6/11/2019

Antara Jalan Damai Dan Jihad


Baina As Silmiyyah wa Al Jihad

Antara Jalan Damai Dan Jihad



Kajian Sangat Penting Asy Syaikh Husen Ibnu Mahmud
21 Jumada Al Ula 1436 H; Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy


Kami tidak mengetahui apa yang menimpa akal sebagian kaum muslimin masa sekarang? Kami dahulu berbaik sangka kepada pemikiran dan akal sebagian para pengamat politik kita yang diundang oleh berbagai stasiun siaran, yang telah memenuhi dunia dengan buku-buku, pertemuan-pertemuan, makalah-makalah, statemen-statemen dan berbagai tweetan!! Kami tidak mengetahui bila mereka itu menipu diri mereka sendiri dan memberikan angan-angan padanya, ataukah mereka itu menipu Allah dan orang-orang yang beriman? Akal terdiam keheranan di hadapan volume besar kebodohan politik, kelenyapan keyakinan dan kekosongan pemikiran orang-orang yang dahulu kami anggap mereka itu raksasa-raksasa politik!!

Pembicaraan ini bukan tentang orang tertentu, akan tetapi tentang orang-orang yang dahulu kami anggap sebagai tokoh-tokoh pemikiran di tengah kita, dan tokoh-tokoh masyarakat serta tokoh-tokoh yang suka memberikan arahan dan bimbingan. Kami dahulu membaca tulisan mereka, mendengar bayan-bayan mereka serta kami membawa ucapan mereka kepada makna yang serius, sampai akhirnya datanglah peperangan ini, maka kami menemukan bahwa banyak dari mereka itu sama sekali tidak memahami sedikitpun dari perpolitikan syar'iy atau realita kenegaraan, apalagi urusan peperangan dan tabi'at hubungan antar bangsa atau tabi'at musuh yang memerangi kaum muslimin, bahkan termasuk keberadaan musuh ini telah menjadi rumus yang sulit dipahami dan dipecahkan oleh banyak orang-orang jenius itu!!

Kami dahulu dan masih juga sekarang serta akan tetap mengatakan bahwa peperangan ini pada intinya adalah peperangan aqidah: Ia adalah peperangan Salibis Yahudi lagi seluruh kekuatan kafir terhadap Islam (pertamanya) dan terhadap kaum muslimin (keduanya). Dan tinjauan politik apapun yang tidak dibangun di atas hakikat syar'iy yang bisa diindra lagi bisa dilihat ini, maka ia adalah tinjauan yang sama sekali di luar dari logika, dikarenakan ia tidak dibangun di atas pondasi yang benar, sehingga sebagian mereka berjalan ke arah barat dan ke arah timur serta mendatangkan hal-hal aneh berupa pembenaran-pembenaran alasan peperangan ini yang mana para pimpinan kekafiran dan kemurtaddan di bumi ini telah bersepakat di dalamnya untuk memerangi Islam di seluruh belahan bumi, bukan hanya di Iraq dan Syam saja, dan bukan perang hanya terhadap Daulah Islamiyyah saja.

Sesungguhnya rasa takut yang dimunculkan oleh Daulah ini -yang katanya (Daulah) teroris yang berlebih-lebihan, ghuluw, Khawarij, Wahhabiy, yang tidak mencerminkan sebagai Islam pertengahan yang moderat, yang merupakan antek Iran, Amerika, Saudi, Nushairiy, Mossad dan Kepulauan Wakwak2 adalah hal yang tidak pernah dimunculkan oleh jama'ah dan Daulah manapun semenjak 300 tahun lalu.

Sebagian tokoh politik Barat telah mengatakan bahwa:

“Perang terhadap Daulah yang telah mendeklarasikan Khilafah ini harus dilakukan, dan kalau tidak maka pasti lenyaplah hasil usaha Barat yang telah dilakukan selama lebih dari empat abad di dalam melemahkan dan menjatuhkan khilafah dan membiarkan negara-negara Islam cerai-berai saling bertikai lagi lemah.”

Hakikat Kubra ini selalu dilupakan oleh banyak kalangan pengamat dan para pemikir kita, dan akal mereka itu telah ditutup pada kesimpulan tuduhan bahwa “Daulah Islamiyyah”-lah yang telah memancing Barat untuk memerangi kita, sebagaimana dahulu mereka katakan tentang Usamah dan Qa'idatul Jihad.

Pemikiran ini adalah penyimpangan besar dari wahyu rabbaniy yang telah menjelaskan secara gamblang bahwa orang-orang kafir itu memerangi kita karena keislaman kita:

وَمَا نَقَمُواْ مِنۡهُمۡ إِلَّآ أَن يُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ ٨

“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Al Buruj: 8).

Dan dendam kesumat (siksaan) ini ada sejak Qabil membawa batu dan dengannya dia memecahkan kepala Habil, sehingga ia telah membuatkan bagi manusia sunnah (tuntunan) kedengkian terhadap ketaatan.

وَدَّ كَثِيرٞ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ لَوۡ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِكُمۡ كُفَّارًا حَسَدٗا مِّنۡ عِندِ أَنفُسِهِم مِّنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ ٱلۡحَقُّ

“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (Al Baqarah: 109).

Kejiwaan yang sakit ini telah mengetahui secara yakin bahwa lawannya itu adalah Al Haq (Kebenaran), dan seandainya dia menggunakan akalnya tentu dia mengikuti Al Haq, dan tidak ada yang menghalanginya dari mengikutinya kecuali perasaan kebencian yang hina yang menginginkan lenyapnya nikmat itu dari orang lain. Dan karena sangat rusaknya pola pikir ini, maka ia lebih mengedepankan penolakan Al Haq dengan harapan hidup tenang, dan ia menerima kebatilan, neraka, kekafiran dan sikap tidak manusiawi karena akibat sifat hasud dan kebencian yang telah menguasai dirinya. Ia adalah kejiwaan yang sakit busuk lagi jahat yang tidak ada jalan lain dalam menyikapinya selain pembabatan secara total sampai ke akar-akarnya, dan tidak ada obat baginya selain hal itu, dan inilah yang telah diisyaratkan oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya Subhanahu:

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَكُونَ لَهُۥٓ أَسۡرَىٰ حَتَّىٰ يُثۡخِنَ فِي ٱلۡأَرۡضِ

“Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi...” (Al Anfal: 67).


Sehingga tugas Nabi adalah membersihkan bumi dari elemen-elemen manusia yang busuk lagi rusak ini, walaupun urusannya membutuhkan pada pemusnahan masal dengan jumlah besar demi menghidupkan generasi manusia (yang baik), maka itu tidak masalah, sebagaimana Nuh ‘alaihissalam berkata:

وَقَالَ نُوحٞ رَّبِّ لَا تَذَرۡ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ دَيَّارًا ٢٦ إِنَّكَ إِن تَذَرۡهُمۡ يُضِلُّواْ عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوٓاْ إِلَّا فَاجِرٗا كَفَّارٗا ٢٧

“Dan Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (Nuh: 26-27).

Di mana kerusakan di zaman-nya telah sampai pada kondisi yang tidak pantas di dalam menyikapinya kecuali pemusnahan seluruh manusia, maka jawaban ilahiy adalah: penenggelaman planet bumi dengan semua manusia yang jadi penghuninya, dan selamatnya sekelompok kecil orang-orang beriman saja, supaya mereka memulai kembali kehidupan baru di muka bumi ini.

Sesungguhnya pengutusan Nabi adalah revolusi terhadap kekafiran, kezaliman dan kesemanamenaan, sedangkan revolusi ini -sebagaimana halnya semua revolusi- membutuhkan untuk menghadapi kebatilan, mengalahkannya, menghancurkannya serta melenyapkannya dari wujud. Dan bila kebatilan itu masih eksis dan elemen-elemennya masih ada, maka revolusi itu tetap berada di dalam bahaya, karena sesungguhnya kebatilan itu tidak akan merasa tenang kecuali dengan membuat tipu daya, makar dan revolusi yang bersebrangan yang akan menghabisi Al Haq dan para pengikut. Sebagaimana Allah telah menjelaskan cita-cita jiwa yang sakit ini di dalam firman-Nya:

لَوۡ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِكُمۡ كُفَّارًا

“...mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali...” (Al Baqarah: 109).

Maka sesunguhnya Allah subhanahu telah menjelaskan bahwa ia itu tidak merasa cukup dengan angan-angan, namun ia bergerak sesuai tujuannya:

وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن دِينِكُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَٰعُواْۚ

“...Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, seandainya mereka sanggup...” (Al Baqarah: 217).

Inilah yang telah terjadi di Mesir yang mana penduduknya telah mendengung-dengungkan silmiyyah (jalan damai) yang menyelisihi hakikat kauniyyah (hakikat hukum alam), hikmah syari’iyyah serta tabi’at manusia. Dan balasan terhadap silmiyyah ini adalah: pembantaian massal tanpa perlawanan yang berarti, serta perang terhadap segala yang berbau Islam. Dan hal aneh yang tidak bisa diterima oleh akal adalah tetapnya jalan silmiyyah walaupun dilakukan pemerkosaan kehormatan!!

Kami memahami bila kaum pria tidak menghunuskan senjata bila dibunuhi kaum pria, wanita dan anak-anak, ini kadang masuk akal. Adapun bila para wanita digiring ke dinas kepolisian dan kehormatan mereka diperkosa serta silmiyyah itu masih tetap saja didengung-dengungkan, maka ini adalah sikap yang tidak kami dapatkan sebutannya di dalam kamus orang Arab, bukan karena kelemahan bahasa Arab, akan tetapi karena mungkin tidak pernah terbesit di benak bangsa Arab bahwa hal semacam ini bisa terjadi, di mana ia itu bukan diyatsah (tidak punya rasa cemburu) dan bukan pula sikap cuek, akan tetapi ia adalah hal lain yang mana bangsa Arab tidak mengenal namanya, sebatas apa yang kami ketahui.

Revolusi “Damai” itu tidak mungkin mengalahkan kezaliman dan kerusakan yang telah mengakar di tengah masyarakat, dan inilah yang tidak ingin dipahami oleh sebagian orang, sedang kami telah melihat hal ini di Mesir, Yaman dan Tunisia. Seandainya mereka itu tetap terus melakukannya selama seribu tahun, maka revolusi “damai” mereka itu akan tetap tidak memiliki pengaruh di dalam lingkungan yang rusak seperti ini, kecuali bila para pelaku kerusakan itu mengizinkan ahlul haq untuk menyebarkan hak mereka di tengah manusia, sehingga terus tumbuh satu generasi penuh yang mencintai Al Haq lagi membenci kebatilan, tapi mana mungkin ahlul bathil itu membiarkan al haq menyebar, atau ahlul bathil membutuhkan kepada sebagian mereka itu untuk menunaikan tugas tertentu kemudian setelahnya mereka menghabisinya lagi dan membabatnya kembali.

Sesungguhnya memerangi ahlul bathil itu adalah jalan satu-satunya yang benar untuk menghabisinya, terutama bila kebatilan ini memiliki kekuatan yang nyata. Adapun di saat ahlul haq yang memiliki kekuatan dan penguasaan di muka bumi serta ahlul bathil berada di bawah genggaman dan kekuasaan al haq; maka yang dikedepankan adalah bayan dan hujjah yang mematahkan kebatilan.

Di antara sikap sebagian orang yang sangat aneh adalah bahwa mereka itu memandang wajibnya memerangi “bughat” dan “Khawarij” (yang dimaksud mereka adalah para mujahidin) dan mereka menyemangati para penguasa untuk melakukan hal itu serta memberikannya alasan pembenaran bahwa hal itu adalah hal yang disyari’atkan bahkan dituntut, akan tetapi pada waktu yang bersamaan mereka itu tidak menyemangati para penguasa untuk memerangi kaum Salibis, Yahudi, Rafidlah dan Bathiniyyah yang aniaya terhadap negeri-negeri kaum muslimin, padahal hal ini adalah termasuk hal wajib yang paling wajib atas umat ini!!

Musykilah sebagian mereka itu adalah bahwa kata “perang” itu tidak pernah terbesit pada benak mereka dan tidak masuk di dalam perhitungan mereka, seolah ia itu tidak disyari’atkan, dan seolah ia itu tidak diwajibkan atas umat ini, dan mereka itu masih bersikukuh pada “Cara Damai” yang negatif lagi busuk yang menumpahkan darah putra-putra umat ini begitu saja, karena ia menghadapi aparat penindasan yang kafir lagi pembunuh yang tidak pernah memperhatikan tali kemanusian dan perjanjian di dalam menyikapi orang mu’min. Hendaklah kita ingatkan mereka itu dengan firman Allah Ta’ala:

يَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلشَّهۡرِ ٱلۡحَرَامِ قِتَالٖ فِيهِۖ قُلۡ قِتَالٞ فِيهِ كَبِيرٞۚ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَكُفۡرُۢ بِهِۦ وَٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَإِخۡرَاجُ أَهۡلِهِۦ مِنۡهُ أَكۡبَرُ عِندَ ٱللَّهِۚ وَٱلۡفِتۡنَةُ أَكۡبَرُ مِنَ ٱلۡقَتۡلِ

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat  fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh...” (Al Baqarah: 217).

Sebagian orang menganggap besar pembunuhan para perusak dalam rangka perubahan, padahal Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa fitnah (kekafiran) itu adalah lebih besar dan lebih dasyat dosanya daripada pembunuhan, di mana pemalingan orang muslim dari dien-nya bahkan penyesatan masyarakat dan menjadikannya sebagai orang-orang yang memerangi lagi membenci dien ini; adalah jauh lebih besar - bahkan ini tidak bisa dibandingkan- dengan sikap pembersihan massal terhadap elemen-elemen kerusakan. Dan ini adalah sesuai dengan ketetapan Allah Subhanahu:

وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّفَسَدَتِ ٱلۡأَرۡضُ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡعَٰلَمِينَ

“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (Al Baqarah: 251).

Di mana karunia Allah terhadap manusia adalah Allah menolak (keganasan) sebahagian umat
manusia dengan sebagian yang lain. Dan firman-Nya ‘Azza wa Jalla:

ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بِغَيۡرِ حَقٍّ إِلَّآ أَن يَقُولُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّهُدِّمَتۡ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٞ وَصَلَوَٰتٞ وَمَسَٰجِدُ يُذۡكَرُ فِيهَا ٱسۡمُ ٱللَّهِ كَثِيرٗاۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ٤٠

“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al Haj: 40).

Di dalam ayat ini terdapat penjelasan hakikat perseteruan antara Al Haq dengan Al Bathil, di mana ia adalah perseteruan azaliy (sejak dulu lagi abadi) antara tauhid yang murni dengan syirik, kekafiran, kedurjanaan dan perbudakan manusia pada manusia. Tidak ada tempat bagi manusia untuk beribadah kepada Allah Ta’ala kecuali dengan jihad di jalan-Nya dan penghadangan kezaliman serta pemburuannya di mana saja, dan pertolongan dari Allah itu tidak akan ada kecuali dengan niat jihad di jalan-Nya serta pemberian keleluasaan bagi manusia untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana yang telah diperintahkan-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7).

Orang yang tidak berjihad di jalan Allah dan tidak memerangi musuh-musuh Allah, maka sesungguhnya dia itu tidak menolong agama Allah, sehingga ia tidak berhak mendapatkan pertolongan Allah.

Revolusi Libya telah berhasil, dikarenakan ia adalah revolusi pembabatan elemen-elemen kerusakan, dan yang kita lihat setelah revolusi adalah upaya mati-matian dari ahlul bathil untuk mempertahankan elemen-elemen yang rusak lewat jalan Dewan-Dewan Nasional dan Pemerintahan Bentukan. Dan tatkala upaya ini tidak berhasil -karena keberadaan kekuatan di tangan Ahlul Haq- maka Ahlul Bathil secara terpaksa menerima kembali kepada alternatif pertama dengan pengerahan kekuatan di balik seorang figur yang namanya “Hafter”.

Adapun Suriah, maka awalnya dimulai dengan “Damai” kemudian tidak lama berselang ahlul bathil menangkap bahaya sikap ini, maka mereka ingin menghabisi revolusi sebelum ia terlanjur besar. Dan di antara karunia  Allah terhadap penduduk Syam adalah mereka itu tidak berpegang pada kebohongan“sikap damai” dan justru mereka mengangkat senjata dan mengumumkan jihad melawan kekafiran, kezaliman dan kedurjanaan. Dan revolusi Suriah ini akan menang -dengan izin Allah- dikarenakan ia berjalan di atas jalan syar’iy untuk revolusi-revolusi yang benar yang melenyapkan kebatilan.

Dan Allah Ta’ala telah mengkaruniakan kepada penduduk Syam dengan kedatangan muhajirin dari berbagai belahan bumi yang menyirami tanahnya dengan darah-darah mereka yang suci walaupun banyaknya tipu daya dan makar yang besar yang dikerahkan dalam rangka memalingkan mereka darinya.

