Kufur Bisa Berupa Keyakinan, Ucapan, dan Perbuatan
Oleh: Dr.
Abdul Aziz Bin Muhammad
Jika
Iman adalah ucapan dan perbuatan, maka begitu pula kufur, ia adalah ucapan dan
perbuatan. Kufur adalah ucapan hati (mendustaka.), sebigaimana ia merupakan
perbuatan-perbuatan hati -seperti membenci-
yang bertentangan dengan Iman. Kufur adalah ucapan dengan lisan, sebagaimana ia
adalah perbuatan-perbuatan lahir dengan anggota badan, yang mengeluarkan
(pelakunya) dari Agama.
Untuk
lebih merinci definisi ini, kami katakan, Kufur boleh jadi adalah mendustakan
di dalam hati, dan kufur jenis ini pada orang-orang kafir adalah sedikit
-sebagaimana kata Ibnul Qayyim rahimahullah karena Allah mengukuhkan
Rasul-rasulNya dan memberi mereka bukti-bukti dan ayat-ayat atas kebenaran
mereka yang bisa menegakkan hujjah dan menepis alasan.
Kufur
bisa dalam bentuk ucapan dengan lisan, baik hati membenarkan, atau tidak
meyakini kekufuran lisan tersebut. Abu Tsaur berkata -ucapannya telah hadir
seluruhnya, "seandainya dia berkata, 'Al-Masih adalah Allah' dan dia
mengingkari perkara Islam, dan dia berkata, 'Hatiku tidak meyakini sesuatu pun
dari itu,' dengan menampakkan itu, dia adalah kafir, bukan Mukmin."
Ibnu
Hazm
berkata, "Di antara yang membuktikan bahwa kufur bisa dengan ucapan adalah
Firman Allah,
“Dan
dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata:
"Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. dan aku tidak
mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada
Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada
kebun-kebun itu". Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya -sedang dia
bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang
menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan
kamu seorang laki-laki yang sempurna. Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah,
Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku. Dan mengapa
kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaallaah, laa
quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih
sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan. maka mudah-mudahan Tuhanku, akan
memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan
mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu;
hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. atau airnya menjadi surut ke dalam
tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi". Dan harta
kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda
menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur
itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku
tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku" (Al-Kahfi:35-42)
Dalam
ayat tadi Allah memvonis syirik dan kufur, meskipun dia mengakui Tuhannya,
karena dia ragu tentang adanya kebangkitan kembali."
Ibnu
Hazm
juga berkata, "Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa di dalam al-Qur'an
terdapat pemberian nama dan vonis kufur secara pasti kepada orang yang mengucapkan
ucapan-ucapan yang sudah dikenal, seperti Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوآ إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ
"Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata, 'Sesungguhnya Allah itu al-Masih putra
Maryam'."
(Al-Ma'idah: 17).
Dan
Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَلَقَدْ
قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَىمِهِمْ
"sesungguhnya
mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah
keislaman mereka." (At-Taubah: 74). Jadi kufur terjadi secara sah dalam
bentuk ucapan."
Ibnu
Taimiyah berkata, "Mencaci Allah atau mencaci Rasul-Nya adalah kufur lahir
batin, baik orang yang mencaci itu meyakini bahwa hal tersebut haram, atau dia
menghalalkannya, atau tidak memiliki keyakinan. Ini adalah madzhab fuqaha dan Ahlus Sunnah lainnya yang menetapkan
bahwa Iman adalah ucaPan dan perbuatan.”
Di
antara petunjuk bahwa kufur bisa berupa ucapan lisan, adalah Firman Allah subhanahu
wa ta’ala tentang orang-orang munafik,
"Dan
jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu),
tentulah mereka akan menjawab, 'Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan
bermain-main saja.' Katakanlah, 'Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya
kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf, KARENA KAMU KAFIR
SESUDAH BERIMAN." (At-Taubah: 65-66).
Ibnu
Taimiyah berkata, "Allah memberitakan bahwa mereka kafir setelah mereka
beriman walaupun mereka menyangkal, 'bahwa ucapan yang kami katakan tersebut
tanpa diyakini oleh hati kami, kami hanya bergurau dan main-main'. Allah
menjelaskan bahwa mengolok-olok ayat-ayatNya adalah kufur dan ini tidak
dilakukan kecuali oleh orang yang hatinya menerima ucapan tersebut."
Ibnu
Nujaim berkata, "BARANGSIAPA BERBICARA DENGAN KALIMAT KUFUR DENGAN
GURAU ATAU MAIN-MAIN, MAKA DIA KAFIR MENURUT SEMUA ULAMA, KEYAKINANNYA TIDAK
DILIHAT."
Kufur
bisa pula dalam bentuk perbuatan hati, karena perbuatan hati seperti cinta, tawakal,
takut, dan harus ada di dalam Iman. Seandainya dia membenarkan Allah dan
RasulNya tetapi tidak mencintai Allah dan RasulNya, maka dia tidak beriman,
akan tetapi kafir.
Begitulah
kufur, bisa jadi seseorang membenarkan Allah dan RasulNya, akan tetapi dia
membenci Allah atau RasulNya, maka dia kafir karena kebenciannya kepada Allah
dan RasulNya.
Ibnu
Taimiyah berkata, "Barangsiapa membenarkan Rasul tetapi membencinya dan
memusuhinya dengan hatinya dan badannya, maka dipastikan dan tanpa ragu bahwa dia
kafir."
Dan
Ibnu Taimiyah juga berkata, "Jika hati tidak memiliki kebencian kepada
perkara-perkara mungkar yang dibenci oleh Allah, maka ia kehilangan Iman. Benci
dan cinta termasuk perbuatan hati."
Ibnu
Taimiyah berkata di tempat ketiga, "Berimannya hati kepada kebenaran yang
diberitakan para rasul bukan hanya sekedar mengetahui hal itu, karena
seandainya dia mengetahui dengan hatinya bahwa ia benar, tetapi dia membencinya
dan membenci Rasul yang membawanya serta membenci Allah Yang mengutusnya, memusuhi
hal itu, menyombongkan diri atas mereka, menolak tunduk kepada kebenaran
tersebut, maka orang ini belum beriman yang menyebabkannya meraih pahala
akhirat, berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin."
Ibnu
Taimiyah menyebutkan dalil atas itu, dia berkata, "Hal tersebut dijelaskan
oleh Firman Allah,
"Barangsiapa
yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah),
kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman
(dia tidak berdosa), nknn tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang
demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia
lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada membei petunjuk kepada kaum yang
kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya
telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai.
Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi." (An-Nahl: 106-109).
Allah
menyebutkan orang yang kufur kepada Allah setelah beriman kepadaNya, Allah
menyebutkan ancamanNya di akhirat kemudian Dia berfirman,
"Yang demikian
itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih
dari akhirat."
(An-Nahl:1,07).
Allah
menjelaskan bahwa mereka berhak meraih ancaman karena itu, dan sudah dimaklumi
bahwa masalah membenarkan dan mendustakan, ilmu dan kejahilan bukan termasuk
masalah cinta dan benci, mementingkan dunia atas akhirat, bisa jadi disertai dengan
ilmu dan pembenaran bahwa kufur merugikan di akhirat dan bahwa dia tidak
memiliki bagian (balasan baik) di akhirat."
Ibnu
Taimiyah juga berkata, "Terkadang hati mengetahui kebenaran dan
membenarkannya, hanya saja karena hasad dan kesombongan yang juga ada di dalam hati
membuabrya menolak berserah diri, tunduk dan cinta."
Ibnu
Hazm menetapkan bahwa kufur tidak terbatas pada sikap mendustakan semata, dia
berkata, "Allah berfirman,
"Sesungguhnya
orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu
jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah berbuat dosa) dan
memanjangkan angan-angan mereka. yang demikian itu karena sesungguhnya mereka
(orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang
diturunkan Allah (orang-orang Yahudi), ‘Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa
urusan,’ sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka)
apabila malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan
punggung mereka? Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti
apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaanNya,
sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka." (Muhammad: 25-28).
Allah
(dalam ayat ini) menjadikan mereka kafir murtad setelah mereka mengetahui
kebenaran dan setelah hidayah Allah menjadi jelas bagi mereka dengan ucapan
mereka kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka katakan. Allah
mengabarkan bahwa Dia mengetahui rahasia-rahasia mereka, Allah tidak menyatakan
bahwa mereka mengingkari, justru rahasia mereka adalah membenarkan petunjuk
yang telah jelas bagi mereka, barangsiapa yang mana sesuatu telah jelas baginya,
maka dia tidak mungkin mengingkari dengan hatinya sedikit pun.”
Kufur
bisa dalam bentuk amal lahir -seperti berpaling dari Agama Allah subhanahu wa
ta’ala- Allah telah memvonis orang yang menolak menaatiNya dan menolak menaati
Rasulullah. Ketaatan bukan sekedar membenarkan semata.
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
"Katakanlah,
'Taatilah Allah dan RasulNya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang kafir." (Ali Imran: 32).
Ibnu
Katsir
rahimahullah berkata tentang ayat ini, "Ayat ini menunjukkan bahwa
menyelisihi jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kufur, Allah tidak
menyukai orang yang memiliki ciri demikian walaupun dari dirinya dia mengklaim
bahwa dia mencintai Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, sehingga dia
mengikuti Nabi yang ummi, penutup para Rasul, dan Rasul Allah kepada seluruh
jin dan manusia."
Al-Khallal mengutip dengan
sanadnya kepada al-Humaidi di mana dia berkata, “Aku dikabari ada suatu kaum
yang berkata, 'Barangsiapa mengakui shalat, zakat, Puasa, dan haji tetapi dia
tidak melakukan apa pun darinya sehingga dia mati, atau dia shalat sambil bersandar
dengan punggungnya membelakangi Ka'bah sampai dia mati, maka dia adalah Mukmin
selama tidak mengingkari, jika dia mengetahui bahwa dia meninggalkan hal itu
dalam Imannya, lika dia mengakui kewajiban-kewajiban dan menghadap kiblat,' maka
aku berkata, ini merupakan kekufuran yang jelas kepada Allah, dan menyelisihi Kitab Allah dan Sunnah
RasulNya serta kesepakatan kaum Muslimin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Yang lurus dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus.”
(Al-Bayyinah: 5)."
Ishaq
bin Rahawaih
berkata, "Di antara yang mereka sepakati takfirnya dan mereka menetapkan
hukum atasnya, sebagaimana mereka menetapkan hukum atas orang yang mengingkari,
adalah seorang Mukmin yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang datang dari
sisiNya tapi dia membunuh seorang Nabi, atau membantu untuk membunuhnya,
sekalipun dia berkata membunuh seorang Nabi adalah haram, dia adalah orang kafir."
Ibnu
Taimiyah berkata, "Firman Allah,
“Dan mereka berkata,
'Kami telah beiman kepada Allah dan Rasul, dan kami menaati (keduanya).'
Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu
bukanlah orang-orang yang beriman.” (An-Nur:47).
Dan
attawalli (dalam ayat ini) adalah berpaling dari ketaatan, sebagaimana
Firman Allah,
“Kamu akan diajak
untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi
mereka atau mereka menyerah (masuk lslam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu)
niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling
sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu
dengan azab yang pedih.” (Al-Fath: 16).
Dan Firman Allah,
“Dan ia tidak mau
membenarkan (Rasul dan al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan Shalat, tetapi ia
mendustakan (Rasul) dan berpaling (dai kebenaran).”
(Al-Qiyamah:
31,-32).
(Dari
sini) maka diketahui bahwa berpaling bukan mendustakan, akan tetapi ia adalah
berpaling dari ketaatan. Manusia wajib membenarkan Rasulullah dalam beritanya,
dan menaatinya dalam perintahnya. Membenarkan adalah lawan mendustakan,
ketaatan lawannya adalah berpaling, oleh karena itu Allah berfirman,
“Dan ia tidak mau
membenarkan (Rasul dan al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan Shalat, tetapi ia
mendustakan (Rasul) dan berpaling (dai kebenaran).” (Al-Qiyamah :
31-32).
Dan Allah telah berfirman,
“Dan mereka berkata,
' Kami telah beiman kepada Allah dan Rasul, dan kami menaati keduanya).'
Kemudinn sebagian dai mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah
orang-orang yang beiman.” (An-Nur:47).
Allah
menafikan Iman dari orang yang berpaling dari beramal, meskipun dia telah
berkata ..."
Sampai
Ibnu Taimiyah berkata, "Di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah terdapat penafian
Iman dari orang-orang yang tidak melakukan amal perbuatan di banyak tempat,
sebagaimana Allah menafikan Iman dari orang munafik padanya."
Ibnu
Taimiyah juga berkata, "Kufur bisa berupa mendustakan Rasul dalam apa yang
dia beritakan atau menolak mengikutinya meskipun dia mengetahui kebenaran
Rasul, seperti kekufuran Fir'aun, orang-orang Yahudi, dan orang-orang yang
seperti mereka."
Oleh
karena itu Ibnul Wazir berkata membantah orang yang mensyaratkan
keyakinan dalam ucapan kufur, "Berdasarkan ini tidak ada ucapan dan
perbuatan yang merupakan kekufuran kecuali disertai (didasari) keyakinan,
bahkan membunuh para nabi sekalipun, padahal keyakinan termasuk rahasia-rahasia
yang tertutup maka tidak akan terbukti kekufuran orang kafir sekalipun kecuali
dengan nash khusus pada diri orang tertentu."
Source:
Disertasi dengan
judul:
KEYAKINAN, UCAPAN
& PERBUATAN
PEMBATAL KEISLAMAN
Oleh: Dr. Abdul Aziz
Bin Muhammad Bin Ali Al-Abdul Lathif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar