Hakikat dan Definisi Kufur
Oleh: Dr.
Abdul Aziz Bin Muhammad
Jika
kita telah mengetahui hakikat dan definisi Iman, maka menjadi mudah bagi kita mengetahui
kekufuran yang merupakan lawan dan hal-hal yang menafikan Iman.
KEKUFURAN
adalah HUKUM SYAR'I, dan Orang Kafir adalah orang yang dikafirkan Allah
dan RasulNya. Menetapkan kekufuran bukan hak seorang manusia pun, akan tetapi
ia adalah hak Allah subhanahu wa ta’ala.
Abu
Hamid al-Ghazali
berkata, "KEKUFURAN adalah hukum syar'i seperti (hukum) perbudakan dan
status merdeka, karena ia berarti menghalalkan darah dan memvonis (orang) kekal
di neraka. Dasar penetapannya bersifat syar'i, maka ia diketahui melalui nash (dalil)
atau dengan dikiaskan kepada apa yang disebut dalam nash (dalil).”
Ketika
al-Qadhi Iyadh menurunkan sebuah pasal tentang ucapan-ucapan yang dapat
mengkafirkan, dia berkata di awal Pasal tersebut, "Ketahuilah bahwa tahqiq
pasal ini dan mengungkap kerancuan di dalamnya adalah bersumber kepada syara',
akal tidak memiliki wewenang padanya."
Ibnu
Taimiyah
berkata, "Kekufuran adalah hukum syar'i yang diambil dari Pemilik syariat,
kekeliruan dan kebenaran pendapat terkadang diketahui dengan akal, akan tetapi
apa yang menurut akal keliru belum tentu merupakan kekufuran dalam syara',
sebagaimana sesuatu yang benar menurut akal belum tentu wajib untuk diketahui dalam
syariat."
Ibnu
Taimiyah
juga berkata, "Oleh karena itu ahli ilmu dan as-Sunnah tidak mengkafirkan
orang-orang yang menyelisihi mereka, walaupun kelompok-kelompok yang
menyelisihi mereka tersebut mengkafirkan mereka. Hal itu karena kekufuran
adalah hukum syar'i, manusia tidak berhak menghukum dengan sepertinya, seperti
orang yang berdusta atas nama Anda, menzinai istri Anda, Anda tidak boleh
berdusta atasnya dan menzinai istrinya; karena dusta dan zina adalah haram
karena hak Allah subhanahu wa ta’ala. Begitu pula Takfir, ia adalah hak
Allah, tidak boleh dikafirkan kecuali orang yang dikafirkan oleh Allah dan
RasulNya."
Ibnu
asy-Syath
berkata, "Perkara tertentu adalah kekufuran, perkara apa pun itu, bukan
merupakan perkara akal, akan tetapi ia termasuk perkara-perkara syar'i lagi wadh'i.
Jika peletak syariat berkata tentang satu perkara adalah kekufuran, maka ia
adalah kekufuran, baik ucapan tersebut berita atau insya'.”
Ibnu
al-Wazit'
berkata, "Takfir adalah sam'i (didengar dari al-Qur'an dan as-Sunnah)
murni, tidak ada peluang bagi akal di dalamnya, dan bahwasanya dalil atas
kekufuran tidak lain kecuali dalil sam'i yang qath'i, tidak ada
perselisihan dalam hal tersebut."
Definisi KUFUR
Asal
makna kufur (أَلْكُفْرُ) dalam bahasa
Arab adalah: menutup sesuatu. Petani disebut كَافِرٌ (kaafirun),
karena dia menutupi biji-bijian dengan tanah. Malam juga disebut kafir, karena ia
menutupi segala sesuatu. Firman Allah,
"
seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani." (Al-Hadid:
20).
Labid
bin Rabi’ahl berkata, "sehingga apabila dia melepaskan tangan pada
kafir," maksudnya adalah malam, karena ia menutupi segala sesuatu. Kufur
adalah pengingkaran nikmat, ia adalah lawan syukur. Dan kafrahu dengan fa'
ditasydid, berarti, dia mengkafirkannya. Yakni menisbatkan kepada kekufuran
atau dia berkata kepadanya, kafarta billaahi (كَفَرْتَ بِاللهِ), dan kata akfarta
(أًكْفَرْتَ) yakni dia memvonisnya
kafir'.
Ibnul
Jauzi berkata, "Ahli tafsir menyatakan bahwa kufur di dalam al-Qur'an
memiliki lima bentuk.
Pertama: Kufur terhadap tauhid, dan termasuk
dalam makna ini adalah Firman Allah,
إِنَّ
الَّذِيْنَ كَفَرُوا سَوَآءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ
لَا يُؤْمِنُوْنَ
"Sesungguhnya
orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peingatan, mereka tidak beriman." (Al-Baqarah:6).
Kedua: Kufur nikmat dan di antara makna ini adalah
Firman Allah,
وَاشْكُرُوا
لِي وَلَا تَكْفُرُوْنِ
“Dan bersyukurlah
kepadaKu, dan janganlah kamu kafir (atas nikmat)-Ku." (Al-Baqarah:
152).
Ketiga:Berlepas diri, dan di antaranya adalah
Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
ثُمَّ
يَوْمَ الْقِيَىمَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ
"Kemudian di Hari Kiamat sebagian kamu
mengingkari sebagian (yang lain)," (Al-Ankabut: 25), yakni sebagian berlepas
diri dari sebagian yang lain.
Keempat: Mengingkari, contohnya adalah Firman
Allah subhanahu wa ta’ala,
فَلَمَّا
جَآءَهُمْ مَّا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ
“Maka setelah datang
kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar
kepadanya."
(Al-Baqarah: 89).
Kelima: Menutupi, contohnya adalah Firman Allah subhanahu
wa ta’ala,
أَعْجَبُ
الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ
"Tanaman-tanamannya
mengagumkan Para petani." (Al-Hadid: 20).
اَلْكَافِرُ)) di sini maksudnya adalah para petani yang
menimbun biji di dalam tanah.
Adapun
DEFINISI KUFUR SECARA ISTILAH
Ibnu
Taimiyah
berkata, "Kufur adalah tidak beriman, berdasarkan kesepakatan kaum
Muslimin, baik orang yang bersangkutan meyakini lawannya dan berbicara dengannya
atau dia tidak meyakini apa pun dan tidak berbicara."
Ibnu
Taimiyah juga berkata, "Kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan
RasulNya, baik disertai mendustakan atau tidak mendustakan, akan tetapi ia
adalah keraguan, kebimbangan atau berpaling dari semua ini karena hasad
dan takabur atau karena mengikuti sebagian hawa nafsu yang memalingkan
dari mengikuti risalah."
Ibnu
Taimiyah juga berkata tentang pendapat golongan-golongan tentang definisi
kufur, "Manusia memiliki cara-cara yang bermacam-macam dalam
mengategorikan sesuatu sebagai kekufuran. Di antara mereka ada yang berkata,
kufur adalah mendustakan sesuatu yang diketahui secara dharuri
(fundamental) dari Agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian
orang-orang berbeda-beda tentang yang dikategorikan (termasuk) dalam "yang
diketahui secara dharuri" berkaitan dengan hal itu. Ada yang
berkata, kufur adalah jahil tentang Allah subhanahu wa ta’ala. Kemudian
pendapat ini terkadang menjadikan kejahilan tentang sifat seperti kejahilan
tentang Pemilik Sifat dan terkadang tidak menjadikannya sama, dan mereka
berbeda-beda dalam sifat dari segi penafian dan penetapan. Ada pula yang tidak
mendefinisikan dengan suatu batasan, akan tetapi segala perkara yang terbukti baginya
merupakan pendustaan terhadap apa yang dibawa oleh Rasul, seperti Iman kepada
Allah dan Hari Akhir, maka dia menjadikannya kufur. Dan masih ada cara-cara
lain.
Tidak
diragukan bahwa kufur berkaitan dengan risalah, mendustakan rasul adalah kufur,
membencinya, mencacinya dan memusuhinya meskipun dia mengetahui kebenarannya
secara batin adalah kufur menurut sahabat, tabi'in dan para imam ahli ilmu
kecuali al-Jahm dan orang-orang yang sependapat dengannya seperti ash-Shalihi,
Asy'ariyah dan lain-lain."
Ibnu
Taimiyah rahimahullah juga berkata, "Kufur adalah karena mendustakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam apa yang dia beritakan atau menolak mengikutinya
meskipun dia mengetahui kebenarannya seperti kekufuran Fir'aun, orang-orang
Yahudi dan orang-orang seperti mereka."
Ibnu
Taimiyah berkata dalam tempat keempat "Iman mengandung pengakuan kepada
apa yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kufur
terkadang dengan melihat kepada tidak adanya pembenaran dan Iman kepada Rasul,
dan poin dari bab ini berlaku untuk semua yang rasul beritakan, dan terkadang
dengan melihat kepada tidak adanya pengakuan terhadap apa yang Rasul beritakan.
Dasar dalam hal ini adalah pemberitahuan tentang Allah dan Nama-namaNya.
OIeh
karena itu pengingkaran terhadap apa yang berkaitan dengan masalah ini adalah
lebih besar daripada pengingkaran kepada selainnya, meskipun Rasul memberitakan
kedua-duanya. Kemudian, sekedar membenarkan berita yang beliau bawa dan sekedar
mengetahui benarnya apa yang dia beritakan, jika ia tidak disertai ketaatan kepada
perintahnya, tidak lahir, tidak juga batin, tidak kecintaan karena Allah dan
tidak pula ta'zhirn kepadaNya, maka hal tersebut bukan Iman."
Dari
ucapan Ibnu Taimiyah dapat kita simpulkan, bahwa kufur -lawan Iman- bisa berupa
"mendustakan dalam hati", ia bertentangan dengan ucapan hati -yaitu
membenarkan-, dan kufur bisa berupa perbuatan hati, seperti membenci Allah subhanahu
wa ta’ala, atau ayat-ayatNya, atau RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, yang
bertentangan dengan cinta Imani dan itu adalah perbuatan hati paling penting
dan paling kuat, sebagaimana kufur bisa merupakan ucapan lahir yang
bertentangan dengan ucapan lisan, dan terkadang merupakan perbuatan lahir,
seperti berpaling dari Agama Allah subhanahu wa ta’ala, berpaling dari ketaatan
kepada Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dengan ini ia
bertentangan dengan perbuatan anggota badan yang berdasar kepada ketundukan,
kepasrahan dan penerimaan terhadap Agama Allah subhanahu wa ta’ala.
Ibnu
Hazm mendefinisikan kufur dengan ungkapan yang menyeluruh, dia berkata,
"Kufur dalam agama adalah sifat orang yang mengingkari sesuatu yang mana
Allah mewajibkan beriman kepadanya setelah tegaknya hujjah atasnya dengan
sampainya kebenaran kepadanya dengan hatinya, bukan dengan lisannya, atau dengan
lisannya, bukan hatinya atau dengan keduanya sekaligus, atau dia melakukan
sesuatu di mana terdapat nash (dalil) yang menyatakan bahwa ia mengeluarkannya
karena itu dari nama Iman."
As-Subki berkata, "Takfir
adalah hukum syar'i, sebabnya adalah mengingkari rububiyah Allah atau wahdaniyah
Allah atau Risalah (Islam) atau suatu ucapan, atau suatu perbuatan; yang
ditetapkan hukumnya oleh Allah dan RasulNya bahwa itu kufur walaupun tidak mengingkari."
Ibnul
Qayyim
menjelaskan makna kufur dengan mengatakan, "Kufur (أَلْكُفْرُ) adalah
mengingkari (اَلْجُهْدُ) kepada sesuatu yang diketahui bahwa Rasul
datang membawanya baik ia termasuk masalah yung kalian namakan ilmiah atau
amaliah. Barangsiapa mengingkari apa yang dibawa Rasulullah setelah dia
mengetahui bahwa dia membawanya, maka dia kafir, baik dalam perkara Agama yang besar
atau yang kecil."
Syaikh
Abdurrahman as-sa'di mendefinisikan kufur, dengan berkata, "Definisi kufur
yang mencakup seluruh jenisnya, bentuk dan anggotanya adalah mengingkari apa
yang dibawa oleh Rasul, atau mengingkari sebagian darinya, sebagaimana Iman
adalah meyakini apa yang dibawa oleh rasul dan memegangnya secara umum dan
terperinci. Iman dan kufur adalah antonim, jika salah satu dari keduanya ada
dengan keberadaan yang sempurna, maka yang lain lenyap."
Dari
nukilan-nukilan di atas kita mengetahui makna kufur yang tidak berkumpul dengan
Iman, bahwa ia adalah keyakinan-keyakinan, ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan
di mana Peletak syariat menetapkan bahwa ia adalah lawan Iman.
Source:
Disertasi dengan
judul:
KEYAKINAN, UCAPAN
& PERBUATAN
PEMBATAL KEISLAMAN
Oleh: Dr. Abdul Aziz
Bin Muhammad Bin Ali Al-Abdul Lathif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar