolah-olah tidak pernah
memohon kepada Kami untuk menyelamatkan bencana yang
menimpanya.”
Allah berfirman dalam surah Al An‘aam 40-41:
قُلۡ أَرَءَيۡتَكُمۡ إِنۡ
أَتَىٰكُمۡ عَذَابُ ٱللَّهِ أَوۡ أَتَتۡكُمُ ٱلسَّاعَةُ أَغَيۡرَ ٱللَّهِ
تَدۡعُونَ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٤٠ بَلۡ إِيَّاهُ تَدۡعُونَ فَيَكۡشِفُ مَا
تَدۡعُونَ إِلَيۡهِ إِن شَآءَ وَتَنسَوۡنَ مَا تُشۡرِكُونَ ٤١
“Katakanlah (Muhammad), bagaimana pendapat kamu
sekalian jika datang kepadamu adzab Allah atau datang kepadamu kiamat, apakah kamu menyeru kepada selain Allah jika
kamu memang orang-orang yang benar. Bahkan kamu menyeru kepada-Nya semata-mata, lalu Ia selamatkan kamu sekalian dari apa yang kamu minta kepada-Nya jika Ia menghendaki. Dan kamu sekalian ketika itu meninggalkan tuhan-tuhan
yang kamu sekutukan dengan Allah.”
Mereka adalah orang-orang yang dikabulkan
do‘anya karena mereka mengakui sifat rububiyah Allah. Allah juga mengabulkan do‘a orang yang sedang dalam bahaya,
sekalipun sebelumnya ia tidak mengesakan Allah dalam beribadah dan tidak taat kepada Allah dan rasul-Nya. Orang semacam ini hanya diberi kesenangan sementara di dunia, tetapi
di akhirat kelak tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun.
Hal ini Allah firmankan dalam surah Al Israa’ ayat 18-20:
مَّن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعَاجِلَةَ
عَجَّلۡنَا لَهُۥ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلۡنَا لَهُۥ
جَهَنَّمَ يَصۡلَىٰهَا مَذۡمُومٗا مَّدۡحُورٗا ١٨ وَمَنۡ أَرَادَ ٱلۡأٓخِرَةَ
وَسَعَىٰ لَهَا سَعۡيَهَا وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ كَانَ سَعۡيُهُم
مَّشۡكُورٗا ١٩ كُلّٗا نُّمِدُّ هَٰٓؤُلَآءِ وَهَٰٓؤُلَآءِ مِنۡ عَطَآءِ
رَبِّكَۚ وَمَا كَانَ عَطَآءُ رَبِّكَ مَحۡظُورًا ٢٠
“Barang siapa menghendaki pembalasan segera, maka
Kami segerakan untuknya di dunia ini kepada siapa yang Kami kehendaki sesuai kehendak Kami, kemudian Kami sediakan baginya Jahanam yang akan ia masuki dengan terhina lagi penuh kerugian. Dan barang siapa menghendaki akhirat dan ia berusaha sungguh-sungguh untuk akhiratnya seraya ia beriman, maka usaha mereka itu akan diberi balasan.
Masing-masing dari
mereka itu Kami limpahi karunia dari Tuhanmu dan karunia Tuhanmu
tidak dapat dirintangi.”
Orang yang Allah beri kesenangan dengan rezeki
dan pertolongan bukan berarti permohonannya
dikabulkan, bisa jadi ada penyebab lain. Allah swt.
memberi rezeki kepada orang mukmin maupun kafir,
orang shalih maupun durjana. Allah memperkenankan
permohonan hamba-Nya serta memenuhi permintaan mereka di
dunia ini, tetapi kelak di akhirat mereka yang kafir tidak akan
mendapatkan pahala sedikit pun.
Para ulama meriwayatkan bahwa sebagian golongan
kafir dari golongan Nasrani pernah mengepung suatu negri kaum muslim, sampai golongan kafir kehabisan air minum, lalu mereka meminta kepada kaum muslim untuk menyediakan air minum supaya mereka dapat meninggalkan tempat pengepungan. Kemudian para penguasa muslim melakukan musyawarah. Mereka memutuskan: “Biarkanlah mereka kehausan sampai mereka menjadi lemah, lalu kita serbu mereka.” Golongan kafir tersebut tetap saja tinggal di
tempat tersebut, mereka kemudian memanjatkan do‘a minta hujan sehingga Allah menurunkan hujan kepada mereka. Hal tersebut menyebabkan sebagian dari golongan awam menjadi bingung. Lalu raja berkata kepada sebagian ahli pikir: “Orang banyak telah
mengetahui hal ini.” Kemudian raja diminta naik mimbar
lalu berpidato: “Ya Allah, kami tahu bahwa mereka itu
adalah golongan yang dijamin mendapatkan rezeki sebagaimana
Engkau firmankan dalam Kitab-Mu (pada surah Huud ayat
6) ‘Dan tidak satu pun makhluk melata di muka bumi
melainkan diberi rezeki oleh Allah.’ Mereka memohon kepada-Mu
tatkala dalam kesulitan dan Engkau memperkenankannya.
Tentu hal itu bukan karena Engkau mencintai mereka atau
Engkau mencintai agama mereka.
Sekarang kami ingin Engkau memperlihatkan kepada
kami suatu tanda yang dapat meneguhkan iman dalam hati para hamba-Mu yang beriman. Kemudian Allah mengirimkan kepada mereka angin kencang sehingga golongan kafir Kristen tersebut binasa.”
Berkaitan dengan masalah ini, barangkali ada
orang yang memanjatkan do‘a meminta harta yang
baik, atau ada yang berdo‘a dengan kalimat-kalimat yang
berisi kedurhakaan kepada Allah, misalnya dengan
kalimat kesyirikan atau semacamnya. Jika ternyata sebagian
dari permohonan orang itu terkabul, maka ia mengira bahwa
hal itu menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya
adalah baik. Misalnya, orang yang diberi Allah kekayaan
dan banyak anak, ia mengira bahwa pemberian tersebut
sebagai bukti balasan kebaikan yang segera diberikan
kepadanya. Allah berfirman pada surah Al
Mukminuun ayat 55-56:
أَيَحۡسَبُونَ أَنَّمَا
نُمِدُّهُم بِهِۦ مِن مَّالٖ وَبَنِينَ ٥٥ نُسَارِعُ لَهُمۡ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ بَل
لَّا يَشۡعُرُونَ ٥٦
“Apakah mereka mengira bahwa kekayaan dan anak
yang Kami karuniakan kepada mereka itu menjadi bukti Kami
menyegerakan kebaikan bagi mereka, bahkan mereka
sebenarnya tidak menyadari hal itu (sebagai
ujian).”
Allah berfirman pula pada surah Ali ‘Imran ayat 178:
وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ
كَفَرُوٓاْ أَنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ خَيۡرٞ لِّأَنفُسِهِمۡۚ إِنَّمَا نُمۡلِي
لَهُمۡ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِثۡمٗاۖ وَلَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ ١٧٨
“Dan janganlah sekali-kali orang kafir mengira
bahwa apa yang Kami karuniakan kepada mereka
(rezeki dan kemenangan) menjadi kebaikan bagi mereka.
Sesungguhnya apa yang Kami karuniakan kepada
mereka itu hanyalah menjadikan mereka memperbanyak berbuat
dosa dan bagi mereka adzab yang hina.”
Allah berfirman pula pada surah Al An‘aam ayat 44:
فَلَمَّا نَسُواْ مَا
ذُكِّرُواْ بِهِۦ فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَبۡوَٰبَ كُلِّ شَيۡءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا
فَرِحُواْ بِمَآ أُوتُوٓاْ أَخَذۡنَٰهُم بَغۡتَةٗ فَإِذَا هُم مُّبۡلِسُونَ ٤٤
“Tatkala mereka (orang-orang kafir) lupa terhadap
peringatan yang telah Kami diberikan, maka
Kami bukakan untuk mereka pintu-pintu semua
kesenangan, sehingga tatkala mereka bersenang-senang
dengan karunia yang telah mereka terima, maka dengan tiba-tiba
Kami adzab mereka. Oleh karena itu, mereka tiba-tiba
berputus asa.”
Termasuk dalam pengertian karunia pada ayat di
atas ialah syafa‘at Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diberikan kepada manusia pada hari
kiamat. Segenap manusia akan meminta syafa‘at kepada beliau
agar Allah mengampuni mereka. Sebagaimana biasa berlaku
di dunia, manusia meminta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam agar berdo‘a kepada Allah untuk menurunkan hujan
dan sebagainya.
Ada riwayat perkataan ‘Umar: “Apabila kita
mengalami kekeringan, kami bertawasul kepada-Mu dengan Nabi kami, lalu Engkau turunkan hujan kepada kami dan kami juga bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi kami.
Kami dahulu bertawasul kepada-Mu dengan do‘a nabi kami, syafa‘at beliau, dan permohonan beliau. Kini,
sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kami bertawasul kepada-Mu dengan do‘a paman beliau, permohonannya, dan syafa‘atnya.” Perbuatan di
atas tidaklah berarti bahwa kami membagi kekuasaan antara Engkau dan beliau (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam atau paman beliau, ‘Abbas). Cara ini
bukan seperti yang biasa dilakukan oleh golongan ahli bid‘ah
ketika berdo‘a dengan menggunakan kalimat: “Ya Allah,
aku memohon kepada-Mu dengan kebesaran si fulan di
sisi-Mu”, setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Atau ketika
mereka mengucapkan kalimat: “Kami bertawasul kepada Allah dengan para nabi-Nya dan para wali-Nya.” Mereka
(golongan bid‘ah) telah meriwayatkan Hadits palsu yang berbunyi:
“Apabila kalian memohon
kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya dengan
kebesaranku (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam), karena kebesaranku di sisi Allah sangat lapang.”
Sekiranya tawasul yang dilakukan para ahli
bid‘ah ini dahulu biasa dilakuan oleh para
shahabat, niscaya setelah beliau wafat para
shahabat akan tetap melakukannya dan tidak beralih kepada
‘Abbas (paman beliau) seperti yang dilakukan ‘Umar.
Padahal tentunya para shahabat mengerti bahwa memohon kepada
Allah dan bersumpah kepada-Nya dengan nabi-Nya lebih
mulia daripada dengan ‘Abbas. Oleh karena itu, dapatlah
dipahami bahwa tawasul yang dimaksud oleh para shahabat
adalah tawasul dengan orang yang masih hidup, bukan dengan
orang yang sudah mati. Sebab, orang yang masih hidup
dapat memanjatkan do‘a kepada Allah, sedangkan orang yang
mati tidak bisa memohon apa pun kepada Allah, baik
berupa do‘a atau lainnya.
_____________
source: Books: Bahaya
Mengekor Non Muslim (Mukhtarat Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu
Taimiyah). Muhammad bin Ali Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar