9/17/2019

KABAR GEMBIRA BAGI ORANG-ORANG YANG TERASING - Ibnu Rajab Al Hambali


KABAR GEMBIRA BAGI ORANG-ORANG
YANG TERASING
Oleh: Ibnu Rajab Al Hambali

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,

“ISLAM BERMULA DALAM KEADAAN TERASING,
DAN AKAN KEMBALI DALAM KEADAAN TERASING SEPERTI DIMULAINYA,
MAKA BERUNTUNGLAH BAGI ORANG-ORANG YANG TERASING." 
[shahih Muslim, 145]

Diriwayatkan pula dari hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

"Sesungguhnya Islam bermula dalam kadaan terasing dan akan kembali menjadi terasing seperti dimulainya.”

Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadits Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu dengan penambahan di penghujung kalimat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang terasing itu?" Beliau bersabda, "Mereka yang berlepas diri dari kaumnya.”

Diriwayatkan oleh Abu Bakar Al Ajuri dengan lafazh, Dikatakan kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang terasing itu?" Beliau bersabda, "Mereka yang selalu memperbaiki manusia dari kesalahan." [Al Ghuraba, 4]

Diriwayatkan oleh Imam lainnya dengan lafazh, "Beliau bersabda, “Mereka yang lari membawa agamanya dari fitnah”.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari hadits Kutsair bin Abdillah Al Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

"Sesungguhnya agama ini dimulai dalam keadaan terasing, dan akan kembali dalam keadaan terasing; maka beruntunglah bagi orang-orang yang terasing, mereka adalah orang-orang yang memperbaiki apa-apa yang telah dirusak oleh manusia setelahku dari sunnah-sunnahku."
[Sunan At-Tirmidzi, 2630]

Ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits Jabir, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan di dalam haditsnya disebutkan, "Dikatakan kepada Rasulullah, 'siapakah mereka wahai Rasulullah?' Beliau bersabda, 'Mereka adalah orang-orang yang memperbaiki ketika manusia telah rusak'." [Al Ausath, 4915 dan 8716]

Ath-Thabrani juga dari hadits Sahl bin Sa'ad dengan redaksi yang sama.

Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Sa'ad bin Waqqash, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan di dalam haditsnya berbunyi, "Maka beruntunglah pada hari itu orang-orang yang terasingkan, apabila manusia telah rusak." [Musnad Ahmad, 4/16]

Imam Ahmad dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits Abdillah bin Amr, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, "Beruntunglah orang-orang yang terasing." Kami bertanya, 'Siapakah orang-orang yang terasing?' Beliau bersabda, "Sekelompok orang baik yang sedikit di dalam kumpulan orang-orang yang jelek dan banyak, dan orang-orang yang menyelisihinya lebih banyak daripada yang menaatinya." [Musnad Ahmad, 2/177, 2221; HR. Ath-Thabarani (Al Ausath, 8986]

Diriwayatkan pula oleh Abdullah bin Amr secara marfu’ dan mauquf dalam hadits ini disebutkan, "Dikatakan kepadanya, 'Siapakah orang-orang yang terasingkan? 'Beliau menjawab, 'Mereka yang lari dengan membawa agama mereka, dan Allah akan mengumpulkan mereka bersama Isa bin Maryam ‘alaihissalam".

Redaksi “Islam bermula dalam keadaan terasing” maksudnya adalah, manusia dahulu sebelum kedatangan Rasulullah  dalam kondisi sesat, seperti yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits lyadh bin Himar dan diriwayatkan oleh Muslim, [shahih Muslim, 2865],

"Sesungguhnya Allah melihat penduduk dunia dan membenci mereka, baik dari kalangan orang Arab atau lainnya, kecuali sekelompok orang dari ahli kitab."

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus dan mendakwahkan Islam tidak ada yang menjawab seruannya pada masa pertama kecuali sedikit. Itu pun melalui proses sedikit demi sedikit dari suatu kabilah. Ketakutan selalu menyelimuti orang-orang yang menjawab seruannya, baik dari kalangan keluarga maupun kabilahnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu disakiti dan diganggu dengan berbagai macam cara akan tetapi beliau senantiasa dalam kesabaran karena Allah subhanahu wa ta’ala. Keadaan kaum muslimin pada saat itu sangatlah lemah, diusir dan dikeluarkan dari kaumnya. Hingga mereka pun menyelamatkan agama mereka dengan jalan hijrah ke negeri yang sangat jauh, seperti saat mereka berhijrah menuju Habasyah dua kali, kemudian berhijrah ke Madinah. Di antara mereka ada yang disiksa karena mempertahankan agama ini, dan juga ada yang sampai dibunuh. Begitulah kondisi orang yang masuk Islam pada saat itu sangat terasingkan.

Kemudian Islam mulai menanpakkan diri setelah hijrah ke Madinah dan menjadi kuat. Pemeluknya pun mulai terang-terangan dalam menampakkan Islam, sampai manusia masuk ke dalam agama Islam secara berbondong-bondong. Begitulah Allah menampakkan agama yang mulia ini dan menyempurnakan kepada mereka nikmat-Nya.

Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat keadaannya masih seperti itu. Kaum muslimin saat itu masih dalam keadaan istiqamah dalam agama mereka dan saling tolong-menolong. Begitu juga kondisi umat Islam pada zaman Abu Bakar dan Umar. Setelah itu pun syetan mulai mengeluarkan tipu dayanya kepada manusia, menyebarkan malapetaka diantara mereka, dan melengkapinya dengan menebarkan fitnah syahwat dan syubhat. Kedua fitnah ini pun semakin bertambah sedikit demi sedikit, sampai menyeluruh tipu daya syetan, dan banyak dari kalangan manusia yang menjawab seruannya, sebagian dari mereka ada yang menjawab seruannya di dalam fitnah syubhat, dan sebagian lainnya ada yang menjawab seruannya di dalam fitnah syahwat, ada pula yang mengumpulkan dua fitnah tersebut.

Kondisi seperti itu telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya. Berkenaan dengan fitnah syubhat diriwayatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari berbagai jalur periwayatan bahwa umatnya akan terbagi menjadi lebih banyak dari tujuh puluh golongan. Semua golongan tersebut akan masuk neraka kecuali hanya satu, merekalah orang-orang yang berjalan diatas jalan Nabi dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum.

Berkenaan dengan fitnah syahwat, disebutkan dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, "Bagaimana jika telah dibukakan untuk kalian perbendaharaan Faris dan Rum, kaum apakah kalian?” Abdurrahman bin Auf berkata, "Kita akan mengatakan seperti apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kita." Beliau bersabda, "Ataukah selain dari itu, kalian akan saling berlomba-lomba, kemudian saling hasad, kemudian salinq bertolak-belakang, kemudian saling membenci." [Shahih Muslim, 2962]

Di dalam Shahih Al Bukhari, disebutkan sebuah hadits dari Amr bin Auf radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

"Demi Allah, bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan, tetapi aku takut kalau seandainya telah dilapangkan bagi kalian dunia seperti telah dilapangkannya sebelum kalian, kemudian kalian saling berlomba-lomba di dalamnya dan kalian pun akan celaka seperti sebelum kalian telah celaka..”
[Al Bukhari, 3158]

Di dalam Ash-Shahihain disebutkan hadits dari Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam secara maknanya juga.

Ketika telah dibuka perbendaharaan Kisra pada zaman Umar radhiallahu ‘anhu dia pun menangis dan berkata, "Sesungguhnya ini belum pernah dibukakan atas suatu kaum pun kecuali akan datang malapetaka kepada mereka" Atau perkataan yang semisalnya.

Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat takut atas umatnya terhadap dua fitnah ini. Seperti inilah kondisi yang disebutkan di dalam Musnad Ahmad, dari Abi Barzah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

"Sesungguhnya yang aku takutkan atas kalian adalah godaan syahwat di dalam perut dan kemaluan kalian, serta fitnah yang menyesatkan." Di dalam riwayat lain disebutkan, "Dan hawa nafsu yang manyesatkan." [Musnad Ahmad,4/420]

Ketika kebanyakan manusia telah masuk kepada dua fitnah ini atau salah satunya mereka menjadi saling memutuskan tali silaturahim dan saling membenci setelah mereka saling mencintai dan saling bersilaturahim, karena sesungguhnya fitnah syahwat telah menjangkiti kebanyakan manusia. Mereka terfitnah dengan dunia dan keindahannya, dan menjadikan dunia sebagai terminal akhir dari tujuan mereka. Untuknya mereka mencari, dengannya mereka ridha, karenanya mereka marah, mereka mencintai, dan mereka memusuhi. Sebab itulah mereka memutus tali silaturrahim diantara mereka, menumpahkan darah, dan jatuh ke dalam maksiat kepada Allah.

Sedangkan penyebab fitnah syubhat dan hawa nafsu yang menyesatkan adalah terpecah belahnya ahlu qiblat, mereka terbagi menjadi berkelompok-kelompok, saling mengkafirkan satu sama lain. Mereka pun menjadi musuh yang memiliki golongan dan mengusung bendera masing-masing. Setelah mereka menjadi saudara yang mempunyai satu hati seperti hati seorang laki-laki, dan tidak akan selamat dari golongan-golongan ini kecuali hanya satu. Merekalah yang disebutkan di dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا يَزَالُ مِنْ أُمَّتِيْ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَالَهُمْ، وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ

"Akan ada sekelompok dari umatku yang senantiasa berada di dalam kebenaran, tidak akan membahayakan orang yang meninggalkan mereka atau menyelisihi mereka sampai datang perkara dari Allah, dan mereka senantiasa berada dalam seperti itu."
[Shahih AI Bukhari,7311) dan Muslim, 1524].

Merekalah orang-orang yang terasingkan pada akhir zaman seperti yang disebutkan dalam hadits ini, selalu memperbaiki ketika manusia telah rusak, memperbaiki apa-apa yang telah dirusak oleh manusia dari Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan menyelamatkan agama mereka dari fithnah. Merekalah orang yang terasingkan dalam suatu kabilah, karena jumlah mereka yang sangat sedikit, tidak didapatkan dari setiap kabilah kecuali satu atau dua, bahkan terkadang tidak didapatkan satu pun dari setiap kabilah. Seperti mereka yang masuk ke dalam Islam pada zaman pertama; maka seperti inilah para ulama menafsirkan hadits tersebut.

Mengenai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Islam bermula dalam keadaan terasing dan akan kembali dalam keterasingan seperti pada mulanya” Al-Auza'i berkata, "Yang dimaksudkan bukanlah hilangnya Islam akan tetapi hilangnya ahlu sunnah sampai tidak tersisa di suatu negeri kecuali hanya satu."

Dengan makna yang seperti ini banyak terdapat di perkataan salaf pujian kepada sunnah dan mensifatinya dengan keterasingan, dan menyifati pengusung benderanya dengan sedikit. Pernah Al Hasan Al Bashri berkata kepada para sahabatnya, "Wahai para pengibar bendera Sunnah, saling berkasih sayanglah diantara kalian, maka Allah akan merahmati kalian, karena sesungguhnya kalian merupakan jumlah yang tersedikit."

Yunus bin Ubaid berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih asing dari Sunnah, dan yang paling terasingkan adalah orang yang paling mengetahuinya."

Diriwayatkan juga darinya bahwa dia berkata, "Seandainya dia mengetahui Sunnah maka dia akan mengetahuinya dalam keterasingan. Orang yang paling terasingkan adalah orang yang mengetahuinya."

Sufyan Ats-Tsauri berkata, "Saling berwasiatlah kalian dengan kebaikan, karena mereka terasingkan. "

Yang dimaksud oleh para Imam dengan Sunnah adalah, jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dimana beliau dan para sahabatnya senantiasa pada jalan itu, dan yang bersih dari segala syubhat dan syahwat.

Oleh karena itu, Fudhail bin lyadh berkata, "Pengikut Sunnah adalah orang yang mengerti apa-apa yang masuk ke dalam perutnya dari sesuatu yang halal. Karena makan sesuatu yang halal termasuk ciri-ciri Sunnah yang dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya berada diatasnya."

Kemudian menjadi sesuatu yang masyhur untuk kebanyakan dari ulama sekarang dari ahli hadits bahwa Sunnah adalah sesuatu yang bersih dari segala syubhat dalam hal keyakinan, khususnya dalam masalah keimanan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir. Begitu juga dalam masalah takdir dan keutamaan sahabat, mereka mengarang berbagai karangan yang berhubungan dengan ilmu ini dan menyebutnya dengan sebutan buku-buku Sunnah. Sedangkan pengkhususan ilmu ini dengan nama Sunnah karena dampak negatif yang ditimbulkannya sangatlah besar, dan orang yang menyelisihinya berada di tepi kehancuran.

Sunnah yang sempurna itu adalah jalan yang selamat dari segala bentuk syubhat dan syahwat, seperti yang dikatakan oleh Al Hasan, Yunus bin Ubaid, Sufyan, Fudhail dan lainnya. Oleh sebab itu, mereka menyifati pengusung bendera Sunnah dengan keterasingan di akhir zaman karena jumlah mereka yang sedikit dan kemuliaan mereka dengannya. Dalam sebagian riwayat seperti di dalam tafsir Al Ghuroba', disebutkan, “Sekelompok orang baik yang sedikit di dalam kumpulan orang jelek yang banyak, yang menyelisihinya lebih banyak daripada yang menaatinya.”

Ini adalah petunjuk tentang jumlah mereka yang sedikit, sedikit pula orang yang menjawab seruannya kepada mereka dan yang menerimanya dari mereka, serta banyaknya orang yang menyelisihinya dan menolaknya. Oleh sebab itu, banyak pujian yang disebutkan dalam hadits bagi orang yang berpegang teguh terhadap agamanya di akhir zaman, karena dia seperti memegang bara api, sedangkan bagi orang yang senantiasa mempertahankan Sunnah akan mendapatkan ganjaran lima puluh orang dari selain mereka, karena mereka tidak mendapatkan penolong bagi kebaikan.

Mereka ini terbagi menjadi Dua Bagian, yaitu:

Pertama, mereka yang memperbaiki dirinya ketika manusia dalam keadaan rusak.

Kedua, mereka yang memperbaiki apa-apa yang telah dirusak oleh manusia dari Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini adalah macam yang paling tertinggi dan yang paling mulia.

Diriwayatkan dari Ath-Thabarani dan lainnya dengan sanad yang di dalamnya terdapat penelitian khusus dari hadits Abu Umamah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sesungguhnya di dalam sesuatu ada penerimaan dan penolakan, dan di dalam agama ini ada juga penerimaan dan penolakan, diantara penolakan agama adalah apa-apa yang kalian berada di dalamnya dari kebutaan dan kejahilan, serta panyelisihan dengan apa-apa yang Allah utus kepadaku, dan diantara penerimaan agama adalah apabila suatu kabilah beserta para pendudukng faqih dalam urusan agama, sampai tidak ditemui di dalamnya kecuali hanya satu orang fasik atau dua, mereka dalam keadaan teraniaya lagi hina, apabila mereka berbicara selalu menindas, ingin menguasai dan menganiaya,

bukankah termasuk dari penolakan agama ini adalah dengan bodohnya suatu kabilah beserta panduduknya, sampai-sampai tidak terlihat di dalamnya kecuali hanya satu orang ahli fikih atau dua, mereka berdua pun tertindas lagi terhina, apabila mereka berbicara hendak menyuruh kepada perbuatan yang baik dan melarang dari perbuatan yang jelek, mereka tertindas, tidak ada yang menerimanya, dan teraniaya, mereka sangat tertindas dan terhinakan, dan tidak mandapatkan penolong lagi pembantu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyifati di dalam hadits ini seorang mukmin yang mengetahui tentang Sunnah dan memahami agama di akhir zaman ketika kerusakan telah merajalela akan menjadi tertindas dan terhina, tidak mendapatkan penolong lagi pembantu.

Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabarani dengan sanad yang di dalamnya terdapat kelemahan, dari lbnu Mas'ud, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits yang panjang ketika menjelaskan tentang tanda-tanda kiamat beliau bersabda, "Dari tanda-tanda kiamat adalah seorang mukmin berada di suatu kaun lebih terhina daripada An-Naqad." [HR. Ath-Thabarani, 4/126]
An Naqad adalah: kambing kecil.

Di dalam Musnad Ahmad disebutkan hadits dari Ubadah bin Ash-shamit radhiallahu ‘anhu, bahwa dia berkata kepada salah seorang sahabatnya, "Hampir saja apabila kamu mendapatkan umur yang panjang kamu melihat seseorang yang membaca Al Qur'an seperti bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau seperti seseorang yang membaca seperti bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dimana dia mengulanginya dan memperlihatkannya. Dia juga menghalalkan apa-apa yang dihalalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengharamkan apa-apa yang diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Dia mendapatkan kedudukan disamping beliau akan tetapi tidak memberikan manfaat dan kebaikan kepada kalian seperti kepala keledai yang sudah mati yang tidak memberikan manfaat dan kebaikan kepada pemiliknya."

Selain itu, ada juga perkataan Ibnu Mas'ud yang menyatakan, "Akan datang zamannya pada manusia seseorang mukmin menjadi lebih hina daripada budak Perempuan."

Penyebab seseorang terhina di akhir zaman adalah karena keterasingannya di tengah-tengah orang-orang yang suka merusak dari ahli syubhat dan syahwat. Semua orang membencinya dan menyakitinya karena dia menyelisihi jalan yang dilalui oleh jalan mereka. Tujuannya mereka serta penjelasannya kepada mereka tentang kebobrokan akhlak mereka.

Ketika Daud Ath-Tha'i meninggal dunia, Ibnu As-sammak berkata, "sesungguhnya Daud melihat dengan hatinya terhadap apa yang ada di sekelilingnya hingga penglihatan hatinya menutupi penglihatan matanya, seakan-akan dia tidak melihat kepada apa-apa  yang kalian lihat, dan seakan-akan kalian tidak melihat kepada apa-apa yang dia lihat. Kalian pun merasa aneh kepadanya, dan dia merasa aneh kepada kalian. Dia telah merasa aneh kepada kalian bahwa seakan-akan dia hidup di tengah orang-orang yang telah mati."

Di antara mereka juga ada yang dibenci oleh istrinya dan anaknya karena mengingkari keadaannya, Umar bin Abdul Aziz pernah mendengar istrinya berkata, "semoga Allah membebaskan kami darimu." Dia pun berkata, "amin."

Dahulu ulama salaf menyifati seorang mukmin dengan keterasingan pada zamannya, seperti Al Hasan, Auza'i, dan Sufyan serta lainnya.

Di antara perkataan Ahmad bin Ashim Al Anthaki (dia adalah seorang ulama terkemuka pada zaman Abu Sulaiman Adh-Dharani),

"Sesungguhnya aku telah melihat suatu zaman kembalinya Islam dalam keterasingan seperti pada mulanya, dan kembali penyifatan kebenaran di dalamnya telah asing seperti pada mulanya. Apabila kamu menginginkan seorang alim maka kamu akan mendapatkannya telah terfitnah dengan cinta akan dunia, menyukai kemegahan dan kepemimpinan apabila kamu menginginkan seorang ahli ibadah maka kamu akan mendapatkannya jahil di dalam peribadatannya lagi terpedaya, telah tewas oleh musuhnya iblis, telah sampai kepada tingkatan ibadah tertinggi. Dia jahil dengan yang paling rendah, maka bagaimana dia dengan yang paling teratas?! Semua itu seperti binatang ternak yang bengkok lagi jelek, serigala yang terpedaya, binatang buas yang ganas, rubah yang menerkam. Ini adalah penyifatan ahli zamanmu dari kalangan ulama, hafizh Al Qur'an, dan penyeru kebenaran."

[Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim di dalam Hilyah Al Auliya’.]

Ini adalah penyifatan manusia pada zamannya, bagaimana dengan yang terjadi setelahnya dari bencana dan musibah png tidak pernah terbesit di dalam akalnya, dan tidak pernah ada di dalam khayalannya?!

Ath-Thabarani juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Pemegang bendera sunnahku ketika umatku sudah rusak akan mendapatkan pahala syahid.”  [Al Haitsami, 1/172].

Abu Syaikh Al Asbahani meriwayatkan dengan sanadnya dari Al Hasan, dia berkata, "Seandainya seseorang dari generasi pertama dibangkitkan pada hari ini, maka dia tidak mendapatkan sesuatu dari Islam sedikitpun kecuali shalat ini."

Kemudian dia melanjutkan, "Demi Allah, apabila dia hidup di dalam kerusakan ini dan melihat pengusung bid'ah menyeru ke dalam kebid'ahannya, dan pencari dunia menyeru kepada keduniaan, kemudian Allah menjaganya, dan hatinya rindu pada masa salaf As shalih. Dia pun mengikuti petuah dari mereka, berjalan diatas Sunnahnya, dan mengambil jalan maka dia akan mendapatkan pahala yang sangat besar."

--- bersambung -----

Source:
Kumpulan Tulisan
lbnu Rajab
Tahqiq: Abu Mush'ab Thala'at bin Fuad AI Hulwani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...