Celaan
terhadap
TAQLID
Ketahuilah bahwa TAQLID adalah menerima perkataan orang
tanpa mengetahui dalilnya. “Tidak ada perbedaan diantara manusia bahwa taqlid
itu bukan ilmu dan orang yang taqlid (muqallid) tidak bisa disebut sebagai
‘Alim (orang yang berilmu)” [I’lam Al-Muwaqqi’in 1/45]. Oleh karena itu para
ulama rahimahumullah melarang taqlid kepada mereka. Banyak ulama besar rahimahumullah
mengatakan, “Setiap orang perkataannya bisa diambil dan ditolak kecuali
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata,
“Apabila ada hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka
harus diterima sepenuhnya. Apabila ada keterangan dari para sahabat radhiallahu
‘anhum maka harus diterima sepenuhnya. Dan apabila ada keterangan
dari tabi’in maka mereka sama-sama kedudukan dan derajatnya dengan kita.
Imam Malik rahimahullah berkata,
“Setiap pendapat kita bisa diambil dan ditolak kecuali penghuni kuburan ini.”
Yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
“Apabila hadits itu shahih maka itu adalah madzhabku.” Ia juga berkata,
“Apabila pendapatku menyelisihi perkataan Rasulullah SAW lemparkanlah
pendapatku ke balik tembok.” Ia juga berkata, “Kaum Muslimin bersepakat bahwa
siapa saja yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah SAW ia tidak boleh
meninggalkannya karena pendapat seseorang.”
Imam Ahmad rahimahullah berkata,
“Saya heran dengan suatu kaum yang mengetahui isnad dan keshahihannya namun ia
malah mengambil pendapat Sufyan (Ats-Tsauri). Padahal Alloh Ta'ala berfirman,
فَلْيَحْذَرِ
الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ
يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
azab yang pedih.” [QS. An-Nuur (24): 63].”
Ia juga berkata, “Janganlah engkau taqlid kepadaku,
janganlah engkau taqlid kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Auza’i, dan Imam
Sufyan Ats-Tsauri. Ambilah dari sumber pengambilan mereka dalam berpendapat.
Abdullah bin Abbas rodhiyaAllohu 'anh,
“Hampir saja hujan batu akan diturunkan kepada kalian, saya sampaikan sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam namun kalian malah
menyampaikan perkataan Abu Bakar dan Umar?!.” [Fathul Majid hal 387, 388]
Syaikh Al-‘Allamah Sulaiman bin Abdullah
rahimahullah berkata, “Menjadi kewajiban atas setiap mukmin apabila
Kitab Alloh dan Sunnah Rasulullah SAW telah sampai kepadanya dan mengetahui
makna keduanya, dalam masalah apa pun ia harus mengamalkannya, meski semua
orang menyelisihinya. Dengan itulah Rabb Tabaraka wa Ta’ala dan Nabi kita shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan kita. Segenap ulama juga bersepakat
atas hal itu. Kecuali orang-orang bodoh yang taqlid dan yang keras akalnya.
Orang-orang seperti mereka tidak termasuk dalam golongan ulama sebagaimana
ijma’ yang dihikayatkan oleh Abu Umar bin Abdul Barr dan ulama lainnya bahwa
mereka bukan termasuk ulama.” [Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal 546, 547].
Abdullah bin Mas’ud rodhiya Allohu 'anh mengatakan,
“Ikutilah (Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam), jangan suka berbuat bid’ah maka kalian akan dicukupi.”
Imam Al-Auza’i rahimahullah mengatakan,
“Hendaknya engkau berpegang teguh atsar (riwayat) dari para salaf meski orang-orang
menolakmu. Jauhilah berbagai pendapat orang (sesudah mereka) meski mereka
menghiasainya dengan ucapan yang menarik.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Siapa yang tidak punya dalil maka ia akan tersesat jalan.”
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata,
“Demi Alloh, ketakutanku bukan karena dosa-dosaku
karena ia pasti akan dimaafkan dan diampuni.
Namun yang aku khawatirkan adalah
terlepasnya hati ini dari berhakim kepada wahyu Al-Qur’an.
Dan ridha dengan pendapat dan prasangka manusia.
Yang bukan bersumber dari
anugerah Ilahi Yang Maha Kuasa.”
Source:
Al-Haqq wa
Al-Yaqin
Tentang
Memusuhi Para Thaghut
dan Orang-Orang Murtad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar