(38) Bab Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat
حَدَّثَنَا
يَحْيَ بْنُ يَحَي التَّمِيمِيُّ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ كِلَاهُمَا عَنْ
جَرِيْرٍ قَالَ يَحْيَ أَخْبَرْنَا جَرِيْرٌ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ سَمِعْتُ
جَابِرًا يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّ بَيْنَ
الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
242.
Yahya bin Yahya At-Tamimi dan Utsman bin Abi Syaibah telah memberitahukan kepada
kami, keduanya merwayatkan dari Jarir, Yahya berkata, Jarir telah mengabarkan kepada
kami, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan berkata, saya mendengar Jabir berkata, saya
mendengar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"SESUNGGUHNYA
YANG MEMBEDAKAN SESEORANG ANTARA KEMUSYRIKAN DAN KEKAFIRAN ADALAH
MENINGGALKAN
SHALAT."
> Takhrii Hadits
Ditakhrij oleh At-Tirmidzi
di dalam Kitab Al-Iman, Bab: Maa jaa'a fi Tarki Ash-shalaah. dengan
Lafazh, "Bainal kufri wal iman tarku ash-shalaah." Ia
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih (no. 261.8), Tuhfah Al-Asyraf
(no.2303).
حَدَّثَنَا
أَبُوْ غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنِ ابْنِ
جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ
اللهِ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ بَيْنَ
الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ
243.
Abu Ghassan Al-Misma'i telah memberitahukan kepada kami. Adh-Dhahak bin Makhlad
telah membeitahukan kepada kami, dari lbnu Juraij, Abu Az-Zubair telah mengabarkan
kepada saya, bahwasannya dia mendengar Jabir bin Abdillah berkata,'saya
mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Yang
membedakan antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan
shalat."
> Takhrij Hadits
Ditakhrij oleh An-Nasa'i di dalam Kitab
Ash-Shalat, Bab Al-Hukmufi taariki Ash-Shalat (no. 463), Tuhfah Al-Asyraf
(no.2817).
>> Tafsir
Hadits <<
Maksud dari hadits di atas adalah bahwa di antara bentuk
perbuatan yang jika ditinggalkan maka ia dihukumi dengan kekafiran baik secara hakikat
atau hanya sekedar penyebutan. Adapun tentang pengkafiran Iblis, maka hal itu telah
terdapat dalam firman Allah Ta'ala'
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali lblis.
la menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir." (QS.
Al-Baqarah: 34). Mayoritas ulama berkata, "Maknanya adalah bahwa Iblis dalam
pandangan Ilmu Allah adalah telah termasuk kaum yang kafir." Sebagian mereka
mengatakan bahwa Iblis menjadi kafir, sebagaimana firman Allah, "Dan
gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk
orang yang ditenggelamkan." (QS. Hud: 3).
Adapun mengenai Seseorang Yang
Meninggalkan Shalat, jika dia mengingkari kewajibannya itu, maka dia
dianggap kafir menurut ijma' para ulama, ia keluar dari Islam kecuali seseorang
yang baru masuk Islam, dan belum bergaul dengan kaum muslimin yang menyampaikan
kepadanya tentang mengharuskannya untuk shalat. Adapun jika Seseorang meninggalkannya
karena malas namun masih meyakini wajibnya shalat tersebut -sebagaimana kondisi
kebanyakan orang sekarang- maka para ulama telah berbeda pendapat dalam masalah
ini.
Madzhab Malik dan Asy-Syafi'i Rahimahumallah serta jumhur
ulama salaf dan khalaf berpendapat bahwa dia tidak kafir tapi fasik, dan
diminta untuk bertaubat. Jika dia mau bertaubat, maka itu lebih baik baginya.
Jika tidak, ia dibunuh (dipenggal) sebagai hudud baginya. Seperti seseorang
yang sudah beristri atau bersuami lalu berbuat zina, maka keduanya di rajam
sampai mati.
Ulama salaf yang lainnya berpendapat bahwa dia kafir,
yaitu riwayat dari Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhahu, dan itu adalah
salah satu riwayat dari Ahmad bin Hanbal Rahimahullah, dan Abdullah bin Al-Mubarak
dan Ishaq bin Rahuwaih juga berpegang dengan pendapat ini, dan ini satu bagian
dari beberapa pengikut Asy-Syafi'i Ridhwanullah Alaihi.
Abu Hanifah, sekelompok dari penduduk Kufah dan Al-Muzani
sahabat Asy-Syafi”i Rahimahumallah berpendapat bahwa dia tidak kafir dan tidak dibunuh,
tapi dipenjara dan diasingkan hingga dia mau melakukan shalat. Orang yang berpendapat
bahwa dia kafir berargumen dengan hadits kedua serta mengqiyaskannya dengan hadits
tentang ucapan laailaha illallah. sedangkan mereka yang berpendapat tidak
dibunuh, maka mereka berargumen dengan hadits "Tidak halal darah seorang muslim
kecuali dengan tiga perkara..." Di dalamnya tidak disebutkan shalat.
>>
Para ulama yang tidak menganggapnya sebagai orang kafir, mereka berargumen dengan
firman Allah Ta'ala,
إِنَّ
اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ، وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَآءُج وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيْمًا
"Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni
apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan
Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar." (QS:
Al-Nisaa': 48),
dan dengan sabda Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"Barangsiapa
yang mengucapkan Laa llaaha illa Allah, maka dia masuk Surga", "Barangsiapa
yang meninggal dan dia mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah
dengan hak melainkan Allah, maka dia masuk surga." "Tidaklah seorang
hamba berjumpa dengan Allah Ta'ala dengan (mengucapkan dua kalimat syahadat)
tanpa ada keraguan lalu ia dihalangi untuk masuk Surga." "Allah
mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Laa llaaha illallah."
>>
Adapun ulama yang berpendapat bahwa mereka dibunuh, maka mereka berargumen dengan
firman Allah Ta'ala,
فَإِنْ
تَابُوا وَأَقَامُوْا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَوةَ فَخَلُّوا سَبِيْلَهُمْ
"Jika merela bertobat
dan melaksanakan shalat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada
mereka." (QS. At-Taubah: 5).
Mereka juga berargumen dengan
sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, " Aku diperintah untuk memerangi
manusia hingga merelu mengucapkan Laa llaaha illallah, menegakkan shalat, membayar zakat, jika
mereka sudah melakukannya, maka harta dan darahnya telah terjaga dariku."
Para ulama menafsirkan bahwa makna sabda beliau, "Antara
hamba dan kekafiran adalah meninggalkan shalat" dengan meninggalkan shalat,
maka ia berhak mendapatkan hukuman seperti orang kafir yaitu dibunuh. Dan
hadits tersebut diperuntukkan bagi orang yang menghalalkan meninggalkan shalat.
Ada juga yang berpendapat bahwa hal itu dapat mengantarkannya kepada kekafiran,
atau perbuatannya tersebut sama dengan perbuatan orang-orang kafir.
بَيْنَ
الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ Yang membedakan antara seseorang
dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat." Dalam seluruh
kitab rujukan Shahih Muslim, maka redaksi yang tercantum adalah الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ yakni
adanya huruf wau antara kata as-syrk dan alkufr.
Adapun di dalam Makharraj Abi 'Awanah Al-Isfarayini
dan Abu Nu'aim At-Ashfahani tercantum أَوِ
الْكُفْر yaitu dengan huruf au, tetapi
keduanya mempunyai kesamaan makna.
Sedangkan makna-makna hadits adalah bahwa yang
menghalangi seseorang dari kekufuran adalah jika dia tidak meninggalkan shalat.
Jika dia meninggalkannya tidak ada bedanya antara dia dengan orang-orang kafir atau
musyrik, bahkan ia termasuk dari mereka.
Kemudian terkadang antara syirik dan kafir memiliki
makna yang sama yaitu sama-sama kafir terhadap Allah Ta' ala. Dan terkadang antara
keduanya berbeda makna; yang pertama diperuntukkan bagi para penyembah berhala yakni
mereka yang menyekutukan Allah dengan ciptaan-Nya, seperti halnya orang-orang kafir
Quraisy. Sedangkan yang kedua yaitu kafir, maka ia terkadang lebih umum dibandingkan
dengan syirik.
Wallahu
a'lam.
Source:
Syarah
Shahih Muslim
Oleh
Imam An-Nawawi; Hal 709–716
Tidak ada komentar:
Posting Komentar