9/17/2019

KABAR GEMBIRA BAGI ORANG-ORANG YANG TERASING (2) - Ibnu Rajab Al Hambali


KABAR GEMBIRA BAGI ORANG-ORANG
YANG TERASING
Oleh: Ibnu Rajab Al Hambali
Lanjutan ---

Mubarak bin Fadhalah meriwayatkan dari Al Hasan bahwa dia menyebutkan tentang orang kaya yang berlebih-lebihan, yang  mempunyai kekuatan mengambil harta dan menyangka bahwa tidak ada hukuman di dalamnya, serta menyebutkan ahli bid'ah yang sesat yang memerangi muslimin dengan pedangnya, dan menakwilkan apa yang diturunkan Allah dalam mengkafirkan kaum muslimin kemudian berkata, "sudah menjadi sunnah bagi kalian demi Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dia, diantara keduanya ada orang yang berlebih-lebihan dan bengal, serta orang-orang kaya dan jahil, maka bersabarlah, karena ahli Sunnah adalah yang paling sedikit mengambil kekayaan dari orang kaya dan tidak bersama ahli bid'ah dengan kebid'ahan mereka, serta bersabar di atas Sunnah mereka, sampai mereka bertemu dengan Rabb semesta alam. Begitulah seandainya Allah berkehendak maka jadilah kalian seperti itu."

Kemudian dia berkata, "Demi Allah, apabila seseorang mendapatkan kemungkaran ini, ada yang berkata, 'lkutilah aku'. Yang lainnya berkata, 'lkutilah aku'. Maka dia akan berkata, 'Aku tidak menginginkan kecuali Sunnah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia mencarinya dan bertanya tentangnya, sesungguhnya dia akan mendapatkan pahala yang besar, seperti itulah apabila Allah berkehendak maka jadilah kalian seperti itu'."

Seperti ini juga yang diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dan lainnya, dari Kumail bin Ziyad, dari Ali radhiallahu ‘anhu bahwa dia berkata, "Manusia terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: (a) seorang alim rabbani, (b) penuntut ilmu kepada jalan kemenangan, dan (c) sekelompok pemberontak pengikut segala seruan. Mereka condong kepada setiap angin, tidak menyalakan dengan cahaya ilmu, tidak bersandar pada basis yang kuat."

Kemudian dia menyebutkan perkataan keutamaan ilmu sampai berkata, "Hah, sesungguhnya di sinilah (seraya menunjuk ke dadanya) keberadaan ilmu. Seandainya aku mendapatkan sebuah serangan, akan tetapi aku mendapatkan serangan yang tidak aman di dalamnya kita agama untuk menghadapi dunia. Kita memperlihatkan hujjah Allah dengan kitab-Nya, dan nikmat-Nya atas hamba atau bantuan untuk ahli kebenaran, bukanlah penglihatan yang bengkok, yang telah menyebarkan keraguan di dalam hatinya dengan syubhat pertama kali yang muncul. Bukan juga itu, atau keinginan dengan lezatnya ketundukan dan kepatuhan kepada syahwat atau melekatkan diri dengan mengumpulkan harta dan menyimpannya. Keduanya bukanlah penyeru kebenaran, mereka menyerupai binatang ternak yang digembalakan, begitu juga kematian ilmu dengan kematian pembawanya, 'Ya Allah, janganlah engkau kosongkan bumi dengan para penyeru kebenaran yang membawa hujjah supaya tidak terkalahkan hujjah Allah dan penjelasannya. Merekalah orang yang jumlahnya paling sedikit dan yang paling besar kedudukannya di sisi Allah. Dengan mereka Allah subhanahu wa ta’ala memperlihatkan hujjah-hujjah-Nya sehingga mereka menyampaikannya kepada orang yang menyelisihinya, dan menanamkan di dalam hati orang yang semisalnya. Mereka berada di dunia dengan jasad mereka, akan tetapi ruh mereka tergantung pada penglihatan yang tertinggi. Merekalah para khalifah Allah di muka bumi ini, dan penyeru kepada agamanya, serta aku rindu ingin melihat mereka."

Amirul Mukminin radhiallahu ‘anhu membagi pembawa ilmu menjadi tiga bagian:

Pertama, ahli syubhat, merekalah orang tidak memiliki cahaya dari para pembawa ilmu, bahkan telah menyebar keraguan di dalam hatinya pada pertama kali dia mendapatkan syubhat. Syubhat itu pun mulai menguasainya, dan dia terjatuh di dalam kebingungan dan keraguan dan akhinya dia keluar dari seruan itu menuju perbuatan bid'ah dan kesesatan.

Kedua, ahli Syahwat, dia mengelompokannya dalam dua macam:

1. Orang yang mencari dunia dengan ilmu yang sama, dia menjadikan ilmu alat untuk mendapatkan dunia.

2. Orang yang mencari dunia dengan tidak menggunakan ilmu, dan kelompok ini ada dua kelompok:
a. Kelompok yang tujuanryn mencari dunia untuk kelezatannya dan syahwatnya, dia pun memujanya, dan sangat cepat dalam mencarinya.
b. Kelompok yang tujuannya mencari dunia untuk mengumpulkannya, dan menyimpannya. Mereka semua bukanlah penyeru agama, bahkan mereka adalah seperti binatang ternak. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala menyerupakan seseorang yang diberikan Taurat akan tetapi tidak mengamalkannya dengan keledai yang membawa buku bawaan, dan menyerupakan alim yang jelek yang meninggalkan ayat Allah, dan tinggal lama di dunia, serta mengikuti hawa nafsunya dengan seekor anjing. Adapun anjing dan keledai adalah paling hinanya binatang ternk dan paling sesat jalannya.

c. Kelompok para pembawa ilmu. Merekalah ahlinya dan pembawa benderanya, para perawatnya dan penjunjung hujjah-hujjah Allah serta penjelasannya. Dia menyebutkan jumlah mereka yang sedikit, besar kedudukannya di sisi Allah itu menunjukkan sedikihya bagian ini dan kemuliaannya di dalam membawa ilmu, serta keterasingannya diantara mereka.

AI Hasan Al Bashri rahimahullah, membagi pembawa Al Qur'an dekat dengan pembagian yang dibagi oleh Ali radhiallahu ‘anhu untuk pembawa ilmu.

AI Hasan berkata, "Para Pembaca Al Qur'an terbagi menjadi Tiga Golongan, yaitu:

Pertama, orang yang mengambilnya sebagai barang dagangan untuk mereka makan.

Kedua, orang yang menegakkan huruf-hurufnya dan mengabaikan, sombong terhadap penduduk di negerinya. Mereka mendekatkan kepada kekuasaan, telah banyak golongan ini dari para pembawa Al Qur'an, semoga Allah tidak membanyakkan jumlah mereka.

Ketiga, orang yang sengaja mencari obat di dalam Al Qur'an' Mereka menaruhnya sebagai penawar untuk hati mereka, berjuang dengannya di dalam peperangan bersama mereka, rindu kepada tutup kepala mereka. Mereka merasakan ketakutan, memakai pakaian kesedihan. Merekalah orang-orang yang Allah berikan kepada mereka hujan, dan mengalahkan karena mereka para musuh. Demi Allah' mereka dalam membawa Al Qur'an lebih mulia daripada batu permata berwama merah, dia mengabarkan bahwa mereka yang mernbaca AI Qur'an karena Allah dan menjadikanya obat bagi hati mereka yang menghasilkan ketakutan dan kesedihan lebih mulia daripada batu permata merah diantara para pembaca Al Qur'an.

Amirul Mukminin Ali radhiallahu ‘anhu menyifati Para Pembawa Ilmu dari golongan ini dengan berbagai sifat:

1) Pertama, ilmu telah menyerang mereka kepada perkara yang benar. Maknanya adalah bahwa ilmu telah menuniukkan tentang tujuan terbesar darinya yaitu mengenal Allah, maka mereka takut dan mencintainya, sehingga dimudahkan kepada mereka sesuatu yang sulit dilakukan oleh selain mereka dari orang-orang yang belum sampai kepada apa-apa yang telah mereka capai, dari orang-orang yang berdiri bersama dunia dan kemegahannya, serta tertipu dengannya, merekalah yang hatinya belum mengenal Allah, kebesaran-Nya dan keagungan-Nya.

Sedangkan dalam hati mereka ada pengganti yang lebih besar dengan apa-apa yang telah mereka capai dari mengenal Allah, mencintai, dan mengagungkan-Nya, seperti perkataan Al Hasan, "sesungguhnya para kekasih Allah adalah orang yang mewariskan keindahan hidup dan merasakan kenikmatannya dengan apa yang telah  mereka gapai dari seruan kekasih mereka, dan dengan apa yang telah mereka dapatkan dari kelezatan cinta dalam hati.

Mereka tenang dengan hal yang disukai oleh orang yang tidak mengenal Allah, karena orang-orag jahil merasa tidak senang dengan meninggalkan dunia dan keindahannya. Karena mereka tidak mengetahui yang selain-Nya. Itulah ketenangan mereka. Sedangkan orang-orang yang mengenal Allah merasa tidak suka dengan itu, mereka tenang dengan Allah dan mengingat-Nya, mengenal-Nya, mencintai-Nya, dan membaca kitab-Nya. Sementara orang-orang yang jahil dengan Allah merasa tidak senang dengan itu dan tidak mendapatkan ketenangan di dalamnya.

2) Kedua, mereka hidup di dunia dengan jasmani akan tetapi ruh mereka terpaut dengan keinginan tertinggi. Ini merupakan isyarat bahwa mereka tidak menjadikan dunia sebagai tempat tinggal, tidak ridha untuk menetap dan bertempat tinggal, akan tetapi mereka menjadikannya tempat untuk dilalui bukan untuk tempat tinggal abadi.

Semua Kitab dan Rasul berwasiat tentang hal itu. Allah subhanahu wa ta’ala telah mengabarkan dalam kitab-Nya tentang orang yang beriman dari keluarga Fir’aun, bahwa dia berkata kepada kaumnya di dalam nasehatrya kepada mereka,

"Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." (Qs. Ghaafir: 39)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Ibnu Umar, "Jadilah kamu di dunia seakan-akan kamu adalah orang asing atau musafir." [shahih Al Bukhari,6416].

Di dalam riwayat lain disebutkan, "Hitunglah dirimu bersama para ahli kubur."

Di antara wasiat-wasiat Al Masih ‘alaihis salam yang diriwayatkan darinya, bahwa dia berkata kepada para sahabatnya, "carilah oleh kalian pelajaran di dalam dunia, jangan kalian makmurkan di dalamnya."

Diriwayatkan dari Isa Al Masih ‘alaihis salam bahwa dia berkata, "Siapa orang membangun rumah di atas terpaan ombak? Itulah dunia maka jangan kamu jadikan sebagai tempat yang kekal."

Seorang mukmin di dunia ini adalah seperti orang asing yang melewati suatu negeri, tidak menetap di dalamnya, keinginannya adalah pulang kepadanya dan mencari bekal dengan apa orang dapat menghantarkannya di dalam jalan menuju tempat tinggalnya, tidak bertomba-lomba penduduk negeri tersebut yang menetap di dalamnya di dalam kemuliaan yang mereka dapat. Dia juga tidak merasa takut dengan apa yang akan menimpa mereka berupa kehinaan.

Fudhail bin Iyadh berkata, "Seorang mukmin di dalam dunia selalu dalam keadaan galau dan sedih, keinginannya hanya memperbaiki  persediannya saia.”

Al Hasan Al Bashri berkata, "Seorang mukmin di dalam dunia seperti orag asing yang tidak pernah takut akan keterhinaannya, tidak berlomba-lomba untuk mencari kemuliaannya, dia mempunyai urusan dan mereka iuga mempunyai utusan.”

Sebenarnya seorang mukmin di dalam dunia adalah orang asing, karena bapaknya berada di dalam negeri abadi, kemudian keluar darinya. Keinginannya adalah pulang menuju tempat tinggalnya yang pertama. Dia selalu rindu kepada negerinya yang dimana dia keluar darinya seperti ada perkataan, "Cinta kepada negeri adalah sebagian dari iman."

Orang-orang yang beriman di sini terbagi menjadi beberapa bagian: Diantara mereka ada yang hatinya terpaut dengan Allah. Ada pula yang hatinya tepaut dengan sang pencipta. Merekalah orang-orang yang mengenal Allah, mungkin Amirul Mukminin mengisyaratkan kepada bagian ini, orang-orang yang mengenal Allah jasad mereka di dunia akan tetapi hati mereka di sisi sang Raja.

Di dalam Marasil Al Hasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diriwayatkan dari Rabb kita yang tertinggi, Dia berfirman di dalam hadits qudsi,

"Tanda-tanda kebersihan adalah apabila hati seseorang terpaut dengan-Ku, apabila seperti itu dia tidak pernah melupakan dalam keadaan apapun, apabila seperti itu aku akan memberikan nikmat kepadanya dengan hatinya tersibukkan dengan-Ku, agar dia tidak melupakan-Ku, apabila dia tidak melupakan-Ku maka akan Ku gerakkan hatinya, apabila dia berkata maka dia berkata untuk-Ku, apabila dia diam maka dia diam untuk-Ku, merekalah yang akan mandapatkan pertolongan dari-Ku."

Orang-orang yang berada di dalam masalah ini merekalah paling terasingnya orang yang asing. Keterasingannya mereka adalah paling mulianya suatu keterasingan, karena keterasingan menurut para ahli ilmu ada dua macam: zhahir dan batin. Keterasingan yang berbentuk zhahir adalah keterasingannya para ahli kebenaran di tengah-tengah orang-orang fasik, orang-orang yang jujur diantara para ahli riya’ dan munafik, ulama diantara para ahli kejahilan dan kebobrokan akhlak, ahli akhirat diantara para ulama dunia yang tidak punya rasa takut dan kasih sayang' orang-orang zuhud diantara orang-orang yang menginginkan segala sesuatu padahal tidak akan kekal.

Adapun keterasingan yang berbentuk batin adalah keterasingan dalam hal cita-cita. Itulah keterasingan orang yang mengetahui diantara para manusia seluruhnya, sampai para ulama, ahli ibadah, dan ahli zuhud, merekalah yang senantiasa berdiri bersama ilmu, ibadah dan kezuhudan mereka. Mangkan mereka berdiri bersama yang disembahnya, tidak bisa menaikkan hati-hati mereka.

Abu Sulaiman pernah menyifati mereka dengan berkata, 'cita-cita mereka bukanlah seperti cita-cita manusia, keinginan mereka bukanlah seperti keinginan mereka, dan doa mereka bukanlah seperti doa mereka."

Dia pernah ditanya tentang amalan yang terbaik, dia pun menangis dan berkata, "Apabila terlihat di dalam hatimu yang dimana kamu tidak menginginkan sesuatu di dunia maupun di akhirat kecuali sesuatu tersebut."

Yahya bin Mu'adz berkata, "Ahli zuhud akan terasing di dunia, dan orang yang mengetahui terasing di akhirat itu menunjukkan bahwa ahli zuhud terasing diantara ahli dunia, dan orang yang mengetahui terasing diantara ahli akhirat, yang tidak mengetahuinya baik itu ahli ibadah maupun ahli zuhud, akan tetapi yang mengetahuinya ialah yang sernisalnya, dan cita-citanya adalah se'perti cita-citanya."

Mungkin saja terkumpul untuk seseorang yang mengetahui keterasingan semua ini, atau kebanyakannya atau pula sebagiannya, maka janganlah kamu tanya keterasingannya pada saat itu. Para ahli ibadah terlihat diantara para ahli dunia dan akhirat, akan tetapi orang yang mengetahui tidak tertihat diantara para ahli dunia dan akhirat.

Yahya bin Muadz berkata, "Ahli ibadah masyhur dan orang yang mengetahui tidak terlihat, mungkin saja tersembunyi keadaannta, dan dia pun berprasangka buruk kepada dirinya sendiri."

Ibrahim bin Adham berkata, "Aku tidak melihat perkara ini kecuali pada seseorang yang tidak mengetahui pada dirinya dan juga tidak diketahui oleh para manusia."

Di dalam hadits Sa'ad yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

"Sesungguhnya Allah manyukai seorang hamba yang bertaqwa kaya, dan sembunyi-sembunyi." [Muslim, 2965]

Di dalam hadits Mu'adz yang diriwayaktan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

"Sesungguhnya Allah menyukai dari hamba-Nya yang tersembunyi dan bertaqwa, apabila mereka hadir mqeka tidak dikenal, dan apabila mereka tidak hadir tidak ada yang mencarinya merekalah para imam yang diberi petunjuk dan lampunya ilmu.”
[Ibnu Majah, 3989]

Dari Ali radhiallahu ‘anhu, dia berkata, "Beruntunglah bagi orang yang dikenal dengan celaan manusia, mereka tidak dikenal oleh manusia akan tetapi Allah mengenal dan ridha kepada mereka. Merekalah para Imam yang diberi petunjuk, tersinari dengan mereka setiap fitnah yang gelap."

Ibnu Mas’ud berkata, "Jadilah pembaharu hati, pelembut baju, lampu yang menerangi kesesatan, niscaya kalian tidak akan diketahui oleh penduduk dunia akan tetapi dikenal oleh penghuni langit."

Merekalah paling khususnya orang-orang yang terasing, yang lari menyelamatkan agamanya dari fitnah, orang yang terusir dari kabilahnya, dan yang akan berkumpul bersama Isa bin Maryam ‘alaihis salam. Mereka diantara para penduduk akhirat lebih mulia daripada batu permata yang berwama merah. Maka bagaimana kedudukan mereka diantara penduduk dunia?! Dia tersembunyi diantara dua kelompok pada umumnya.

Barangsiapa yang terlihat dari mereka diantara manusia, maka dia bersama manusia dengan jasadnya, akan tetapi hatinya terikat dengan tempat yang tertinggi, seperti yang dikatakan oleh Amirul Mukminin dalam menyifati mereka dengan berkata:

"Jasadku bersamaku akan tetapi hatiku tidak bersama kalian.
Jasad benda di dalam keterasingan akan tetapi ruh berada di tempat tinggal."

Kebanyakan dari mereka tidak kuat untuk bercampur dengan manusia, maka dia pun lari menuju kesendirian bersama kekasihnya. Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka mernperbanyak kesendirian. Dikatakan kepada sebagian mereka, "Apakah kamu tidak merasa kesepian?" Maka dia berkata, “Bagaimana aku merasa kesepian sedangkan. Dia berkata, "Aku teman duduk bagi siapa saja yang mengingat-Ku?!”

Yang lain berkata, "Apakah ada orang yang merasa kesepian padahal dia bersarna Allah?"

Sebagian yang lain berkata, “Barangsiapa yang merasa kesepian dengan kesendirian maka karena sedikitnya berteman dengan Rabb-Nya."

Dahulu Yahya bin Muadz memperbanyak mengasingkan diri dan menyendiri, maka saudaranya pun mencacinya seraya berkata, "Apabila kamu bersama manusia maka bergaullah bersama mereka'" Kemudian Yahya berkata, "Apabila kamu bersama manusia maka bergaullah bersama Allah."

Dikatakan kepadanya, "Apabila kamu mengabaikan manusia maka karena siapa kamu akan hidup?" Kemudian dia menjawab, "Bersama dengan Dzat yang akan kamu temui setelah kamu tinggalkan mereka."

Ghazwan pernah dicela karena sering menyendiri, maka dia berkata, "Hatiku telah mendapatkan apabila duduk bersama Dzat yang akan memenuhi kebutuhan-Ku."

Karena keterasingannya diantara manusia mungkin sebagian orang menyangka bahwa orang tersebut gila karena jauhnya keadaan dia dengan keadaan manusia, seperti Uwais juga dikatakan seperti itu.

Dahulu Abu Muslim Al Khaulani banyak membiasakan dzikir, lisannyra tidak pernah berpisah dengannya, maka berkata seseorang kepada muridnya, "Apakah Gurumu sudah gila?" berkatalah Abu Muslim, "Tidak wahai saudaraku, akan tetapi inilah obat dari kegilaan."

Di dalam hadits (Musnad Ahmad, 3/68) disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Ingatlah (sebutlah) Allah sampai mereka mengatakan dia gila."

Al Hasan ketika menyifati mereka berkata, "Apabila para orang yang jahil melihat mereka, maka disangka adalah orang yang sakit. Sesungguhnya mereka tidak dalam keadaan sakit. Mereka telah tercampur pikirannya. Mereka telah tercampur dengan perkara yang sangat besar, perhatikanlah demi Allah mereka telah tersibukkan dari memikirkan dunia kalian."

Di dalam hadits Ibnu Adi (Al Kamil, 2/560, sanad dhaif) disebutkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat kepada seseorang dan berkata, "Malulah kalian kepada AIlah seperti kalian malu kepada dua orang laki-laki dari keluargamu yang baik, yag tidak pernah terpisah denganmu"

Di dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Iman yang paling utama adalah kamu mengetahui bahwa Allah seantiasa bersamamu."

Di dalam hadits yang lain disebutkan: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, "Bagaimana cara seseorang mensucikan diri?" Beliau bersabda, "Dia harus mengetahui bahwa Allah senantiasa bersamanya dimanapun dia berada." [Ath-Thabarani (Ash-Shaghir, 1/201, 557]

Di dalam hadits yang lain juga disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga golongan yang senantiasa Allah akan menaunginya dimana tidak ada naungan selain naunganNya.... salah satunya adalah seseorang yang menyadari bahwa dia selalu bersama Allah.” [Ath-Thabarani, al Kabir, 8/286].

Diriwayatkan dalam shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau pernah ditanya tentang ihsan maka beliau menjawab,

“KAMU MENYEMBAH ALLAH SEAKAN-AKAN KAMU MELIHAT-NYA,
APABILA KAMU TIDAK MELIHATNYA
MAKA KETAHUILAH BAHWA ALLAH SENANTIASA MELIHATMU.”

[HR. Muslim; shahih Muslim, 8]


Source:
Kumpulan Tulisan
lbnu Rajab
Tahqiq: Abu Mush'ab Thala'at bin Fuad AI Hulwani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...