Ia (Syam) dan Iraq bersamaan waktunya bersama revolusi Islami terbesar yang tidak ada jalan untuk menghentikannya walaupun seluruh penduduk bumi bersepakat memeranginya, dan Allah Maha Kuasa atas urusan-Nya, Dia Penolong hamba-hamba-Nya serta Yang Menghancurkan musuh-musuh agama-Nya.

Adapun Yaman, maka kami telah mengingatkan keluarga kami di sana agar berhati-hati dari “Jalan Damai” dan telah kami katakan kepada mereka bahwa “Inisiatif Negara-Negara Teluk” itu pada hakikatnya adalah “Tipu Daya Salibis”, dan bahwa “Ali Hadi” itu sama saja dengan “Ali Shalih” (sedang dia itu tidak shalih dan Hadi juga bukan orang yang membimbing pada kebaikan).

Dan telah kami katakan dalam banyak makalah -tahun lalu atau sebelumnya- bahwa mereka itu telah menyerahkan Yaman, Kuwait, dan Bahrain kepada Persia (Iran) di dalam suatu transaksi yang mereka mengira bahwa itu bisa melanggengkan mereka di atas kekuasaan mereka.

Kami dahulu heran – dan masih terus heran – terhadap Ahlul Iman dan Hikmah (Penduduk Yaman) bagaimana mereka itu tidak mengetahui permainan-permainan ini, dan kami enantiasa berharap kebaikan pada penduduk Yaman; karena mereka itu termasuk Ajnad terbaik bumi ini dan termasuk pilihan umat ini serta para pembela dien-nya, sehingga mereka tidak mungkin tetap di dalam kelalaian pikiran ini sepanjang masa, mesti ada saat ketersadaran dan kebangkitan. Di mana Rafidlah Hautsy itu adalah sekumpulan kecil orang-orang hina lagi rendah yang tidak bisa melawan Ahlul Iman. Akan tetapi yang kami khawatirkan adalah keadaan mereka itu semakin menjadi-jadi bila mereka dibiarkan dalam waktu yang lama dengan sebab sokongan dana dan senjata dari Rafidlah, Salibis lagi Yahudi kepada mereka, sehingga wajib atas penduduk Yaman bangkit sekarang juga untuk memerangi mereka, karena
setiap jam itu diperhitungkan, dan setiap penundaan itu menguntungkan Rafidlah.

Allah Ta’ala telah mensyari’atkan jihad di jalan-Nya untuk meninggikan Kalimat-Nya, sedangkan Kalimat-Nya itu tidak akan unggul kecuali dengan apa yang telah Dia kabarkan dan Dia arahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Di mana tidak ada jalan untuk ‘izzah Islam dan keberkuasaan-Nya kecuali dengan jalan yang telah Allah wajibkan atas umat ini, dan tidak mungkin mengada-ada jalan lain selain jalan ini.

Dan barangsiapa dengan akalnya yang terbatas mengira bahwa ia bisa menjayakan dienullah ta’ala dengan selain penumpahan darah, maka dia telah melecehkan para Nabi dan Rasul dan para sahabat mereka serta para tabi’in. Di mana darah para nabi itu adalah darah paling mahal dan paling mulia di muka bumi ini, dan ilmu mereka itu tidak bisa ditandingi oleh ilmu manusia lainnya, serta akal mereka itu adalah akal yang paling cemerlang, sehingga seandainya ada jalan lain selain konfrontasi fisik tentu mereka sudah menempuhnya, akan tetapi Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa jihad itu adalah jalan satusatunya, dan bahwa konfrontasi fisik dan pertarungan itu mesti dilakukan demi kebaikan umat manusia.

Darah para nabi dan rasul telah ditumpahkan di atas jalan ini, supaya kaum mu’minin mengetahui bahwa jalan ini sulit dan bayarannya juga mahal, dan supaya tidak pelit seorangpun dengan darahnya sedang dia melihat darah para nabi telah ditumpahkan, yang mana hal itu mendustakan setiap orang yang mengklaim bahwa ada jalan selain jihad untuk kebangkitan umat dan kebaikan bumi.

Sesungguhnya jihad di jalan Allah dan memerangi musuh-musuh Allah itu adalah obat bagi banyak penyakit, Allah Ta’ala berfirman:

وَإِن نَّكَثُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُم مِّنۢ بَعۡدِ عَهۡدِهِمۡ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمۡ فَقَٰتِلُوٓاْ أَئِمَّةَ ٱلۡكُفۡرِ إِنَّهُمۡ لَآ أَيۡمَٰنَ لَهُمۡ لَعَلَّهُمۡ يَنتَهُونَ ١٢

“Dan jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti.” (At Taubah: 12).

Dan berfirman:

قَٰتِلُواْ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَلَا بِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ ٱلۡحَقِّ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ حَتَّىٰ يُعۡطُواْ ٱلۡجِزۡيَةَ عَن يَدٖ وَهُمۡ صَٰغِرُونَ ٢٩

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At Taubah: 29).

Dan berfirman:

وَقَٰتِلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ كَآفَّةٗ كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمۡ كَآفَّةٗۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ

“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At Taubah: 39).

Dan berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قَٰتِلُواْ ٱلَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ ٱلۡكُفَّارِ وَلۡيَجِدُواْ فِيكُمۡ غِلۡظَةٗۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ ١٢٣

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (At Taubah: 123).

Dan berfirman:
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah...” (Al Baqarah: 193).

Dan berfirman:
قَٰتِلُوهُمۡ يُعَذِّبۡهُمُ ٱللَّهُ بِأَيۡدِيكُمۡ وَيُخۡزِهِمۡ وَيَنصُرۡكُمۡ عَلَيۡهِمۡ وَيَشۡفِ صُدُورَ قَوۡمٖ مُّؤۡمِنِينَ ١٤ وَيُذۡهِبۡ غَيۡظَ قُلُوبِهِمۡۗ وَيَتُوبُ ٱللَّهُ عَلَىٰ مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ١٥

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At Taubah: 14-15).

Dan berfirman:
وَلَوۡ يَشَآءُ ٱللَّهُ لَٱنتَصَرَ مِنۡهُمۡ وَلَٰكِن لِّيَبۡلُوَاْ بَعۡضَكُم بِبَعۡضٖ

“Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain...” (Muhammad: 4).

Dan berfirman:
وَلَنَبۡلُوَنَّكُمۡ حَتَّىٰ نَعۡلَمَ ٱلۡمُجَٰهِدِينَ مِنكُمۡ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَنَبۡلُوَاْ أَخۡبَارَكُمۡ ٣١

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Muhammad: 31)

Dan berfirman:

فَقَٰتِلۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفۡسَكَۚ وَحَرِّضِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَكُفَّ بَأۡسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۚ وَٱللَّهُ أَشَدُّ بَأۡسٗا وَأَشَدُّ تَنكِيلٗا ٨٤

“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya).” (An Nisa: 84).

Dan berfirman:
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ ٱلۡبَغۡيُ هُمۡ يَنتَصِرُونَ ٣٩
“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” (Asy-Syuraa: 39).

Dan berfirman:
فَإِذَا ٱنسَلَخَ ٱلۡأَشۡهُرُ ٱلۡحُرُمُ فَٱقۡتُلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَيۡثُ وَجَدتُّمُوهُمۡ وَخُذُوهُمۡ وَٱحۡصُرُوهُمۡ وَٱقۡعُدُواْ لَهُمۡ كُلَّ مَرۡصَدٖۚ فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٥

“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (At Taubah: 5).

Ini adalah ayat pedang yang me-nasakh (menghapus) hukum asal interaksi dengan orang-orang kafir, dan ayat ini menjadikan kemashalahat -yaitu segala kemashlahatan- itu terdapat pada sikap memerangi mereka di mana saja mereka berada.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadati selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka mendirikan shalat dan mereka menunaikan zakat, kemudian bila mereka telah melakukan hal itu maka mereka telah menjaga dariku darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka itu atas Allah ‘Azza wa Jalla.” (Muttafaq ‘Alaih, hadits mutawatir).

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

“Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat sampai Allah Ta’ala sajalah yang diibadati lagi tidak ada sekutu bagi-Nya, dan rizki-ku dijadikan di bawah bayangan tombakku, sedangkan kehinaan dan kenistaan dijadikan atas orang yang menyelisihi perintahku.” (Shahih diriwayatkan oleh Ahmad, dan ia ada dalam Shahih Al Jami’).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan pedang, dan diperintahkan untuk berperang untuk mewujudkan tujuan tauhid di muka bumi dan untuk menghancurkan kekuatan kebatilan dankemusyrikan. Dan seandainya ada jalan lain selain penumpahan darahnya -ayah dan ibuku sebagai tebusannya shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentu Allah telah mengarahkannya kepada jalan itu, dan tentu Dia sudah memerintahkannya demi menjaga darahnya yang suci shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bagaimana bisa jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu jihad, sedangkan jalan umatnya dan para pengikutnya itu “Jalan Damai”!!

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk memerangi kelompok-kelompok manusia yang banyak dalam rangka mewujudkan keadilan di muka bumi, dalam rangka mengukuhkan Al Haq dan dalam rangka melenyapkan kezaliman. Sedangkan hal ini tidak bisa terwujud kecuali dengan perang.


Ibnu Hajar rahimahullah di dalam “Al Hikam Al Jadirah Bil Idza’ah” menulis: “Dan yang nampak adalah bahwa di dalam Al Qur’an itu ada empat pedang: pedang terhadap kaum musyrikin sampai mereka masuk Islam atau ditawan kemudian setelah itu mereka dilepaskan cuma-cuma atau dilepaskan dengan tebusan, dan pedang terhadap kaum munafiqin, yaitu pedang untuk menghajar kaum Zanadiqah, di mana Allah telah memerintahkan untuk menjihadi mereka dan bersikap kasar kepada mereka di dalam surat Bara-ah, surat At Tahrim dan surat Al Ahzab, dan pedang terhadap Ahli Kitab sampai mereka menunaikan jizyah, dan pedang terhadap Bughat, yang disebutkan di dalam surat Al Hujurat, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum menghunuskan pedang ini di saat beliau hidup, namun Ali radliyallahu ‘anhu-lah yang menghunuskannya di masa kekhilafahan-nya dan beliau berkata: “Akulah orang yang mengajari manusia memerangi Ahli Kiblat..”

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memiliki pedang-pedang lain, di antaranya: pedangnya terhadap orang-orang murtad, yang beliau sabdakan:

“Siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.”

Dan pedang ini telah dihunuskan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq radliyallahu ‘anhu setelah wafat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa kekhilafahannya terhadap suku-suku Arab yang murtad. Dan di antaranya juga pedang beliau terhadap Mariqin, yaitu ahli bid’ah seperti Khawarij, di mana telah sah dari beliau perintah untuk memerangi mereka walaupun para ulama berselisih prihal kekafiran mereka. Dan mereka itu telah diperangi Ali radliyallahu ‘anhu di masa kekhilafahannya padahal beliau mengatakan:

“Sesungguhnya mereka itu bukan orang-orang kafir...” Dan telah diriwayatkan dari Ali radliyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memerangi Mariqin, orang-orang yang melanggar janji dan orang-orang yang jahat. Dan Ali telah membakar sekelompok orang-orang zanadiqah.” (Selesai penukilan dari Ibnu Hajar).

Jihad itu memiliki banyak hikmah lain yang telah dikumpulkan sebagiannya oleh para ulama, Al Imam Al ‘Izz Ibnu Abdissalam berkata di dalam “Ahkam Al Jihad wa Fadlailuhu”: Amalan paling utama setelah iman kepada Allah adalah jihad di jalan Allah; di karenakan di dalamnya terdapat penghancuran musuh-musuh Allah, pembersihan bumi dari mereka, pelepasan tawanan kaum muslimin dari tangan mereka, penjagaan darah, harta, para wanita dan anak-anak kaum muslimin, dan
pensejahteraan kaum muslimin dengan apa yang Allah karuniakan kepada mereka berupa tanah-tanah orang-orang kafir dan harta-harta mereka, serta pensejahteraan para istri dan anak-anak mereka. Oleh sebab itu Allah membesarkan di dalamnya pahala orang yang mengejar dan yang dikejar dari kaum muslimin, orang yang menang dan yang kalah, serta orang yang membunuh dan yang terbunuh, dan di dalamnya Allah menghidupkan orang-orang yang terbunuh setelah kematian mereka, serta menggantikan bagi mereka dari kehidupan yang mereka korbankan karena-Nya dengan kehidupan abadi yang tidak bisa diceritakan sifatnya oleh orang yang menceritakan dan tidak bisa diketahui oleh orang yang mengetahui.

Dan begitu juga tatkala mereka meninggalkan keluarga dan tanah air, maka Allah memberikan tempat bagi mereka di sisi-Nya, dan membuat mereka senang dengan kedekatan dari-Nya sebagai penggantiteman yang mereka cintai yang mereka tinggalkan karena-Nya! Maka alangkah bahagianya orang yang telah meraih pahala yang besar ini di sisi Ar Rabb Al Jalil, sedangkan hal itu hanyalah didapatkan oleh orang yang berperang di jalan Allah supaya Kalimat Allah-lah yang tertinggi dan supaya kalimat orang-orang kafir itu yang rendah.” (Selesai).

Ini adalah sebagian faidah jihad yang telah Allah Ta’ala sebutkan di dalam Al Qur’an, yang telah Allah Ta’ala janjikan atasnya pahala yang banyak. Sedangkan semua pahala dan kedudukan ini hanyalah diperuntukkan bagi mujahidin: yang demikian itu dikarenakan begitu pentingnya jihad itu di dalam kehidupan umat, dan dikarenakan jihad itu adalah tameng umat dan bentengnya yang kokoh yang menghalangi masuknya para perusak yang datang dari luar dan dari kegoncangan di dalam. Sehingga urusan umat ini tidak bisa tegak lurus kecuali dengan jihad, dan tidak ada ‘izzah dan tamkin baginya kecuali dengan jihad, sedangkan segala kehinaan, kebinasaan dan kenistaan itu ada pada sikap meninggalkan jihad di jalan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bila manusia pelit dengan dinar dan dirham, dan mereka berjual beli dengan cara ‘inah (satu macam riba), dan mereka mengikuti ekor-ekor sapi dan meninggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah Ta’ala memasukan kepada mereka kehinaan yang tidak akan diangkat dari mereka sampai mereka kembali kepada dien mereka.” (Ahmad, Ath Thabraniy dalam Al Kabir, dan Al Baihaqiy di dalam Syu-abil Iman, dan dishahihkan oleh Al Albaniy di dalam Shahih Al Jami’).

Abu Ayyub Al Anshariy berkata di dalam hadits perang Kostantinopel sebagai tafsiran bagi firman Allah Ta’ala:

وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ
“...Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan...” (Al Baqarah: 195).

“Menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan adalah kita tinggal di tengah harta-harta kita dan mengurusinya serta kita meninggalkan jihad.” (Diriwayatkan oleh tiga imam dan dishahihkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim juga Al Albaniy di dalam As Silsilah Ash Shahihah).

Dan dari Tsauban dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau besabda:

“Hampir tiba saatnya di mana bangsa-bangsa mengerumuni kalian, sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni nampannya,” maka seseorang berkata: Apa karena kami sedikit hari itu? Beliau menjawab:”Justeru kalian itu banyak saat itu, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan sungguh Allah benar-benar akan mencabut dari dada musuh-musuh kalian rasa segan dari kalian dan Allah benar-benar akan memasukkan wahn ke dalam hati kalian”, maka seseorang berkata: Wahai Rasulullah apa wahn itu? Beliau berkata: Cinta dunia dan benci kematian.” (Riwayat Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albaniy).

Dan dari Abu Bakar radliyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bahwa beliau berkata: “Tidak satu kaum-pun meninggalkan jihad melainkan pasti Allah menimpakan adzab secara merata atas mereka.” (Diriwayatkan oleh Ath Thabraniy di dalam Al Ausath, dan dihasankan oleh Ibnu An Nuhas Ad Dimyathiy di dalam Mashari’u Al-’Usyaq “Tidak satu-pun ahli bait yang masuk cangkul kepada mereka melainkan mereka pasti hina.” (Shahih: Shahih Al Jami’).

Pengamatan yang jeli terhadap hadits-hadits yang lalu itu memberikan kesimpulan padamu tentang rahasia kehinaan umat ini serta kelemahan dan kenistaan yang menimpa mereka. Di mana meninggalkan jihad, cenderung kepada dunia, kecintaan terhadapnya serta kebencian terhadap kematian di jalan Allah Ta’ala adalah penyakit kronis yang menghantarkan umat ini kepada kondisi yang dialami hari ini. Dan lihatlah pensifatan yang menakjubkan dari Nabi yang ma’shum shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keadaan umat ini di zaman ini dan apa yang dialami oleh manusia:

 “Sungguh benar-benar akan datang kepada manusia suatu zaman; yang mana hati mereka itu hati orang-orang ‘ajam; cinta dunia, kebiasaan mereka itu kebiasaan orang-orang badui pedalaman, rizki apa saja yang datang kepada mereka maka mereka menjadikannya pada hewan, mereka menganggap zakat itu hutang dan (menganggap) jihad itu dlarar (bahaya).” (Isnadnya jayyid, para perawinya tsiqat; As Silsilah Ash Shahihah 3357).

Dan apa yang kita lihat dari realita kita dan apa yang kita saksikan serta kita dengar di media dan lewat lisan banyak para ulama, para pencari ilmu dan kalangan awam bahwa madlarat jihad itu lebih besar dari meninggalkannya, adalah bukti kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al Albaniy berkata di dalam As Silsilah Ash Shahihah dalam rangka mengkomentari hadits ini: “Ia adalah di antara bukti kebenaran dan kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana di dalamnya terdapat hal ghaib yang telah terbukti di zaman ini. Wallahul Musta’an.” (Selesai).

Sesungguhnya di dalam perang itu terdapat banyak mashalahat yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala saja yang mengetahuinya, bahkan hatta di dalam memerangi kaum muslimin itu terdapat mashalahat yang unggul padahal penghati-hatian dari hal itu sangat dasyat:

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَٰتِلُواْ ٱلَّتِي تَبۡغِي حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ ٩

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah kembali, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Al Hujurat: 9).

Perang di sini datang dalam rangka mendamaikan perselisihan supaya sebagian manusia tidak aniaya kepada sebagian yang lain, sedangkan ini adalah di antara kaum muslimin, maka bagaimana bila kekafiran telah semena-mena di muka bumi: apakah masih ada orang yang komentar?

Allah Ta’ala telah mewajibkan perang di jalan-Nya karena banyak sebab; sebagiannya telah Dia
sebutkan di dalam Kitab-Nya, dan telah ada lewat lisan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan para ulama-pun mengambil banyak kesimpulan dari faidah-faidah dan hikmah-hikmah jihad, di mana di antara yang paling agung dan paling besar dari tujuan-tujuan jihad itu adalah: Pemberlakuan syari’at Allah di muka bumi supaya keadilan merata, ketundukkan seluruhnya bagi Allah, kekafiran hancur lebur, dan kezaliman berhenti. Dan ini tidak bisa terwujud kecuali dengan kedaulatan syari’at Sesungguhnya manusia itu sangat tidak mampu untuk mendatangkan undang-undang dan aturan-aturan yang merealisasikan keadilan di tengah masyarakat, karena manusia itu ditabi’atkan di atas sifat dzalim dan egoisme, dan mereka itu sangat tidak bisa untuk mengatur kehidupan manusia, dan lihatlah penetapan yang mengagumkan ini dari Allah Ta’ala dalam hal ini:

وَلَوِ ٱتَّبَعَ ٱلۡحَقُّ أَهۡوَآءَهُمۡ لَفَسَدَتِ ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّ

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya...” (Al-Mu’minun: 71).

Tidak satu-pun mampu untuk membuat undang-undang yang adil lagi akurat yang bisa membenahi kehidupan manusia kecuali Pencipta manusia Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui, dan Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertahakum kepada syari’at-Nya sebagai pengakuan atas penghambaan mereka kepada-Nya dan sebagai bentuk perealisasian pada Uluhiyyah-Nya di dalam hati mereka, sehingga tidak tegak lurus ubudiyyah kepada Allah (kecuali dengan pemberlakuan hukum-Nya) dan pentahkiman syari’at-Nya.

وَهُوَ ٱلَّذِي فِي ٱلسَّمَآءِ إِلَٰهٞ وَفِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَٰهٞۚ وَهُوَ ٱلۡحَكِيمُ ٱلۡعَلِيمُ

“Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Az-Zukhruf: 84).

Sehingga tidak pantas kita menjadikan Allah sebagai ilah di langit dan dien itu di hati, kemudian kita malah menjadikan tuhan-tuhan selain Allah di bumi yang menetapkan undang-undang bagi kita, ini adalah syirik uluhiyyah yang mana Allah Ta’ala tidak akan menerima amalan bersamanya:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا ٤٨

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisa: 48).

Sesungguhnya umat ini memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh umat sebelumnya, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Dan aku diutus kepada seluruh umat manusia.” Sebagaimana di dalam hadits shahih:

“Aku diunggulkan di atas para nabi dengan lima hal: Aku diutus kepada manusia seluruhnya..” (Shahih Al Jami’ 4221)

Dan umat ini adalah saksi terhadap umat-umat yang lain:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia...” (Al Baqarah: 143)

Wasath di sini adalah umat pilihan dan yang adil, bukan seperti apa yang diartikan oleh sebagian orang bahwa wasathiyyah itu maknanya adalah sikap absen dan berat diri dari melakukan jihad dan mencampakkan aqidah al wala dan al bara, serta kecintaan dan kebencian karena Allah.

Ibnu Katsir berkata di dalam Tafsirnya: “Dan Wasath di sini adalah pilihan dan terbaik, sebagaimana dikatakan: Quraisy adalah bangsa Arab yang paling wasath nasabnya dan negerinya, yaitu paling baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wasath di tengah kaumnya, yaitu yang paling mulia nasabnya. Dan contoh makna ini adalah Ash Shalat Al Wustha yang merupakan shalat yang paling utama yaitu shalat ‘ashar, sebagaimana di dalam kitab-kitab Shahih dan yang lainnya. Dan tatkala Allah telah menjadikan umat ini sebagai umat yang wasath (pilihan), maka Dia memberikan keistimewaan dengan syari’at yang paling sempurna, manhaj yang paling lurus dan madzhab yang paling jelas.” (Selesai)

Umat ini adalah umat terbaik yang dikeluarkan kepada manusia yang Allah Ta’ala berikan keistimewaan dengan Nabi terbaik, Kitab terbaik dan para sahabat terbaik. Dan keterpilihan ini adalah bersifat mendunia sampai Allah mewarisi bumi ini dan seisinya, sedangkan kemenduniaannya ini menuntut penyebaran dakwahnya dan pelenyapan seluruh rintangan yang ada di hadapannya.

Keterpilihannya ini menuntut pelenyapannya terhadap segala kezaliman di muka bumi; dengan hujjah, bayan, pedang dan tombak sampai tidak tersisa kecuali perintah Allah, hukum-Nya dan keadilan-Nya, dan sampai Allah saja yang diibadati lagi tidak disekutukan dengan apapun.

Inilah pesan umat Islam, di mana ia adalah pesan yang wajib lagi harus yang tidak bisa digugurkan oleh undang-undang, adat lokal atau adat internasional atau adat seluruh dunia, karena urusan ini adalah syar’iy rabbaniy ilahiy samawiy. Dan begitu Allah mewajibkan perang; maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung mengirim pasukan-pasukan dan brigade-brigade ke timur dan ke barat, ke utara dan selatan memerangi manusia untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, dan dari kezaliman agama-agama bumi menuju cahaya Islam, serta dari kesempitan dunia menuju kelapangan dunia dan akhirat.

Maka terbuktilah penaklukan-penaklukan di masa kenabian, kemudian di masa khulafa rasyidin, dan kaum muslimin terus senantiasa menaklukan negeri-negeri dengan pedang dan menaklukan hati manusia dengan hujjah, sampai datanglah akhir masa Dinasti Utsmaniyyah yang mana sebagian para sultan-nya mengganti hukum-hukum syari’at (dengan hukum barat), sehingga terjadilah kezaliman yang dipungkas dengan kelemahan, dan mulailah masa pelepasan sistem khilafah Islamiyyah yang berakhir lewat tangan anak seorang wanita Yahudi yang masuk ke tengah lingkungan Islamiy dengan label Nasionalime Tauraniyyah Jahiliyyah.

Dan di antara keistimewaan umat ini adalah bahwa ia itu umat mujahidah yang keras terhadap orang-orang kafir, lagi kasar dan pemenggal leher-leher mereka seraya membenci mereka  arena Allah Ta’ala.

Dan seandainya satu generasi dari kaum muslimin menanggalkan keistimewaan-keistimewaan ini, maka sesungguhnya Allah Ta’ala pasti menggantinya dengan generasi lainnya, sebagaimana yang telah Allah Ta’ala kukuhkan di dalam firman-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَا لَكُمۡ إِذَا قِيلَ لَكُمُ ٱنفِرُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱثَّاقَلۡتُمۡ إِلَى ٱلۡأَرۡضِۚ أَرَضِيتُم بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا مِنَ ٱلۡأٓخِرَةِۚ فَمَا مَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا فِي ٱلۡأٓخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ ٣٨ إِلَّا تَنفِرُواْ يُعَذِّبۡكُمۡ عَذَابًا أَلِيمٗا وَيَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَيۡرَكُمۡ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيۡ‍ٔٗاۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ ٣٩

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At Taubah: 38-39).

Umat ini telah ditimpa adzab (siksaan) lewat tangan musuh-musuhnya dengan sebab ia berleha-leha dan betah dengan dunia dan kehinaan. Barangsiapa tafrith (teledor) di dalam menolong agama Allah dan di dalam jihad di jalan-Nya, maka Allah pasti akan menggantikannya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ٥٤

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Al Maidah: 54).

Dan berfirman:
وَإِن تَتَوَلَّوۡاْ يَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَيۡرَكُمۡ ثُمَّ لَا يَكُونُوٓاْ أَمۡثَٰلَكُم ٣٨

“...Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (Muhammad: 38).
                                                                    
Dan bisa jadi kita hari ini hidup di masa penggantian generasi kehinaan, silmiyyah, pertengahan dan moderat yang dingin lagi lemah yang absen dari jihad serta malas-malasan (digantikan) dengan generasi yang masih muda yang berjihad, yang perkasa lagi pemberani yang suka berperang lagi hobi menyembelih lagi suka meledakkan diri lagi suka menteror yang suka menghajar lagi tidak takut ucapan orang yang suka mencela.

Sesungguhnya perang yang tujuannya bukan tahkim syari’at Allah dan bukan tamkin dien-Nya di muka bumi adalah bukan jihad di jalan Allah, sedangkan tidak ada tamkin bagi dienullah dan tidak ada pemberlakuan hukum-Nya sesuai apa yang dituntut secara syar’iy kecuali dengan jihad di jalan Allah. Di mana dua hal itu saling keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh sebab itu, barangsiapa menginginkan pemberlakuan syari’at di muka bumi tanpa perang, maka dia itu wahim (mengigau), dan barangsiapa berperang demi nasionalisme, atau kebangsaan atau demokrasi atau negara madaniy atau hidup saling toleransi dengan orang-orang kafir atau demi kemanusiaan, maka dia itu orang bodoh yang menyia-nyiakan agama dan kehidupannya. Di mana dengan jihad maka umat ini menjadi hidup, dan dengan pemberlakuan syari’at maka meratalah keadilan di muka bumi.

Dan setiap undang-undang yang menyelisihi syari’at Allah lagi menggugurkan hukum-Nya walaupun nampak tepat- maka ia itu kezaliman dan murni keburukan walaupun dianggap baik oleh manusia. Dan setiap jalan untuk perbaikan di zaman ini selain kekuatan, perang dan jihad, maka ia itu adalah jalan yang tertutup lagi terputus walaupun dianggap lurus oleh manusia, dan seandainya di sana ada jalan untuk pembenahan bumi selain jalan jihad tentulah Allah telah menunjukkannya kepada kita dan menjaga darah hamba-hamba-Nya dan wali-wali-Nya yang beriman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...