9/07/2019

LOYALITAS DAN PERMUSUHAN 2 - Ibnu Taimiyah

LOYALITAS DAN PERMUSUHAN
Termasuk Menqangkat Kaum Kafir Sebagai Pemimpin
adalah Berhukum kepada Mereka Bukan Kepada Kitabullah
Oleh : Ibnu Taimiyah

Salah satu jenis perbuatan mengangkat kaum kafir sebagai pemimpin, yang karenanya Allah mencela Ahlul kitab dan kaum munafik ialah mengimani sebagian kekafiran yang mereka yakini, atau berhukum kepada mereka selain Kitab Allah.

Sebagaimana firman-Nya,

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُواْ نَصِيبٗا مِّنَ ٱلۡكِتَٰبِ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡجِبۡتِ وَٱلطَّٰغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُواْ هَٰٓؤُلَآءِ أَهۡدَىٰ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ سَبِيلًا ٥١

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orangpada orang yang beriman.” (An-Nisa’: 51).

Telah diketahui bahwa sebab turunnya ayat ini berkenaan dengan Ka’ab bin al-Asyraf, salah seorang pemuka Yahudi, ketika dia pergi menemui orang-orang musyrik dan menilai agama mereka lebih baik dibandingkan agama Muhammad dan sahabatnya. Kisahnya telah kami sebutkan dalam kitab ash-Sharim al-Maslul, ketika kami menerangkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ لِكَعْبِ بِنِ الْأَشْرَفِ؟ فَأِنَّهُ قَدْ آذَى اللهُ وَرَسُولَهُ

“Siapakah yang mau diutus membunuh Ka’ab bin al-Asyraf? Karena dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya,” [Al-Bukhari dalam al-Jihad, 3031; dan Muslim dalam al-Jihad, 1801/119; keduanya dari Jabir.

Semakna dengan ayat ini ialah firman Allah subhanahu wa ta’ala mengenai sebagian Ahlul kitab,

وَلَمَّا جَآءَهُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٞ لِّمَا مَعَهُمۡ نَبَذَ فَرِيقٞ مِّنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَرَآءَ ظُهُورِهِمۡ كَأَنَّهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ١٠١ وَٱتَّبَعُواْ مَا تَتۡلُواْ ٱلشَّيَٰطِينُ عَلَىٰ مُلۡكِ سُلَيۡمَٰنَۖ ١٠٢

“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman” (Al—Baqarah: 101 -102).

Allah mengabarkan bahwa mereka itu mengikuti sihir dan meninggalkan Kitabullah, sebagaimana yang ditakukan kebanyakan kaum Yahudi dan orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam karena mengikuti kitab-kitab sihir -para musuh Ibrahim dan Musa- dari kalangan filosof dan sejenisnya. Seperti keimanan mereka kepada Jibt dan Thaghuth. Thaghuth adalah seorang tirani yang melampaui batas, sedang Jibt adalah berupa perbuatan dan ucapan. Sebagaimana kata Umar bin al-Khaththab, “Al-Jibt ialah sihir, sedangkan Thaghuth adalah setan.” Oleh karenanya, Nabi shallallahu a’laihi wasallam, bersabda,

أَلْعِيَافَةُ وَ الطِّيَارَةُ وَالطَّرْقُ مِنَ الْجِبْتِ

“Sesungguhnya ‘lyafah (perdukunan), Thiyarah (pesimis yang di kaitkan dengan sesuatu) dan Tharq (astrologi) adalah Jibt (syirik).” (HR. Abu Daud).

Demikian pula apa yang Allah sampalkan mengenai Ahlul Kitab melalui firman-Nya,

قُلۡ هَلۡ أُنَبِّئُكُم بِشَرّٖ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ ٱللَّهِۚ مَن لَّعَنَهُ ٱللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيۡهِ وَجَعَلَ مِنۡهُمُ ٱلۡقِرَدَةَ وَٱلۡخَنَازِيرَ وَعَبَدَ ٱلطَّٰغُوتَ

“Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". [Al-Maidah: 60]

Yakni, orang yang menyembah Thaghut. Sebab, di antara Ahlul-kitab terdapat orang yang menyekutukan Allah dan menyembah para Thaghut.

Di sini disebutkan penyembahan mereka kepada Thaghut. Sedangkan dalam surat al-Baqarah disebutkan bahwa mereka itu mengikuti sihir, dan dalam surat An-Nisa disebutkan mengenai keimanan mereka kepada keduanya, yaitu kepada Jibt dan Thaghut.

Adapun tentang berhukum selain Kitabullah, maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزۡعُمُونَ أَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوٓاْ إِلَى ٱلطَّٰغُوتِ وَقَدۡ أُمِرُوٓاْ أَن يَكۡفُرُواْ بِهِۦۖ وَيُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُضِلَّهُمۡ ضَلَٰلَۢا بَعِيدٗا ٦٠ وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ تَعَالَوۡاْ إِلَىٰ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَإِلَى ٱلرَّسُولِ رَأَيۡتَ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودٗا ٦١

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” [An-Nisa’: 60-61].

Thaghut ( ) : dari kata thughah. Sebagaimana Malakut dari Mulk. Rahamut, rahbut, dan raghabut dari kata rahmah, rahbah, dan raghbah.

Sedangkan Thughyan artinya: melampaui batas, yaitu zhulm dan baghy (kezhaliman). Karena itu segala sesembahan selain Allah, apabila ia tidak membenci hal itu, adalah Thaghut. Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut berhala-berhala sebagai Thaghut dalam hadits shahih, ketika beliau bersabda,

وَيَتْبَعُ مَنْ يَعْبُدُ الطَّوَاغِيْتَ الطَّوَاغِيْتَ

“Dan orang yang menyembah Thaghut akan mengikuti Thaghut.” [Al-Bukhari dalam at-Tauhid, 7437; dan Muslim dalam al-Iman, 182/229]

Segala yang ditaati untuk bermaksiat kepada Allah dan segala yang ditaati guna mengikuti selain petunjuk dan agama yang benar, baik diterima pemberitaannya yang menyelisihi Kitabullah maupun ditaati perintahnya yang menyelisihi Kitabullah, adalah Thaghut. Karena itu Allah menyebut orang yang diminta sebagai hakim, yang memutuskan perkara dengan selain Kitabullah, sebagai Thaghut. Allah juga menyebut Fir’aun dan ‘Ad sebagai Thaghut. Dia berfirman mengenai dihukumnya kaum Tsamud,

فَأَمَّا ثَمُوْدُ فَأُهْلِكُوْا بِالطَّاغِيَةِ

“Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.” [Al-Haqqah: 5].

Barangsiapa dari umat ini mengangkat kaum kafir sebagai pemimpin dari kalangan musyrikin dan Ahlul Kitab sebagai suatu bentuk kepemimpinan dan sejenisnya, misalnya: mendatangi Ahli kebatilan serta mengikuti ucapan dan perbuatan mereka yang batil, maka ia berhak mendapat celaan, hukuman dan divonis munafik menurut kadarnya. Misalnya mereka mengikuti pendapat-pendapata dan perbuatan-perbuatan mereka, seperti pendapat-pendapat dan perbuatan-perbuatan kaum Shabi’ah (penyembah bintang) dari kalanga filosof dan sejenisnya yang menyelisihi al-Qur’an dan as-Sunnah, pendapat-pendapat dan perbuatan-perbuatan kaum Majusi dan Musyrikin yang menyelisihi al-Qur’an dan as-Sunnah.

Barangsiapa mengangkat orang kafir sebagai pernimpin mereka, baik yang sudah mati maupun yang masih hidup, dengan kecintaan, pengagungan dan persetujuan, maka ia bagian dari mereka, seperti orang-orang yang menyepakati musuh-musuh Ibrahim: dari kaum Kildaniyyun dan kaum musyrikin lainnya. Para penyembah bintang, tukang sihir, dan orang-orang yang sejalan dengan musuh-musuh Musa yaitu Fir’aun dan kaumnya mengenai sihir, atau ia mengkiaim bahwa tidak ada pencipta tanpa ada ciptaan, tidak ada Khaliq tanpa ada makhluk, dan di atas langit tidak ada Tuhan, sebagaimana yang dikatakan paham Panthaisme (Ittihadiyah) dan selain mereka dari kalangan Jahmiyah, serta orang-orang yang sejalan Shabi’ah dan para filosof mengenai apa yang mereka katakan tentang Pencipta (Khaliq) dan Rasul-Nya: mengenai Asma’ dan Sifat-Nya, Ma’ad (Akhirat) dan selainnya.

Tidak diragukan lagi bahwa golongan-golongan ini, meskipun kekufurannya sangat jelas, ternyata banyak orang Islam bahkan yang sudah sangat dikenal keilmuan, ibadah, dan pemerintahannya, ternyata terlihat dalam berbagai kekufuran mereka, mengagungkan mereka, dan berpendapat perlunya menetapkan kaidah-kaidah yang telah mereka rekomendasikan dan sejenisnya. Mereka ini cukup banyak di kalangan orang-orang belakangan. Mereka telah mencampur kebenaran yang dibawa oleh para rasul dengan kebatilan yang diikuti oleh musuh—musuh mereka.

Allah subhanahu wa ta’ala menyukai supaya memilah kekejian dan kebaikan, kebenaran dan kebatilan, sehingga diketahui bahwa mereka itu adalah munafik atau dalam diri mereka terdapat sifat munafik, meskipun mereka bersama umat islam, sebab keislaman seseorang dalam lahiriahnya tidak menghalanginya dan sifat munafik dalam batinnya. Sebab orang munafik ini seluruhnya adalah muslim secara lahiriahnya, dan al-Qur’an telah menjelaskan sifat-sifat mereka dan hukum-hukum mereka. Jika mereka itu ada pada masa RasuIullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pada masa kejayaan Islam, bersama munculnya panji-panji kenabian dan cahaya risalah, maka mereka sepeninggalnya tentu lebih banyak lagi. Terlebih, sebab kemunafikan adalah sebab kekafiran, yaitu menentang apa yang dibawa oleh para rasul.


Source:
KUMPULAN FATWA IBNU TAIMIYAH
[Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar & Kekuasaan,Siyasah Syar’iyah dan Jihad Fi Sabilillah]
Penerjemah: Ahmad Syaikhu, S.Ag
Muraja’ah: Tim Pustaka DH


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...