SIAPAKAH AHLU KIBLAT ITU ?
Penulis : FADLILATUSY SYAIKH ALI BIN KHUDLAIR AL KHUDLAIR
Alih Bahasa : ABU SULAIMAN AMAN ABDURRAHMAN
Ibnu Qudamah Al
Maqdisiy rahimahullah berkata :
Dan
kami tidak memastikan bagi seseorang dari ahli kiblat dengan surga, kecuali
bagi orang yang telah di pastikan baginya oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi
kami mengaharapkannya untuk orang yang berbuat baik dan kami khawatir atas orang
yang berbuat jelek. Dan kami tidak mengkafirkan seseorang dari ahli kiblat dengan
(perbuatan) dosa dan kami tidak mengeluarkannya dari Islam dengan amal (kemaksiatan).
Setelah
mushannif memberikan
persaksian bagi para ahli fadhl (keutamaan) dan orang-orang yang mendapatkan pujian bahwasannya
mereka termasuk dari ahli surga, kemudian ia berkata: “Apakah seseorang selain
mereka dipersaksikan dengan surga atau neraka?”
Jawabnya adalah: Bahwa selain dari
para saabiqiin dari apa
yang telah disebutkan, seperti seorang muslim yang biasa-biasa yang belum
tersebar keutamaannya, maka ia tidak dipersaksiakan baginya surga akan tetapi
diharapkan untuknya surga, dan begitu juga tidak dipersaksikan bagi seseorang
dari mereka dengan neraka, akan tetapi ditakutkan atas orang yang berbuat buruk
akan (terjerumus) ke neraka. Maka permasalahannya adalah berkisar antara
pengharapan (akan surga) bagi orang yang berbuat baik dan dikhawatirkan atas
orang yang berbuat jelek (akan neraka).
Dan
perkataan mushannif (Dan kami tidak memastikan) adalah penafian akan pemastian. Beliau mengatakan (Kami tidak memastikan) dan beliau
tidak mengatakan (saya tidak memastikan) dengan lafadh mufrad, karena beliau memaksudkan dengan ungkapannya itu adalah pernyataan
Ahlus Sunnah. Dan perkataannya (dari ahlu kiblat) beliau maksudkan dengan ahlu
kiblat itu adalah orang yang bertauhid (kesaksian laa ilaaha illaah) dan tidak melakukan
satupun dari pembatal keislaman, inilah definisi Ahlul
kiblah secara syar’i. Jadi disyaratakan dua syarat untuk dikatakan seorang itu termasuk
Ahlul kiblah :
1. Dia mendatangkan dua
kalimah syahadat (bertauhid), ini adalah syarat ijabiy
(positif).
2. Dan dia tidak
melakukan satupun dari pembatal keislaman, ini adalah syarat salbiy
(negatif).
Sehingga
apabila ia tidak bertauhid maka ia bukan termasuk dari Ahli Kiblah, dan apabila
ia bertauhid namun ia melakukan pembatal keislaman maka ia tidak termasuk dari
Ahli Kiblah juga.
Adapun
orang-orang yang bukan termasuk dari kalangan Ahlul kiblah, di antaranya adalah
:
· Jahmiyyah,
pada mereka ini ada pembatal keislaman yakni
pengingkaran mereka akan Asma` dan Shifat Allah, serta pembatal-pembatal
keislaman yang lainnya yang ada pada mereka.
· Seperti Rafidlah pada masa sekarang, mereka
itu bukan tergolong Ahlul Kiblah, karena pada mereka terdapat banyak pembatal
keislaman.
· Dan
seperti orang-orang sekuler, para penguasa yang murtad pada masa sekarang ini yang mengaku dirinya sebagai orang Islam,
mereka itu bukan termasuk Ahlul Kiblah, karena adanya pembatal keislaman pada
diri mereka.
· Termasuk
juga Al Hadatsin.
· Orang-orang
Nasionalis.
· Orang-orang
pengikut Partai Bath (Sosialis Arab).
· Orang-orang
Demokrat/orang-orang yang berhaluan Demokrasi.
· Orang-orang
Sosialis.
· Dan
Aliran-aliran/paham-paham lain yang bukan termasuk Ahlul Kiblah.
Faidah
dari penyebutan ini adalah bahwa orang yang mati dari kalangan-kalangan tersebut
di atas pahamnya itu tidak termasuk dalam masalah ini, tidak boleh dikatakan:
Bahwa
kita tidak boleh memastikan dia itu masuk neraka,” dan ini dibuktikan bahwa orang
yang mati dari kalangan para murtaddin (pada zaman sahabat) dikatakan dia calon
penghuni neraka. Dan dalilnya adalah:
1. Hadits Bani Al Muntafiq, yaitu hadits shahih, “mereka datang kepada
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau dalam hadits yang panjang sekali tentang
orang yang meninggal dunia dari kalangan Ahlul Fatrah (orang-orang yang berada
di antara tenggang adanya Rasul), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Demi Allah, bila engkau melewati kuburan orang musyrik, baik orang
Bani Amir atau orang Quraisy, maka katakanlah: “Muhammad
mengutus saya kepada kamu untuk memberi kabarmu dengan berita yang menyedihkanmu,
kamu digusur di neraka dengan wajah dan perutmu di bawah,”3 Ibnu Al Qayyim dalam Al Hadyu (Zadul Ma’ad)
menyebutkan di antara faidah hadits ini: Bahwa boleh menyatakan calon penghuni
neraka terhadap orang yang mati di atas kemusyrikan.
2. Kisah orang-orang murtad,
sesungguhnya mereka tatkala taubat dan meminta damai dengan Khalifah Abu Bakar radliyallahu
'anhu, beliau mensyaratkan satu syarat atas mereka, beliau berkata: “Sampai
kalian bersaksi bahwa orang yang mati di antara kami
(para sahabat) masuk surga, dan orang-orang yang mati di antara kalian masuk neraka,”4 dan bukti di sini adalah, ”dan orang-orang yang mati di antara kalian masuk neraka,” maka ini menunjukan bahwa boleh mengatakan bahwa orang yang mati
dalam status murtad adalah calon penghuni neraka.
Kemudian
mushannif mulai membahas masalah takfir, dan apakah boleh orang yang tergolong
Ahlu Kiblah itu dikafirkan atau tidak.
Mushannif
rahimahullah berkata: Dan kami tidak mengkafirkan seorangpun dari Ahlu Kiblat dengtan sebab
dzanbun/dosa
(yang dia lakukan), dan kami tidak mengeluarkannya dari Islam dengan sebab ‘amal.
Mushannif
berbicara tentang hukum mengkafirkan Ahlul Kiblah, dan di dalamnya ada beberapa
masalah:
Masalah pertama: Apa yang dimaksud
dengan kata dzanbun/dosa
dan kata ‘amal.
Dua
kata ini terkadang dipahami keliru, dan terkadang dipahami dengan cara menganggapnya
umum, sehingga diduga perkataan beliau ini bermakna ‘aam/ umum, padahal tidak seperti itu.
Beliau bermaksud dengan kata, ”dzanbun/dosa” adalah maksiat yang dinamakan pula Al kabaa’ir (dosa-dosa besar). Dan
seperti kalimat dzanbun adalah kalimat ‘amal, di mana kalimat ‘amal ini dipakai untuk tiga hal:
1.
Untuk dosa-dosa besar: seperti mencuri, zina, ghibah, namimah, liwath (homo seks)
dan yang semisalnya, maka ini (pelakunya) tidak dikafirkan oleh Ahlussunnah Waljama`ah.
2.
Syirik asghar: ini juga tidak masuk di dalam perkataan Mushannif, (maka seseorang)
tidak dikafirkan dengan sebab (melakukan) syirik asghar.
3.
Dosa-dosa kecil yakni apa-apa yang dan diharamkan oleh syari`at namun tidak ada
ancaman kusus padanya, maka ini (pelakunya) tidak dikafirkan oleh Ahlussunnah Waljama`ah.
Dan
ada dosa-dosa yang tidak dimaksudkan oleh mushannif di sini seperti syirik akbar dan kufur akbar, maka dosa-dosa ini
(maksudnya syirik akbar dan kufur akbar) dalam hal ini Ahlussunnah Walajama`ah
mengkafirkan (pelakunya), baik itu kufur akbar i`tqady (yang bersifat
keyakinan), kufur akbar `amaly (amalan), ataupun kufur qouly (perkataan).
Perkatan
Mushannif: “sebab amalan” dimaksudkan dengannya adalah amal maksiat (melakukan maksiat).
Masalah kedua: Perkataan mushannif “Ahlul kiblat”, siapakah yang dimaksud dengan mereka ; Yang dimaksud dengan ahlul
kiblat adalah kelompok-kelompok berikut ini:
1.
As-Sabiquun.
2.
Al-Muqtasiduun.
Kedua
bagian ini adalah mereka yang mendapatkan pujian dari Allah shallallahu 'alaihi wa sallam dan
Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka adalah ahli surga.
Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ثُمَّ
أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ
ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَيۡرَٰتِ
بِإِذۡنِ ٱللَّهِ
“Kemudian
Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba
Kami, lalu diantar mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara
mereka ada yang pertengahan dan di antara merka ada (pula) yang lebih dahulu
berbuat kebaiakan dengan izin Allah” (QS. Al-Fathir: 32) dan mereka ini tidak dikafirkan.
3.
Adh-Dhalimu linafshi, mereka adalah ahli tauhid
yang melakukan sesuatu dari kemaksiatan dan ia mati dengan membawa maksiat itu,
atau terus-menerus melakukannya, dan disyaratkan bagi mereka untuk bisa
dinamakan Ahlul kiblat, mereka harus bertauhid dan tidak melakukan pembatal
dari pembatal-pembatal keislaman.
4. Mubtadi`ah (Ahlul Bid’ah), atau pada
dirinya ada unsur kebid`ahan dengan syarat kebid`ahan mereka itu bukan bid`ah mukaffirah (yang mengakibatkan mereka
kafir), seperti orang-orang yang mengagungkan malam nisfu sya`ban, mendahulukan
khutbah sebelum shalat pada shalat `Ied, perlakuan sebagian mereka meninggalkan
takbir dengan terang-terangan, mengakhirkan shalat dari waktu yang dlaruriy,
begitu juga orang-orang Kullabiyyah dan orang-orang terdahulu dari Asya`irah seperti Abu Hasan Al-Asy`ary
dan Al-Baqilany, dan begitu juga Al-Karraamiyyah, mereka adalah para mubtadi`ah, dan begitu juga Khawarij awal, yang
dinamakan dengan Al-Muhakkamah, mereka adalah para mubtadi`ah dan bukan orang-orang kafir, dan semisal
Murji`ah Fuqaha, maka kelompok-kelompok ini dinamakan Ahlul Kiblat.
Masalah ketiga: Ahlu kiblat dibagi menjadi dua bagian :
1. Ahli kiblat yang sebenarnya, dalam arti
dibolehkan memakai nama ini untuk mereka, dan mereka adalah kelompok-kelompok
yang telah disebutkan tadi.
2. Ahli kiblat dengan sekedar klaim (mengaku-ngaku
saja) dan penisbatan atau hanya sekedar nama saja, atau didasarkan pada saat
sebelum pengkafiran mereka, yaitu setiap orang yang menisbatkan (dirinya kepada
Ahlu) Kiblat sedangkan pada dia itu ada sesuatu yang membuat dia kafir, maka
penamaan dirinya dengan ahlu kiblat merupakan kebohongan dan kedustaan, dan
nama ini tidak boleh dipakai untuknya. Dan pada bagian ini ada yang belum
disebutkan oleh mushannif, mereka adalah kelompok-kelompok yang menamakan diri dengan Ahli
Kiblat, sedangkan mereka adalah orang-orang kafir, mereka adalah: Jahmiyyah, dan Ghulaatul Mu`tazilah, mereka ini
(sesuai dengan pendapat yang ) shahih adalah orang-orang
kafir.
Rafidlah: Hakekatnya mereka bukan termasuk dari
ahli kiblat, mereka adalah orang-orang kafir, baik ulama`-ulama` mereka ataupun
orang-orang awam mereka.
`Ubbaadul qubuur (penyembah kuburan): Mereka adalah orang-orang musyrik secara
ijma`, dan bukan sebagai orang-orang muslim, pengkafiran mereka dinukil dari Syaikh
Muhammad Ibnu `Abdul Wahhab di dalam Nawaqidlul
Islam (pembata-pembatal keislaman) -pembatal yang kedua,
dan sebelumnya telah dinukil dari Ibnu Taimiyyah di dalam Kasysyaful Iqna`,
bahwa barangsiapa yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara yang
di mana mereka berdo`a kepadanya dan mereka meminta syafa`at kepadanya maka ia
kafir secara ijma` Shuufiyyah yang memiliki berbagai kekufuran, seperti istighasah kepada para wali
dan yang semisalnya, maka mereka adalah orang-orang musyrik dan tidak dinamakan
dengan ahli kiblat.
Al-`Ilmaaniyyah (sekulerisme): dengan
segala bentuknya, mereka adalah orang-orang kafir walaupum mereka memakai nama
Islam atau mereka mengatakan kami negara-negara Islam dan hakim-hakim muslim,
dan pada hakekatnya orang-orang sekularisme itu kuffar.
Dan di antara bagian-bagian
dari sekulerisme tersebut
adalah:
· Al-Haddatsin.
· Para demokrat.
· Orang-orang parleman.
· Anggota partai bath.
· Para nasionalis.
· Komunis.
· Dan sosialis.
Mereka
semuanya adalah kuffar, baik mereka itu para penulis, wartawan, politikus, I`lamiyyin (bidaang informasi), ilmuwan, militer atau para ekonom, ataupun yang lainnya. Dan
diantara mereka ada yang menamakan diri dengan Islamiyyin yang telah melakukan
kekufuran, seperti para Islamiyyin yang membolehkan pembuatan hukum bagi selain Allah atau yang
bersekongkol dengan orang-orang sekuler, dan persekongkolannya itu memestikan
mereka melakukan kekufuran sedangkan mereka mengetahuinya, maka mereka ini
adalah orang-orang kafir, walaupun mengaku sebagai Islamiyyin. Dan yang
termasuk dari kelompok ini, adalah yang bernama `Israniyyin, mereka adalah
orang-orang yang mengajak kepada pengembangan syari`at agar sesuai dengan
zaman, atau pengembangan Ushul Fiqih agar sesuai dengan zaman, dan yang lain sebagainya
dari orang-orang yang melakukan kekafiran di antara mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar