9/16/2019

Kufur Bisa Berupa Keyakinan, Ucapan, dan Perbuatan - Dr. Abdul Aziz Bin Muhammad


Kufur Bisa Berupa Keyakinan, Ucapan, dan Perbuatan
Oleh: Dr. Abdul Aziz Bin Muhammad


Jika Iman adalah ucapan dan perbuatan, maka begitu pula kufur, ia adalah ucapan dan perbuatan. Kufur adalah ucapan hati (mendustaka.), sebigaimana ia merupakan perbuatan-perbuatan hati -seperti  membenci- yang bertentangan dengan Iman. Kufur adalah ucapan dengan lisan, sebagaimana ia adalah perbuatan-perbuatan lahir dengan anggota badan, yang mengeluarkan (pelakunya) dari Agama.

Untuk lebih merinci definisi ini, kami katakan, Kufur boleh jadi adalah mendustakan di dalam hati, dan kufur jenis ini pada orang-orang kafir adalah sedikit -sebagaimana kata Ibnul Qayyim rahimahullah karena Allah mengukuhkan Rasul-rasulNya dan memberi mereka bukti-bukti dan ayat-ayat atas kebenaran mereka yang bisa menegakkan hujjah dan menepis alasan.

Kufur bisa dalam bentuk ucapan dengan lisan, baik hati membenarkan, atau tidak meyakini kekufuran lisan tersebut. Abu Tsaur berkata -ucapannya telah hadir seluruhnya, "seandainya dia berkata, 'Al-Masih adalah Allah' dan dia mengingkari perkara Islam, dan dia berkata, 'Hatiku tidak meyakini sesuatu pun dari itu,' dengan menampakkan itu, dia adalah kafir, bukan Mukmin."

Ibnu Hazm berkata, "Di antara yang membuktikan bahwa kufur bisa dengan ucapan adalah Firman Allah,

“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu". Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya -sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna. Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan. maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi". Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku" (Al-Kahfi:35-42)

Dalam ayat tadi Allah memvonis syirik dan kufur, meskipun dia mengakui Tuhannya, karena dia ragu tentang adanya kebangkitan kembali."

Ibnu Hazm juga berkata, "Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa di dalam al-Qur'an terdapat pemberian nama dan vonis kufur secara pasti kepada orang yang mengucapkan ucapan-ucapan yang sudah dikenal, seperti Firman Allah subhanahu wa ta’ala,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوآ إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ

"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, 'Sesungguhnya Allah itu al-Masih putra Maryam'." (Al-Ma'idah: 17).

Dan Firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَىمِهِمْ

"sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah keislaman mereka." (At-Taubah: 74). Jadi kufur terjadi secara sah dalam bentuk ucapan."

Ibnu Taimiyah berkata, "Mencaci Allah atau mencaci Rasul-Nya adalah kufur lahir batin, baik orang yang mencaci itu meyakini bahwa hal tersebut haram, atau dia menghalalkannya, atau tidak memiliki keyakinan. Ini adalah madzhab fuqaha dan Ahlus Sunnah lainnya yang menetapkan bahwa Iman adalah ucaPan dan perbuatan.”

Di antara petunjuk bahwa kufur bisa berupa ucapan lisan, adalah Firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang orang-orang munafik,

"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, 'Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah, 'Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf, KARENA KAMU KAFIR SESUDAH BERIMAN." (At-Taubah: 65-66).

Ibnu Taimiyah berkata, "Allah memberitakan bahwa mereka kafir setelah mereka beriman walaupun mereka menyangkal, 'bahwa ucapan yang kami katakan tersebut tanpa diyakini oleh hati kami, kami hanya bergurau dan main-main'. Allah menjelaskan bahwa mengolok-olok ayat-ayatNya adalah kufur dan ini tidak dilakukan kecuali oleh orang yang hatinya menerima ucapan tersebut."

Ibnu Nujaim berkata, "BARANGSIAPA BERBICARA DENGAN KALIMAT KUFUR DENGAN GURAU ATAU MAIN-MAIN, MAKA DIA KAFIR MENURUT SEMUA ULAMA, KEYAKINANNYA TIDAK DILIHAT."

Kufur bisa pula dalam bentuk perbuatan hati, karena perbuatan hati seperti cinta, tawakal, takut, dan harus ada di dalam Iman. Seandainya dia membenarkan Allah dan RasulNya tetapi tidak mencintai Allah dan RasulNya, maka dia tidak beriman, akan tetapi kafir.

Begitulah kufur, bisa jadi seseorang membenarkan Allah dan RasulNya, akan tetapi dia membenci Allah atau RasulNya, maka dia kafir karena kebenciannya kepada Allah dan RasulNya.

Ibnu Taimiyah berkata, "Barangsiapa membenarkan Rasul tetapi membencinya dan memusuhinya dengan hatinya dan badannya, maka dipastikan dan tanpa ragu bahwa dia kafir."

Dan Ibnu Taimiyah juga berkata, "Jika hati tidak memiliki kebencian kepada perkara-perkara mungkar yang dibenci oleh Allah, maka ia kehilangan Iman. Benci dan cinta termasuk perbuatan hati."

Ibnu Taimiyah berkata di tempat ketiga, "Berimannya hati kepada kebenaran yang diberitakan para rasul bukan hanya sekedar mengetahui hal itu, karena seandainya dia mengetahui dengan hatinya bahwa ia benar, tetapi dia membencinya dan membenci Rasul yang membawanya serta membenci Allah Yang mengutusnya, memusuhi hal itu, menyombongkan diri atas mereka, menolak tunduk kepada kebenaran tersebut, maka orang ini belum beriman yang menyebabkannya meraih pahala akhirat, berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin."

Ibnu Taimiyah menyebutkan dalil atas itu, dia berkata, "Hal tersebut dijelaskan oleh Firman Allah,

"Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), nknn tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada membei petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi." (An-Nahl: 106-109).

Allah menyebutkan orang yang kufur kepada Allah setelah beriman kepadaNya, Allah menyebutkan ancamanNya di akhirat kemudian Dia berfirman,

"Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat." (An-Nahl:1,07).

Allah menjelaskan bahwa mereka berhak meraih ancaman karena itu, dan sudah dimaklumi bahwa masalah membenarkan dan mendustakan, ilmu dan kejahilan bukan termasuk masalah cinta dan benci, mementingkan dunia atas akhirat, bisa jadi disertai dengan ilmu dan pembenaran bahwa kufur merugikan di akhirat dan bahwa dia tidak memiliki bagian (balasan baik) di akhirat."

Ibnu Taimiyah juga berkata, "Terkadang hati mengetahui kebenaran dan membenarkannya, hanya saja karena hasad dan kesombongan yang juga ada di dalam hati membuabrya menolak berserah diri, tunduk dan cinta."

Ibnu Hazm menetapkan bahwa kufur tidak terbatas pada sikap mendustakan semata, dia berkata, "Allah berfirman,

"Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi), ‘Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan,’ sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaanNya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka." (Muhammad: 25-28).

Allah (dalam ayat ini) menjadikan mereka kafir murtad setelah mereka mengetahui kebenaran dan setelah hidayah Allah menjadi jelas bagi mereka dengan ucapan mereka kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka katakan. Allah mengabarkan bahwa Dia mengetahui rahasia-rahasia mereka, Allah tidak menyatakan bahwa mereka mengingkari, justru rahasia mereka adalah membenarkan petunjuk yang telah jelas bagi mereka, barangsiapa yang mana sesuatu telah jelas baginya, maka dia tidak mungkin mengingkari dengan hatinya sedikit pun.”

Kufur bisa dalam bentuk amal lahir -seperti berpaling dari Agama Allah subhanahu wa ta’ala- Allah telah memvonis orang yang menolak menaatiNya dan menolak menaati Rasulullah. Ketaatan bukan sekedar membenarkan semata.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

"Katakanlah, 'Taatilah Allah dan RasulNya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Ali Imran: 32).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, "Ayat ini menunjukkan bahwa menyelisihi jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kufur, Allah tidak menyukai orang yang memiliki ciri demikian walaupun dari dirinya dia mengklaim bahwa dia mencintai Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, sehingga dia mengikuti Nabi yang ummi, penutup para Rasul, dan Rasul Allah kepada seluruh jin dan manusia."

Al-Khallal mengutip dengan sanadnya kepada al-Humaidi di mana dia berkata, “Aku dikabari ada suatu kaum yang berkata, 'Barangsiapa mengakui shalat, zakat, Puasa, dan haji tetapi dia tidak melakukan apa pun darinya sehingga dia mati, atau dia shalat sambil bersandar dengan punggungnya membelakangi Ka'bah sampai dia mati, maka dia adalah Mukmin selama tidak mengingkari, jika dia mengetahui bahwa dia meninggalkan hal itu dalam Imannya, lika dia mengakui kewajiban-kewajiban dan menghadap kiblat,' maka aku berkata, ini merupakan kekufuran yang jelas kepada  Allah, dan menyelisihi Kitab Allah dan Sunnah RasulNya serta kesepakatan kaum Muslimin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5)."

Ishaq bin Rahawaih berkata, "Di antara yang mereka sepakati takfirnya dan mereka menetapkan hukum atasnya, sebagaimana mereka menetapkan hukum atas orang yang mengingkari, adalah seorang Mukmin yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang datang dari sisiNya tapi dia membunuh seorang Nabi, atau membantu untuk membunuhnya, sekalipun dia berkata membunuh seorang Nabi adalah haram, dia adalah orang kafir."

Ibnu Taimiyah berkata, "Firman Allah,

“Dan mereka berkata, 'Kami telah beiman kepada Allah dan Rasul, dan kami menaati (keduanya).' Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (An-Nur:47).

Dan attawalli (dalam ayat ini) adalah berpaling dari ketaatan, sebagaimana Firman Allah,

“Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk lslam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih.” (Al-Fath: 16).

Dan Firman Allah,

“Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan Shalat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dai kebenaran).”
(Al-Qiyamah: 31,-32).

(Dari sini) maka diketahui bahwa berpaling bukan mendustakan, akan tetapi ia adalah berpaling dari ketaatan. Manusia wajib membenarkan Rasulullah dalam beritanya, dan menaatinya dalam perintahnya. Membenarkan adalah lawan mendustakan, ketaatan lawannya adalah berpaling, oleh karena itu Allah berfirman,

“Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan Shalat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dai kebenaran).” (Al-Qiyamah : 31-32).

Dan Allah telah berfirman,

“Dan mereka berkata, ' Kami telah beiman kepada Allah dan Rasul, dan kami menaati keduanya).' Kemudinn sebagian dai mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beiman.” (An-Nur:47).

Allah menafikan Iman dari orang yang berpaling dari beramal, meskipun dia telah berkata ..."

Sampai Ibnu Taimiyah berkata, "Di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah terdapat penafian Iman dari orang-orang yang tidak melakukan amal perbuatan di banyak tempat, sebagaimana Allah menafikan Iman dari orang munafik padanya."

Ibnu Taimiyah juga berkata, "Kufur bisa berupa mendustakan Rasul dalam apa yang dia beritakan atau menolak mengikutinya meskipun dia mengetahui kebenaran Rasul, seperti kekufuran Fir'aun, orang-orang Yahudi, dan orang-orang yang seperti mereka."

Oleh karena itu Ibnul Wazir berkata membantah orang yang mensyaratkan keyakinan dalam ucapan kufur, "Berdasarkan ini tidak ada ucapan dan perbuatan yang merupakan kekufuran kecuali disertai (didasari) keyakinan, bahkan membunuh para nabi sekalipun, padahal keyakinan termasuk rahasia-rahasia yang tertutup maka tidak akan terbukti kekufuran orang kafir sekalipun kecuali dengan nash khusus pada diri orang tertentu."

Source:
Disertasi dengan judul:
KEYAKINAN, UCAPAN & PERBUATAN
PEMBATAL KEISLAMAN
Oleh: Dr. Abdul Aziz Bin Muhammad Bin Ali Al-Abdul Lathif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...