ISTRI SHALIHAH MENEGUHKAN JIHAD SUAMI
Jadilah Asisten
Mujahidin
“Paman, agama kita lebih
berhak”, ini adalah sebuah kalimat dengan dialek bahasa ‘amiyah (slang),
yang diucapkan seorang mujahid renta berjenggot putih dalam sebuah pertempuran
di Mosul. Sebuah kalimat sederhana bagi sebagian orang, namun sesungguhnya
terlalu agung untuk ditulis dengan tinta emas. Sebuah kalimat yang merangkai
hakikat pertarungan.
Orang yang memperhatikan
kondisi wanita dengan jihad, akan mendapati bahwa termasuk dari rahmat Allah subhanahu
wa ta’ala kepada hamba wanita-Nya
adalah Allah mencukupkan beban perang kepada laki-laki menggantikan mereka, dan
tidak menjadikan jihad kewajiban bagi mereka. Dari Ummul Mukminin Aisyah
Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Aku
meminta izin kepada Rasulullah dalam jihad, namun beliau bersabda, “Jihad
kalian adalah haji.” (HR.
Al-Bukhari)
Wanita Membela Diri dari Agresi Musuh
Akan tetapi, ada beberapa
kondisi yang membuat jihad menjadi wajib bagi wanita sebagaimana wajibnya kaum
Adam. Di antaranya adalah melawan musuh yang merangsek dan membalas serangannya
ketika musuh memasuki negeri si wanita atau rumahnya. Maka seorang wanita
berjihad untuk membela agama dan kehormatannya. Imam Ibnu An-Nuhas rahimahullah
berkata: “Sekiranya wanita mengetahui bahwa jika dia menyerahkan diri maka
tangan-tangan musuh akan lancang kepadanya, maka dia harus membela, meskipun
dia akan terbunuh; karena orang yang dipaksa berzina, maka tidak halal baginya
untuk menyetujui, demi terhindar dari pembunuhan.” (Masyari’ Al-Asywaq)
Sebelum membicarakan semua
hal yang nanti akan kami jelaskan, dengan izin Allah, maka seyogianya seorang
muslimat mengerti hal itu. Ketika berbicara tentang jihad, yang kami maksud
bukan hanya jihad dengan senjata maupun terjun langsung ke medan perang. Namun
jihad memiliki sejumlah ranah dan medan lainnya, di mana seorang wanita bisa
ikut serta mengambil peran besar. Di antaranya adalah membantu dan menolong
mujahidin, dan inilah yang menjadi fokus pembahasan kita ini, dengan taufik
dari Allah.
Menolong adalah Ibadah
Pertama: Wahai muslimat,
jangan sampai engkau lupa untuk menghadirkan niat dan membersihkannya dari
segenap noda di setiap aktivitas.
Kedua: Ingatlah –semoga Allah
merahmatimu– bahwa membela jihad dan pengusungnya adalah kewajiban individual
bagi dirimu, dan kelak engkau akan ditanya, “Apa yang telah engkau persembahkan
untuk agama ini?” Celakalah bagi siapa pun yang mampu menolong namun malah
menelantarkan dan enggan menolong. Semoga Allah mengganjar pahala untuk Sa’id
bin ‘Amir h yang menyaksikan kematian Khubaib Al-Anshari h, namun dia tidak
menolongnya, karena saat itu dia masih seorang musyrik. Ketika dia mengingat
hari itu, maka seakan-akan dia hampir pingsan, padahal dia berada di
tengah-tengah manusia. Ibnu Katsir rahimahullah menuturkan, Ibnu Ishaq berkata, “Sebagian
sahabat kami bercerita kepadaku, ‘Umar bin Al-Khattab mempekerjakan Sa’id bin
Amir bin Hudzaim di sebagian wilayah Syam. Dia pernah pingsan di tengah-tengah
manusia. Lalu hal itu disampaikan kepada Umar, dan dikatakan bahwa dia cidera.
Maka Umar pun bertanya kepadanya dalam sebuah undangan yang diberikan
kepadanya. Umar berkata, ‘Wahai Sa’id, apa yang sedang menimpamu?’ Ia menjawab,
‘Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, aku tidak tertimpa apa pun. Namun aku dulu
termasuk orang yang menyaksikan saat terbunuhnya Khubaib bin ‘Adi, dan
mendengar doanya. Demi Allah, tidaklah peristiwa itu terlintas di benakku saat
aku berada di sebuah majelis, kecualii aku pasti pingsan.’ Maka hal itu
menambah kebaikannya di mata Umar.” (Al-Bidayah
wa An-Nihayah).
Sesungguhnya Islam
menghapuskan (dosa) yang telah lalu. Hanya saja, sahabat yang mulia ini
mengkhawatirkan dirinya dari hari di saat dia menelantarkan seorang muslim,
padahal saat itu dia masih musyrik! Lalu bagaimana gerangan dengan seorang
muslim yang menelantarkan muslim lainnya? Maka jangan sekali-kali engkau
melakukan penelantaran. Belalah agama, dan Daulahmu, walaupun dengan sebiji
kurma. Dan janganlah engkau memandang remeh kebaikan sekecil apa pun. Allah
akan menyuburkan sedekah dan melipat-gandakan kebaikan.
Barangkali kami dapat membagi
pertolongan dan bantuan untuk ikhwah yang ribat menjadi dua bagian; menolong
dengan hati dan menolong dengan anggota badan. Dalam tulisan ini, kami akan
fokus kepada menolong dengan hati, lalu setelahnya –dengan izin Allah–
pembahasan mengenai menolong dengan anggota badan.
Menolong dengan Hati
Setiap wanita muslimat
pastilah mampu memberi pertolongan dengan hati, baik dia berada di bawah
kekuasaan Khilafah atau siapa pun yang hatinya bertautan dengan negeri Islam,
namun terhalangi untuk hijrah ke sana.
Pertolongan ini dilakukan
adalah dengan beberapa hal. Pertama, perbaikan dan pendidikan diri. Ya wahai
muslimat, perbaikan jiwa yang ada di dalam dirimu itu dan obati hatimu. Apakah
engkau mengira bahwa kebanyakan wanita bukanlah pihak atau faktor yang
mendatang kekalahan bagi mujahidin? Ataukah engkau mengira bahwa kemaksiatan
dan dosa-dosa besar kaum wanita tidak akan bisa menjadi penghalang kemenangan
kaum muslimin? Sekali-kali tidak, demi Allah. Bahkan setiap muslim atau
muslimat bisa menjadi sebab kekalahan dikarenakan mengabaikan hak-hak Allah subhanahu
wa ta’ala dan disebabkan dosa-dosanya,
meskipun terlihat kecil dalam pandangannya.
Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan apa saja musibah yang
menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30).
Allah juga berfirman, “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan
Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada
musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya
(kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri,” (Ali ‘Imran: 165)
Camkanlah baik-baik wahai
muslimat, sesungguhnya jika ketakwaan itu hilang, maka kemenangan itu milik
pihak paling kuat. Maka hendaklah kita mengubah keadaan kita menjadi lebih
baik, sehingga Allah melanggengkan seluruh nikmat-Nya untuk kita dan menambah
anugerah-Nya kepada kita. Allah berfirman, “Siksaan yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah
sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya
kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka
sendiri.” (Al-Anfal: 53).
Memang benar wahai muslimat,
engkau adalah wanita berhijab dengan balutan hijab sesuat syariat lagi sempurna
yang tidak tersentuh noda. Apakah engkau hanya berpikir tentang anggota tubuh
dan hijabnya? Apakah engkau juga telah memelihara lisanmu dari gibah dan adu
domba? Apakah engkau telah menyucikan hatimu dari sikap kebencian, kedengkian,
dan membersihkannya dari dengki dan dendam? Apakah engkau telah menjernihkan
jiwamu dari kesombongan dan arogansi? Apakah engkau telah menambatkan sifat
zuhud dan kanaah di dalam rohmu? Dan bagaimana kondisimu dengan rasa malu? Di
manakah dirimu –semoga Allah memberikan taufik kepadamu– dari ketaatan kepada
suamimu, baktimu kepada kedua orangtua, pelayananmu kepada kaum muslimin, dan
sudahkah meringankan penderitaan orang lain? Apakah engkau sudah menelisik
halal dan haram dalam makanan, minuman, perkataan, dan perbuatan?
Sesungguhnya pertanyaanmu
tentang semua itu dalam rangka peringatan juga nasehat. Karena jika engkau
melangkah menuju ketakwaan dan kebaikan, maka engkau telah menjadi duri di
tenggorokan kaum kafir dan menjadi belati di lambung kaum durjana. Lalu jika
engkau mengangkat kedua tanganmu untuk memohon pertolongan kepada Rabb penguasa
langit dan bumi, maka layaklah jika engkau meminta kemudian dikabulkan.
Doa adalah Senjata Orang Beriman
Ya, wahai muslimat, doa
adalah langkah kedua dalam meraih kemenangan setelah memperbaiki diri. Doa
untuk ikhwah yang ribat di tapal batas Daulah Islam. Mereka para penjaga
kehormatan agama. Mereka tidak pernah bakhil kepada umat ini dengan
mempersembahkan darah, tulang belulang, roh, dan jiwa. Lalu apakah kita akan
pelit kepada mereka walau hanya dengan doa? Doa yang tergolong sebagai faktor
terbesar mewujudkan kemenangan dan tamkin (kekuasaan) untuk agama ini. Doa
adalah senjata orang beriman yang tiada habisnya dan ‘bekal’ bagi orang
terlantar yang tiada berujung. Dan renungkanlah –semoga Allah memberkahimu–
sebuah kisah Sang Komandan Qutaibah bin Muslim bersama Imam Muhammad bin Wasi’ –semoga
Allah merahmati keduanya–, yang termaktub di dalam kitab Siyar A’lam An-Nubalaa`. Al-Asma’i menceritakan, pada saat Qutaibah bin Muslim
menghadapi pasukan Turki dan merasa kewalahan, dia menanyakan tentang Muhammad
bin Wasi’. Ada yang menjawab, “Dia ada di sayap kanan sedang meletakkan busur
dan mengibaskan jari-jarinya ke arah langit (berdoa).” Qutaibah mengatakan, “Jari-jari
itu lebih aku sukai daripada seratus ribu bilah pedang tajam yang dipegang oleh
anak-anak muda.”
Wahai saudariku muslimat –semoga
Allah memberimu taufik dalam setiap kebaikan– seminimal mungkin yang mesti
dilakukan adalah mengangkat telapak tangan ketundukan kepada Rabb Sang
Pelindung para hamba lemah dan Sang Penolong hamba yang membutuhkan
pertolongan. Boleh jadi di antara kaum wanita ada seseorang yang jika bersumpah
atas nama Allah, niscaya Dia akan mencukupinya. Dan ajarilah ‘singa-singa’
kecilmu untuk merendahkan diri dan berdoa. Dan “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan terkabul,
dan ketahuilah bahwa Alah tidaklah menjawab doa dari hati yang lalai dan kacau,” (HR. At-Tirmidzi).
Ketahuilah bahwa kemenangan itu hanya membutuhkan
kesabaran sesaat. Demikian pula para rasul diuji, kemudian akhir yang baik
menjadi milik mereka. Usah resah jika ujian dan cobaan semakin berat, karena
fajar itu selalu didahului kegelapan. Nantikan ‘hiburan’ dari berita kemenangan
dan pembantaian terhadap kaum kafir. Ya, nantikan ‘hiburan’ dengan menanti
kemenangan nyata, sungguh kemenangan itu pasti akan datang tanpa sedikit pun
keraguan. Dan beramallah agar engkau mendapatkan posisi di antara para
penakluk. Dan Allah-lah Sang Pemberi Taufik, dan Dia pula yang menujukkan ke
jalan yang lurus.
Source: AL FATIHIN 06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar