Tuntutan
dan Konsekwensi Syahadat (Persaksian) Kenabian Rasulullah SAW:
Syaikh Abdurrahman bin Hasan
rahimahullah dalam syarahnya terhadap Kitab At-Tauhid mengatakan, “Sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.” Maksudnya adalah bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan Rasul-Nya, yakni dengan jujur dan penuh keyakinan. Hal itu
menuntut kita untuk mengikuti beliau, mengagungkan perintah dan larangan
beliau, melazimi sunnah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan
tidak menentangnya dengan perkataan seseorang. Karena selain beliau shallallahu
'alaihi wa sallam bisa berbuat salah sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam telah dilindungi oleh Alloh Ta’ala dari kesalahan. Dan Alloh
Ta'ala memerintahkan kita menaati beliau, meneladani dan mengancam kepada siapa
saja yang meninggalkan ketaatan kepada beliau dengan firman Alloh Ta'ala,
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَمْرًا أَنْ
يَكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki
yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” [QS.
Al-Ahzab (33): 36].
Dan
firman-Nya yang lain,
فَلْيَحْذَرِ
الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أُوْ
يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Maka hendaklah orang-orang
yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
azab yang pedih.” [QS. An-Nuur (24): 63].
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Tahukah kamu
apakah fitnah itu? Fitnah itu adalah kesyirikan. Bisa jadi ketika sebagian
sabda beliau ditolak dalam hatinya akan timbul kesesatan sehingga pada akhirnya
akan membinasakannya.”
Dan kesembronoan dalam mutaba’ah benar-benar telah terjadi
juga dalam meninggalkannya serta mendahulukan perkataan orang yang bisa salah
atas sabda beliau SAW terutama pada para ulama sebagaimana tidak samar lagi.” [Qurratu
‘Uyun Al-Muwahhidin hal 26]
Syaikh Sulaiman bin Abdullah
rahimahullah mengatakan, “Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Siapa
yang mencintai Alloh dan Rasul-Nya dengan kecintaan yang jujur dari lubuk
hatinya, hal itu mengharuskannya untuk mencintai dengan hatinya apa yang
dicintai Alloh dan Rasul-Nya, membenci apa yang dibenci Alloh dan Rasul-Nya,
ridha terhadap apa yang diridhai Alloh dan Rasul-Nya, marah kepada apa yang
membuat Alloh dan Rasul-Nya marah dan mengamalkan tuntutan kecintaan dan
kebencian ini dengan anggota badannya.
Jika anggota badannya mengamalkan satu amalan yang
menyelisihi hal itu, yaitu dengan melakukan sebagian apa yang dibenci Alloh dan
Rasul-Nya atau meninggalkan sebagian apa yang dicintai Alloh dan Rasul-Nya
padahal hukumnya wajib dan mampu melakukannya maka itu menunjukkan kurangnya
kecintaannya yang bersifat wajib. Dengan demikian maka hendaknya ia bertaubat
dari semua itu dan kembali menyempurnakan kecintaannya yang bersifat wajib
tersebut.
Semua jenis maksiat tumbuh dari lebih mendahulukan hawa
nafsunya atas kecintaan kepada Alloh dan Rasul-Nya, demikian pula berbagai
bid’ah. Ia muncul dari lebih mendahulukan hawa nafsu atas syariat. Oleh karena
itulah para pelakunya dinamakan Ahlul Ahwa. Demikian halnya berbagai maksiat,
ia muncul berawal dari lebih mendahulukan hawa nafsu atas kecintaan kepada
Alloh dan kecintaan kepada apa yang dicintai Alloh. Juga kecintaan kepada
pribadi-pribadi yang bersifat wajib harus mengikuti ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan “SIAPA
YANG CINTA KARENA ALLOH, BENCI KARENA ALLOH, MEMBERI KARENA ALLOH DAN MELARANG
KARENA ALLOH MAKA IA TELAH MENYEMPURNAKAN IMANNYA.”
Siapa saja yang kecintaannya, kebenciannya, pemberiannya,
dan pelarangannya karena hawa nafsunya maka itu merupakan bukti kekurangan imannya
yang bersifat wajib sehingga ia harus bertaubat dari semua itu dan kembali
mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berupa
mencintai Alloh dan Rasul-Nya dan apa saja yang mendatangkan keridhaan Alloh
dan Rasul-Nya atas hawa nafsu dan keinginannya.” [Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal
569, 570]
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan,
“Inilah yang biasa terjadi pada banyak orang, yaitu menolak kebenaran karena
menyelisihi hawa nafsu dan bertentangan dengan pendapat para tokoh terkemuka.
Ini merupakan bentuk kurangnya dien dan kelemahan iman serta keyakinannya.” [Majmu’atu
Ar-Rasail wa Al-Masail An-Najdiyyah 4 / 294]
Source:
Al-Haqq wa
Al-Yaqin
Tentang
Memusuhi Para Thaghut
dan Orang-Orang Murtad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar