9/06/2019

Dua Dasar untuk Mewujudkan Iyyaaka Na’budu - Ibnu Qayyim


Dua Dasar untuk Mewujudkan
Iyyaaka Na’budu
Oleh : Ibnu Qayyim

Seorang hamba belum bisa dianggap melaksanakan iyyaaka na’budu kecuali dengan dua dasar yang pokok, yaitu:

1. Mengikuti Rasulullah.
2. Ikhlas kepada Dzat yang disembah.

Berdasarkan dua dasar ini pula manusia dapat dibedakan menjadi empat golongan:

Pertama: Orang yang ikhlas kepada Dzat yang disembah dan juga mengikuti (Rasulullah). Mereka inilah orang yang melaksanakan iyyaaka na ’budu dengan sebenar-benarnya. Semua amal mereka semata karena Allah, perkataannya karena Allah, pemberiannya karena Allah, penahanannya karena Allah, cintanya karena Allah, amarahnya karena Allah. Mu’amalahnya karena mengharapkan Wajah Allah semata, zhahir maupun batin. Mereka tidak menghendakinya karena manusia, tidak untuk mendapatkan imbalan dan pujian, tidak untuk mencari kedudukan di tengah mereka dan sanjungan, tidak untuk mendapatkan simpati di hati mereka dan agar tidak dicela. Bahkan adakalanya mereka menganggap manusia seperti para penghuni kubur yang tidak kuasa memberi manfaat dan mudharat, kematian dan kehidupan. Amal yang dimaksudkan untuk manusia, untuk mencari kedudukan di tengah mereka, karena pertimbangan manfaat dan mudharat dari mereka, tidak akan dilakukan orang yang memiliki ma’rifat, tapi hal ini akan dilakukan orang yang tidak mengetahui diri sendiri dan Rabtnnya. Siapa yang mengetahui manusia, maka dia akan menempatkan mereka pada kedudukan masing-masing, dan siapa yang mengetahui Allah akan mengikhlaskan perbuatan dan perkataan, pemberian dan penahanan, cinta dan benci kepada-Nya. Dia tidak bermu’amalah dengan seorang makhluk selain Allah kecuali karena kebodohannya tentang Allah dan makhluk. Jika dia mengetahui Allah dan juga mengetahui manusia, tentu dia akan mementingkan mu’amalah dengan Allah daripada mu’amalah dengan manusia. Di samping itu, semua amal dan ibadahnya sesuai dengan perintah Allah, sejalan dengan apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Inilah amal yang diterima Allah dari pelakunya, dan untuk ini pula Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan kematian dan kehidupan. Firman-Nya,

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengujikalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2).

Allah menjadikan apa yang ada di muka bumi sebagai hiasan, agar Allah menguji mereka, siapakah yang paling baik amalnya. Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Artinya YANG PALING IKHLAS DAN PALING BENAR.”

Lalu orang-orang bertanya, “Wahai Abu Ali, apa yang paling ikhlas dan yang paling benar itu?”

Dia menjawab, Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak diterima. Jika ia benar dan tidak ikhlas, juga tidak diterima, hingga ia IKHLAS dan BENAR. Amal yang ikhlas ialah yang bagi Allah, dan yang benar ialah yang berdasarkan As-Sunnah.”

Makna inilah yang disebutkan dalam firman Allah,

“Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amalyang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seseorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (Al-Kahfi: 110).

“Dan, siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan.” (An-Nisa’: 125).

Allah tidak menerima amal kecuali jika ia ikhlas karena mengharap Wajah-Nya dan mengikuti perintah-Nya. Selain itu, maka ia tertolak, dan akibatnya akan kembali kepada pelakunya sebagai sesuatu yang sia-sia laiknya debu yang beterbangan. Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Setiap amal yang tidak berdasarkan perintah kami, maka ia tertolak.”

Setiap amal yang tidak mengikuti perintah, maka justru akan semakin menjauhkan pelakunya dari Allah. Sebab Allah disembah hanya berdasarkan perintah-Nya, bukan berdasarkan pendapat dan hawa nafsu.

Kedua: Orang yang tidak ikhlas karena Allah dan tidak pula mengikuti. Amalnya tidak sesuai dengan syariat dan tidak pula ikhlas bagi Dzat yang disembah, seperti amal orang-orang yang mencari muka di hadapan manusia dan untuk pamer, dengan cara yang tidak disyariatkan Allah dan Rasul-Nya. Mereka adalah orang-orang yang paling buruk dan paling dibenci Allah. Mereka inilah yang paling layak mendapat sebutan dari firman Allah,

“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (Ali Imran: 188).

Mereka gembira karena bid’ah, kesesatan dan syirik yang dilakukan, dan mereka suka dipuji karena dianggap sebagai orang-orang yang mengikuti As-Sunnah dan ikhlas. Golongan ini banyak dilakukan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ilmu, keadaannya yang miskin dan ahli ibadah, padahal mereka menyimpang dari ash-shiraath al-mustaqiim. Mereka melakukan bid’ah dan kesesatan, riya’, sombong dan suka dipuji atas sesuatu yang tidak pernah mereka kerjakan, yaitu mengikuti syariat, ikhlas dan ilmu. Mereka adalah orang-orang yang dimurkai dan sesat.

Ketiga: Orang yang ikhlas amalnya namun tidak mengikuti perintah, seperti para ahli ibadah yang bodoh, yang meniti jalan zuhud dan menyukai kemiskinan. Siapa pun yang menyembah Allah tidak menurut perintah-Nya dan meyakini kedekatannya dengan Allah, juga termasuk golongan ini, sama seperti orang yang mendengar siulan dan tepukan, lalu menganggapnya sebagai kedekatan dengan Allah, atau menganggap pengasingan diri seraya meninggalkan shalat jamaah dan jum’at sebagai kedekatan diri dengan Allah, atau menganggap puasa siang yang dilanjutkan pada malam hari sebagai kedekatan diri dengan Allah, atau menganggap puasa ketika semua orang tidak puasa, sebagai kedekatan diri dengan Allah. Masih banyak contoh lain.

Keempat: Orang yang amalnya mengikuti perintah namun dimaksudkan untuk selain Allah, seperti ketaatan orang yang suka pamer atau seperti orang yang berperang karena riya’, memamerkan kekesatriaan dan keberanian, atau seperti orang yang menunaikan haji agar namanya disebut-sebut manusia, atau membaca Al-Qur’an dengan niat yang sama. Amal mereka ini pada zhahirnya adalah shalih dan diperintahkan, namun tidak ikhlas, sehingga ia tidak diterima. Firman Allah,

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (Al-Bayyinah: 5).

Setiap orang tidak disuruh melainkan beribadah kepada Allah menurut apa yang diperintahkan-Nya dan ikhlas kepada-Nya dalam ibadah itu. Mereka inilah ahli iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.


Source:
TAFSIR IBNU QAYYIM
 Tafsir Ayat-ayat Pilihan
Penerjemah : Kathur Suhardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...