Inilah Keadaan Umat Akhir Zaman & Penyakit
Yang Menimpa Mereka
Dalam
sebuah hadits, Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam mengabarkan bahwa
kelak di masa yang akan datang, umat Islam akan berada dalam keadaan yang
sedemikian buruknya sehingga diumpamakan seperti laksana makanan yang diperebutkan oleh
sekumpulan pemangsanya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُوشِكُ
الْأُمَمُ أَنْتَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأّكَلَةُ إِلَى قَسْعَتِهَا
". فَقَالَ قَائْلٌ وَ مِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ: "بَلْ
أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ ولَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَ
لَيِنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ
وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِيْ قُلُوْبِكُمُ
الْوَهَنَ" فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللهِ وَما الْوَهَنُ؟ قَالَ"حُبَّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ
الْمَوْتِ"
“Hampir
saja para umat (yang Kafir) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru,
sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian
seseorang bertanya, ”Wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?”
Rasulullah berkata,” Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian
bagai sampah (atau buih) yang dibawa oleh air hujan (yang mengapung). Allah
akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam
hati kalian ’Al-Wahn’. Kemudian seseorang bertanya, ”Apa itu ’Al-Wahn?”
Rasulullah berkata, ”Cinta dunia dan takut mati”. (HR.
Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278)
Ada beberapa pelajaran
penting yang dapat kita ambil dan tarik dari hadits tersebut :
Pertama,
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memprediksi bahwa akan tiba suatu masa
di mana orang-orang Islam dan beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi
rebutan umat lainnya. Perlu diketahui bersama, prediksi Nabi bukanlah sebuah ramalan
layaknya para dukun, paranormal, dan lainnya. Akan tetapi, prediksi Nabi itu pasti
akan terjadi karena hal itu adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mereka akan mengalami
keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi
makanan yang diperbutkan oleh sekumpulan pemangsa. Artinya, pada masa itu kaum
Muslimin jumlahnya banyak, akan tetapi menjadi bulan-bulanan kaum lainnya. Hal
ini terjadi karena mereka tidak memiliki kemuliaan sebagaimana di masa lalu, hingga
akhirnya mereka diliputi kehinaan.
Kedua, pada masa itu,
kaum Muslimin tertipu dengan banyaknya jumlah mereka, padahal mereka tidak
bermutu dan berkwalitas sama sekali. Sahabat Nabi menyangka bahwa keadaan hina
yang mereka alami disebabkan jumlah mereka yang sedikit, lalu Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam menyangkal dengan mengatakan bahwa jumlah kaum Muslimin pada
waktu itu sangat banyak, namun berkwalitas rendah.
Juga dapat berarti bahwa
pada masa itu ummat Islam sedemikian peduli dengan kwantitas (jumlah), namun
lalai memperhatikan aspek kwalitas dari segi tauhid dan keimanannya. Yang penting punya banyak
pendukung alias konstituen sambil kurang peduli apakah mereka berkwalitas atau
tidak.
Sehingga, kaum Muslimin
menggunakan tolok ukur mirip kaum Kuffar, di mana yang banyak pasti mengalahkan
yang sedikit dan yang banyak bisa menguasai sebuah komunitas atau pemerintahan.
Mereka menjadi gemar menggunakan prinsip the majority rules (mayoritas-lah yang
berkuasa) yakni prinsip yang menjiwai falsafah Demokrasi modern. Padahal Allah
Ta’ala menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa pasukan berjumlah sedikit dapat
mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya lebih besar dengan izin Allah.
كَم
مِّن فِئَةٖ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةٗ كَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ
مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah 2 : 249).
Dari ayat ini bisa kita
ambil kesimpulan dan pelajaran, bahwa jumlah yang banyak itu tidak menentukan
suatu kemenangan menurut Islam. Sedangkan Demokrasi, jumlah yang banyaklah yang
bisa memenangi dan menguasai sebuah pertarungan dan kontestasi. Inilah
bertentangannya prinsip dan konsep yang Allah telah gariskan untuk umat manusia
dengan sistem Demokrasi jahiliyyah.
