KABAR
GEMBIRA BAGI ORANG-ORANG
YANG TERASING
Oleh:
Ibnu Rajab Al Hambali
Lanjutan ---
Mubarak
bin Fadhalah
meriwayatkan dari Al Hasan bahwa dia menyebutkan tentang orang kaya yang
berlebih-lebihan, yang mempunyai
kekuatan mengambil harta dan menyangka bahwa tidak ada hukuman di dalamnya, serta
menyebutkan ahli bid'ah yang sesat yang memerangi muslimin dengan pedangnya,
dan menakwilkan apa yang diturunkan Allah dalam mengkafirkan kaum muslimin kemudian
berkata, "sudah menjadi sunnah bagi kalian demi Allah yang tiada tuhan
yang berhak disembah selain Dia, diantara keduanya ada orang yang berlebih-lebihan
dan bengal, serta orang-orang kaya dan jahil, maka bersabarlah, karena ahli
Sunnah adalah yang paling sedikit mengambil kekayaan dari orang kaya dan tidak
bersama ahli bid'ah dengan kebid'ahan mereka, serta bersabar di atas Sunnah
mereka, sampai mereka bertemu dengan Rabb semesta alam. Begitulah seandainya
Allah berkehendak maka jadilah kalian seperti itu."
Kemudian
dia berkata, "Demi Allah, apabila seseorang mendapatkan kemungkaran ini,
ada yang berkata, 'lkutilah aku'. Yang lainnya berkata, 'lkutilah aku'. Maka
dia akan berkata, 'Aku tidak menginginkan kecuali Sunnah Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Dia mencarinya dan bertanya tentangnya, sesungguhnya dia akan
mendapatkan pahala yang besar, seperti itulah apabila Allah berkehendak maka
jadilah kalian seperti itu'."
Seperti
ini juga yang diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dan lainnya, dari Kumail bin Ziyad, dari
Ali radhiallahu ‘anhu bahwa dia berkata, "Manusia terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu: (a) seorang alim rabbani, (b) penuntut ilmu kepada
jalan kemenangan, dan (c) sekelompok pemberontak pengikut segala seruan.
Mereka condong kepada setiap angin, tidak menyalakan dengan cahaya ilmu, tidak
bersandar pada basis yang kuat."
Kemudian
dia menyebutkan perkataan keutamaan ilmu sampai berkata, "Hah, sesungguhnya
di sinilah (seraya menunjuk ke dadanya) keberadaan ilmu. Seandainya aku
mendapatkan sebuah serangan, akan tetapi aku mendapatkan serangan yang tidak aman
di dalamnya kita agama untuk menghadapi dunia. Kita memperlihatkan hujjah Allah
dengan kitab-Nya, dan nikmat-Nya atas hamba atau bantuan untuk ahli kebenaran,
bukanlah penglihatan yang bengkok, yang telah menyebarkan keraguan di dalam
hatinya dengan syubhat pertama kali yang muncul. Bukan juga itu, atau keinginan
dengan lezatnya ketundukan dan kepatuhan kepada syahwat atau melekatkan diri
dengan mengumpulkan harta dan menyimpannya. Keduanya bukanlah penyeru
kebenaran, mereka menyerupai binatang ternak yang digembalakan, begitu juga kematian
ilmu dengan kematian pembawanya, 'Ya Allah, janganlah engkau kosongkan bumi
dengan para penyeru kebenaran yang membawa hujjah supaya tidak terkalahkan
hujjah Allah dan penjelasannya. Merekalah orang yang jumlahnya paling sedikit
dan yang paling besar kedudukannya di sisi Allah. Dengan mereka Allah subhanahu
wa ta’ala memperlihatkan hujjah-hujjah-Nya sehingga mereka menyampaikannya
kepada orang yang menyelisihinya, dan menanamkan di dalam hati orang yang
semisalnya. Mereka berada di dunia dengan jasad mereka, akan tetapi ruh mereka
tergantung pada penglihatan yang tertinggi. Merekalah para khalifah Allah di
muka bumi ini, dan penyeru kepada agamanya, serta aku rindu ingin melihat mereka."
Amirul
Mukminin radhiallahu ‘anhu membagi pembawa ilmu menjadi tiga bagian:
Pertama, ahli syubhat,
merekalah orang tidak memiliki cahaya dari para pembawa ilmu, bahkan telah
menyebar keraguan di dalam hatinya pada pertama kali dia mendapatkan syubhat. Syubhat
itu pun mulai menguasainya, dan dia terjatuh di dalam kebingungan dan keraguan
dan akhinya dia keluar dari seruan itu menuju perbuatan bid'ah dan kesesatan.
Kedua, ahli Syahwat, dia mengelompokannya
dalam dua macam:
1. Orang yang mencari
dunia dengan ilmu yang sama, dia menjadikan ilmu alat untuk mendapatkan dunia.
2. Orang yang mencari
dunia dengan tidak menggunakan ilmu, dan kelompok ini ada dua kelompok:
a. Kelompok yang tujuanryn
mencari dunia untuk kelezatannya dan syahwatnya, dia pun memujanya, dan sangat
cepat dalam mencarinya.
b. Kelompok yang
tujuannya mencari dunia untuk mengumpulkannya, dan menyimpannya. Mereka semua
bukanlah penyeru agama, bahkan mereka adalah seperti binatang ternak. Oleh karena
itu, Allah Subhanahu wa ta’ala menyerupakan seseorang yang diberikan Taurat akan
tetapi tidak mengamalkannya dengan keledai yang membawa buku bawaan, dan
menyerupakan alim yang jelek yang meninggalkan ayat Allah, dan tinggal lama di
dunia, serta mengikuti hawa nafsunya dengan seekor anjing. Adapun anjing dan
keledai adalah paling hinanya binatang ternk dan paling sesat jalannya.
c. Kelompok para pembawa
ilmu. Merekalah ahlinya dan pembawa benderanya, para perawatnya dan penjunjung
hujjah-hujjah Allah serta penjelasannya. Dia menyebutkan jumlah mereka yang sedikit,
besar kedudukannya di sisi Allah itu menunjukkan sedikihya bagian ini dan
kemuliaannya di dalam membawa ilmu, serta keterasingannya diantara mereka.
AI
Hasan Al Bashri rahimahullah, membagi pembawa Al Qur'an dekat dengan pembagian
yang dibagi oleh Ali radhiallahu ‘anhu untuk pembawa ilmu.
AI Hasan
berkata, "Para Pembaca Al Qur'an terbagi menjadi Tiga
Golongan, yaitu:
Pertama, orang yang
mengambilnya sebagai barang dagangan untuk mereka makan.
Kedua, orang yang menegakkan
huruf-hurufnya dan mengabaikan, sombong terhadap penduduk di negerinya. Mereka
mendekatkan kepada kekuasaan, telah banyak golongan ini dari para pembawa Al Qur'an,
semoga Allah tidak membanyakkan jumlah mereka.
Ketiga, orang yang sengaja
mencari obat di dalam Al Qur'an' Mereka menaruhnya sebagai penawar untuk hati
mereka, berjuang dengannya di dalam peperangan bersama mereka, rindu kepada tutup
kepala mereka. Mereka merasakan ketakutan, memakai pakaian kesedihan. Merekalah
orang-orang yang Allah berikan kepada mereka hujan, dan mengalahkan karena
mereka para musuh. Demi Allah' mereka dalam membawa Al Qur'an lebih mulia
daripada batu permata berwama merah, dia mengabarkan bahwa mereka yang mernbaca
AI Qur'an karena Allah dan menjadikanya obat bagi hati mereka yang menghasilkan
ketakutan dan kesedihan lebih mulia daripada batu permata merah diantara para
pembaca Al Qur'an.
Amirul
Mukminin Ali radhiallahu ‘anhu menyifati Para Pembawa Ilmu dari
golongan ini dengan berbagai sifat:
1)
Pertama,
ilmu telah menyerang mereka kepada perkara yang benar. Maknanya adalah bahwa
ilmu telah menuniukkan tentang tujuan terbesar darinya yaitu mengenal Allah, maka
mereka takut dan mencintainya, sehingga dimudahkan kepada mereka sesuatu yang
sulit dilakukan oleh selain mereka dari orang-orang yang belum sampai kepada
apa-apa yang telah mereka capai, dari orang-orang yang berdiri bersama dunia
dan kemegahannya, serta tertipu dengannya, merekalah yang hatinya belum
mengenal Allah, kebesaran-Nya dan keagungan-Nya.
Sedangkan
dalam hati mereka ada pengganti yang lebih besar dengan apa-apa yang telah
mereka capai dari mengenal Allah, mencintai, dan mengagungkan-Nya, seperti
perkataan Al Hasan, "sesungguhnya para kekasih Allah adalah orang yang mewariskan
keindahan hidup dan merasakan kenikmatannya dengan apa yang telah mereka gapai dari seruan kekasih mereka, dan
dengan apa yang telah mereka dapatkan dari kelezatan cinta dalam hati.
Mereka
tenang dengan hal yang disukai oleh orang yang tidak mengenal Allah, karena
orang-orag jahil merasa tidak senang dengan meninggalkan dunia dan
keindahannya. Karena mereka tidak mengetahui yang selain-Nya. Itulah ketenangan
mereka. Sedangkan orang-orang yang mengenal Allah merasa tidak suka dengan itu,
mereka tenang dengan Allah dan mengingat-Nya, mengenal-Nya, mencintai-Nya, dan
membaca kitab-Nya. Sementara orang-orang yang jahil dengan Allah merasa tidak
senang dengan itu dan tidak mendapatkan ketenangan di dalamnya.
2)
Kedua,
mereka hidup di dunia dengan jasmani akan tetapi ruh mereka terpaut dengan
keinginan tertinggi. Ini merupakan isyarat bahwa mereka tidak menjadikan dunia
sebagai tempat tinggal, tidak ridha untuk menetap dan bertempat tinggal, akan
tetapi mereka menjadikannya tempat untuk dilalui bukan untuk tempat tinggal
abadi.
Semua
Kitab dan Rasul berwasiat tentang hal itu. Allah subhanahu wa ta’ala telah mengabarkan
dalam kitab-Nya tentang orang yang beriman dari keluarga Fir’aun, bahwa dia berkata
kepada kaumnya di dalam nasehatrya kepada mereka,
"Hai
kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal." (Qs. Ghaafir: 39)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Ibnu Umar, "Jadilah kamu di
dunia seakan-akan kamu adalah orang asing atau musafir." [shahih Al Bukhari,6416].
Di
dalam riwayat lain disebutkan, "Hitunglah dirimu bersama para ahli
kubur."
Di
antara wasiat-wasiat Al Masih ‘alaihis salam yang diriwayatkan darinya, bahwa
dia berkata kepada para sahabatnya, "carilah oleh kalian pelajaran di
dalam dunia, jangan kalian makmurkan di dalamnya."
Diriwayatkan
dari Isa Al Masih ‘alaihis salam bahwa dia berkata, "Siapa orang membangun
rumah di atas terpaan ombak? Itulah dunia maka jangan kamu jadikan sebagai
tempat yang kekal."
Seorang
mukmin di dunia ini adalah seperti orang asing yang melewati suatu negeri, tidak
menetap di dalamnya, keinginannya adalah pulang kepadanya dan mencari bekal
dengan apa orang dapat menghantarkannya di dalam jalan menuju tempat tinggalnya,
tidak bertomba-lomba penduduk negeri tersebut yang menetap di dalamnya di dalam
kemuliaan yang mereka dapat. Dia juga tidak merasa takut dengan apa yang akan
menimpa mereka berupa kehinaan.
Fudhail
bin Iyadh
berkata, "Seorang mukmin di dalam dunia selalu dalam keadaan galau dan
sedih, keinginannya hanya memperbaiki persediannya
saia.”
Al
Hasan Al Bashri
berkata, "Seorang mukmin di dalam dunia seperti orag asing yang tidak pernah
takut akan keterhinaannya, tidak berlomba-lomba untuk mencari kemuliaannya, dia
mempunyai urusan dan mereka iuga mempunyai utusan.”
Sebenarnya
seorang mukmin di dalam dunia adalah orang asing, karena bapaknya berada di
dalam negeri abadi, kemudian keluar darinya. Keinginannya adalah pulang menuju
tempat tinggalnya yang pertama. Dia selalu rindu kepada negerinya yang dimana
dia keluar darinya seperti ada perkataan, "Cinta kepada negeri adalah
sebagian dari iman."
Orang-orang
yang beriman di sini terbagi menjadi beberapa bagian: Diantara mereka ada yang
hatinya terpaut dengan Allah. Ada pula yang hatinya tepaut dengan sang
pencipta. Merekalah orang-orang yang mengenal Allah, mungkin Amirul Mukminin
mengisyaratkan kepada bagian ini, orang-orang yang mengenal Allah jasad mereka
di dunia akan tetapi hati mereka di sisi sang Raja.
Di
dalam Marasil Al Hasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diriwayatkan dari
Rabb kita yang tertinggi, Dia berfirman di dalam hadits qudsi,
"Tanda-tanda kebersihan adalah apabila hati seseorang terpaut
dengan-Ku, apabila seperti itu dia tidak pernah melupakan dalam keadaan apapun,
apabila seperti itu aku akan memberikan nikmat kepadanya dengan hatinya
tersibukkan dengan-Ku, agar dia tidak melupakan-Ku, apabila dia tidak
melupakan-Ku maka akan Ku gerakkan hatinya, apabila dia berkata maka dia
berkata untuk-Ku, apabila dia diam maka dia diam untuk-Ku, merekalah yang akan
mandapatkan pertolongan dari-Ku."
Orang-orang
yang berada di dalam masalah ini merekalah paling terasingnya orang yang asing.
Keterasingannya mereka adalah paling mulianya suatu keterasingan, karena
keterasingan menurut para ahli ilmu ada dua macam: zhahir dan batin. Keterasingan
yang berbentuk zhahir adalah keterasingannya para ahli kebenaran di
tengah-tengah orang-orang fasik, orang-orang yang jujur diantara para ahli riya’
dan munafik, ulama diantara para ahli kejahilan dan kebobrokan akhlak, ahli
akhirat diantara para ulama dunia yang tidak punya rasa takut dan kasih sayang'
orang-orang zuhud diantara orang-orang yang menginginkan segala sesuatu padahal
tidak akan kekal.
Adapun
keterasingan yang berbentuk batin adalah keterasingan dalam hal cita-cita. Itulah
keterasingan orang yang mengetahui diantara para manusia seluruhnya, sampai
para ulama, ahli ibadah, dan ahli zuhud, merekalah yang senantiasa berdiri
bersama ilmu, ibadah dan kezuhudan mereka. Mangkan mereka berdiri bersama yang disembahnya,
tidak bisa menaikkan hati-hati mereka.
Abu
Sulaiman pernah menyifati mereka dengan berkata, 'cita-cita mereka bukanlah
seperti cita-cita manusia, keinginan mereka bukanlah seperti keinginan mereka,
dan doa mereka bukanlah seperti doa mereka."
Dia
pernah ditanya tentang amalan yang terbaik, dia pun menangis dan berkata,
"Apabila terlihat di dalam hatimu yang dimana kamu tidak menginginkan
sesuatu di dunia maupun di akhirat kecuali sesuatu tersebut."
Yahya
bin Mu'adz
berkata, "Ahli zuhud akan terasing di dunia, dan orang yang mengetahui
terasing di akhirat itu menunjukkan bahwa ahli zuhud terasing diantara ahli
dunia, dan orang yang mengetahui terasing diantara ahli akhirat, yang tidak
mengetahuinya baik itu ahli ibadah maupun ahli zuhud, akan tetapi yang
mengetahuinya ialah yang sernisalnya, dan cita-citanya adalah se'perti cita-citanya."
Mungkin
saja terkumpul untuk seseorang yang mengetahui keterasingan semua ini, atau
kebanyakannya atau pula sebagiannya, maka janganlah kamu tanya keterasingannya
pada saat itu. Para ahli ibadah terlihat diantara para ahli dunia dan akhirat,
akan tetapi orang yang mengetahui tidak tertihat diantara para ahli dunia dan
akhirat.
Yahya
bin Muadz berkata, "Ahli ibadah masyhur dan orang yang mengetahui tidak
terlihat, mungkin saja tersembunyi keadaannta, dan dia pun berprasangka buruk
kepada dirinya sendiri."
Ibrahim
bin Adham berkata, "Aku tidak melihat perkara ini kecuali pada seseorang yang
tidak mengetahui pada dirinya dan juga tidak diketahui oleh para manusia."
Di
dalam hadits Sa'ad yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda,
"Sesungguhnya
Allah manyukai seorang hamba yang bertaqwa kaya, dan sembunyi-sembunyi." [Muslim, 2965]
Di
dalam hadits Mu'adz yang diriwayaktan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda,
"Sesungguhnya
Allah menyukai dari hamba-Nya yang tersembunyi dan bertaqwa, apabila mereka
hadir mqeka tidak dikenal, dan apabila mereka tidak hadir tidak ada yang
mencarinya merekalah para imam yang diberi petunjuk dan lampunya ilmu.”
[Ibnu
Majah, 3989]
Dari
Ali radhiallahu ‘anhu, dia berkata, "Beruntunglah bagi orang yang dikenal dengan
celaan manusia, mereka tidak dikenal oleh manusia akan tetapi Allah mengenal
dan ridha kepada mereka. Merekalah para Imam yang diberi petunjuk, tersinari
dengan mereka setiap fitnah yang gelap."
Ibnu
Mas’ud berkata, "Jadilah pembaharu hati, pelembut baju, lampu yang
menerangi kesesatan, niscaya kalian tidak akan diketahui oleh penduduk dunia
akan tetapi dikenal oleh penghuni langit."
Merekalah
paling khususnya orang-orang yang terasing, yang lari menyelamatkan agamanya
dari fitnah, orang yang terusir dari kabilahnya, dan yang akan berkumpul
bersama Isa bin Maryam ‘alaihis salam. Mereka diantara para penduduk akhirat
lebih mulia daripada batu permata yang berwama merah. Maka bagaimana kedudukan
mereka diantara penduduk dunia?! Dia tersembunyi diantara dua kelompok pada umumnya.
Barangsiapa
yang terlihat dari mereka diantara manusia, maka dia bersama manusia dengan
jasadnya, akan tetapi hatinya terikat dengan tempat yang tertinggi, seperti
yang dikatakan oleh Amirul Mukminin dalam menyifati mereka dengan berkata:
"Jasadku
bersamaku akan tetapi hatiku tidak bersama kalian.
Jasad
benda di dalam keterasingan akan tetapi ruh berada di tempat tinggal."
Kebanyakan
dari mereka tidak kuat untuk bercampur dengan manusia, maka dia pun lari menuju
kesendirian bersama kekasihnya. Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka
mernperbanyak kesendirian. Dikatakan kepada sebagian mereka, "Apakah kamu tidak
merasa kesepian?" Maka dia berkata, “Bagaimana aku merasa kesepian sedangkan.
Dia berkata, "Aku teman duduk bagi siapa saja yang mengingat-Ku?!”
Yang
lain berkata, "Apakah ada orang yang merasa kesepian padahal dia bersarna
Allah?"
Sebagian
yang lain berkata, “Barangsiapa yang merasa kesepian dengan kesendirian maka karena
sedikitnya berteman dengan Rabb-Nya."
Dahulu
Yahya bin Muadz memperbanyak mengasingkan diri dan menyendiri, maka saudaranya
pun mencacinya seraya berkata, "Apabila kamu bersama manusia maka
bergaullah bersama mereka'" Kemudian Yahya berkata, "Apabila kamu bersama
manusia maka bergaullah bersama Allah."
Dikatakan
kepadanya, "Apabila kamu mengabaikan manusia maka karena siapa kamu akan
hidup?" Kemudian dia menjawab, "Bersama dengan Dzat yang akan kamu temui
setelah kamu tinggalkan mereka."
Ghazwan
pernah dicela karena sering menyendiri, maka dia berkata, "Hatiku telah
mendapatkan apabila duduk bersama Dzat yang akan memenuhi kebutuhan-Ku."
Karena
keterasingannya diantara manusia mungkin sebagian orang menyangka bahwa orang
tersebut gila karena jauhnya keadaan dia dengan keadaan manusia, seperti Uwais juga
dikatakan seperti itu.
Dahulu
Abu Muslim Al Khaulani banyak membiasakan dzikir, lisannyra tidak pernah
berpisah dengannya, maka berkata seseorang kepada muridnya, "Apakah Gurumu
sudah gila?" berkatalah Abu Muslim, "Tidak wahai saudaraku, akan
tetapi inilah obat dari kegilaan."
Di
dalam hadits (Musnad Ahmad, 3/68) disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, "Ingatlah (sebutlah) Allah sampai mereka mengatakan dia
gila."
Al
Hasan ketika menyifati mereka berkata, "Apabila para orang yang jahil
melihat mereka, maka disangka adalah orang yang sakit. Sesungguhnya mereka tidak
dalam keadaan sakit. Mereka telah tercampur pikirannya. Mereka telah tercampur
dengan perkara yang sangat besar, perhatikanlah demi Allah mereka telah tersibukkan
dari memikirkan dunia kalian."
Di
dalam hadits Ibnu Adi (Al Kamil, 2/560, sanad dhaif) disebutkan, bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat kepada seseorang dan berkata,
"Malulah kalian kepada AIlah seperti kalian malu kepada dua orang laki-laki
dari keluargamu yang baik, yag tidak pernah terpisah denganmu"
Di
dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Iman yang paling utama adalah kamu mengetahui bahwa Allah seantiasa bersamamu."
Di
dalam hadits yang lain disebutkan: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, "Bagaimana
cara seseorang mensucikan diri?" Beliau bersabda, "Dia harus mengetahui
bahwa Allah senantiasa bersamanya dimanapun dia berada." [Ath-Thabarani
(Ash-Shaghir, 1/201, 557]
Di
dalam hadits yang lain juga disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tiga golongan yang senantiasa Allah akan menaunginya dimana tidak ada
naungan selain naunganNya.... salah satunya adalah seseorang yang menyadari bahwa
dia selalu bersama Allah.” [Ath-Thabarani, al Kabir, 8/286].
Diriwayatkan dalam shahih
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau pernah ditanya tentang ihsan
maka beliau menjawab,
“KAMU MENYEMBAH ALLAH SEAKAN-AKAN
KAMU MELIHAT-NYA,
APABILA KAMU TIDAK MELIHATNYA
MAKA KETAHUILAH BAHWA ALLAH
SENANTIASA MELIHATMU.”
[HR. Muslim;
shahih Muslim, 8]
Source:
Kumpulan
Tulisan
lbnu Rajab
Tahqiq: Abu Mush'ab
Thala'at bin Fuad AI Hulwani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar