9/25/2019

Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat


(38) Bab Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat

حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ يَحَي التَّمِيمِيُّ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ كِلَاهُمَا عَنْ جَرِيْرٍ قَالَ يَحْيَ أَخْبَرْنَا جَرِيْرٌ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرًا يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

242. Yahya bin Yahya At-Tamimi dan Utsman bin Abi Syaibah telah memberitahukan kepada kami, keduanya merwayatkan dari Jarir, Yahya berkata, Jarir telah mengabarkan kepada kami, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan berkata, saya mendengar Jabir berkata, saya mendengar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"SESUNGGUHNYA YANG MEMBEDAKAN SESEORANG ANTARA KEMUSYRIKAN DAN KEKAFIRAN ADALAH
MENINGGALKAN SHALAT."

> Takhrii Hadits
Ditakhrij oleh At-Tirmidzi di dalam Kitab Al-Iman, Bab: Maa jaa'a fi Tarki Ash-shalaah. dengan Lafazh, "Bainal kufri wal iman tarku ash-shalaah." Ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih (no. 261.8), Tuhfah Al-Asyraf (no.2303).


حَدَّثَنَا أَبُوْ غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ

243. Abu Ghassan Al-Misma'i telah memberitahukan kepada kami. Adh-Dhahak bin Makhlad telah membeitahukan kepada kami, dari lbnu Juraij, Abu Az-Zubair telah mengabarkan kepada saya, bahwasannya dia mendengar Jabir bin Abdillah berkata,'saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Yang membedakan antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat."

> Takhrij Hadits
Ditakhrij oleh An-Nasa'i di dalam Kitab Ash-Shalat, Bab Al-Hukmufi taariki Ash-Shalat (no. 463), Tuhfah Al-Asyraf (no.2817).


>> Tafsir Hadits  <<

Maksud dari hadits di atas adalah bahwa di antara bentuk perbuatan yang jika ditinggalkan maka ia dihukumi dengan kekafiran baik secara hakikat atau hanya sekedar penyebutan. Adapun tentang pengkafiran Iblis, maka hal itu telah terdapat dalam firman Allah Ta'ala'

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali lblis. la menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir." (QS. Al-Baqarah: 34). Mayoritas ulama berkata, "Maknanya adalah bahwa Iblis dalam pandangan Ilmu Allah adalah telah termasuk kaum yang kafir." Sebagian mereka mengatakan bahwa Iblis menjadi kafir, sebagaimana firman Allah, "Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan." (QS. Hud: 3).

Adapun mengenai Seseorang Yang Meninggalkan Shalat, jika dia mengingkari kewajibannya itu, maka dia dianggap kafir menurut ijma' para ulama, ia keluar dari Islam kecuali seseorang yang baru masuk Islam, dan belum bergaul dengan kaum muslimin yang menyampaikan kepadanya tentang mengharuskannya untuk shalat. Adapun jika Seseorang meninggalkannya karena malas namun masih meyakini wajibnya shalat tersebut -sebagaimana kondisi kebanyakan orang sekarang- maka para ulama telah berbeda pendapat dalam masalah ini.

Madzhab Malik dan Asy-Syafi'i Rahimahumallah serta jumhur ulama salaf dan khalaf berpendapat bahwa dia tidak kafir tapi fasik, dan diminta untuk bertaubat. Jika dia mau bertaubat, maka itu lebih baik baginya. Jika tidak, ia dibunuh (dipenggal) sebagai hudud baginya. Seperti seseorang yang sudah beristri atau bersuami lalu berbuat zina, maka keduanya di rajam sampai mati.

Ulama salaf yang lainnya berpendapat bahwa dia kafir, yaitu riwayat dari Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhahu, dan itu adalah salah satu riwayat dari Ahmad bin Hanbal Rahimahullah, dan Abdullah bin Al-Mubarak dan Ishaq bin Rahuwaih juga berpegang dengan pendapat ini, dan ini satu bagian dari beberapa pengikut Asy-Syafi'i Ridhwanullah Alaihi.

Abu Hanifah, sekelompok dari penduduk Kufah dan Al-Muzani sahabat Asy-Syafi”i Rahimahumallah berpendapat bahwa dia tidak kafir dan tidak dibunuh, tapi dipenjara dan diasingkan hingga dia mau melakukan shalat. Orang yang berpendapat bahwa dia kafir berargumen dengan hadits kedua serta mengqiyaskannya dengan hadits tentang ucapan laailaha illallah. sedangkan mereka yang berpendapat tidak dibunuh, maka mereka berargumen dengan hadits "Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan tiga perkara..." Di dalamnya tidak disebutkan shalat.

>> Para ulama yang tidak menganggapnya sebagai orang kafir, mereka berargumen dengan firman Allah Ta'ala,

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ، وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَآءُج وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيْمًا

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar." (QS: Al-Nisaa': 48),

dan dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

"Barangsiapa yang mengucapkan Laa llaaha illa Allah, maka dia masuk Surga", "Barangsiapa yang meninggal dan dia mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan hak melainkan Allah, maka dia masuk surga." "Tidaklah seorang hamba berjumpa dengan Allah Ta'ala dengan (mengucapkan dua kalimat syahadat) tanpa ada keraguan lalu ia dihalangi untuk masuk Surga." "Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Laa llaaha illallah."


>> Adapun ulama yang berpendapat bahwa mereka dibunuh, maka mereka berargumen dengan firman Allah Ta'ala,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوْا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَوةَ فَخَلُّوا سَبِيْلَهُمْ

"Jika merela bertobat dan melaksanakan shalat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka." (QS. At-Taubah: 5).

Mereka juga berargumen dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, " Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga merelu mengucapkan Laa llaaha  illallah, menegakkan shalat, membayar zakat, jika mereka sudah melakukannya, maka harta dan darahnya telah terjaga dariku."

Para ulama menafsirkan bahwa makna sabda beliau, "Antara hamba dan kekafiran adalah meninggalkan shalat" dengan meninggalkan shalat, maka ia berhak mendapatkan hukuman seperti orang kafir yaitu dibunuh. Dan hadits tersebut diperuntukkan bagi orang yang menghalalkan meninggalkan shalat. Ada juga yang berpendapat bahwa hal itu dapat mengantarkannya kepada kekafiran, atau perbuatannya tersebut sama dengan perbuatan orang-orang kafir.

 بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ Yang membedakan antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat." Dalam seluruh kitab rujukan Shahih Muslim, maka redaksi yang tercantum adalah  الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ yakni adanya huruf wau antara kata as-syrk dan alkufr.

Adapun di dalam Makharraj Abi 'Awanah Al-Isfarayini dan Abu Nu'aim At-Ashfahani tercantum  أَوِ الْكُفْر yaitu dengan huruf au, tetapi keduanya mempunyai kesamaan makna.

Sedangkan makna-makna hadits adalah bahwa yang menghalangi seseorang dari kekufuran adalah jika dia tidak meninggalkan shalat. Jika dia meninggalkannya tidak ada bedanya antara dia dengan orang-orang kafir atau musyrik, bahkan ia termasuk dari mereka.

Kemudian terkadang antara syirik dan kafir memiliki makna yang sama yaitu sama-sama kafir terhadap Allah Ta' ala. Dan terkadang antara keduanya berbeda makna; yang pertama diperuntukkan bagi para penyembah berhala yakni mereka yang menyekutukan Allah dengan ciptaan-Nya, seperti halnya orang-orang kafir Quraisy. Sedangkan yang kedua yaitu kafir, maka ia terkadang lebih umum dibandingkan dengan syirik.

Wallahu a'lam.

Source:
Syarah Shahih Muslim
Oleh Imam An-Nawawi; Hal 709–716

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...