9/08/2019

HUKUMAN BAGI PEZINA DAN HOMOSEKS - Ibnu Taimiyah


HUKUMAN
BAGI PEZINA DAN  HOMOSEKS
Oleh : Ibnu Taimiyah

Adapun pezina, jika muhshan (sudah menikah), maka ia dirajam  (dilempari) batu sampai mati, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  telah merajam  Ma'iz bin Malik al-Aslam, merajam al-Ghamidiyah, merajam dua  orang Yahudi dan merajam selainnya, dan umat Islam juga memberlakukan rajam sesudah masa beliau. Para ulama telah berselisih: Apakah ia didera seratus kali sebelum dirajam? Ada dua pendapat menurut adzhab Ahmad dan selainnya. Jika ia ghairu Muhshan  (belum menikah), maka ia didera seratus kali berdasarkan Kitabullah  dan diasingkan selama setahun berdasarkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  -meskipun sebagian ulama tidak melihat wajibnya pengasingan tersebut- .

Hukuman tidak dilaksanakan sehingga ada empat orang saksi yang bersaksi atas perbuatannya, atau ia bersaksi atas dirinya dengan empat persaksian, menurut kebanyakan para ulama bahkan mayoritas mereka. Sebagian mereka ada yang menganggap cukup persaksiannya atas dirinya satu kali persaksian. Seandainya ia mengakui perbuatan dirinya, kemudian ia menarik pengakuannya, maka sebagian mereka berpendapat, hukumannya dibatalkan. Sementara sebagian yang lainnya berpendapat, hukumannya tidak dibatalkan.

Muhshan adalah orang merdeka dan muknllaf yang telah menyetubuhi wanita yang dinikahinya secara sah sebelumnya, meskipun hanya satu kali. Apakah disyaratkan wanita yang disetubuhi itu sepadan dengan orang yang menyetubuliinya dalam sifat-sifat tersebut? Ada dua pendapat menurut para ulama. Dan apakah remaja yang menjelang baligh itu muhslwn atau sebaliknya?

Adapun ahlu Dzimmah (warga non muslim yang dilindungi) maka mereka itu muhshan juga menurut kebanyakan para ulama, seperti asy-Syafi'i dan Ahmad. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  telah merajam dua orang Yahudi di sisi pintu masjid, dan itu merupakan awal hukum rajam dalam Islam.

Ulama berselisih mengenai wanita apabila didapati sedang hamil, padahal ia tidak memiliki suami dan tidak pula memiliki Tuan (bila ia seorang hamba sahaya) serta tidak ada syubhat dalam kehamilan itu. Mengenai hal ini ada dua pendapat dalam madzhab Ahmad dan selainnya. Konon, tidak ada had atasnya; karena boleh saja ia hamil karena diperkosa atau karena berbagai kemungkinan atau karena persetubuhan yang syubhat. Konon, bahkan ia harus dihukum. Inilah yang ma'tsur diriwayatkan dari para Khulafa'ur Rasyidin dan ini lebih mendekati prinsip-prinsip syariat serta inilah madzhab penduduk Madinah; sebab kemungkinan-kemungkinan yang jarang terjadi tidak perlu diindahkan, seperti kemungkinan kedustaannya dan kedustaan para saksi.

Adapun mengenai liwath (homoseksual dan lesbian) maka sebagian ulama berpendapat bahwa hukumannya seperti hukuman zina. Konon, hukumannya tidak seperti itu yang benar ialah pendapat yang disepakati oleh para sahabat: Keduanya dibunuh, pelaku dan yang diperlakukan, baik muhshan maupun ghairu muhshan.

Ahlus Sunan telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  beliau bersabda,

مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوْا الْفَاعِلَ وَ الْمَفْعُوْلَ بِهِ

"Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelakunya dan yang diperlakukan."

[Abu Daud dalam al-Hudud, no. 4462; at-Tirmidzi dalam al-Hudud, no. 1456; dan Ibnu Majah dalam al-Hudud, no. 2561]

Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengenai seorang gadis yang kepergok melakukan lesbian. Menurutnya, ia harus dirajam, dan hal yang sama diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.

Para sahabat tidak berselisih mengenai ketetapan hukum bunuh, cuma mereka berselisih mengenai cara membunuhnya. Diriwayatkan dari ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu bahwa ia memerintahkan supaya membakarnya. Menurut lainnya, ia dibunuh. Menurut sebagian mereka, ia dijatuhi tembok sampai mati di bawah reruntuhan tersebut. Konon, keduanya dikurung di tempat yang paling busuk sehingga keduanya mati. Menurut sebagian yang lainnya, ia dinaikkan di atas tembok yang paling tinggi di kampung lalu ia dilemparkan darinya lantas diiringi dengan batu, sebagaimana yang diperbuat oleh Allah terhadap kaum Luth. Ini riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu. Sedangkan riwayat lainnya mengatakan, ia dirajam. Inilah pendapat kebanyakan salaf. Kata mereka, "Karena Allah merajam kaum Luth, dan Dia mensyariatkan untuk merajam pezina yang menyerupai rajam yang ditimpakan kepada kaum Luth." Keduanya dirajam, baik keduanya orang merdeka maupun hamba sahaya, atau salah satunya hamba sahaya dan yang lainnya orang merdeka, jika keduanya telah baligh. Jika salah satunya belum baligh, maka ia dihukum dengan selain bunuh. Yang dihukum rajam hanyalah yang sudah baligh.


Source:
KUMPULAN FATWA IBNU TAIMIYAH
[Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar & Kekuasaan, Siyasah Syar’iyah dan Jihad Fi Sabilillah]
Penerjemah: Ahmad Syaikhu, S.Ag
Muraja’ah: Tim Pustaka DH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...