6/14/2019

SIAPAKAH AHLU KIBLAT


SIAPAKAH AHLU KIBLAT ITU ?

Penulis : FADLILATUSY SYAIKH ALI BIN KHUDLAIR AL KHUDLAIR
Alih Bahasa : ABU SULAIMAN AMAN ABDURRAHMAN


Ibnu Qudamah Al Maqdisiy rahimahullah berkata :

Dan kami tidak memastikan bagi seseorang dari ahli kiblat dengan surga, kecuali bagi orang yang telah di pastikan baginya oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi kami mengaharapkannya untuk orang yang berbuat baik dan kami khawatir atas orang yang berbuat jelek. Dan kami tidak mengkafirkan seseorang dari ahli kiblat dengan (perbuatan) dosa dan kami tidak mengeluarkannya dari Islam dengan amal (kemaksiatan).

Setelah mushannif memberikan persaksian bagi para ahli fadhl (keutamaan) dan orang-orang yang mendapatkan pujian bahwasannya mereka termasuk dari ahli surga, kemudian ia berkata: “Apakah seseorang selain mereka dipersaksikan dengan surga  atau neraka?”

Jawabnya adalah: Bahwa selain dari para saabiqiin dari apa yang telah disebutkan, seperti seorang muslim yang biasa-biasa yang belum tersebar keutamaannya, maka ia tidak dipersaksiakan baginya surga akan tetapi diharapkan untuknya surga, dan begitu juga tidak dipersaksikan bagi seseorang dari mereka dengan neraka, akan tetapi ditakutkan atas orang yang berbuat buruk akan (terjerumus) ke neraka. Maka permasalahannya adalah berkisar antara pengharapan (akan surga) bagi orang yang berbuat baik dan dikhawatirkan atas orang yang berbuat jelek (akan neraka).

Dan perkataan mushannif (Dan kami tidak memastikan) adalah penafian akan pemastian. Beliau mengatakan (Kami tidak memastikan) dan beliau tidak mengatakan (saya tidak memastikan) dengan lafadh mufrad, karena beliau memaksudkan dengan ungkapannya itu adalah pernyataan Ahlus Sunnah. Dan perkataannya (dari ahlu kiblat) beliau maksudkan dengan ahlu kiblat itu adalah orang yang bertauhid (kesaksian laa ilaaha illaah) dan tidak melakukan satupun dari pembatal keislaman, inilah definisi Ahlul kiblah secara syar’i. Jadi disyaratakan dua syarat untuk dikatakan seorang itu termasuk Ahlul kiblah :

1. Dia mendatangkan dua kalimah syahadat (bertauhid), ini adalah syarat ijabiy (positif).

2. Dan dia tidak melakukan satupun dari pembatal keislaman, ini adalah syarat salbiy
(negatif).

Sehingga apabila ia tidak bertauhid maka ia bukan termasuk dari Ahli Kiblah, dan apabila ia bertauhid namun ia melakukan pembatal keislaman maka ia tidak termasuk dari Ahli Kiblah juga.

Adapun orang-orang yang bukan termasuk dari kalangan Ahlul kiblah, di antaranya adalah :
    
·   Jahmiyyah, pada mereka ini ada pembatal keislaman yakni pengingkaran mereka akan Asma` dan Shifat Allah, serta pembatal-pembatal keislaman yang lainnya yang ada pada mereka.
·   Seperti Rafidlah pada masa sekarang, mereka itu bukan tergolong Ahlul Kiblah, karena pada mereka terdapat banyak pembatal keislaman.
·   Dan seperti orang-orang sekuler, para penguasa yang murtad pada masa sekarang ini yang mengaku dirinya sebagai orang Islam, mereka itu bukan termasuk Ahlul Kiblah, karena adanya pembatal keislaman pada diri mereka.
·   Termasuk juga Al Hadatsin.
·   Orang-orang Nasionalis.
·   Orang-orang pengikut Partai Bath (Sosialis Arab).
·   Orang-orang Demokrat/orang-orang yang berhaluan Demokrasi.
·   Orang-orang Sosialis.
·   Dan Aliran-aliran/paham-paham lain yang bukan termasuk Ahlul Kiblah.

Faidah dari penyebutan ini adalah bahwa orang yang mati dari kalangan-kalangan tersebut di atas pahamnya itu tidak termasuk dalam masalah ini, tidak boleh dikatakan:

Bahwa kita tidak boleh memastikan dia itu masuk neraka,” dan ini dibuktikan bahwa orang yang mati dari kalangan para murtaddin (pada zaman sahabat) dikatakan dia calon penghuni neraka. Dan dalilnya adalah:

1. Hadits Bani Al Muntafiq, yaitu hadits shahih, “mereka datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau dalam hadits yang panjang sekali tentang orang yang meninggal dunia dari kalangan Ahlul Fatrah (orang-orang yang berada di antara tenggang adanya Rasul), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Demi Allah, bila engkau melewati kuburan orang musyrik, baik orang Bani Amir atau orang Quraisy, maka katakanlah: “Muhammad mengutus saya kepada kamu untuk memberi kabarmu dengan berita yang menyedihkanmu, kamu digusur di neraka dengan wajah dan perutmu di bawah,”3 Ibnu Al Qayyim dalam Al Hadyu (Zadul Ma’ad) menyebutkan di antara faidah hadits ini: Bahwa boleh menyatakan calon penghuni neraka terhadap orang yang mati di atas kemusyrikan.

2. Kisah orang-orang murtad, sesungguhnya mereka tatkala taubat dan meminta damai dengan Khalifah Abu Bakar radliyallahu 'anhu, beliau mensyaratkan satu syarat atas mereka, beliau berkata: “Sampai kalian bersaksi bahwa orang yang mati di antara kami (para sahabat) masuk surga, dan orang-orang yang mati di antara kalian masuk neraka,”4 dan bukti di sini adalah, ”dan orang-orang yang mati di antara kalian masuk neraka,” maka ini menunjukan bahwa boleh mengatakan bahwa orang yang mati dalam status murtad adalah calon penghuni neraka.

Kemudian mushannif mulai membahas masalah takfir, dan apakah boleh orang yang tergolong Ahlu Kiblah itu dikafirkan atau tidak.

Mushannif rahimahullah berkata: Dan kami tidak mengkafirkan seorangpun dari Ahlu Kiblat dengtan sebab dzanbun/dosa (yang dia lakukan), dan kami tidak mengeluarkannya dari Islam dengan sebab ‘amal.

Mushannif berbicara tentang hukum mengkafirkan Ahlul Kiblah, dan di dalamnya ada beberapa masalah:


Masalah pertama: Apa yang dimaksud dengan kata dzanbun/dosa dan kata ‘amal.

Dua kata ini terkadang dipahami keliru, dan terkadang dipahami dengan cara menganggapnya umum, sehingga diduga perkataan beliau ini bermakna ‘aam/ umum, padahal tidak seperti itu. Beliau bermaksud dengan kata, ”dzanbun/dosa” adalah  maksiat yang dinamakan pula Al kabaa’ir (dosa-dosa besar). Dan seperti kalimat dzanbun adalah kalimat ‘amal, di mana kalimat ‘amal ini dipakai untuk tiga hal:

1. Untuk dosa-dosa besar: seperti mencuri, zina, ghibah, namimah, liwath (homo seks) dan yang semisalnya, maka ini (pelakunya) tidak dikafirkan oleh Ahlussunnah Waljama`ah.

2. Syirik asghar: ini juga tidak masuk di dalam perkataan Mushannif, (maka seseorang) tidak dikafirkan dengan sebab (melakukan) syirik asghar.

3. Dosa-dosa kecil yakni apa-apa yang dan diharamkan oleh syari`at namun tidak ada ancaman kusus padanya, maka ini (pelakunya) tidak dikafirkan oleh Ahlussunnah Waljama`ah.

Dan ada dosa-dosa yang tidak dimaksudkan oleh mushannif di sini seperti syirik akbar dan kufur akbar, maka dosa-dosa ini (maksudnya syirik akbar dan kufur akbar) dalam hal ini Ahlussunnah Walajama`ah mengkafirkan (pelakunya), baik itu kufur akbar i`tqady (yang bersifat keyakinan), kufur akbar `amaly (amalan), ataupun kufur qouly (perkataan).

Perkatan Mushannif: “sebab amalan” dimaksudkan dengannya adalah amal maksiat (melakukan maksiat).


Masalah kedua: Perkataan mushannif “Ahlul kiblat”, siapakah yang dimaksud dengan mereka ; Yang dimaksud dengan ahlul kiblat adalah kelompok-kelompok berikut ini:

1. As-Sabiquun.
2. Al-Muqtasiduun.

Kedua bagian ini adalah mereka yang mendapatkan pujian dari Allah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka adalah ahli surga.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَيۡرَٰتِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِ

“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu diantar mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara merka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaiakan dengan izin Allah” (QS. Al-Fathir: 32) dan mereka ini tidak dikafirkan.

3. Adh-Dhalimu linafshi, mereka adalah ahli tauhid yang melakukan sesuatu dari kemaksiatan dan ia mati dengan membawa maksiat itu, atau terus-menerus melakukannya, dan disyaratkan bagi mereka untuk bisa dinamakan Ahlul kiblat, mereka harus bertauhid dan tidak melakukan pembatal dari pembatal-pembatal keislaman.

4. Mubtadi`ah (Ahlul Bid’ah), atau pada dirinya ada unsur kebid`ahan dengan syarat kebid`ahan mereka itu bukan bid`ah mukaffirah (yang mengakibatkan mereka kafir), seperti orang-orang yang mengagungkan malam nisfu sya`ban, mendahulukan khutbah sebelum shalat pada shalat `Ied, perlakuan sebagian mereka meninggalkan takbir dengan terang-terangan, mengakhirkan shalat dari waktu yang dlaruriy, begitu juga orang-orang Kullabiyyah dan orang-orang terdahulu dari Asya`irah seperti Abu Hasan Al-Asy`ary dan Al-Baqilany, dan begitu juga Al-Karraamiyyah, mereka adalah para mubtadi`ah, dan begitu juga Khawarij awal, yang dinamakan dengan Al-Muhakkamah, mereka adalah para mubtadi`ah dan bukan orang-orang kafir, dan semisal Murji`ah Fuqaha, maka kelompok-kelompok ini dinamakan Ahlul Kiblat.


Masalah ketiga: Ahlu kiblat dibagi menjadi dua bagian :

1.  Ahli kiblat yang sebenarnya, dalam arti dibolehkan memakai nama ini untuk mereka, dan mereka adalah kelompok-kelompok yang telah disebutkan tadi.

2. Ahli kiblat dengan sekedar klaim (mengaku-ngaku saja) dan penisbatan atau hanya sekedar nama saja, atau didasarkan pada saat sebelum pengkafiran mereka, yaitu setiap orang yang menisbatkan (dirinya kepada Ahlu) Kiblat sedangkan pada dia itu ada sesuatu yang membuat dia kafir, maka penamaan dirinya dengan ahlu kiblat merupakan kebohongan dan kedustaan, dan nama ini tidak boleh dipakai untuknya. Dan pada bagian ini ada yang belum disebutkan oleh mushannif, mereka adalah kelompok-kelompok yang menamakan diri dengan Ahli Kiblat, sedangkan mereka adalah orang-orang kafir, mereka adalah: Jahmiyyah, dan Ghulaatul Mu`tazilah, mereka ini (sesuai dengan pendapat yang ) shahih adalah orang-orang kafir.


Rafidlah: Hakekatnya mereka bukan termasuk dari ahli kiblat, mereka adalah orang-orang kafir, baik ulama`-ulama` mereka ataupun orang-orang awam mereka.

`Ubbaadul qubuur (penyembah kuburan): Mereka adalah orang-orang musyrik secara ijma`, dan bukan sebagai orang-orang muslim, pengkafiran mereka dinukil dari Syaikh Muhammad Ibnu `Abdul Wahhab di dalam Nawaqidlul Islam (pembata-pembatal keislaman) -pembatal yang kedua, dan sebelumnya telah dinukil dari Ibnu Taimiyyah di dalam Kasysyaful Iqna`, bahwa barangsiapa yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara yang di mana mereka berdo`a kepadanya dan mereka meminta syafa`at kepadanya maka ia kafir secara ijma` Shuufiyyah yang memiliki berbagai kekufuran, seperti istighasah kepada para wali dan yang semisalnya, maka mereka adalah orang-orang musyrik dan tidak dinamakan dengan ahli kiblat.

Al-`Ilmaaniyyah (sekulerisme): dengan segala bentuknya, mereka adalah orang-orang kafir walaupum mereka memakai nama Islam atau mereka mengatakan kami negara-negara Islam dan hakim-hakim muslim, dan pada hakekatnya orang-orang sekularisme itu kuffar.

Dan di antara bagian-bagian dari sekulerisme tersebut adalah:

· Al-Haddatsin.
· Para demokrat.
· Orang-orang parleman.
· Anggota partai bath.
· Para nasionalis.
· Komunis.
· Dan sosialis.

Mereka semuanya adalah kuffar, baik mereka itu para penulis, wartawan, politikus, I`lamiyyin (bidaang informasi), ilmuwan, militer atau para ekonom, ataupun yang lainnya. Dan diantara mereka ada yang menamakan diri dengan Islamiyyin yang telah melakukan kekufuran, seperti para Islamiyyin yang membolehkan pembuatan hukum bagi selain Allah atau yang bersekongkol dengan orang-orang sekuler, dan persekongkolannya itu memestikan mereka melakukan kekufuran sedangkan mereka mengetahuinya, maka mereka ini adalah orang-orang kafir, walaupun mengaku sebagai Islamiyyin. Dan yang termasuk dari kelompok ini, adalah yang bernama `Israniyyin, mereka adalah orang-orang yang mengajak kepada pengembangan syari`at agar sesuai dengan zaman, atau pengembangan Ushul Fiqih agar sesuai dengan zaman, dan yang lain sebagainya dari orang-orang yang melakukan kekafiran di antara mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...