KETIKA ORANG KAFIR
MERASA DIATAS KEBENARAN
Oleh: Abu Usamah JR
فَرِيقًا
هَدَىٰ وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيۡهِمُ ٱلضَّلَٰلَةُۚ إِنَّهُمُ ٱتَّخَذُواْ ٱلشَّيَٰطِينَ
أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَيَحۡسَبُونَ أَنَّهُم مُّهۡتَدُونَ ٣٠
“Sebahagian
diberi‑Nya
petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya
mereka menjadikan syaitan‑syaitan
pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat
petunjuk.” (QS Al A’raf: 30).
Ayat diatas menyebutkan akan adanya
orang‑orang yang
berada diatas kesesatan, melakukan kemusyrikan dan berstatus sebagai orang
kafir, namun mereka menyangka dirinya diatas kebenaran. Inilah yang menyebabkan
orang‑orang kafir
teguh diatas kekafirannya dan siap mati demi membela ajaran kekafiran yang
mereka anut. Mereka pun merasa bangga telah menjadi bagian dari orang‑orang yang mengikuti ajaran kekafiran
itu. Dan mereka pun bangga untuk menampakkan simbol dan praktek dari ajaran
kekafiran mereka.
Sungguh celaka dan ruginya orang‑orang yang berada diatas kesesatan/
kekafiran namun ia menyangka diatas petunjuk kebenaran. Keadaan seperti ini
bukan hanya mutlak terjadi atas orang‑orang
yang beragama selain islam. Hal tersebut juga bisa terjadi atas orang‑orang yang mengaku dirinya muslim.
Keadaan seperti ini terjadi jika seseorang yang mengaku muslim merasa tidak
ridho dan tidak puas dengan ajaran islam. Kemudian ia mengikuti petunjuk,
ajaran dan hukum selain dari yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul‑Nya.
Hal tersebut seperti orang‑orang yang mengadakan sekutu‑sekutu bagi Allah, baik dalam ibadah maupun
hukum. Lantas mereka menjadikan sekutu‑sekutu
tersebut sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Contoh di negeri
ini, adalah seperti orang‑orang yang
mencari berkah di kuburan para wali dan orang sholeh. Mereka melakukan amalan
kemusyrikan di kuburan‑kuburan
tersebut dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka meyakini apa
yang dilakukan bagian dari ajaran islam dan ia merasa telah melakukan amal
sholeh.
Yang menjadi alasan dan tujuan orang
musyrik sekarang dengan orang musyrik dahulu sama. Yaitu untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Namun demikian Allah tidak menerima alasan dan tujuan mereka dan
tetap menvonis mereka sebagai orang‑orang
yang sangat kafir. Hal tersebut seperti yang Allah sebutkan dalam firman‑Nya:
أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ
وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا
لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي
مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ
كَفَّارٞ ٣
“Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah‑lah
agama yang bersih (dari syirik). Dan orang‑orang
yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat‑dekatnya”.
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang‑orang yang pendusta dan sangat
ingkar.” (QS Az Zumar: 3).
Jadi sesungguhnya tersesatnya seorang
hamba setelah beriman adalah karena dosa dan kesalahan yang mereka perbuat.
Yaitu, meninggalkan pengajaran Allah dan mengikuti petunjuk yang dibuat oleh
setan (dari kalangan jin dan manusia). Hal tersebut sebagaimana yang Allah
‘azza wa jalla sebutkan dalam firman‑Nya:
وَمَن يَعۡشُ عَن ذِكۡرِ ٱلرَّحۡمَٰنِ
نُقَيِّضۡ لَهُۥ شَيۡطَٰنٗا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٞ ٣٦ وَإِنَّهُمۡ لَيَصُدُّونَهُمۡ
عَنِ ٱلسَّبِيلِ وَيَحۡسَبُونَ أَنَّهُم مُّهۡتَدُونَ ٣٧
“Barangsiapa
yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan
baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan‑syaitan itu benar‑benar menghalangi mereka dari jalan yang
benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.”
(QS Az Zukhruf: 36‑37).
Ketika seseorang telah meninggalkan petunjuk
Allah dan mengikuti petunjuk lain, maka dalam menetapkan baik dan buruk, salah
dan benar, ia tidak lagi berdasarkan timbangan petunjuk Allah. Ia akan menilai
sesuatu itu benar atau salah berdasarkan standar dari ajaran/ idiologi yang dia
yakini dan ikuti. Sehingga standar kebenaran yang ia ikuti menyelisihi dari
petunjuk Ar Rahman.
Karena itulah mereka menjadi tersesat
namun merasa dirinya benar, merasa diri benar karena ia merasa sudah sesuai
dengan ajaran/ idiologi yang diikuti dan diyakini. Sebagai contoh, seseorang
yang mengaku muslim mengikuti perayaan agama Nasrani, karena menurutnya itulah
toleransi berdasarkan falsafah negara yang dia ikuti. Dengan perbuatannya tersebut
ia merasa sudah benar karena itulah falsafah negaranya. Padahal dengan perbuatannya
ia telah menjadi murtad keluar dari islam. Meskipun ia sudah kafir namun ia
menyangka dirinya adalah seorang muslim yang taat namun toleran.
Contoh lain, seorang yang mengaku
muslim menjadi hakim di Indonesia yang berhukum dengan hukum KUHP buatan
Belanda. Ia memutus suatu perkara sesuai dengan hukum KUHP tanpa kecurangan,
tanpa manipulasi dan tanpa sogok. Si Hakim merasa ia sudah berbuat adil karena telah
memutus perkara dengan hukum negara yang berlaku. Padahal si hakim telah kafir
dengan perbuatannya berhukum dengan selain hukum Allah. Namun si hakim merasa
dirinya di atas kebenaran dan merasa telah berbuat baik.
Sehingga seseorang itu bisa terjatuh
kepada perbuatan dosa atau pun kekafiran, namun ia menyangka telah berbuat
baik, adalah tatkala ia telah berpaling dari tuntunan Allah dan tuntunan Rasul‑Nya, kemudian ia mengikuti tuntunan
lainnya. Atau memang sudah sejak awal memang mengikuti petunjuk / ajaran diluar
ajaran islam, baik itu idiologi maupun hukum. Berada diatas kesesatan namun merasa
diri benar dan merasa berbuat baik juga dialami dari mereka yang meninggalkan
sunnah Rasulullah dalam ibadah. Mereka adalah pelaku bid’ah yang merasa telah melakukan
amal ibadah yang banyak berupa amalan bid’ah. Padahal mereka telah berlelah‑lelah dalam amalan tanpa pahala,
bahkan ia dinilai sebagai perbuatan maksiat.
Seseorang terjatuh kedalam perbuatan
kekafiran dan ia merasa diatas kebenaran juga bisa dialami oleh orang‑orang yang mengaku berjuang untuk
islam. Yaitu mereka yang memperjuangkan islam melalui jalan kekafiran seperti
demokrasi. Mereka membuat partai berlebel islam, lalu ikut dalam proses
pemungutan suara hingga memiliki perwakilan di Parlemen. Orang‑orang seperti itu telah kafir keluar
dari islam meskipun mengaku memperjuangkan islam.
Orang‑orang
yang memperjuangkan islam melalui jalan demokrasi adalah orang‑orang yang telah berpaling dari
pengajaran Allah. Mereka meninggalkan tuntunan Allah dan Rasul‑Nya dalam berjuang, lalu mengikuti
tuntunan dan petunjuk demokrasi. Para pejuang gadungan tersebut merasa telah
berbuat baik untuk islam berdasar timbangan demokrasi yang ia ikuti.
Keberpalingannya dari ajaran islam
dan mengikuti ajaran demokrasi menyebabkan mereka menjadi kafir, namun mereka
menyangka diri sebagai pejuang islam. Orang‑orang
seperti mereka itulah yang Allah sebutkan dalam firman‑Nya:
قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ
أَعۡمَٰلًا ١٠٣ ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ
يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا ١٠٤ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ
بَِٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ وَلِقَآئِهِۦ فَحَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فَلَا نُقِيمُ
لَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَزۡنٗا ١٠٥ ذَٰلِكَ جَزَآؤُهُمۡ جَهَنَّمُ بِمَا
كَفَرُواْ وَٱتَّخَذُوٓاْ ءَايَٰتِي وَرُسُلِي هُزُوًا ١٠٦
“Katakanlah,
‘ Apakah akan Kami beri tahukan kepadamu tentang orang‑orang yang paling merugi
perbuatannya?” Yaitu orang‑orang
yang telah sia‑sia
perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka
berbuat sebaik‑baiknya.
Mereka itu orang‑orang
yang kufur terhadap ayat‑ayat
Tuhan mereka dan(kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan‑amalan mereka, dan Kami tidak
mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah
balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan
mereka menjadikan ayat‑ayat‑Ku dan rasul‑rasul‑Ku sebagai olok‑olok.”
(QS Al Kahfi:103‑106).
Nasib yang sama juga akan dialami
oleh para pejuang aksi jalanan bernama demo. Mereka itulah yang mengaku
berjuang membela islam dari penistaan dengan cara tahakum kepada thoghut. Yaitu
menuntut kepada thoghut agar penista al qur’an diadili dan dihukum dengan hukum
thoghut. Karena kedunguannya para alumni demo tersebut tidak tahu bahwa
perbuatan mereka juga telah menistakan al qur’an. Mereka menuntut penista al
qur’an dihukum dengan hukum yang menyelisihi al qur’an. Yang dituntut dan
menuntut sama‑sama kafir
karena telah sama‑sama menistakan
al qur’an.
Kepayahan dan kelelahan mereka di
dunia dalam “membela islam” sama sekali tidak berpahala. Bahkan karena
perbuatannya mereka telah kehilangan harta yang paling mahal, yaitu iman. Mereka
telah memperolok‑olok syariat
Allah yang agung yaitu jihad. Perbuatan kekafiran mereka seperti berjuang
melalui jalur demokrasi dan demo yang merupakan tahakum kepada thoghut, mereka
beri label sebagai jihad fie sabilillah. Inilah bentuk penistaan dan memperolok‑olok syariat Allah, maka kafirlah
para pelakunya.
Keadaan para kafirin dan murtadin
yang telah bersusah payah beramal dan berjuang di dunia ini, Allah sebutkan
dalam firman‑Nya:
وُجُوهٞ
يَوۡمَئِذٍ خَٰشِعَةٌ ٢ عَامِلَةٞ
نَّاصِبَةٞ ٣ تَصۡلَىٰ نَارًا حَامِيَةٗ ٤
“pada
hari itu banyak wajah yang tertunduk lesu, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki
api yang sangat panas (neraka).” (QS Al Ghasiyah:2‑4).
Maka agar anda tidak menjadi orang
yang sesat atau kafir tanpa sadar, hendaknya teguh mengikuti pengajaran dan
petunjuk Allah dan Rasul‑Nya. Sebab
tatkala seseorang telah berpaling dari pengajaran Allah dan Rasul‑Nya, bisa dipastikan ia tengah
menempuh jalan‑jalan
kesesatan.
Semoga Allah memberikan keteguhan
kepada aku dan kalian untuk mengikuti petunjuk dan pengajaran‑Nya.
Barakallahufiekum
Wallahu
musta’an
09
Rabiutsani 1439H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar