9/19/2019

Tuntutan dan Konsekwensi Syahadat


Tuntutan dan Konsekwensi Syahadat (Persaksian) Kenabian Rasulullah SAW:


Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah dalam syarahnya terhadap Kitab At-Tauhid mengatakan, “Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.” Maksudnya adalah bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, yakni dengan jujur dan penuh keyakinan. Hal itu menuntut kita untuk mengikuti beliau, mengagungkan perintah dan larangan beliau, melazimi sunnah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak menentangnya dengan perkataan seseorang. Karena selain beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bisa berbuat salah sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah dilindungi oleh Alloh Ta’ala dari kesalahan. Dan Alloh Ta'ala memerintahkan kita menaati beliau, meneladani dan mengancam kepada siapa saja yang meninggalkan ketaatan kepada beliau dengan firman Alloh Ta'ala,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” [QS. Al-Ahzab (33): 36].

Dan firman-Nya yang lain,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أُوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” [QS. An-Nuur (24): 63].

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Tahukah kamu apakah fitnah itu? Fitnah itu adalah kesyirikan. Bisa jadi ketika sebagian sabda beliau ditolak dalam hatinya akan timbul kesesatan sehingga pada akhirnya akan membinasakannya.”

Dan kesembronoan dalam mutaba’ah benar-benar telah terjadi juga dalam meninggalkannya serta mendahulukan perkataan orang yang bisa salah atas sabda beliau SAW terutama pada para ulama sebagaimana tidak samar lagi.” [Qurratu ‘Uyun Al-Muwahhidin hal 26]

Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Siapa yang mencintai Alloh dan Rasul-Nya dengan kecintaan yang jujur dari lubuk hatinya, hal itu mengharuskannya untuk mencintai dengan hatinya apa yang dicintai Alloh dan Rasul-Nya, membenci apa yang dibenci Alloh dan Rasul-Nya, ridha terhadap apa yang diridhai Alloh dan Rasul-Nya, marah kepada apa yang membuat Alloh dan Rasul-Nya marah dan mengamalkan tuntutan kecintaan dan kebencian ini dengan anggota badannya.

Jika anggota badannya mengamalkan satu amalan yang menyelisihi hal itu, yaitu dengan melakukan sebagian apa yang dibenci Alloh dan Rasul-Nya atau meninggalkan sebagian apa yang dicintai Alloh dan Rasul-Nya padahal hukumnya wajib dan mampu melakukannya maka itu menunjukkan kurangnya kecintaannya yang bersifat wajib. Dengan demikian maka hendaknya ia bertaubat dari semua itu dan kembali menyempurnakan kecintaannya yang bersifat wajib tersebut.

Semua jenis maksiat tumbuh dari lebih mendahulukan hawa nafsunya atas kecintaan kepada Alloh dan Rasul-Nya, demikian pula berbagai bid’ah. Ia muncul dari lebih mendahulukan hawa nafsu atas syariat. Oleh karena itulah para pelakunya dinamakan Ahlul Ahwa. Demikian halnya berbagai maksiat, ia muncul berawal dari lebih mendahulukan hawa nafsu atas kecintaan kepada Alloh dan kecintaan kepada apa yang dicintai Alloh. Juga kecintaan kepada pribadi-pribadi yang bersifat wajib harus mengikuti ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan SIAPA YANG CINTA KARENA ALLOH, BENCI KARENA ALLOH, MEMBERI KARENA ALLOH DAN MELARANG KARENA ALLOH MAKA IA TELAH MENYEMPURNAKAN IMANNYA.”

Siapa saja yang kecintaannya, kebenciannya, pemberiannya, dan pelarangannya karena hawa nafsunya maka itu merupakan bukti kekurangan imannya yang bersifat wajib sehingga ia harus bertaubat dari semua itu dan kembali mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berupa mencintai Alloh dan Rasul-Nya dan apa saja yang mendatangkan keridhaan Alloh dan Rasul-Nya atas hawa nafsu dan keinginannya.” [Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal 569, 570]

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan, “Inilah yang biasa terjadi pada banyak orang, yaitu menolak kebenaran karena menyelisihi hawa nafsu dan bertentangan dengan pendapat para tokoh terkemuka. Ini merupakan bentuk kurangnya dien dan kelemahan iman serta keyakinannya.” [Majmu’atu Ar-Rasail wa Al-Masail An-Najdiyyah 4 / 294]

Source:
Al-Haqq wa Al-Yaqin
Tentang
Memusuhi Para Thaghut dan Orang-Orang Murtad

Penulis : Abu Abdirrahman Al-Atsary, 1422H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...