Orang Berstatus Kafir Setelah Ada Hujjah
Orang yang melakukan syirik setelah
sampainya hujjah, maka dia MUSYRIK KAFIR, karena nama kafir yang
berkonsekuensi adzab tidak ada kecuali setelah sampai hujjah. Sedangkan orang
yang asalnya muslim terus melakukan syirik akbar, maka dia Musyrik Kafir Murtad
dan dia itu lebih buruk dari orang kafir asli berdasarkan ijma’.
I. Dalil-Dalil Dari
Al-Qur’an:
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman:
وَمَن
يَكۡفُرۡ بِٱلۡإِيمَٰنِ فَقَدۡ حَبِطَ عَمَلُهُۥ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ
٥
“Dan
barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah
amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (QS.
Al Maidah [5]: 5)
Dia Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman:
فَلَمَّا
جَآءَهُم مَّا عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِۦۚ فَلَعۡنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ
٨٩
“Maka
setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar
kepadanya, maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang kafir itu.” (QS.
Al Baqarah [2]: 89)
Dalam
ayat pertama ada dilalah bahwa
iman dan kekafiran yang mendatangkan adzab adalah setelah ada hujjah. Dalam
ayat kedua Allah menamakan mereka sebagai orang-orang kafir setelah ada hujjah.
II.
Pernyataan-Pernyataan Para Imam
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
berkata: “Para ulama tidak mengkafirkan orang yang melakukan
sesuatu dari hal-hal yang diharamkan karena sebab baru masuk Islam atau karena
hidup di pedalaman yang sangat jauh, karena vonis kafir tidak ada kecuali
setelah sampainya risalah.” [Majmu Al Fatawa: 28/501]
Beliau juga berkata: “Kekafiran yang
mendatangkan adzab tidak ada kecuali setelah risalah.” [Majmu Al Fatawa: 2/78]
Dan beliau berkata juga: “Kekafiran
setelah tegak hujjah mendatangkan adzab dan sebelumnya mengurangi nikmat dan
tidak menambah.” [Majmu Al Fatawa: 16/254]
Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah
berkata: “Macam orang-orang musyrik itu dan yang serupa dengan
mereka dari kalangan orang-orang yang beribadah kepada para wali dan
orang-orang shalih, kami vonis mereka sebagai orang-orang musyrik dan kami
memandang mereka kafir bila hujjah risaliyyah telah tegak atas mereka. Dan dosa
selain ini yang lebih rendah tingkatan dan kerusakannya, maka kami tidak
mengkafirkan (si pelaku) dengan sebabnya.” [Ad Durar As Saniyyah: 522 jilid 1]
Hal ini walillahilhamd adalah jelas
sekali, sesungguhnya Syaikh rahimahullah menamakan
orang yang memalingkan satu macam ibadah kepada selain Allah Subhanahu
Wa Ta’ala sebagai ‘abid
(hamba) bagi makhluk itu lagi musyrik
terhadap Allah sebelum tegak hujjah, dan adapun setelah tegak hujjah maka
beliau menamakannya sebagai orang musyrik lagi kafir.
Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah
berkata juga setelah menukil perkataan Ibnu Taimiyyah dalam
masalah takfier muslim mu’ayyan bila menyekutukan Allah setelah sampainya
hujjah, beliau berkata: “Dan kami tidak mengetahui perbedaan dari seorang
ulamapun dalam masalah ini.” [Mufid Al Mustafid Fi Kufri Tarik At Tauhid dalam
Aqidatul Muwahidin: 55]
Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad
Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya tauhid itu menuntut penanggalan syirik, berlepas diri darinya,
memusuhi para pelakunya dan mengkafirkan mereka di kala hujjah telah tegak atas
mereka.” [Syarhu Ashli Dien Al Islam dalam Majmu’ah At Tauhid: 31]
Abdullah Aba Buthain rahimahullah
berkata: “Sesungguhnya ucapan Syaikh Taqiyyudien rahimahullah
bahwa takfier dan qatl (pembunuhan)
itu tergantung atas sampainya hujjah. Ucapannya ini menunjukan bahwa kedua hal
ini, yaitu takfir dan qatl tidak tergantung kepada paham terhadap hujjah secara
muthlak, akan tetapi terhadap sampainya hujjah. Jadi paham terhadap hujjah
adalah suatu hal, sedangkan sampainya hujjah adalah hal lain pula.” [Al Kufru
Al Ladzi Yu’dzaru Shahibuhu Bil Jahl: 13]
Beliau berkata juga: “Dan orang yang
mengucapkan Laa ilaaha illallaah namun
di samping itu dia juga melakukan syirik akbar, seperti memohon kepada mayyit
dan orang-orang yang ghaib, meminta kepada mereka pemenuhan kebutuhan dan diselamatkan
dari bencana serta taqarrub kepada mereka dengan nadzar dan sembelihan, maka
orang ini adalah musyrik, mau tidak mau, sedangkan Allah tidak mengampuni penyekutuan
terhadap-Nya dan siapa yang menyekutukan Allah maka Allah haramkan surga
atasnya dan tempat kembalinya adalah nereka. Dan dengan sebab perbuatan ini dia
menjadi musyrik, dan siapa yang melakukannya maka dia kafir, namun atas dasar
apa yang dikatakan oleh Syaikh, tidak boleh dikatakan si fulan kafir sampai
dijelaskan kepadanya apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Bila dia tetap bersikeras setelah
penjelasan itu, maka dia dihukumi kafir serta halal darah dan hartanya.”
[Risalah Makna Laa ilaha illallah: 106-107 dalam kalimat An Nafi’ah]
Source:
INILAH
KEYAKINAN KAMI
Al ‘Urwah
Al Wustha
(Buhul
Tali Yang Sangat Kokoh)
KUMPULAN MANHAJ TAUHID
Penyusun: Abu
Sulaiman Aman Abdur Rahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar