9/09/2019

JIHAD (MEMERANGI) KAUM KAFIR - Ibnu Taimiyah


JIHAD (MEMERANGI) KAUM KAFIR
Oleh : Ibnu Taimiyah

Sanksi-sanksi yang dibawa oleh syariat buat orang yang bermaksiat kepada Allah dan RasulNya ada dua macam:

Pertama, hukuman bagi pihak yang telah dikuasai, baik seorang maupun sejumlah.

Kedua, hukuman bagi golongan yang membangkang, seperti golongan yang tidak mungkin dikuasai melainkan dengan perang.

Dasar mengenai hal ini adalah berjihad (memerangi) orang kafir, para musuh Allah dan Rasul-Nya. Siapa saja yang telah sampai kepadanya seruan (dakwah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada agama Allah yang karenanya beliau diutus, tapi tidak mau memenuhi ajakannya, maka wajib diperangi, "Supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah." (Al-Anfal: 39).

Tatkala Allah mengutus Nabi-Nya dan memerintahkannya supaya mengajak manusia kepada agamaNya, Dia tidak mengizinkan beliau untuk membunuh dan memerangi seorang pun atas perkara tersebut hingga beliau berhijrah ke Madinah. Kemudian Dia mengizinkan untuk beliau dan umat Islam (untuk berperang) lewat firman-Nya,

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمۡ ظُلِمُواْۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ نَصۡرِهِمۡ لَقَدِيرٌ ٣٩ ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بِغَيۡرِ حَقٍّ إِلَّآ أَن يَقُولُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّهُدِّمَتۡ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٞ وَصَلَوَٰتٞ وَمَسَٰجِدُ يُذۡكَرُ فِيهَا ٱسۡمُ ٱللَّهِ كَثِيرٗاۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ٤٠ ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ ٤١

"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allali, benar-  Mahakuasa menolong mereka, (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, 'Tuhan kami hanyalah Allah.' Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulali telah dirobolikan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma 'rufdan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Al-Hajj: 39-41).

Kemudian setelah itu Allah mewajibkan perang kepada mereka lewat firmanNya,

كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡ‍ٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡ‍ٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٢١٦

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216).

Dan Dia menekankan kewajiban dan membesarkan perkara jihad dalam surat-surat Madaniah pada umumnya serta mencela orang-orang yang meninggalkannya dan mengidentikkan mereka sebagai munafik dan berpenyakit hati. Dia berfirman,

قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٢٤

"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (At-Taubah: 24).

Dia berfirman,

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمۡ يَرۡتَابُواْ وَجَٰهَدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ ١٥

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (Al-Hujurat: 15).

Dia berfirman,

وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَوۡلَا نُزِّلَتۡ سُورَةٞۖ فَإِذَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٞ مُّحۡكَمَةٞ وَذُكِرَ فِيهَا ٱلۡقِتَالُ رَأَيۡتَ ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ يَنظُرُونَ إِلَيۡكَ نَظَرَ ٱلۡمَغۡشِيِّ عَلَيۡهِ مِنَ ٱلۡمَوۡتِۖ فَأَوۡلَىٰ لَهُمۡ ٢٠ طَاعَةٞ وَقَوۡلٞ مَّعۡرُوفٞۚ فَإِذَا عَزَمَ ٱلۡأَمۡرُ فَلَوۡ صَدَقُواْ ٱللَّهَ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡ ٢١ فَهَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن تَوَلَّيۡتُمۡ أَن تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَتُقَطِّعُوٓاْ أَرۡحَامَكُمۡ ٢٢

"Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orangada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?" (Muhammad: 20-22).

Ayat-ayat semacam ini sangat banyak dalam al-Qur'an.

Demikian pula pengagungan terhadap jihad dan penghormatan terhadap para pelakunya dalam surat Shaf yang di dalamnya Allah berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (icaktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman." (Ash-Shaff: 10-13).

Dia berfirman,

"Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zhalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh kesenangan yang kekal di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar." (At-Taubah: 19-22).

Dia berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Mahaluas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Ma'idah: 54).

Dia berfirman,

"Yang demikian itu karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak mcnyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal shalih pula), karena Allah akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (At-Taubah: 120-121).

Allah menyebutkan implikasi dari amal usaha mereka dan apa yang mereka dapatkan dari usaha tersebut.

Perintah mengenai jihad dan penjelasan mengenai keutamaannya dalam al-Qur'an dan as-Sunnah sangat banyak.

Karena itu jihad merupakan ibadah paling mulia yang dikerjakan manusia. Menurut kesepakatan ulama, jihad itu lebih utama daripada haji dan umrah, shalat dan puasa sunnah, sebagaimana yang ditunjukkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ

"Pokok segala urusan adalah ISLAM, tiangnya adalah SHALAT dan puncaknya adalah JIHAD."

Beliau bersabda,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ لَمِائَةَ دَرَجَةٍ مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَعَدَّهَا اللهُ لِلْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ سَبِيْلِهِ

"Di surga ada seratus tingkatan, jarak antara tingkatan yang satu dengan tingkatan berikutnya seperti jarak antara langit dan bumi, yang disediakan buat orang-orang yang berjihad di jaianNya." (Muttafaq alaih).

Beliau bersabda,

مَنِ اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ

"Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu di jalan Allah, maka Allah mengharamkan dia masuk ke dalam neraka." (HR. Al-Bukhari).

Beliau bersabda,

رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرِ وَقِيَامِهِ وَ إِنْ مَاتَ أَجْرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلَهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ

"Ribath fi sabilillah (bermukim di tapal batas untuk penjagaan) sehari semalam itu lebih baik daripada berpuasa sebulan berikut melakukan shalat malam di dalamnya, jika ia mati, maka amal yang pernah dilakukannya menjadi amal jariah atasnya, diberi rizki, dan aman dari fitnah kubur." (HR. Muslim).

Dalam as-Sunan disebutkan,

رِبَاطُ يَوْمٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيْمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَنَازِلِ

"Ribath fi sabilillah (bermukim di tapal batas untuk penjagaan) sehari semalam itu lebih baik daripada bermukim di tempat lainnya seribu hari tanpa berperang." (HR. at-Tirmidzi).

Beliau bersabda,

عَيْنَانِ لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

"Dua mata tidak akan tersentuh api neraka yaitu: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang terjaga karena berjaga dijalan Allah." (HR. at-Tirmidzi dan ia menilai sebagai hadits hasan).

Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan,

حَرَسُ لِيْلَةٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ لَيْلَةٍ يُقَامُ لَيْلُهَا وَيُصَامُ نَهَارُهَا

"Berjaga semalam di jalan Allah itu lebih baik daripada seribu malam yang malamnya untuk shalat dan siangnya untuk berpuasa."
[Ahmad, 1/ 61 dan sanadnya dilemahkan oleh Ahmad Syakir, no. 433, dan al-Hakim, 2/81]

Dalam shahihain disebutkan, bahwa seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku suatu amal yang menyamai jihad fi sabilillah?" Beliau bersabda,

لَا تَسْتَطِيْعُ

"Kamu tidak akan sanggup."

Ia mengatakan, "Beritahukanlah hal itu kepadaku." Beliau bersabda,

هَلْ تَسْتَطِيْعُ إِذَا خَرَجَ الْمُجَاهِدُ أَنْ تَصُومَ لَا تُفْطِرُ، وَتَقُوْمُ لَا تَفْتَرُ؟

"Apakah kamu sanggup, ketika mujahid keluar (berjihad di jalan Allah), kamu berpuasa tanpa berbuka dan mendirikan shalat tanpa terputus?"
la menjawab, "Tidak." Beliau bersabda,

فَذَلِكَ الَّذِي يَعْدِلُ الْجِهَادَ

"Itulah yang menyamai jihad."

[Muslim dalam al-Imarah, 1878/ 110; dan at-Tirmidzi dalam Fadha'il al-Jihad, no. 1619]

Dalam as-Sunan disebutkan bahwa beliau bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ سِيَاحَةً وَسِيَاحَةُ أُمَّتِي الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى

"Setiap umat itu mempunyai pengembaraan (hiburan, piknik), dan pengembaraan umatku adalah berjihad dijalan Allah." [Abu Daud dalam al-Jihad, no. 2486 dari Abu Umamah]

Ini adalah pembahasan yang cukup luas. Tidak ada keterangan mengenai pahala-pahala amal dan keutamaan-keutamaannya yang menyamai keterangan mengenai pahala dan keutamaan berjihad.

Ini sangat jelas apabila direnungkan. Karena manfaat jihad bersifat umum, baik buat pelakunya maupun bagi yang lain, baik di akhirat maupun di dunia, serta mencakup semua jenis ibadah batin dan lahir. Ia mencakup mahabbatullah (cinta kepada Allah), ikhlas karenaNya, tawakal kepadaNya, penyerahan jiwa dan harta karena-Nya, sabar dan zuhud, dzikrullah dan seluruh ragam amalan lainnya yang tidak dicakup oleh amalan yang lain.

Sementara orang yang menegakkan jihad, baik individu maupun umat, senantiasa berada di antara salah satu dari dua kebajikan: mendapatkan kemenangan atau mati syahid dan surga.

Manusia itu pasti mengalami hidup dan mati, dan dalam jihad tersebut mereka mempergunakan kehidupan dan kematian untuk meraih kebahagiaan mereka yang tertinggi, baik di dunia maupun di akhirat. Sementara meninggalkan jihad akan menghilangkan dua kebahagiaan atau menguranginya. Sebab sebagian manusia ada orang yang senang melakukan amal-amalan berat untuk akhirat dan dunia, meskipun manfaatnya sedikit, padahal jihad itu lebih bermanfaat untuk dunia dan akhirat ketimbang seluruh amalan berat lainnya.

Adakalanya ia bersemangat untuk membahagiakan dirinya hingga menemui kematian, padahal mati syahid itu lebih mudah daripada segala kematian dan kematiannya lebih mulia.

Jika prinsip perang (qital) yang disyariatkan adalah jihad yang tujuannya adalah agar agama (Din: ketaatan) seluruhnya hanya milik Allah dan agar kalimat Allah itulah yang tertinggi, maka barangsiapa yang menolak perkara ini harus diperangi berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Adapun golongan yang bukan termasuk ahli peperangan, seperti kaum wanita, anak-anak, pendeta, orang tua, orang buta, orang yang sakit parah dan sejenisnya, maka tidak boleh dibunuh, menurut jumhur ulama, kecuali apabila ia memerangi dengan ucapannya atau perbuatannya. Meskipun sebagian ulama memandang bolehnya membunuh mereka semua karena kekafirannya, kecuali kaum wanita dan anak-anak -karena mereka adalah "kekayaan" bagi umat Islam. Pendapat yang pertama itulah yang benar. Karena perang itu buat kalangan yang memerangi kita, ketika kita bermaksud memenangkan agama Allah, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَقَاتِلُوْهُمْ فِي سَبِيْلِ اللهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوآ إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ

"Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-Baqarah: 190).

Dalam as-Sunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan, bahwa beliau pernah melewati seorang perempuan yang terbunuh di sebuah peperangan sedang dikerubungi orang-orang. Beliau mengatakan, "Perempuan ini tidak ikut berperang." Lantas beliau berkata kepada salah seorang dari mereka, "Temuilah Khalid, dan katakan kepadanya, 'jangan membunuh wanita dan pesuruh (budak)."
[Ibnu Majah, no. 2832; dan Ahmad, 3/ 188; keduanya dari Hanzhalah al-Katib, lihat an-Nihayah 3/236]

Dalam as-Sunan juga, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,

لَا تَقْتُلُوْا شَيْخًا فَانِيًا وَلَا طِفْلًا صَغِيْرًا وَلَا امْرَأَةً

"Janganlah kamu membunuh orang tua renta, dan jangan pula membunuh anak-anak dan wanita."
[Abu Daud, no. 2614, dari Anas bin Malik]

Itu mengingat karena Allah subhanahu wa ta’ala membolehkan membunuh jiwa yang dipandang perlu demi kebaikan manusia, sebagaimana firman-Nya,

وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ

"Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan." (Al-Baqarah: 217).

Artinya, meskipun pembunuhan itu mengandung keburukan dan kerusakan, tapi "fitnah" yang ditimbulkan oleh kaum kafir berupa keburukan dan kerusakan itu jauh lebih besar lagi. Siapa yang tidak menghalangi umat Islam untuk menegakkan agama Allah, maka kekafirannya tidak membahayakan melainkan terhadap dirinya sendiri. Karena itu para fuqaha' mengatakan bahwa orang yang menyeru kepada bid'ah yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah harus dihukum dengan hukuman yang tidak berlaku bagi orang yang mendiamkannya. Diriwayatkan dalam hadits,

إِنَّ الْخَطِيْئَةَ إِذَا أُخْفِيَتِ لَمْ تَضُرَّ إِلَّا صَاحِبَهَا، وَلَكِنْ إِذَا ظَهَرَتْ فَلَمْ تُنْكَرْ ضَرَّتِ الْعَامَّةَ

"Perbuatan dosa, jika disembunyikan, maka hanya membahayakan pelakunya saja. Tetapi apabila terang-terangan lalu tidak dicegah, maka membahayakan orang banyak."

Karena itu syariat mewajibkan untuk memerangi orang-orang kafir, dan tidak mewajibkan memerangi orang-orang kafir yang telah dikuasai. Bahkan apabila seseorang dari mereka ditawan dalam peperangan atau selainnya, misalnya perahu mendamparkan dia kepada kita, ia tersesat jalan atau ia ditangkap dengan tipu muslihat, maka seorang pemimpin (imam) boleh melakukan apa yang terbaik mengenainya, apakah itu membunuhnya, menjadikannya sebagai budak, memperlakukannya secara baik, atau menerima tebusan darinya dengan harta atau jiwa, menurut kebanyakan fuqaha', sebagaimana ditunjukkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah -meskipun sebagian para ahli fikih ada yang berpendapat bahwa memperlakukannya secara baik dan mengambil tebusan darinya telah dihapuskan.

Adapun Ahlulkitab dan kaum Majusi diperangi sampai mereka mau masuk Islam atau memberikan jizyah (upeti) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. Sedangkan selain mereka, maka para ahli fikih berselisih pendapat tentang mengambil jizyah dari mereka. Tetapi kebanyakan mereka berpendapat tidak boleh mengambil jizyah dari orang Arab.

Golongan manapun yang menisbatkan diri kepada Islam tapi menolak sebagian syariatnya yang jelas lagi mutawatir, maka mereka wajib diperangi, menurut kesepakatan kaum muslimin, sehingga ketaatan seluruhnya menjadi milik Allah. Sebagaimana Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dan seluruh sahabat radhiallahu ‘anhum memerangi golongan yang menolak membayar zakat. Sebelum itu sebagian sahabat bersikap ragu-ragu dan menahan diri tentang memerangi mereka kemudian mereka bersepakat. Sampai-sampai Umar bin al-Khaththab berkata kepada Abu Bakar, "Bagaimana anda akan memerangi manusia, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحُمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَإِذَا قَالُواهَا، فَقَدْ عَصَمُوْا مِنِّي دَمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ

“Aku diperintahkan supaya memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan haq melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka telah mengucapkannya, maka mereka telah melindungi dariku darah mereka dan harta mereka, kecuali dengan haknya, dan penilaian mereka terserah Allah'."

Maka Abu Bakar berkata kepadanya, "Zakat adalah haknya (hak kalimat La llaha Illallah). Demi Allah, seandainya mereka menghalangiku mengambil zakat yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya aku memerangi mereka karena enggan memberikan hal itu." Kata Umar, "Sungguh aku telah melihat bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk berperang, lalu aku tahu bahwa itu adalah kebenaran."

Telah tetap dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari berbagai jalan periwayatan, bahwa beliau telah memerintahkan untuk memerangi kaum Khawarij. Dalam shahihain dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَأْتِيْ فِي آخِرِ الزَّمَانَ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Akan keluar Suatu kaum di akhir zaman yaitu orang-orang yang umurnya masih hijau, berakal tapi bodoh, berbicara dengan ucapan sebaik-baik manusia. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah lepas dari busurnya, iman mereka tidak sampai pada tenggorokannya. Maka di mana saja kamu menjumpai mereka, maka bunuhlah mereka. Karena ada pahala bagi siapa yang membunuh mereka nanti di Hari Kiamat." [Al-Bukhari dalam al-Manaqib, no. 3611; dan Muslim dalam az-Zakah, 1066/ 154]

Dalam riwayat muslim dari Ali radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِسَيْءٍ وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِسَيْءٍ وَلَا صِيَامَكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لَا تُجَاوِزُ قِرَاءَتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَوْ يَعْلَمُ الْحِيْشُ الَّذِيْنَ يُصِيْبُوْنَهُمْ مَا قُضِيَ لِهُمْ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِمْ لَاتَّكَلُوا عَنِ الْعَمَلِ

“Akan keluar suatu kaum dari umatku yang membaca al-Qur'an. Bacaan kalian tidak menyamai bacaan mereka sedikitpun, shalat kalian tidak menyamai shalat mereka sedikit pun, dan puasa kalian tidak menyamai puasa mereka sedikitpun. Mereka membaca al-Qur'an dengan anggapan balnva itu membawa kebaikan bagi mereka padahal membawa keburukan atas mereka. Bacaan mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah lepas dari busurnya. Seandainya pasukan yang menemukan mereka tidak menghabisi mereka berdasarkan perintah Nabinya, berarti mereka telah membangkang." [Muslim dalam az-Zakah, 1066/ 156]

Dari Abu Sa'id dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai hadits ini,

يَقْتُلُوْنَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدْعُوْنَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرُكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ

"Mereka membunuh orang-orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala, jika aku menjumpai mereka, niscaya aku akan membunuh mereka sebagaimana membunuh kaum 'Ad." (Muttafaq alaih).

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

تَكُوْنَ فِي أُمَّتِيْ فِرْقَتَانِ فَتَخْرُجُ مِنْ بَيْنِهِمَا مَارِقَةٌ يَلِيْ قَتْلَهُمْ أَوْ لَاَهُمْ بِالْحَقِّ

"Umatku akan menjadi dua golongan, lalu akan keluar dari keduanya 'Mariqah' (golongan yang lepas dari ketentuan Islam; Khawarij); dan yang memerangi mereka adalah golongan yang lebih dekat kepada kebenaran." [Muslim dalam az-Zakah, 1065/ 152]

Mereka itulah orang-orang yang diperangi oleh Amirul mukminin Ali bin Thalib radhiallahu ‘anhu, ketika terjadi firqah (perpecahan) antara penduduk Irak dan Syam. Mereka disebut dengan Haruriyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa masing-masing dari dua golongan yang berpecah belah itu termasuk umatnya, dan para sahabat Ali adalah golongan yang lebih dekat kepada kebenaran. Beliau hanya memerintahkan untuk memerangi golongan yang keluar dari Islam, meninggalkan (menyelisihi) jamaah umat Islam, serta menghalalkan darah kaum muslimin dan harta mereka.

Maka telah tetap berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah serta Ijma' umat, bahwa golongan yang keluar dari syariat Islam harus diperangi meskipun mengucapkan syahadatain.

Para fuqaha berselisih pendapat mengenai golongan yang membangkang, seandainya meninggalkan sunnah yang rutin (muakkad) seperti dua rakaat fajar: apakah boleh memeranginya? Ada dua pendapat. Adapun meninggalkan kewajiban-kewajiban dan keharaman-keharaman yang sudah jelas dan masyhur, maka harus diperangi karenanya, berdasarkan kesepakatan, sehingga mereka komitmen untuk mendirikan shalat yang diwajibkan, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, menunaikan haji ke Baitullah, dan komitmen untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan haram, seperti menikahi saudara perempuannya, makan yang haram, menganiaya umat Islam baik jiwa maupun hartanya, dan sejenisnya.

Memerangi mereka itu wajib secara ofensif, setelah terlebih dahulu sampai "dakwah Nabi" kepada mereka tentang alasan mereka diperangi. Adapun apabila mereka memulai menyerang umat Islam, maka sudah pasti mereka harus diperangi. Sebagaimana telah kami tegaskan mengenai memerangi para pembangkang dari golongan yang melampaui batas, yaitu para perampok jalan.

Dan jihad wajib yang paling besar adalah memerangi kaum kafir dan para pembangkang sebagian syariat Islam, seperti golongan yang menolak membayar zakat, Khawarij dan sebagainya. Jihad itu wajib, baik secara ofensif maupun defensif. Jihad secara ofensif bersifat fardhu kifayah; apabila sebagian orang melakukannya, maka kewajiban tersebut gugur dari selainnya. Tapi yang menjalankan itulah yang lebih utama, sebagaimana firman Allah.

لَا يَسْتَوى الْقَعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ غَيْرَ أُوْلِى الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ

"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya." (An-Nisa': 95).

Adapun jika musuh menyerang umat Islam, maka membela diri dari serangan musuh tersebut menjadi kewajiban atas semua orang yang dituju (oleh serangan itu), dan selain yang dituju; untuk membantu mereka, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَإِنَّ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ

"jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka." (Al- Anfal:72).

Sebagaimana halnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membela orang Islam, baik orang tersebut mampu berperang maupun tidak. Ini wajib menurut kesanggupan atas setiap orang, baik dengan jiwa maupun hartanya, sedikit maupun banyak, dengan berjalan maupun berkendaraan. Sebagaimana tatkala kaum muslimin diserang musuh pada perang Khandak, Allah tidak mengizinkan seorang pun untuk meninggalkannya -sebagaimana Dia mengizinkan untuk tidak mengikuti jihad secara ofensif guna mencari musuh, yang di dalamnya Dia membagi mereka menjadi dua golongan: yang tidak berjihad dan yang ikut berjihad-. Bahkan Dia mencela orang-orang yang meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيْدُوْنَ إِلَّا فِرَرًا

"Mereka berkata. 'Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).' Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari." (Al-Ahzab: 13).

Sebab jihad (secara defensif) ini untuk mengangkat martabat agama, kehormatan dan jiwa. Ini adalah peperangan yang sangat mendesak (darurat). Sementara perang secara ofensif adalah perang ikhtiar; untuk semakin meninggikan citra agama dan menggentarkan musuh, seperti perang Tabuk dan sejenisnya, dan sanksi macam ini berlaku untuk semua pihak yang membangkang.


Source:
KUMPULAN FATWA IBNU TAIMIYAH
[Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar & Kekuasaan, Siyasah Syar’iyah dan Jihad Fi Sabilillah]
Penerjemah: Ahmad Syaikhu, S.Ag
Muraja’ah: Tim Pustaka DH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...