KABAR
GEMBIRA BAGI ORANG-ORANG
YANG TERASING
Oleh:
Ibnu Rajab Al Hambali
Imam
Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,
“ISLAM BERMULA DALAM KEADAAN TERASING,
DAN AKAN KEMBALI DALAM KEADAAN TERASING SEPERTI DIMULAINYA,
MAKA BERUNTUNGLAH BAGI ORANG-ORANG YANG TERASING."
[shahih
Muslim, 145]
Diriwayatkan
pula dari hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda,
"Sesungguhnya
Islam bermula dalam kadaan terasing dan akan kembali menjadi terasing seperti
dimulainya.”
Imam
Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadits Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu
dengan penambahan di penghujung kalimat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ditanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang terasing itu?"
Beliau bersabda, "Mereka yang berlepas diri dari kaumnya.”
Diriwayatkan oleh Abu
Bakar Al Ajuri dengan lafazh, Dikatakan kepada Rasulullah, "Wahai
Rasulullah, siapakah orang-orang yang terasing itu?" Beliau bersabda,
"Mereka yang selalu memperbaiki manusia dari kesalahan." [Al
Ghuraba, 4]
Diriwayatkan
oleh Imam lainnya dengan lafazh, "Beliau bersabda, “Mereka yang lari
membawa agamanya dari fitnah”.
At-Tirmidzi
meriwayatkan dari hadits Kutsair bin Abdillah Al Muzani, dari ayahnya, dari
kakeknya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
"Sesungguhnya agama ini dimulai
dalam keadaan terasing, dan akan kembali dalam keadaan terasing; maka
beruntunglah bagi orang-orang yang terasing, mereka adalah orang-orang yang
memperbaiki apa-apa yang telah dirusak oleh manusia setelahku dari sunnah-sunnahku."
[Sunan At-Tirmidzi,
2630]
Ath-Thabrani
meriwayatkan dari hadits Jabir, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan di
dalam haditsnya disebutkan, "Dikatakan kepada Rasulullah, 'siapakah mereka
wahai Rasulullah?' Beliau bersabda, 'Mereka adalah orang-orang yang memperbaiki
ketika manusia telah rusak'." [Al Ausath, 4915 dan 8716]
Ath-Thabrani
juga dari hadits Sahl bin Sa'ad dengan redaksi yang sama.
Imam
Ahmad meriwayatkan dari hadits Sa'ad bin Waqqash, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan di dalam haditsnya berbunyi, "Maka beruntunglah pada hari itu
orang-orang yang terasingkan, apabila manusia telah rusak." [Musnad Ahmad,
4/16]
Imam
Ahmad dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits Abdillah bin Amr, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda, "Beruntunglah orang-orang yang
terasing." Kami bertanya, 'Siapakah orang-orang yang terasing?' Beliau
bersabda, "Sekelompok orang baik yang sedikit di dalam kumpulan
orang-orang yang jelek dan banyak, dan orang-orang yang menyelisihinya lebih
banyak daripada yang menaatinya." [Musnad Ahmad, 2/177, 2221; HR.
Ath-Thabarani (Al Ausath, 8986]
Diriwayatkan
pula oleh Abdullah bin Amr secara marfu’ dan mauquf dalam hadits ini
disebutkan, "Dikatakan kepadanya, 'Siapakah orang-orang yang terasingkan? 'Beliau
menjawab, 'Mereka yang lari dengan membawa agama mereka, dan Allah akan mengumpulkan
mereka bersama Isa bin Maryam ‘alaihissalam".
Redaksi
“Islam bermula dalam keadaan terasing” maksudnya adalah, manusia dahulu sebelum
kedatangan Rasulullah dalam kondisi
sesat, seperti yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
hadits lyadh bin Himar dan diriwayatkan oleh Muslim, [shahih Muslim, 2865],
"Sesungguhnya
Allah melihat penduduk dunia dan membenci mereka, baik dari kalangan orang Arab
atau lainnya, kecuali sekelompok orang dari ahli kitab."
Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus dan mendakwahkan Islam tidak ada yang menjawab
seruannya pada masa pertama kecuali sedikit. Itu pun melalui proses sedikit demi
sedikit dari suatu kabilah. Ketakutan selalu menyelimuti orang-orang yang
menjawab seruannya, baik dari kalangan keluarga maupun kabilahnya. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam selalu disakiti dan diganggu dengan berbagai macam cara akan
tetapi beliau senantiasa dalam kesabaran karena Allah subhanahu wa ta’ala. Keadaan
kaum muslimin pada saat itu sangatlah lemah, diusir dan dikeluarkan dari
kaumnya. Hingga mereka pun menyelamatkan agama mereka dengan jalan hijrah ke
negeri yang sangat jauh, seperti saat mereka berhijrah menuju Habasyah dua
kali, kemudian berhijrah ke Madinah. Di antara mereka ada yang disiksa karena
mempertahankan agama ini, dan juga ada yang sampai dibunuh. Begitulah kondisi
orang yang masuk Islam pada saat itu sangat terasingkan.
Kemudian
Islam mulai menanpakkan diri setelah hijrah ke Madinah dan menjadi kuat.
Pemeluknya pun mulai terang-terangan dalam menampakkan Islam, sampai manusia
masuk ke dalam agama Islam secara berbondong-bondong. Begitulah Allah
menampakkan agama yang mulia ini dan menyempurnakan kepada mereka nikmat-Nya.
Setelah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat keadaannya masih seperti itu. Kaum muslimin
saat itu masih dalam keadaan istiqamah dalam agama mereka dan saling
tolong-menolong. Begitu juga kondisi umat Islam pada zaman Abu Bakar dan Umar.
Setelah itu pun syetan mulai mengeluarkan tipu dayanya kepada manusia,
menyebarkan malapetaka diantara mereka, dan melengkapinya dengan menebarkan fitnah
syahwat dan syubhat. Kedua fitnah ini pun semakin bertambah sedikit demi
sedikit, sampai menyeluruh tipu daya syetan, dan banyak dari kalangan manusia yang
menjawab seruannya, sebagian dari mereka ada yang menjawab seruannya di dalam
fitnah syubhat, dan sebagian lainnya ada yang menjawab seruannya di dalam fitnah
syahwat, ada pula yang mengumpulkan dua fitnah tersebut.
Kondisi
seperti itu telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya.
Berkenaan dengan fitnah syubhat diriwayatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dari berbagai jalur periwayatan bahwa umatnya akan terbagi menjadi lebih
banyak dari tujuh puluh golongan. Semua golongan tersebut akan masuk neraka
kecuali hanya satu, merekalah orang-orang yang berjalan diatas jalan Nabi dan
para sahabatnya radhiallahu ‘anhum.
Berkenaan
dengan fitnah syahwat, disebutkan dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Amr
radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, "Bagaimana
jika telah dibukakan untuk kalian perbendaharaan Faris dan Rum, kaum apakah
kalian?” Abdurrahman bin Auf berkata, "Kita akan mengatakan seperti
apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kita." Beliau bersabda, "Ataukah
selain dari itu, kalian akan saling berlomba-lomba, kemudian saling hasad,
kemudian salinq bertolak-belakang, kemudian saling membenci." [Shahih
Muslim, 2962]
Di
dalam Shahih Al Bukhari, disebutkan sebuah hadits dari Amr bin Auf radhiallahu
‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
"Demi
Allah, bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan, tetapi aku takut kalau seandainya
telah dilapangkan bagi kalian dunia seperti telah dilapangkannya sebelum kalian,
kemudian kalian saling berlomba-lomba di dalamnya dan kalian pun akan celaka
seperti sebelum kalian telah celaka..”
[Al Bukhari, 3158]
Di dalam Ash-Shahihain
disebutkan hadits dari Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam secara maknanya juga.
Ketika
telah dibuka perbendaharaan Kisra pada zaman Umar radhiallahu ‘anhu dia pun
menangis dan berkata, "Sesungguhnya ini belum pernah dibukakan atas
suatu kaum pun kecuali akan datang malapetaka kepada mereka" Atau
perkataan yang semisalnya.
Dahulu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat takut atas umatnya terhadap dua fitnah
ini. Seperti inilah kondisi yang disebutkan di dalam Musnad Ahmad, dari Abi Barzah
radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya
yang aku takutkan atas kalian adalah godaan syahwat di dalam perut dan kemaluan
kalian, serta fitnah yang menyesatkan." Di dalam riwayat lain disebutkan,
"Dan hawa nafsu yang manyesatkan." [Musnad Ahmad,4/420]
Ketika
kebanyakan manusia telah masuk kepada dua fitnah ini atau salah satunya mereka
menjadi saling memutuskan tali silaturahim dan saling membenci setelah mereka
saling mencintai dan saling bersilaturahim, karena sesungguhnya fitnah syahwat
telah menjangkiti kebanyakan manusia. Mereka terfitnah dengan dunia dan
keindahannya, dan menjadikan dunia sebagai terminal akhir dari tujuan mereka. Untuknya
mereka mencari, dengannya mereka ridha, karenanya mereka marah, mereka
mencintai, dan mereka memusuhi. Sebab itulah mereka memutus tali silaturrahim
diantara mereka, menumpahkan darah, dan jatuh ke dalam maksiat kepada Allah.
Sedangkan
penyebab fitnah syubhat dan hawa nafsu yang menyesatkan adalah terpecah
belahnya ahlu qiblat, mereka terbagi menjadi berkelompok-kelompok, saling
mengkafirkan satu sama lain. Mereka pun menjadi musuh yang memiliki golongan
dan mengusung bendera masing-masing. Setelah mereka menjadi saudara yang mempunyai
satu hati seperti hati seorang laki-laki, dan tidak akan selamat dari golongan-golongan
ini kecuali hanya satu. Merekalah yang disebutkan di dalam sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَا
يَزَالُ مِنْ أُمَّتِيْ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ
خَذَالَهُمْ، وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ
عَلَى ذَلِكَ
"Akan ada sekelompok dari umatku yang senantiasa berada
di dalam kebenaran, tidak akan membahayakan orang yang meninggalkan mereka atau
menyelisihi mereka sampai datang perkara dari Allah, dan mereka senantiasa berada
dalam seperti itu."
[Shahih AI
Bukhari,7311) dan Muslim, 1524].
Merekalah
orang-orang yang terasingkan pada akhir zaman seperti yang disebutkan dalam
hadits ini, selalu memperbaiki ketika manusia telah rusak, memperbaiki apa-apa
yang telah dirusak oleh manusia dari Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan menyelamatkan agama mereka dari fithnah. Merekalah orang yang
terasingkan dalam suatu kabilah, karena jumlah mereka yang sangat sedikit,
tidak didapatkan dari setiap kabilah kecuali satu atau dua, bahkan terkadang
tidak didapatkan satu pun dari setiap kabilah. Seperti mereka yang masuk ke
dalam Islam pada zaman pertama; maka seperti inilah para ulama menafsirkan
hadits tersebut.
Mengenai
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Islam bermula dalam
keadaan terasing dan akan kembali dalam keterasingan seperti pada mulanya” Al-Auza'i
berkata, "Yang dimaksudkan bukanlah hilangnya Islam akan tetapi hilangnya
ahlu sunnah sampai tidak tersisa di suatu negeri kecuali hanya
satu."
Dengan
makna yang seperti ini banyak terdapat di perkataan salaf pujian kepada sunnah
dan mensifatinya dengan keterasingan, dan menyifati pengusung benderanya dengan
sedikit. Pernah Al Hasan Al Bashri berkata kepada para sahabatnya, "Wahai
para pengibar bendera Sunnah, saling berkasih sayanglah diantara kalian, maka
Allah akan merahmati kalian, karena sesungguhnya kalian merupakan jumlah yang tersedikit."
Yunus
bin Ubaid
berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih asing dari Sunnah, dan yang paling
terasingkan adalah orang yang paling mengetahuinya."
Diriwayatkan
juga darinya bahwa dia berkata, "Seandainya dia mengetahui Sunnah maka dia
akan mengetahuinya dalam keterasingan. Orang yang paling terasingkan adalah
orang yang mengetahuinya."
Sufyan
Ats-Tsauri
berkata, "Saling berwasiatlah kalian dengan kebaikan, karena mereka
terasingkan. "
Yang
dimaksud oleh para Imam dengan Sunnah adalah, jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang dimana beliau dan para sahabatnya senantiasa pada jalan itu,
dan yang bersih dari segala syubhat dan syahwat.
Oleh
karena itu, Fudhail bin lyadh berkata, "Pengikut Sunnah adalah
orang yang mengerti apa-apa yang masuk ke dalam perutnya dari sesuatu yang
halal. Karena makan sesuatu yang halal termasuk ciri-ciri Sunnah yang dimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya berada diatasnya."
Kemudian
menjadi sesuatu yang masyhur untuk kebanyakan dari ulama sekarang dari ahli
hadits bahwa Sunnah adalah sesuatu yang bersih dari segala syubhat dalam hal
keyakinan, khususnya dalam masalah keimanan kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir. Begitu juga dalam masalah
takdir dan keutamaan sahabat, mereka mengarang berbagai karangan yang berhubungan
dengan ilmu ini dan menyebutnya dengan sebutan buku-buku Sunnah. Sedangkan
pengkhususan ilmu ini dengan nama Sunnah karena dampak negatif yang
ditimbulkannya sangatlah besar, dan orang yang menyelisihinya berada di tepi
kehancuran.
Sunnah
yang sempurna itu adalah jalan yang selamat dari segala bentuk syubhat dan
syahwat, seperti yang dikatakan oleh Al Hasan, Yunus bin Ubaid, Sufyan, Fudhail
dan lainnya. Oleh sebab itu, mereka menyifati pengusung bendera Sunnah dengan
keterasingan di akhir zaman karena jumlah mereka yang sedikit dan kemuliaan
mereka dengannya. Dalam sebagian riwayat seperti di dalam tafsir Al Ghuroba', disebutkan,
“Sekelompok orang baik yang sedikit di dalam
kumpulan orang jelek yang banyak, yang menyelisihinya lebih banyak daripada
yang menaatinya.”
Ini
adalah petunjuk tentang jumlah mereka yang sedikit, sedikit pula orang yang
menjawab seruannya kepada mereka dan yang menerimanya dari mereka, serta banyaknya
orang yang menyelisihinya dan menolaknya. Oleh sebab itu, banyak pujian yang
disebutkan dalam hadits bagi orang yang berpegang teguh terhadap agamanya di
akhir zaman, karena dia seperti memegang bara api, sedangkan bagi orang yang
senantiasa mempertahankan Sunnah akan mendapatkan ganjaran lima puluh orang
dari selain mereka, karena mereka tidak mendapatkan penolong bagi kebaikan.
Mereka ini terbagi
menjadi Dua Bagian, yaitu:
Pertama, mereka yang memperbaiki
dirinya ketika manusia dalam keadaan rusak.
Kedua, mereka yang
memperbaiki apa-apa yang telah dirusak oleh manusia dari Sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Ini adalah macam yang paling tertinggi dan yang paling mulia.
Diriwayatkan
dari Ath-Thabarani dan lainnya dengan sanad yang di dalamnya terdapat
penelitian khusus dari hadits Abu Umamah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Sesungguhnya di
dalam sesuatu ada penerimaan dan penolakan, dan di dalam agama ini ada juga
penerimaan dan penolakan, diantara penolakan agama adalah apa-apa yang kalian
berada di dalamnya dari kebutaan dan kejahilan, serta panyelisihan dengan
apa-apa yang Allah utus kepadaku, dan diantara penerimaan agama adalah apabila
suatu kabilah beserta para pendudukng faqih dalam urusan agama, sampai tidak
ditemui di dalamnya kecuali hanya satu orang fasik atau dua, mereka dalam keadaan
teraniaya lagi hina, apabila mereka berbicara selalu menindas, ingin menguasai
dan menganiaya,
bukankah termasuk
dari penolakan agama ini adalah dengan bodohnya suatu kabilah beserta panduduknya,
sampai-sampai tidak terlihat di dalamnya kecuali hanya satu orang ahli fikih
atau dua, mereka berdua pun tertindas lagi terhina, apabila mereka berbicara hendak
menyuruh kepada perbuatan yang baik dan melarang dari perbuatan yang jelek,
mereka tertindas, tidak ada yang menerimanya, dan teraniaya, mereka sangat
tertindas dan terhinakan, dan tidak mandapatkan penolong lagi pembantu.”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menyifati di dalam hadits ini seorang mukmin yang mengetahui
tentang Sunnah dan memahami agama di akhir zaman ketika kerusakan telah
merajalela akan menjadi tertindas dan terhina, tidak mendapatkan penolong lagi
pembantu.
Diriwayatkan
juga oleh Ath-Thabarani dengan sanad yang di dalamnya terdapat kelemahan, dari
lbnu Mas'ud, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits yang
panjang ketika menjelaskan tentang tanda-tanda kiamat beliau bersabda, "Dari
tanda-tanda kiamat adalah seorang mukmin berada di suatu kaun lebih terhina
daripada An-Naqad." [HR. Ath-Thabarani, 4/126]
An
Naqad
adalah: kambing kecil.
Di
dalam Musnad Ahmad disebutkan hadits dari Ubadah bin Ash-shamit radhiallahu
‘anhu, bahwa dia berkata kepada salah seorang sahabatnya, "Hampir saja
apabila kamu mendapatkan umur yang panjang kamu melihat seseorang yang membaca
Al Qur'an seperti bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau seperti
seseorang yang membaca seperti bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang
dimana dia mengulanginya dan memperlihatkannya. Dia juga menghalalkan apa-apa
yang dihalalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengharamkan
apa-apa yang diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Dia mendapatkan
kedudukan disamping beliau akan tetapi tidak memberikan manfaat dan kebaikan kepada
kalian seperti kepala keledai yang sudah mati yang tidak memberikan manfaat dan
kebaikan kepada pemiliknya."
Selain
itu, ada juga perkataan Ibnu Mas'ud yang menyatakan, "Akan datang
zamannya pada manusia seseorang mukmin menjadi lebih hina daripada budak
Perempuan."
Penyebab
seseorang terhina di akhir zaman adalah karena keterasingannya di tengah-tengah
orang-orang yang suka merusak dari ahli syubhat dan syahwat. Semua orang
membencinya dan menyakitinya karena dia menyelisihi jalan yang dilalui oleh
jalan mereka. Tujuannya mereka serta penjelasannya kepada mereka tentang
kebobrokan akhlak mereka.
Ketika
Daud Ath-Tha'i meninggal dunia, Ibnu As-sammak berkata,
"sesungguhnya Daud melihat dengan hatinya terhadap apa yang ada di
sekelilingnya hingga penglihatan hatinya menutupi penglihatan matanya,
seakan-akan dia tidak melihat kepada apa-apa
yang kalian lihat, dan seakan-akan kalian tidak melihat kepada apa-apa yang
dia lihat. Kalian pun merasa aneh kepadanya, dan dia merasa aneh kepada kalian.
Dia telah merasa aneh kepada kalian bahwa seakan-akan dia hidup di tengah
orang-orang yang telah mati."
Di
antara mereka juga ada yang dibenci oleh istrinya dan anaknya karena
mengingkari keadaannya, Umar bin Abdul Aziz pernah mendengar istrinya berkata,
"semoga Allah membebaskan kami darimu." Dia pun berkata, "amin."
Dahulu
ulama salaf menyifati seorang mukmin dengan keterasingan pada zamannya, seperti
Al Hasan, Auza'i, dan Sufyan serta lainnya.
Di
antara perkataan Ahmad bin Ashim Al Anthaki (dia adalah seorang ulama
terkemuka pada zaman Abu Sulaiman Adh-Dharani),
"Sesungguhnya
aku telah melihat suatu zaman kembalinya Islam dalam keterasingan seperti pada
mulanya, dan kembali penyifatan kebenaran di dalamnya telah asing seperti pada
mulanya. Apabila kamu menginginkan seorang alim maka kamu akan mendapatkannya
telah terfitnah dengan cinta akan dunia, menyukai kemegahan dan kepemimpinan
apabila kamu menginginkan seorang ahli ibadah maka kamu akan mendapatkannya
jahil di dalam peribadatannya lagi terpedaya, telah tewas oleh musuhnya iblis,
telah sampai kepada tingkatan ibadah tertinggi. Dia jahil dengan yang paling
rendah, maka bagaimana dia dengan yang paling teratas?! Semua itu seperti
binatang ternak yang bengkok lagi jelek, serigala yang terpedaya, binatang buas
yang ganas, rubah yang menerkam. Ini adalah penyifatan ahli zamanmu dari
kalangan ulama, hafizh Al Qur'an, dan penyeru kebenaran."
[Diriwayatkan oleh
Abu Nu'aim di dalam Hilyah Al Auliya’.]
Ini
adalah penyifatan manusia pada zamannya, bagaimana dengan yang terjadi setelahnya
dari bencana dan musibah png tidak pernah terbesit di dalam akalnya, dan tidak
pernah ada di dalam khayalannya?!
Ath-Thabarani
juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Pemegang bendera sunnahku ketika umatku
sudah rusak akan mendapatkan pahala syahid.” [Al Haitsami, 1/172].
Abu
Syaikh Al Asbahani meriwayatkan dengan sanadnya dari Al Hasan, dia berkata,
"Seandainya seseorang dari generasi pertama dibangkitkan pada hari ini,
maka dia tidak mendapatkan sesuatu dari Islam sedikitpun kecuali shalat
ini."
Kemudian
dia melanjutkan, "Demi Allah, apabila dia hidup di dalam kerusakan ini dan
melihat pengusung bid'ah menyeru ke dalam kebid'ahannya, dan pencari dunia
menyeru kepada keduniaan, kemudian Allah menjaganya, dan hatinya rindu pada
masa salaf As shalih. Dia pun mengikuti petuah dari mereka, berjalan diatas Sunnahnya,
dan mengambil jalan maka dia akan mendapatkan pahala yang sangat besar."
--- bersambung -----
Source:
Kumpulan
Tulisan
lbnu Rajab
Tahqiq: Abu Mush'ab Thala'at bin Fuad
AI Hulwani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar