9/08/2019

HUKUMAN BAGI PEMINUM KHAMR - Ibnu Taimiyah


HUKUMAN BAGI PEMINUM KHAMR
Oleh : Ibnu Taimiyah

Hukuman karena meminum minuman keras, telah sah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  dan Ijma’ kaum muslimin. Ahlus Sunan telah meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  dari berbagai jalan bahwa beliau bersabda,

مَنْ شَرِبَ الْخِمْرَ فَاجْلِدُوْهُ ثُمَّ إِنْ شَرِبَ فَاجْلِدُوْهُ ثُمَّ إِنْ شَرِبَ فَاجْلِدُوْهُ ثُمَّ إِنْ شَرِبَ الرَّبِعَةَ فَاقْتُلُوْهُ

"Barangsiapa yang minum khamr maka deralah dia. Kemudian jika minum lagi maka deralah dia. Kemudian jika minum lagi maka deralah dia. Kemudian jika minum lagi keempat kalinya maka bunuhlah dia. "
 [Abu Daud dalam al-Hudud, no. 4488]

Telah diriwayatkan dengan shahih dari beliau bahwa beliau telah mendera pemabuk bukan sekali dua kali. Demikian pula dilakukan oleh para khalifahnya dan kaum muslimin sesudahnya.

Hukuman bunuh, menurut kebanyakan para ulama, telah dihapuskan (mansukh). Konon, ia masih berlaku (karena ayat muhkam). Konon lagi, ia merupakan hukum ta'zir yang boleh dilakukan oleh seorang imam saat dibutuhkan.

Diriwayatkan dengan shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bahwa beliau telah memukul seseorang dengan pelepah kurma dan sandal sebanyak 40 kali karena meminum khamar [Muslim dalam al-Hudud, 1706/ 36, 37 dari Anas].

Abu Bakar radhiallahu ‘anhu telah memukul sebanyak 40 kali. Umar radhiallahu ‘anhu saat menjabat khalifah memukul sebanyak 80 kali. Sedangkan Ali radhiallahu ‘anhu memukul 40 kali pada suatu saat, dan pada saat yang lainnya ia memukul sebanyak 80 kali. Sebagian ulama ada yang berpendapat, wajib memukul sebanyak 80 kali. Sebagian lainnya ada yang berpendapat bahwa yang wajib itu sebanyak 40 kali, sedangkan tambahannya boleh dilakukan oleh seorang imam saat diperlukan, yaitu jika manusia banyak meminum khamr, atau peminum tersebut tidak jera kecuali dengan penambahan tersebut dan seterusnya.

Adapun jika para peminum itu jarang dan perkara pemabuk tersebut mudah diatasi, maka cukup 40 kali. Ini pendapat yang lebih tepat, dan inilah pendapat asy-Syafi'i dan Ahmad dalam salah satu riwayat darinya.

Ketika mabuk-mabukan banyak dilakukan, Umar menambah dalam hukuman tersebut berupa pengasingan dan menggunduli kepala pemabuk guna lebih menjerakan. Seandainya peminum diasingkan, setelah dicambuk 40 kali, supaya kebiasaannya hilang atau dilengserkan dari jabatannya, maka itu adalah baik. Sebab Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, ketika mendengar berita bahwa sebagian pejabatnya membuat tamsil (permisalan) dengan bait-bait mengenai khamr, maka ia memecatnya.

Khamr yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan supaya mendera peminumnya, ialah setiap minuman yang memabukkan dari mana pun asalnya, baik dari buahan, seperti anggur, kurma muda dan buah tin; biji-bijian, seperti biji gandum, madu; maupun binatang, seperti susu kuda.

Bahkan ketika Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam  mengenai pengharaman khamr, mereka di Madinah tidak memiliki khamr yang terbuat dari anggur sedikit pun, karena di Madinah tidak ada pohon anggur. Kalaupun ada, anggur tersebut didatangkan dari Syam. Minuman mereka pada umumnya berasal dari jus kurma yang difermentasi. Telah diriwayatkan secara mutawatir sunnah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  dan para khalifahnya serta para sahabatnya radhiallahu ‘anhum bahwa beliau telah mengharamkan segala yang memabukkan dan beliau menjelaskan bahwa segala yang memabukkan itu adalah khamar.

Mereka biasa meminum jus yang manis, yaitu buah kurma dan anggur kering yang dimasukkan dalam air. Jus dibuat agar air menjadi terasa manis, terutama karena kebanyakan air Hijaz agak asin. Jus ini halal menurut Ijma' kaum muslimin, karena tidak memabukkan. Demikian pula dihalalkan minum Jus anggur sebelum menjadi memabukkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melarang mereka membuat Jus dalam bejana terbuat dari kayu atau tembikar -yaitu bejana yang terbuat dari tanah liat, pohon labu, atau tempat-tempat yang dicat dengan minyak ter- dan beliau menyuruh mereka membuat jus pada wadah yang mulutnya diikat dengan tali; karena proses fermentasi dalam Jus tersebut berjalan perlahan dan orang tidak menyadarinya. Adakalanya seseorang meminum apa yang telah mengalami proses fermentasi, sedangkan ia tidak menyadarinya. Jika tempayan kulit tersebut diikat dengan tali, maka tempat tersebut akan pecah, apabila jus di dalamnya bergolak (karena proses fermentasi). Sehingga manusia tidak jatuh dalam keharaman, sedangkan bejana-bejana tadi tidak akan pecah.

Diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau setelah itu memberikan rukhshah (keringanan) perihal membuat jus dalam bejana-bejana tersebut. Beliau bersabda,

كُنْتُ نَهِيْتُكُمْ عَنِ الْإِنْتْبَاذِ فَانْتَبِذُوْل وَلَا تَشْرَبُوا الْمُسْكِرَ

"Dulu aku pernah melarang kalian membuat jus dalam bejana-bejana, maka sekarang lakukanlah, dan jangan kalian minum yang memabukkan.”

[An-Nasa'i dalam at-Kubra, 3/ 226 (5146) dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya]

Kemudian para sahabat dan para ulama sesudah mereka berselisih, sebagian mereka ada yang belum mendengar informasi mengenai nasakh (penghapusan) itu, atau belum mengecek kebenaran nasakh tersebut, maka mereka tetap melarang membuat Jus dalam bejana-bejana itu. Sebagian mereka ada yang meyakini kebenarannya dan bahwa itu menghapuskan (ketentuan sebelumnya). Karena itu, mereka memberikan keringanan membuat Jus dalam bejana-bejana itu. Kemudian segolongan ahli fikih mendengar bahwa sebagian sahabat pernah meminum jus lalu mereka meyakini bahwa itu memabukkan. Lalu mereka memberikan keringanan untuk minum berbagai macam minuman yang bukan terbuat dari anggur dan kurma. Mereka juga memberikan keringanan meminum jus kurma dan anggur kering yang telah dimasak terlebih dahulu, apabila itu tidak memabukkan orang yang meminumnya.

Yang benar ialah pendapat jumhur umat Islam: bahwa setiap yang memabukkan itu adalah khamr, yang peminumnya harus dihukum cambuk, meskipun ia hanya meminum satu tetes saja, baik untuk berobat maupun selainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, pernah ditanya tentang khamr untuk berobat, maka beliau menjawab,

إِنَّهَا دَاءٌ لَيْسَتْ بِدَوَاءٍ

"Khamr itu penyakit bukan obat." [Muslim dalam al-Asyhbah, 1984/ 12; Abu Daud dalam ath-Thibb, no. 3873]

إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَ أُمَّتِيْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْهَا

"Dan sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan umatku dalam sesuatu yang diharamkanNya."
[Al-Bukhari secara mu'allaq dalam al-Fath, 10/ 78; dan Abu Ya'la, 12/ 402.]

Hukuman wajib ditegakkan, apabila bukti telah nyata atau peminum mengakui kesalahannya. Jika dari mulutnya didapati bau khamr, atau ia terlihat muntah-muntah dan sejenisnya, maka konon, ia tidak perlu dihukum, karena ada kemungkinan bahwa ia minum sesuatu yang bukan khamr, meminumnya karena tidak mengetahuinya, atau karena dipaksa dan sejenisnya. Konon lagi: ia harus didera, apabila ia mengetahui bahwa itu memabukkan. Hal ini diriwayatkan dari para Khulafa'ur Rasyidin dan para sahabat lainnya, seperti Utsman, Ali dan Ibnu Mas'ud. Inilah yang ditunjukkan oleh Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  nyakan nash-nashnya dan lainnya.

Dedaunan kering (hasyisy) memabukkan yang terbuat dari daun ganja adalah haram juga, pemakainya harus didera sebagaimana peminum khamr. Bahan ini lebih buruk daripada khamr karena dapat merusak akal dan tabiat badan, sehingga membuat seseorang bertabiat kebanci-bancian dan kerusakan lainnya. Dan khamr itu buruk karena dapat membawa kepada permusuhan dan pembunuhan. Keduanya menghalangi manusia dari mengingat Allah subhanahu wa ta’ala dan shalat.

Sebagian para ahli fikih muta'akhkhirin (masa akhir) bersikap abstain mengenai ketentuan hukumnya. Ia berpendapat bahwa pemakainya dijatuhi hukuman ta'zir bukan had. Mereka menyangka bahwa ia dapat merubah akal dengan tanpa menggetarkan tubuhnya, seperti halnya narkotika. Kami belum menemukan statemen para ulama mutaqaddimin (masa dahulu) mengenai hal itu. Bukan demikian masalahnya, bahkan orang yang memakannya dapat mencium baunya dan menginginkannya, sebagaimana minuman khamr, bahkan lebih, dan dapat menghalangi mereka dari mengingat Allah dan shalat. Jika mereka terlalu banyak memakannya, maka akan membawa kehancuran lainnya yaitu: berprilaku banci serta merusak tabiat badan, akal dan seterusnya.

Tetapi karena barang yang memabukkan ini padat dan berupa makanan, bukan minuman, maka para ahli fikih berselisih mengenai kenajisannya pada tiga pendapat dalam madzhab Ahmad dan selainnya. Konon, ia najis sebagaimana khamr yang diminum. Ini perbandingan yang benar. Konon, tidak najis, karena kepadatannya. Konon, harus dibedakan antara masih beku dan sudah mencair. Apapun keadaannya ia masuk dalam kategori yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya: yaitu khamr dan memabukkan, baik lafazh maupun makna. Abu Musa al-Asy'ari radhiallahu ’anhu bertanya, "Wahai Rasulullah, berilah fatwa kepada kami mengenai dua minuman yang biasa kami buat di Yaman. Pertama, al-Bita' (arak) yaitu minuman terbuat dari madu yang difermentasi sampai mengeras; kedua, al-Mizar (bir) yaitu minuman terbuat dari biji jagung dan gandum yang difermentasi sampai mengeras." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah diberi jawami' al-kalim (hadits yang djadikan kaidah fikih) menjawab,

كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

"Segala yang memabukkan adalah haram." (Muttafaq alaih dalam Shahihain)

Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu ’anhu, ia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ مِنَ الْحِنْطَةِ خَمْرًا وَمِنَ الشَّعِيْرِ خَمْرًا وَمِنَ الزَّبِيْبِ خَمْرًا وَمِنَ التَّمْرِ خَمْرًا وَمِنَ الْعَسَلِ خَمْرًا وَأَنَا أَنْهَى كُلَّ مُسْكِرٍ

"Sesungguhnya dari biji gandum bisa menjadi khamr, dari kismis bisa menjadi khamr, dari kurma bisa menjadi khamr, dari madu bisa menjadi khamr; dan aku melarang segala yang memabukkan." (HR. Abu Daud dan lainnya).

Tetapi redaksi ini dalam shahihain berasal dari Umar secara mauauf, bahwa ia pernah berkhutbah di atas mimbar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Katanya, "Khamr ialah sesuatu yang dapat menutupi akal."

Dari Ibnu Umar radhiallahu ’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

"Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap yang memabukkan adalah haram."

Dan dalam satu riwayat lainnya,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ

"Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram."

Keduanya diriwayatkan Muslim dalam shahihnya. [Muslim dalam al-Asyribah, 2003/ 73, 74]

Dari Aisyah radhiallahu ’anha, ia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ مَا أَسْكَرَ الْفِرَقُ مِنْهُ فَمِلْءُ الْكَفِّ مِنْهُ حَرَامٌ

"Setiap yang memabukkan adalah haram. Apa yang memabukkan satu faraq darinya, maka sepenuh telapak tangan pun haram."

(HR. at-Tirmidzi dalam al-Asyribah, no. 1866 dan ia menilai sebagai hadits hasan).

Ahlus Sunan meriwayatkan dari berbagai jalur bahwa beliau bersabda,

مَا أَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ

"Apakah memabukkan, baik banyak maupun sedikit, adalah haram."
(Dishahihkan oleh al-Hafizh).

Dari Jabir radhiallahu ’anhu bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang minuman yang mereka minum di negeri mereka yang berasal dari jagung yang disebut al-Mizr (bir). Beliau bertanya, "Apakah ia memabukkan?"

أَمُسْكِرٌ هُوَ؟

Ia menjawab, "Ya." Maka beliau bersabda,
 
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ، إِنَّ عَلَى اللهِ عَهْدًا لِمَنْ شَرِبَ الْمُسْكِرَ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ طِيْنَةِ الْخَبَالِ

"Setiap yang memabukkan adalah haram. Sesungguhnya Allah berjanji, untuk orang yang minum sesuatu yang memabukkan, akan memberinya minum dari Thinatul Khabal."

Mereka (para sahabat bertanya), "Apakah Thinatul Khabal itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,

عَرَقَ أَهْلِ النَّارِ أَوْ عُصَارَةُ أَهْلِ النَّارِ

"Peluh ahli neraka, atau cairan ahli neraka." (HR. Muslim dalam al-Asyribah, 2002/ 72]

Dan dari Ibnu Abbas radhiallahu ’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

"Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan adalah haram." (HR. Abu Daud).

Hadits-hadits mengenai masalah ini sangat banyak sekali, yang dirangkum oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari wahyu yang diberikan kepadanya: yaitu semua yang dapat menutupi akal dan memabukkan (adalah haram). Beliau tidak membedakan antara satu jenis dengan jenis lainnya. Tidak ada pengaruhnya, apakah ia berupa makanan atau minuman. Sebab khamr adakalanya dipadatkan, sedang hasyisyah (ganja) adakalanya dicairkan dalam air dan diminum. Jadi segala khamr -baik diminum maupun dimakan- dan hasyisyah -baik yang dimakan maupun diminum- semua itu adalah haram. Para ulama mutaqaddimin tidak membicarakan mengenai hal ini secara khusus, karena ia dikonsumsi pada masa belakangan belum lama ini, yaitu kurang lebih pada akhir abad ke enam. Sebagaimana halnya telah dibuat berbagai minuman me-mabukkan sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan semuanya masuk dalam kata-kata ringkas dari al-Kitab dan as-Sunnah (yakni setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap yang memabukkan adalah haram).


SANKSI KARENA MENUDUH BERZINA

Di antara hukuman yang ditentukan dalam al-Qur'an dan as-Sunnah serta disepakati oleh umat Islam ialah Had al-Qadzaf (sanksi hukum karena membuat tuduhan zina). Jika seseorang menuduh seorang Muhshan melakukan zina atau Ihvath (homoseksual/ lesbian), maka ia wajib mendapatkan hukuman 80 kali dera. Yang dimaksud Muhshan di sini ialah orang merdeka (bukan sahaya) lagi menjaga kesucian diri. Sedangkan dalam bab zina, yang dimaksud Muhshan ialah orang yang telah bersetubuh secara sempurna dalam pernikahan yang sempurna.


Source:
KUMPULAN FATWA IBNU TAIMIYAH
[Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar & Kekuasaan, Siyasah Syar’iyah dan Jihad Fi Sabilillah]
Penerjemah: Ahmad Syaikhu, S.Ag
Muraja’ah: Tim Pustaka DH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...