Pada masa dimana kaum
Muslimin terhina, maka kwantitas mereka yang besar tidak dapat menutupi
kelemahan kwalitas. Sedemikian rupa sehingga Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam mengumpamakan mereka seperti buih yang mengapung di lautan.
Coba perhatikan tabiat
buih di tepi pantai. Kita lihat bahwa buih merupakan sesuatu yang paling
terlihat, paling indah dan berjumlah sangat banyak saat ombak sedang bergulung.
Namun buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus lalu
menghempaskannya ke udara.
Oleh karena itu, pada
akhir zaman ini, kita bisa menyaksikan satu contoh yang sangat telanjang mata
di negeri Nusantara ini. Ketika ada aksi berjilid-jilid 212 di Monas, Jakarta
yang jumlahnya disebut-sebut sebanyak 7 juta manusia, namun hal itu tidak membuat
musuh-musuh Islam dari kalangan Kafir gentar. Orang-orang Kafir dan kaki tangannya
dari kalangan Munafik dan Murtadin justru memfasilitasi dan mengamankan acara
tersebut.
Padahal, jika 10 persen
atau minimal 5 persen dari 7 juta manusia yang ikut aksi “Sinetron 212”
tersebut mau untuk mengikuti jalan perjuangan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam
memperjuangkan Islam dan menumbangkan sistem
pemerintahan jahiliyah, yakni dengan cara dakwah, hijrah dan jihad fie sabilillah,
maka orang-orang Kafir dijamin akan takut, gentar dan kejayaan Islam akan segera
terwujud.
Namun umat Islam dalam
hal ini juga tidak bisa disalahkan begitu saja. Mereka bisa seperti itu karena
adanya dai-dai penyeru neraka jahannam yang mengaburkan serta mencampurkan
antara haq dan bathil demi kepentingan dunia mereka, atau elite-elite politik
Demokrasi yang mereka dukung. Walhasil, setelah kontestasi Pemilu selesai, dai-dai
penyeru neraka jahannam itulah yang mendapatkan kenikmatan duniawi, sedangkan
umat dan rakyat masih dalam kesengsaraan dan kehinaan serta pendzaliman, Islam
masih saja dicampakkan, dan hukumnya serta syariatnya hanya menjadi
olok-olokkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَ أَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ
بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا
يَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُ وا إِلَى دِيْنِكُمْ
“Apabila kalian melakukan
jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi, kalian ridha dengan
hasil tanaman dan KALIAN MENINGGALKAN JIHAD, maka Allah akan membuat kalian
dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan
tersebut (dari kalian) sampai kalian KEMBALI KEPADA AGAMA KALIAN”.
(HR. Abu Dawud dari
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)
Ketiga,
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa jika umat Islam dalam
keadaan terhina, maka salah satu indikator utamanya ialah rasa gentar menghilang di dalam dada musuh dalam
menghadapi umat Islam. Artinya, sesungguhnya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
lebih menyukai umat Islam senantiasa berwibawa sehingga disegani dan ditakuti
musuh, meskipun jumlahnya sedikit.
Malah kita melihat bahwa
para pemimpin berbagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim justru memiliki rasa
segan dan rasa takut menghadapi para pemimpin kalangan kaum Kuffar dunia barat.
Alih-alih mengkritisi mereka, bersikap sama tinggi sama rendah saja mereka
sudah tidak sanggup. Sehingga yang kita lihat di panggung dunia saat sekarang
ini, para pemimpin negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim itu menjadi pelayan
jika tidak bisa dikatakan “anjing piaraan para pemimpin Kuffar”.
Mereka menjulurkan lidah
dengan setia mengikuti kemauan sang majikan kemanapun mereka pergi. Padahal
Allah menggambarkan kaum Muslimin sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya
di tengah manusia lainnya jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Allah.
Allah berfirman,
وَلَا
تَهِنُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَنتُمُ ٱلۡأَعۡلَوۡنَ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap
lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS.
Ali ‘Imran 3 : 139).
Artikel_Mata-Media.net [Edt:
Abd/Islamic Institute]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar