6/19/2019

KEADAAN UMAT AKHIR ZAMAN DAN PENYAKITNYA


Inilah Keadaan Umat Akhir Zaman & Penyakit
Yang Menimpa Mereka


Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam mengabarkan bahwa kelak di masa yang akan datang, umat Islam akan berada dalam keadaan yang sedemikian buruknya sehingga diumpamakan seperti  laksana makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsanya.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْتَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأّكَلَةُ إِلَى قَسْعَتِهَا ". فَقَالَ قَائْلٌ وَ مِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ: "بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ ولَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَ لَيِنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ  اللهُ فِيْ قُلُوْبِكُمُ الْوَهَنَ" فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللهِ  وَما الْوَهَنُ؟ قَالَ"حُبَّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ"

“Hampir saja para umat (yang Kafir) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya, ”Wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,” Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah (atau buih) yang dibawa oleh air hujan (yang mengapung). Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Al-Wahn’. Kemudian seseorang bertanya, ”Apa itu ’Al-Wahn?” Rasulullah berkata, ”Cinta dunia dan takut mati”. (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278)

Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita ambil dan tarik dari hadits tersebut :

Pertama, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memprediksi bahwa akan tiba suatu masa di mana orang-orang Islam dan beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi rebutan umat lainnya. Perlu diketahui bersama, prediksi Nabi bukanlah sebuah ramalan layaknya para dukun, paranormal, dan lainnya. Akan tetapi, prediksi Nabi itu pasti akan terjadi karena hal itu adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mereka akan mengalami keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi makanan yang diperbutkan oleh sekumpulan pemangsa. Artinya, pada masa itu kaum Muslimin jumlahnya banyak, akan tetapi menjadi bulan-bulanan kaum lainnya. Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki kemuliaan sebagaimana di masa lalu, hingga akhirnya mereka diliputi kehinaan.

Kedua, pada masa itu, kaum Muslimin tertipu dengan banyaknya jumlah mereka, padahal mereka tidak bermutu dan berkwalitas sama sekali. Sahabat Nabi menyangka bahwa keadaan hina yang mereka alami disebabkan jumlah mereka yang sedikit, lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menyangkal dengan mengatakan bahwa jumlah kaum Muslimin pada waktu itu sangat banyak, namun berkwalitas rendah.

Juga dapat berarti bahwa pada masa itu ummat Islam sedemikian peduli dengan kwantitas (jumlah), namun lalai memperhatikan aspek kwalitas dari segi tauhid dan  keimanannya. Yang penting punya banyak pendukung alias konstituen sambil kurang peduli apakah mereka berkwalitas atau tidak.

Sehingga, kaum Muslimin menggunakan tolok ukur mirip kaum Kuffar, di mana yang banyak pasti mengalahkan yang sedikit dan yang banyak bisa menguasai sebuah komunitas atau pemerintahan. Mereka menjadi gemar menggunakan prinsip the majority rules (mayoritas-lah yang berkuasa) yakni prinsip yang menjiwai falsafah Demokrasi modern. Padahal Allah Ta’ala menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa pasukan berjumlah sedikit dapat mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya lebih besar dengan izin Allah.

كَم مِّن فِئَةٖ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةٗ كَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah 2 : 249).

Dari ayat ini bisa kita ambil kesimpulan dan pelajaran, bahwa jumlah yang banyak itu tidak menentukan suatu kemenangan menurut Islam. Sedangkan Demokrasi, jumlah yang banyaklah yang bisa memenangi dan menguasai sebuah pertarungan dan kontestasi. Inilah bertentangannya prinsip dan konsep yang Allah telah gariskan untuk umat manusia dengan sistem Demokrasi jahiliyyah.

Pada masa dimana kaum Muslimin terhina, maka kwantitas mereka yang besar tidak dapat menutupi kelemahan kwalitas. Sedemikian rupa sehingga Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengumpamakan mereka seperti buih yang mengapung di lautan.

Coba perhatikan tabiat buih di tepi pantai. Kita lihat bahwa buih merupakan sesuatu yang paling terlihat, paling indah dan berjumlah sangat banyak saat ombak sedang bergulung. Namun buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus lalu menghempaskannya ke udara.

Oleh karena itu, pada akhir zaman ini, kita bisa menyaksikan satu contoh yang sangat telanjang mata di negeri Nusantara ini. Ketika ada aksi berjilid-jilid 212 di Monas, Jakarta yang jumlahnya disebut-sebut sebanyak 7 juta manusia, namun hal itu tidak membuat musuh-musuh Islam dari kalangan Kafir gentar. Orang-orang Kafir dan kaki tangannya dari kalangan Munafik dan Murtadin justru memfasilitasi dan mengamankan acara tersebut.

Padahal, jika 10 persen atau minimal 5 persen dari 7 juta manusia yang ikut aksi “Sinetron 212” tersebut mau untuk mengikuti jalan perjuangan Nabi shallallahu ’alaihi  wa sallam dan para sahabatnya dalam memperjuangkan Islam dan menumbangkan  sistem pemerintahan jahiliyah, yakni dengan cara dakwah, hijrah dan jihad fie sabilillah, maka orang-orang Kafir dijamin akan takut, gentar dan kejayaan Islam akan segera terwujud.

Namun umat Islam dalam hal ini juga tidak bisa disalahkan begitu saja. Mereka bisa seperti itu karena adanya dai-dai penyeru neraka jahannam yang mengaburkan serta mencampurkan antara haq dan bathil demi kepentingan dunia mereka, atau elite-elite politik Demokrasi yang mereka dukung. Walhasil, setelah kontestasi Pemilu selesai, dai-dai penyeru neraka jahannam itulah yang mendapatkan kenikmatan duniawi, sedangkan umat dan rakyat masih dalam kesengsaraan dan kehinaan serta pendzaliman, Islam masih saja dicampakkan, dan hukumnya serta syariatnya hanya menjadi olok-olokkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَ أَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُ وا إِلَى دِيْنِكُمْ

“Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi, kalian ridha dengan hasil tanaman dan KALIAN MENINGGALKAN JIHAD, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian KEMBALI KEPADA AGAMA KALIAN”.
(HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Ketiga, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa jika umat Islam dalam keadaan terhina, maka salah satu indikator utamanya ialah rasa gentar  menghilang di dalam dada musuh dalam menghadapi umat Islam. Artinya, sesungguhnya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lebih menyukai umat Islam senantiasa berwibawa sehingga disegani dan ditakuti musuh, meskipun jumlahnya sedikit.

Malah kita melihat bahwa para pemimpin berbagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim justru memiliki rasa segan dan rasa takut menghadapi para pemimpin kalangan kaum Kuffar dunia barat. Alih-alih mengkritisi mereka, bersikap sama tinggi sama rendah saja mereka sudah tidak sanggup. Sehingga yang kita lihat di panggung dunia saat sekarang ini, para pemimpin negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim itu menjadi pelayan jika tidak bisa dikatakan “anjing piaraan para pemimpin Kuffar”.

Mereka menjulurkan lidah dengan setia mengikuti kemauan sang majikan kemanapun mereka pergi. Padahal Allah menggambarkan kaum Muslimin sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya di tengah manusia lainnya jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Allah. Allah berfirman,

وَلَا تَهِنُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَنتُمُ ٱلۡأَعۡلَوۡنَ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali ‘Imran 3 : 139).

Artikel_Mata-Media.net [Edt: Abd/Islamic Institute]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...