JIHAD
(MEMERANGI) KAUM KAFIR
Oleh : Ibnu Taimiyah
Sanksi-sanksi yang dibawa oleh
syariat buat orang yang bermaksiat kepada Allah dan RasulNya ada dua macam:
Pertama, hukuman bagi pihak yang
telah dikuasai, baik seorang maupun sejumlah.
Kedua, hukuman bagi golongan yang
membangkang, seperti golongan yang tidak mungkin dikuasai melainkan dengan
perang.
Dasar mengenai hal ini adalah
berjihad (memerangi) orang kafir, para musuh Allah dan Rasul-Nya. Siapa saja
yang telah sampai kepadanya seruan (dakwah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada agama Allah yang karenanya beliau diutus, tapi tidak mau
memenuhi ajakannya, maka wajib diperangi, "Supaya jangan ada fitnah dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah." (Al-Anfal: 39).
Tatkala Allah mengutus Nabi-Nya
dan memerintahkannya supaya mengajak manusia kepada agamaNya, Dia tidak
mengizinkan beliau untuk membunuh dan memerangi seorang pun atas perkara
tersebut hingga beliau berhijrah ke Madinah. Kemudian Dia mengizinkan untuk
beliau dan umat Islam (untuk berperang) lewat firman-Nya,
أُذِنَ لِلَّذِينَ
يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمۡ ظُلِمُواْۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ نَصۡرِهِمۡ لَقَدِيرٌ
٣٩ ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بِغَيۡرِ حَقٍّ إِلَّآ أَن يَقُولُواْ
رَبُّنَا ٱللَّهُۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ
لَّهُدِّمَتۡ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٞ وَصَلَوَٰتٞ وَمَسَٰجِدُ يُذۡكَرُ فِيهَا ٱسۡمُ ٱللَّهِ
كَثِيرٗاۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ
عَزِيزٌ ٤٠ ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۗ
وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ ٤١
"Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allali, benar-
Mahakuasa menolong mereka, (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari
kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata,
'Tuhan kami hanyalah Allah.' Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan)
sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulali telah dirobolikan
biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan
masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah
pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat yang ma 'rufdan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Al-Hajj: 39-41).
Kemudian setelah itu Allah
mewajibkan perang kepada mereka lewat firmanNya,
كُتِبَ
عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡٔٗا
وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ
وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٢١٦
"Diwajibkan atas kamu
berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216).
Dan Dia menekankan kewajiban
dan membesarkan perkara jihad dalam surat-surat Madaniah pada umumnya serta
mencela orang-orang yang meninggalkannya dan mengidentikkan mereka sebagai
munafik dan berpenyakit hati. Dia berfirman,
قُلۡ
إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ
وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا
وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ
وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ
وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٢٤
"Katakanlah, 'Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusanNya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik." (At-Taubah: 24).
Dia berfirman,
إِنَّمَا
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمۡ
يَرۡتَابُواْ وَجَٰهَدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۚ
أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ ١٥
"Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (Al-Hujurat: 15).
Dia berfirman,
وَيَقُولُ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَوۡلَا نُزِّلَتۡ سُورَةٞۖ فَإِذَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٞ
مُّحۡكَمَةٞ وَذُكِرَ فِيهَا ٱلۡقِتَالُ رَأَيۡتَ ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم
مَّرَضٞ يَنظُرُونَ إِلَيۡكَ نَظَرَ ٱلۡمَغۡشِيِّ عَلَيۡهِ مِنَ ٱلۡمَوۡتِۖ
فَأَوۡلَىٰ لَهُمۡ ٢٠ طَاعَةٞ وَقَوۡلٞ مَّعۡرُوفٞۚ فَإِذَا عَزَمَ ٱلۡأَمۡرُ
فَلَوۡ صَدَقُواْ ٱللَّهَ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡ ٢١ فَهَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن
تَوَلَّيۡتُمۡ أَن تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَتُقَطِّعُوٓاْ أَرۡحَامَكُمۡ ٢٢
"Maka apabila diturunkan
suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang,
kamu lihat orang-orangada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti
pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka.
Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka).
Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau
mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik
bagi mereka. Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?" (Muhammad: 20-22).
Ayat-ayat semacam ini sangat
banyak dalam al-Qur'an.
Demikian pula pengagungan
terhadap jihad dan penghormatan terhadap para pelakunya dalam surat Shaf yang
di dalamnya Allah berfirman,
"Hai orang-orang yang
beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan
kamu dari adzab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi
kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan
memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan
(memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn. Itulah
keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai
(yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (icaktunya). Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman." (Ash-Shaff: 10-13).
Dia berfirman,
"Apakah (orang-orang)
yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus
Masjidil haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah;
dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zhalim. Orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri
mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang
yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan
rahmat daripada-Nya, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh kesenangan yang
kekal di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar." (At-Taubah: 19-22).
Dia berfirman,
"Hai orang-orang yang
beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah
akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Mahaluas
(pemberianNya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Ma'idah: 54).
Dia berfirman,
"Yang demikian itu
karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah
dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang
kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah
bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah
tidak mcnyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, dan mereka tiada
menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak
melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal shalih pula),
karena Allah akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (At-Taubah: 120-121).
Allah menyebutkan implikasi
dari amal usaha mereka dan apa yang mereka dapatkan dari usaha tersebut.
Perintah mengenai jihad dan
penjelasan mengenai keutamaannya dalam al-Qur'an dan as-Sunnah sangat banyak.
Karena itu jihad merupakan
ibadah paling mulia yang dikerjakan manusia. Menurut kesepakatan ulama, jihad
itu lebih utama daripada haji dan umrah, shalat dan puasa sunnah, sebagaimana
yang ditunjukkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. Sehingga Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
رَأْسُ
الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
"Pokok segala
urusan adalah ISLAM, tiangnya adalah SHALAT dan puncaknya adalah JIHAD."
Beliau bersabda,
إِنَّ
فِي الْجَنَّةِ لَمِائَةَ دَرَجَةٍ مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجَةِ
كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَعَدَّهَا اللهُ لِلْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ
سَبِيْلِهِ
"Di surga ada seratus
tingkatan, jarak antara tingkatan yang satu dengan tingkatan berikutnya seperti
jarak antara langit dan bumi, yang disediakan buat orang-orang yang berjihad di
jaianNya."
(Muttafaq alaih).
Beliau bersabda,
مَنِ
اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ
"Barangsiapa yang kedua
kakinya berdebu di jalan Allah, maka Allah mengharamkan dia masuk ke dalam
neraka." (HR. Al-Bukhari).
Beliau bersabda,
رِبَاطُ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرِ وَقِيَامِهِ وَ إِنْ مَاتَ أَجْرَى
عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلَهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ
الْفَتَّانَ
"Ribath fi sabilillah
(bermukim di tapal batas untuk penjagaan) sehari semalam itu lebih baik
daripada berpuasa sebulan berikut melakukan shalat malam di dalamnya, jika ia
mati, maka amal yang pernah dilakukannya menjadi amal jariah atasnya, diberi
rizki, dan aman dari fitnah kubur." (HR. Muslim).
Dalam as-Sunan disebutkan,
رِبَاطُ
يَوْمٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيْمَا سِوَاهُ مِنَ
الْمَنَازِلِ
"Ribath fi sabilillah
(bermukim di tapal batas untuk penjagaan) sehari semalam itu lebih baik
daripada bermukim di tempat lainnya seribu hari tanpa berperang." (HR. at-Tirmidzi).
Beliau bersabda,
عَيْنَانِ
لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ
تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
"Dua mata tidak akan
tersentuh api neraka yaitu: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan
mata yang terjaga karena berjaga dijalan Allah." (HR. at-Tirmidzi dan ia
menilai sebagai hadits hasan).
Dalam Musnad Imam Ahmad
disebutkan,
حَرَسُ
لِيْلَةٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ لَيْلَةٍ يُقَامُ لَيْلُهَا
وَيُصَامُ نَهَارُهَا
"Berjaga
semalam di jalan Allah itu lebih baik daripada seribu malam yang malamnya untuk
shalat dan siangnya untuk berpuasa."
[Ahmad, 1/ 61 dan sanadnya dilemahkan oleh
Ahmad Syakir, no. 433, dan al-Hakim, 2/81]
Dalam shahihain disebutkan,
bahwa seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, beritahukan
kepadaku suatu amal yang menyamai jihad fi sabilillah?" Beliau
bersabda,
لَا تَسْتَطِيْعُ
"Kamu tidak
akan sanggup."
Ia mengatakan, "Beritahukanlah
hal itu kepadaku." Beliau bersabda,
هَلْ
تَسْتَطِيْعُ إِذَا خَرَجَ الْمُجَاهِدُ أَنْ تَصُومَ لَا تُفْطِرُ، وَتَقُوْمُ
لَا تَفْتَرُ؟
"Apakah kamu
sanggup, ketika mujahid keluar (berjihad di jalan Allah), kamu berpuasa tanpa
berbuka dan mendirikan shalat tanpa terputus?"
la menjawab,
"Tidak." Beliau bersabda,
فَذَلِكَ
الَّذِي يَعْدِلُ الْجِهَادَ
"Itulah yang menyamai
jihad."
[Muslim dalam al-Imarah, 1878/ 110; dan
at-Tirmidzi dalam Fadha'il al-Jihad, no. 1619]
Dalam as-Sunan disebutkan
bahwa beliau bersabda,
إِنَّ
لِكُلِّ أُمَّةٍ سِيَاحَةً وَسِيَاحَةُ أُمَّتِي الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
تَعَالَى
"Setiap umat itu
mempunyai pengembaraan (hiburan, piknik), dan pengembaraan umatku adalah
berjihad dijalan Allah." [Abu Daud dalam al-Jihad, no. 2486 dari Abu Umamah]
Ini adalah pembahasan yang
cukup luas. Tidak ada keterangan mengenai pahala-pahala amal dan
keutamaan-keutamaannya yang menyamai keterangan mengenai pahala dan keutamaan
berjihad.
Ini sangat jelas apabila
direnungkan. Karena manfaat jihad bersifat umum, baik buat pelakunya maupun
bagi yang lain, baik di akhirat maupun di dunia, serta mencakup semua jenis
ibadah batin dan lahir. Ia mencakup mahabbatullah (cinta kepada Allah),
ikhlas karenaNya, tawakal kepadaNya, penyerahan jiwa dan harta karena-Nya,
sabar dan zuhud, dzikrullah dan seluruh ragam amalan lainnya yang tidak
dicakup oleh amalan yang lain.
Sementara orang yang
menegakkan jihad, baik individu maupun umat, senantiasa berada di antara salah
satu dari dua kebajikan: mendapatkan kemenangan atau mati syahid dan surga.
Manusia itu pasti mengalami
hidup dan mati, dan dalam jihad tersebut mereka mempergunakan kehidupan dan
kematian untuk meraih kebahagiaan mereka yang tertinggi, baik di dunia maupun
di akhirat. Sementara meninggalkan jihad akan menghilangkan dua kebahagiaan atau
menguranginya. Sebab sebagian manusia ada orang yang senang melakukan
amal-amalan berat untuk akhirat dan dunia, meskipun manfaatnya sedikit, padahal
jihad itu lebih bermanfaat untuk dunia dan akhirat ketimbang seluruh amalan
berat lainnya.
Adakalanya ia bersemangat
untuk membahagiakan dirinya hingga menemui kematian, padahal mati syahid itu
lebih mudah daripada segala kematian dan kematiannya lebih mulia.
Jika prinsip perang (qital)
yang disyariatkan adalah jihad yang tujuannya adalah agar agama (Din:
ketaatan) seluruhnya hanya milik Allah dan agar kalimat Allah itulah yang
tertinggi, maka barangsiapa yang menolak perkara ini harus diperangi
berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Adapun golongan yang bukan termasuk ahli
peperangan, seperti kaum wanita, anak-anak, pendeta, orang tua, orang buta,
orang yang sakit parah dan sejenisnya, maka tidak boleh dibunuh, menurut jumhur
ulama, kecuali apabila ia memerangi dengan ucapannya atau perbuatannya.
Meskipun sebagian ulama memandang bolehnya membunuh mereka semua karena
kekafirannya, kecuali kaum wanita dan anak-anak -karena mereka adalah
"kekayaan" bagi umat Islam. Pendapat yang pertama itulah yang benar.
Karena perang itu buat kalangan yang memerangi kita, ketika kita bermaksud
memenangkan agama Allah, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَاتِلُوْهُمْ
فِي سَبِيْلِ اللهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوآ إِنَّ اللهَ
لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
"Dan perangilah dijalan
Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas."
(Al-Baqarah: 190).
Dalam as-Sunan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam disebutkan, bahwa beliau pernah melewati seorang perempuan
yang terbunuh di sebuah peperangan sedang dikerubungi orang-orang. Beliau
mengatakan, "Perempuan ini tidak ikut berperang." Lantas beliau
berkata kepada salah seorang dari mereka, "Temuilah Khalid, dan katakan
kepadanya, 'jangan membunuh wanita dan pesuruh (budak)."
[Ibnu Majah, no. 2832; dan Ahmad, 3/ 188; keduanya
dari Hanzhalah al-Katib, lihat an-Nihayah 3/236]
Dalam as-Sunan juga, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,
لَا
تَقْتُلُوْا شَيْخًا فَانِيًا وَلَا طِفْلًا صَغِيْرًا وَلَا امْرَأَةً
"Janganlah kamu membunuh
orang tua renta, dan jangan pula membunuh anak-anak dan wanita."
[Abu Daud, no. 2614, dari Anas bin Malik]
Itu mengingat karena Allah subhanahu
wa ta’ala membolehkan membunuh jiwa yang dipandang perlu demi kebaikan manusia,
sebagaimana firman-Nya,
وَالْفِتْنَةُ
أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ
"Dan fitnah itu lebih
besar bahayanya dari pembunuhan." (Al-Baqarah: 217).
Artinya, meskipun pembunuhan
itu mengandung keburukan dan kerusakan, tapi "fitnah" yang
ditimbulkan oleh kaum kafir berupa keburukan dan kerusakan itu jauh lebih besar
lagi. Siapa yang tidak menghalangi umat Islam untuk menegakkan agama Allah,
maka kekafirannya tidak membahayakan melainkan terhadap dirinya sendiri. Karena
itu para fuqaha' mengatakan bahwa orang yang menyeru kepada bid'ah yang
menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah harus dihukum dengan hukuman yang tidak
berlaku bagi orang yang mendiamkannya. Diriwayatkan dalam hadits,
إِنَّ
الْخَطِيْئَةَ إِذَا أُخْفِيَتِ لَمْ تَضُرَّ إِلَّا صَاحِبَهَا، وَلَكِنْ إِذَا
ظَهَرَتْ فَلَمْ تُنْكَرْ ضَرَّتِ الْعَامَّةَ
"Perbuatan
dosa, jika disembunyikan, maka hanya membahayakan pelakunya saja. Tetapi
apabila terang-terangan lalu tidak dicegah, maka membahayakan orang
banyak."
Karena itu syariat mewajibkan
untuk memerangi orang-orang kafir, dan tidak mewajibkan memerangi orang-orang
kafir yang telah dikuasai. Bahkan apabila seseorang dari mereka ditawan dalam
peperangan atau selainnya, misalnya perahu mendamparkan dia kepada kita, ia
tersesat jalan atau ia ditangkap dengan tipu muslihat, maka seorang pemimpin
(imam) boleh melakukan apa yang terbaik mengenainya, apakah itu membunuhnya,
menjadikannya sebagai budak, memperlakukannya secara baik, atau menerima
tebusan darinya dengan harta atau jiwa, menurut kebanyakan fuqaha',
sebagaimana ditunjukkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah -meskipun sebagian para
ahli fikih ada yang berpendapat bahwa memperlakukannya secara baik dan mengambil
tebusan darinya telah dihapuskan.
Adapun Ahlulkitab dan kaum
Majusi diperangi sampai mereka mau masuk Islam atau memberikan jizyah (upeti)
dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. Sedangkan selain mereka, maka
para ahli fikih berselisih pendapat tentang mengambil jizyah dari mereka.
Tetapi kebanyakan mereka berpendapat tidak boleh mengambil jizyah dari orang
Arab.
Golongan manapun yang
menisbatkan diri kepada Islam tapi menolak sebagian syariatnya yang jelas lagi
mutawatir, maka mereka wajib diperangi, menurut kesepakatan kaum muslimin,
sehingga ketaatan seluruhnya menjadi milik Allah. Sebagaimana Abu Bakar radhiallahu
‘anhu dan seluruh sahabat radhiallahu ‘anhum memerangi golongan yang menolak
membayar zakat. Sebelum itu sebagian sahabat bersikap ragu-ragu dan menahan
diri tentang memerangi mereka kemudian mereka bersepakat. Sampai-sampai Umar
bin al-Khaththab berkata kepada Abu Bakar, "Bagaimana anda akan memerangi
manusia, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ
مُحُمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَإِذَا قَالُواهَا، فَقَدْ عَصَمُوْا مِنِّي
دَمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diperintahkan supaya memerangi
manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan
haq melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka telah
mengucapkannya, maka mereka telah melindungi dariku darah mereka dan harta
mereka, kecuali dengan haknya, dan penilaian mereka terserah Allah'."
Maka Abu Bakar berkata
kepadanya, "Zakat adalah haknya (hak kalimat La llaha Illallah). Demi
Allah, seandainya mereka menghalangiku mengambil zakat yang biasa mereka
berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya aku memerangi
mereka karena enggan memberikan hal itu." Kata Umar, "Sungguh
aku telah melihat bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk berperang,
lalu aku tahu bahwa itu adalah kebenaran."
Telah tetap dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dari berbagai jalan periwayatan, bahwa beliau telah
memerintahkan untuk memerangi kaum Khawarij. Dalam shahihain dari Ali bin Abi
Thalib radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
يَأْتِيْ
فِي آخِرِ الزَّمَانَ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ
يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الْإِسْلَامِ
كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ
حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فِي قَتْلِهِمْ
أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Akan keluar Suatu kaum di
akhir zaman yaitu orang-orang yang umurnya masih hijau, berakal tapi bodoh,
berbicara dengan ucapan sebaik-baik manusia. Mereka keluar dari Islam
sebagaimana anak panah lepas dari busurnya, iman mereka tidak sampai pada
tenggorokannya. Maka di mana saja kamu menjumpai mereka, maka bunuhlah mereka.
Karena ada pahala bagi siapa yang membunuh mereka nanti di Hari Kiamat."
[Al-Bukhari dalam al-Manaqib, no. 3611; dan Muslim dalam az-Zakah, 1066/ 154]
Dalam riwayat muslim dari Ali
radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
يَخْرُجُ
قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى
قِرَاءَتِهِمْ بِسَيْءٍ وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِسَيْءٍ وَلَا
صِيَامَكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ يَحْسَبُوْنَ
أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لَا تُجَاوِزُ قِرَاءَتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ
مِنَ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَوْ يَعْلَمُ
الْحِيْشُ الَّذِيْنَ يُصِيْبُوْنَهُمْ مَا قُضِيَ لِهُمْ عَلَى لِسَانِ
نَبِيِّهِمْ لَاتَّكَلُوا عَنِ الْعَمَلِ
“Akan keluar suatu kaum dari
umatku yang membaca al-Qur'an. Bacaan kalian tidak menyamai bacaan mereka
sedikitpun, shalat kalian tidak menyamai shalat mereka sedikit pun, dan puasa
kalian tidak menyamai puasa mereka sedikitpun. Mereka membaca al-Qur'an dengan
anggapan balnva itu membawa kebaikan bagi mereka padahal membawa keburukan atas
mereka. Bacaan mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari
Islam sebagaimana anak panah lepas dari busurnya. Seandainya pasukan yang
menemukan mereka tidak menghabisi mereka berdasarkan perintah Nabinya, berarti
mereka telah membangkang." [Muslim dalam az-Zakah, 1066/ 156]
Dari Abu Sa'id dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai hadits ini,
يَقْتُلُوْنَ
أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدْعُوْنَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرُكْتُهُمْ
لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
"Mereka membunuh
orang-orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala, jika aku menjumpai
mereka, niscaya aku akan membunuh mereka sebagaimana membunuh kaum 'Ad." (Muttafaq alaih).
Dalam riwayat Muslim
disebutkan,
تَكُوْنَ
فِي أُمَّتِيْ فِرْقَتَانِ فَتَخْرُجُ مِنْ بَيْنِهِمَا مَارِقَةٌ يَلِيْ
قَتْلَهُمْ أَوْ لَاَهُمْ بِالْحَقِّ
"Umatku akan menjadi dua
golongan, lalu akan keluar dari keduanya 'Mariqah' (golongan yang lepas dari
ketentuan Islam; Khawarij); dan yang memerangi mereka adalah golongan yang
lebih dekat kepada kebenaran." [Muslim dalam az-Zakah, 1065/ 152]
Mereka itulah orang-orang yang
diperangi oleh Amirul mukminin Ali bin Thalib radhiallahu ‘anhu, ketika terjadi
firqah (perpecahan) antara penduduk Irak dan Syam. Mereka disebut dengan
Haruriyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa
masing-masing dari dua golongan yang berpecah belah itu termasuk umatnya, dan
para sahabat Ali adalah golongan yang lebih dekat kepada kebenaran. Beliau
hanya memerintahkan untuk memerangi golongan yang keluar dari Islam, meninggalkan
(menyelisihi) jamaah umat Islam, serta menghalalkan darah kaum muslimin dan
harta mereka.
Maka telah tetap berdasarkan
al-Qur'an dan as-Sunnah serta Ijma' umat, bahwa golongan yang keluar dari
syariat Islam harus diperangi meskipun mengucapkan syahadatain.
Para fuqaha berselisih pendapat
mengenai golongan yang membangkang, seandainya meninggalkan sunnah yang rutin (muakkad)
seperti dua rakaat fajar: apakah boleh memeranginya? Ada dua pendapat. Adapun
meninggalkan kewajiban-kewajiban dan keharaman-keharaman yang sudah jelas dan
masyhur, maka harus diperangi karenanya, berdasarkan kesepakatan, sehingga
mereka komitmen untuk mendirikan shalat yang diwajibkan, menunaikan zakat, berpuasa
bulan Ramadhan, menunaikan haji ke Baitullah, dan komitmen untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan haram, seperti menikahi saudara perempuannya, makan yang
haram, menganiaya umat Islam baik jiwa maupun hartanya, dan sejenisnya.
Memerangi mereka itu wajib
secara ofensif, setelah terlebih dahulu sampai "dakwah Nabi" kepada
mereka tentang alasan mereka diperangi. Adapun apabila mereka memulai menyerang
umat Islam, maka sudah pasti mereka harus diperangi. Sebagaimana telah kami tegaskan
mengenai memerangi para pembangkang dari golongan yang melampaui batas, yaitu
para perampok jalan.
Dan jihad wajib yang paling
besar adalah memerangi kaum kafir dan para pembangkang sebagian syariat Islam,
seperti golongan yang menolak membayar zakat, Khawarij dan sebagainya. Jihad
itu wajib, baik secara ofensif maupun defensif. Jihad secara ofensif bersifat
fardhu kifayah; apabila sebagian orang melakukannya, maka kewajiban tersebut
gugur dari selainnya. Tapi yang menjalankan itulah yang lebih utama,
sebagaimana firman Allah.
لَا
يَسْتَوى الْقَعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ غَيْرَ أُوْلِى الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدِيْنَ
فِي سَبِيْلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
"Tidaklah sama antara
mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur
dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya." (An-Nisa': 95).
Adapun jika musuh menyerang
umat Islam, maka membela diri dari serangan musuh tersebut menjadi kewajiban
atas semua orang yang dituju (oleh serangan itu), dan selain yang dituju; untuk
membantu mereka, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَإِنَّ
اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ
بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ
"jika mereka meminta
pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan
pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan
mereka."
(Al- Anfal:72).
Sebagaimana halnya Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membela orang Islam, baik orang tersebut
mampu berperang maupun tidak. Ini wajib menurut kesanggupan atas setiap orang,
baik dengan jiwa maupun hartanya, sedikit maupun banyak, dengan berjalan maupun
berkendaraan. Sebagaimana tatkala kaum muslimin diserang musuh pada perang
Khandak, Allah tidak mengizinkan seorang pun untuk meninggalkannya -sebagaimana
Dia mengizinkan untuk tidak mengikuti jihad secara ofensif guna mencari musuh,
yang di dalamnya Dia membagi mereka menjadi dua golongan: yang tidak berjihad dan
yang ikut berjihad-. Bahkan Dia mencela orang-orang yang meminta izin kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَقُولُونَ
إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيْدُوْنَ إِلَّا
فِرَرًا
"Mereka berkata.
'Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).' Dan rumah-rumah
itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari." (Al-Ahzab: 13).
Sebab jihad (secara defensif)
ini untuk mengangkat martabat agama, kehormatan dan jiwa. Ini adalah peperangan
yang sangat mendesak (darurat). Sementara perang secara ofensif adalah perang ikhtiar;
untuk semakin meninggikan citra agama dan menggentarkan musuh, seperti perang
Tabuk dan sejenisnya, dan sanksi macam ini berlaku untuk semua pihak yang
membangkang.
Source:
KUMPULAN FATWA IBNU TAIMIYAH
[Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar & Kekuasaan, Siyasah Syar’iyah
dan Jihad Fi Sabilillah]
Penerjemah: Ahmad Syaikhu, S.Ag
Muraja’ah: Tim Pustaka DH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar