7/10/2019

ISTRI SHALIHAH MENEGUHKAN JIHAD SUAMI


ISTRI SHALIHAH MENEGUHKAN JIHAD SUAMI

Jadilah Asisten Mujahidin


“Paman, agama kita lebih berhak”, ini adalah sebuah kalimat dengan dialek bahasa ‘amiyah (slang), yang diucapkan seorang mujahid renta berjenggot putih dalam sebuah pertempuran di Mosul. Sebuah kalimat sederhana bagi sebagian orang, namun sesungguhnya terlalu agung untuk ditulis dengan tinta emas. Sebuah kalimat yang merangkai hakikat pertarungan.

Orang yang memperhatikan kondisi wanita dengan jihad, akan mendapati bahwa termasuk dari rahmat Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba wanita-Nya adalah Allah mencukupkan beban perang kepada laki-laki menggantikan mereka, dan tidak menjadikan jihad kewajiban bagi mereka. Dari Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, Aku meminta izin kepada Rasulullah dalam jihad, namun beliau bersabda, “Jihad kalian adalah haji.” (HR. Al-Bukhari)

Wanita Membela Diri dari Agresi Musuh

Akan tetapi, ada beberapa kondisi yang membuat jihad menjadi wajib bagi wanita sebagaimana wajibnya kaum Adam. Di antaranya adalah melawan musuh yang merangsek dan membalas serangannya ketika musuh memasuki negeri si wanita atau rumahnya. Maka seorang wanita berjihad untuk membela agama dan kehormatannya. Imam Ibnu An-Nuhas rahimahullah berkata: “Sekiranya wanita mengetahui bahwa jika dia menyerahkan diri maka tangan-tangan musuh akan lancang kepadanya, maka dia harus membela, meskipun dia akan terbunuh; karena orang yang dipaksa berzina, maka tidak halal baginya untuk menyetujui, demi terhindar dari pembunuhan.” (Masyari’ Al-Asywaq)

Sebelum membicarakan semua hal yang nanti akan kami jelaskan, dengan izin Allah, maka seyogianya seorang muslimat mengerti hal itu. Ketika berbicara tentang jihad, yang kami maksud bukan hanya jihad dengan senjata maupun terjun langsung ke medan perang. Namun jihad memiliki sejumlah ranah dan medan lainnya, di mana seorang wanita bisa ikut serta mengambil peran besar. Di antaranya adalah membantu dan menolong mujahidin, dan inilah yang menjadi fokus pembahasan kita ini, dengan taufik dari Allah.

Menolong adalah Ibadah

Pertama: Wahai muslimat, jangan sampai engkau lupa untuk menghadirkan niat dan membersihkannya dari segenap noda di setiap aktivitas.

Kedua: Ingatlah –semoga Allah merahmatimu– bahwa membela jihad dan pengusungnya adalah kewajiban individual bagi dirimu, dan kelak engkau akan ditanya, “Apa yang telah engkau persembahkan untuk agama ini?” Celakalah bagi siapa pun yang mampu menolong namun malah menelantarkan dan enggan menolong. Semoga Allah mengganjar pahala untuk Sa’id bin ‘Amir h yang menyaksikan kematian Khubaib Al-Anshari h, namun dia tidak menolongnya, karena saat itu dia masih seorang musyrik. Ketika dia mengingat hari itu, maka seakan-akan dia hampir pingsan, padahal dia berada di tengah-tengah manusia. Ibnu Katsir rahimahullah menuturkan, Ibnu Ishaq berkata, “Sebagian sahabat kami bercerita kepadaku, ‘Umar bin Al-Khattab mempekerjakan Sa’id bin Amir bin Hudzaim di sebagian wilayah Syam. Dia pernah pingsan di tengah-tengah manusia. Lalu hal itu disampaikan kepada Umar, dan dikatakan bahwa dia cidera. Maka Umar pun bertanya kepadanya dalam sebuah undangan yang diberikan kepadanya. Umar berkata, ‘Wahai Sa’id, apa yang sedang menimpamu?’ Ia menjawab, ‘Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, aku tidak tertimpa apa pun. Namun aku dulu termasuk orang yang menyaksikan saat terbunuhnya Khubaib bin ‘Adi, dan mendengar doanya. Demi Allah, tidaklah peristiwa itu terlintas di benakku saat aku berada di sebuah majelis, kecualii aku pasti pingsan.’ Maka hal itu menambah kebaikannya di mata Umar.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah).

Sesungguhnya Islam menghapuskan (dosa) yang telah lalu. Hanya saja, sahabat yang mulia ini mengkhawatirkan dirinya dari hari di saat dia menelantarkan seorang muslim, padahal saat itu dia masih musyrik! Lalu bagaimana gerangan dengan seorang muslim yang menelantarkan muslim lainnya? Maka jangan sekali-kali engkau melakukan penelantaran. Belalah agama, dan Daulahmu, walaupun dengan sebiji kurma. Dan janganlah engkau memandang remeh kebaikan sekecil apa pun. Allah akan menyuburkan sedekah dan melipat-gandakan kebaikan.

Barangkali kami dapat membagi pertolongan dan bantuan untuk ikhwah yang ribat menjadi dua bagian; menolong dengan hati dan menolong dengan anggota badan. Dalam tulisan ini, kami akan fokus kepada menolong dengan hati, lalu setelahnya –dengan izin Allah– pembahasan mengenai menolong dengan anggota badan.

Menolong dengan Hati

Setiap wanita muslimat pastilah mampu memberi pertolongan dengan hati, baik dia berada di bawah kekuasaan Khilafah atau siapa pun yang hatinya bertautan dengan negeri Islam, namun terhalangi untuk hijrah ke sana.

Pertolongan ini dilakukan adalah dengan beberapa hal. Pertama, perbaikan dan pendidikan diri. Ya wahai muslimat, perbaikan jiwa yang ada di dalam dirimu itu dan obati hatimu. Apakah engkau mengira bahwa kebanyakan wanita bukanlah pihak atau faktor yang mendatang kekalahan bagi mujahidin? Ataukah engkau mengira bahwa kemaksiatan dan dosa-dosa besar kaum wanita tidak akan bisa menjadi penghalang kemenangan kaum muslimin? Sekali-kali tidak, demi Allah. Bahkan setiap muslim atau muslimat bisa menjadi sebab kekalahan dikarenakan mengabaikan hak-hak Allah subhanahu wa ta’ala dan disebabkan dosa-dosanya, meskipun terlihat kecil dalam pandangannya.

Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30).
Allah juga berfirman, Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata:Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri,” (Ali ‘Imran: 165)

Camkanlah baik-baik wahai muslimat, sesungguhnya jika ketakwaan itu hilang, maka kemenangan itu milik pihak paling kuat. Maka hendaklah kita mengubah keadaan kita menjadi lebih baik, sehingga Allah melanggengkan seluruh nikmat-Nya untuk kita dan menambah anugerah-Nya kepada kita. Allah berfirman, Siksaan yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.(Al-Anfal: 53).

Memang benar wahai muslimat, engkau adalah wanita berhijab dengan balutan hijab sesuat syariat lagi sempurna yang tidak tersentuh noda. Apakah engkau hanya berpikir tentang anggota tubuh dan hijabnya? Apakah engkau juga telah memelihara lisanmu dari gibah dan adu domba? Apakah engkau telah menyucikan hatimu dari sikap kebencian, kedengkian, dan membersihkannya dari dengki dan dendam? Apakah engkau telah menjernihkan jiwamu dari kesombongan dan arogansi? Apakah engkau telah menambatkan sifat zuhud dan kanaah di dalam rohmu? Dan bagaimana kondisimu dengan rasa malu? Di manakah dirimu –semoga Allah memberikan taufik kepadamu– dari ketaatan kepada suamimu, baktimu kepada kedua orangtua, pelayananmu kepada kaum muslimin, dan sudahkah meringankan penderitaan orang lain? Apakah engkau sudah menelisik halal dan haram dalam makanan, minuman, perkataan, dan perbuatan?

Sesungguhnya pertanyaanmu tentang semua itu dalam rangka peringatan juga nasehat. Karena jika engkau melangkah menuju ketakwaan dan kebaikan, maka engkau telah menjadi duri di tenggorokan kaum kafir dan menjadi belati di lambung kaum durjana. Lalu jika engkau mengangkat kedua tanganmu untuk memohon pertolongan kepada Rabb penguasa langit dan bumi, maka layaklah jika engkau meminta kemudian dikabulkan.

Doa adalah Senjata Orang Beriman

Ya, wahai muslimat, doa adalah langkah kedua dalam meraih kemenangan setelah memperbaiki diri. Doa untuk ikhwah yang ribat di tapal batas Daulah Islam. Mereka para penjaga kehormatan agama. Mereka tidak pernah bakhil kepada umat ini dengan mempersembahkan darah, tulang belulang, roh, dan jiwa. Lalu apakah kita akan pelit kepada mereka walau hanya dengan doa? Doa yang tergolong sebagai faktor terbesar mewujudkan kemenangan dan tamkin (kekuasaan) untuk agama ini. Doa adalah senjata orang beriman yang tiada habisnya dan ‘bekal’ bagi orang terlantar yang tiada berujung. Dan renungkanlah –semoga Allah memberkahimu– sebuah kisah Sang Komandan Qutaibah bin Muslim bersama Imam Muhammad bin Wasi’ –semoga Allah merahmati keduanya–, yang termaktub di dalam kitab Siyar A’lam An-Nubalaa`. Al-Asma’i menceritakan, pada saat Qutaibah bin Muslim menghadapi pasukan Turki dan merasa kewalahan, dia menanyakan tentang Muhammad bin Wasi’. Ada yang menjawab, “Dia ada di sayap kanan sedang meletakkan busur dan mengibaskan jari-jarinya ke arah langit (berdoa).” Qutaibah mengatakan, “Jari-jari itu lebih aku sukai daripada seratus ribu bilah pedang tajam yang dipegang oleh anak-anak muda.”

Wahai saudariku muslimat –semoga Allah memberimu taufik dalam setiap kebaikan– seminimal mungkin yang mesti dilakukan adalah mengangkat telapak tangan ketundukan kepada Rabb Sang Pelindung para hamba lemah dan Sang Penolong hamba yang membutuhkan pertolongan. Boleh jadi di antara kaum wanita ada seseorang yang jika bersumpah atas nama Allah, niscaya Dia akan mencukupinya. Dan ajarilah ‘singa-singa’ kecilmu untuk merendahkan diri dan berdoa. Dan “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan terkabul, dan ketahuilah bahwa Alah tidaklah menjawab doa dari hati yang lalai dan kacau,(HR. At-Tirmidzi).

Ketahuilah bahwa kemenangan itu hanya membutuhkan kesabaran sesaat. Demikian pula para rasul diuji, kemudian akhir yang baik menjadi milik mereka. Usah resah jika ujian dan cobaan semakin berat, karena fajar itu selalu didahului kegelapan. Nantikan ‘hiburan’ dari berita kemenangan dan pembantaian terhadap kaum kafir. Ya, nantikan ‘hiburan’ dengan menanti kemenangan nyata, sungguh kemenangan itu pasti akan datang tanpa sedikit pun keraguan. Dan beramallah agar engkau mendapatkan posisi di antara para penakluk. Dan Allah-lah Sang Pemberi Taufik, dan Dia pula yang menujukkan ke jalan yang lurus.




Source: AL FATIHIN 06
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...