Wajibnya Mengikuti
AL-QUR’AN dan SUNNAH
Sesungguhnya kewajiban seluruh manusia
adalah mematuhi perintah Rabb langit dan bumi dan perintah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh manusia;
mencampakkan setiap perkataan yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah tanpa
penentangan atau pembangakangan. Karena itu merupakan bentuk kesempurnaan
kepatuhan yang merupakan salah satu syarat laa ilaaha illallaah.
Tidak ada tauhid tanpa adanya ketaatan
kepada Alloh dan Rasul-Nya. Tidak ada kemenangan dan keberuntungan tanpa adanya
mendahulukan Al-Kitab dan As-Sunnah atas berbagai pendapat manusia. Pendapat
manusia bisa ditolak dan bisa diterima. Setiap orang perkataannya bisa diambil
dan bisa ditolak selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
yang diutus membawa Al-Furqan (Al-Qur’an, pembeda kebenaran dan kebatilan).
Setiap ulama besar pasti punya berbagai pendapat yang tidak disukai oleh Ulin
Nuha dan Abshar (orang-orang yang berakal dan cerdas). Orang yang berbahagia
adalah yang berpegang teguh dengan dua wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah) meski
orang-orang awam tidak menyukainya. Sedangkan orang yang celaka adalah yang
mencampakkan keduanya demi berpegang teguh dengan berbagai pendapat manusia.
Sahl bin Abdullah berkata, “Kalian harus berpegang teguh dengan atsar dan
sunnah. Sesungguhnya saya khawatir akan tiba suatu zaman yang tidak lama lagi
jika ada seseorang menyebut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
perintah untuk mengikuti beliau dalam seluruh ihwalnya orang-orang akan
mencelanya, lari darinya, berlepas diri darinya, merendahkannya dan
menghinakannya.”
Al-‘Allamah Sulaiman bin Abdullah
bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata, “Semoga Alloh
merahmati Sahl, betapa benar firasatnya. Firasatnya benar-benar telah terjadi
bahkan lebih besar, yaitu seseorang divonis kafir karena ia memurnikan tauhid
dan mutaba’ah (pengikutan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam); memerintahkan pemurnian ibadah hanya kepada Alloh, meninggalkan
ibadah kepada selain-Nya, memerintahkan taat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam dan berhakim kepada beliau baik dalam urusan kecil maupun besar.”
Alloh Jalla wa ‘Ala memerintahkan kita
taat kepada Rasul-Nya dalam sekitar 33 tempat dari kitab-Nya, maka tidak halal
menyelisihinya. Karena itu merupakan kesesatan dan penentangan kepada Alloh dan
Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
Alloh Ta'ala bersumpah dengan diri-Nya
sendiri dalam surat An-Nisa bahwa mereka tidak beriman sampai berhakim kepada
Nabi yang ummi dalam segala urusan baik yang kecil maupun yang besar. Alloh
Ta'ala berfirman,
فَلَا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ
لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا
“Maka demi Tuhanmu,
mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
[QS. An-Nisa (4): 65].
Alloh Tabaroka wa Ta’ala tidak
mewajibkan kepada setiap individu manusia taat kepada seseorang dari sisi
personalnya kecuali hanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Alloh Ta'ala berfirman,
وَأَطِيْعُوا
اللهَ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dan taatilah Alloh dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
[QS. Ali Imran (3): 132].
Dalam ayat ini Alloh Ta'ala
memerintahkan para hambanya taat kepada-Nya dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi
wa sallam. Hukum asal perintah adalah wajib berdasarkan pendapat yang
paling benar kecuali ada dalil lain yang memalingkannya menjadi sunnah. Dan di
sini tidak ada. Bahkan banyak ayat lainnya yang menegaskan wajibnya hal ini.
Kemudian sudah menjadi sesuatu yang maklum jika sudah terbukti bahwa hukum asal
perintah menunjukkan wajib maka siapa saja yang menyelisihinya berdosa dan
bermaksiat kepada Alloh dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam,
karena menyelisihi perintah merupakan suatu bentuk maksiat. Alloh Ta'ala
berfirman,
فَلْيَحْذَرِ
الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ
يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Maka hendaklah orang-orang
yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” [QS. An-Nuur (24): 63]. Alloh mengancam siapa saja yang
menyelisihi perintah akan tertimpa cobaan atau azab yang pedih.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tahukah kamu tahu apakah
fitnah itu? Fitnah itu adalah kesyirikan. Barangkali jika ia menolak sebagian firman-Nya
hatinya akan tertimpa sedikit kesesatan yang berujuang akan membinasakannya.”
Alloh
Ta'ala berfirman,
قُلْ
أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ
مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيْعُوهُ تَهْتَدُوْا وَمَا
عَلَى الرَّسُوْلِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِيْنُ
“Katakanlah:
"Taat kepada Alloh dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka
sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan
jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Alloh) dengan terang.".”
[QS. An-Nuur (24): 54].
Dalam ayat ini terdapat perintah dari
Alloh Ta'ala untuk taat kepada-Nya dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi
wa sallam. Kemudian sesungguhnya Alloh Ta'ala berfirman, “Dan jika
kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk”,
petunjuk tidak akan diraih kecuali dengan taat kepada-Nya. Karena dalam ayat
ini ada kata kerja sebagai syarat dan sekaligus ada jawabnya. Jawab syarat
tidak akan terjadi kecuali dengan kata kerja syarat. Jika kata kerja syaratnya
tidak terjadi maka jawabnya juga tidak terjadi.
Atas dasar ini petunjuk tidak akan bisa
didapat kecuali dengan adanya ketaatan kepada-Nya. Jika ketaatan kepada-Nya ada
maka petunjuk akan didapat, kalau tidak ada maka petunjuk juga tidak mungkin
didapat. Oleh karena itu dalam surat Al-Ahzab Alloh menjanjikan bagi siapa saja
yang taat kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya akan mendapatkan kemenangan dan
keberuntungan. Alloh Ta'ala berfirman,
وَمَنْ
يُطِعِ اللهِ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
“Dan barangsiapa mentaati Alloh dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” [QS. Al-Ahzab (33): 71].
Alloh Ta'ala juga berfirman memvonis
siapa saja yang mendurhakai-Nya dan Rasul-Nya sebagai orang sesat dengan
kesesatan yang nyata,
وَمَنْ
يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَا لًا مُبِيْنًا
“Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” [QS.
Al-Ahzab (33): 36].
Alloh Ta'ala berfirman memerintahkan
kita mengambil semua perkataan Rasulullah SAW dan menerimanya tanpa ragu-ragu,
وَمَا
آَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا
“Apa yang diberikan
Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah.” [QS. Al-Hasyr (59): 7].
Adapun hadits-hadits yang menunjukkan
wajibnya taat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan
mengambil sunnahnya sangat banyak jumlahnya. Diantaranya yang dicantumkan dalam
Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ
رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّي
“BARANG SIAPA YANG MEMBENCI
SUNNAHKU
MAKA BUKAN TERMASUK
GOLONGANKU.”
Demikian pula yang tercantum dalam
Shahih Bukhari dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda,
كُلُّ
أُمَّتِي يَدْخُلُوْنَ الْجِنَّةَ، إِلَّا مَنْ أَبَى، قَالُوْا يَأ رَسُولَ اللهِ
وَمَنْ يَأْبَى قَالَ: مَنْ أَطَاعِنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي
فَقَدْ أَبَى
“Seluruh umatku akan masuk
surga kecuali yang menolaknya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah
siapakah gerangan orang yang menolaknya?” Beliau,
“Barang siapa yang taat kepadaku pasti masuk surga dan
Barang siapa
mendurhakaiku sungguh ia telah menolak.”
Source:
Al-Haqq wa
Al-Yaqin
Tentang
Memusuhi Para Thaghut
dan Orang-Orang Murtad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar