7/10/2019

Shahawat dan Intelijen, Kisah yang Terulang


Shahawat dan Intelijen,
Kisah yang Terulang


Dengan bermulanya jihad di Syam, dimulailah perlombaan segenap institusi intelijen para thaghut di areana dengan mengundang siapa saja yang mereka sanggupi dari para komandan faksi-faksi, melalui godaan uang, bantuan, dan publisitas di sejumlah media. Setelah menerima tawaran, para pemimpin menjadikan keputusan-keputusan segenap faksi mereka tunduk kepada syahwat para donatur. Mereka mendapatkan jumlah lebih banyak dari kebutuhan mereka, demi mengimplementasikan rencana-rencana mereka, sedikit dari mereka yang bersedia membayar harga untuk pelayanan mereka.

Ketika itu, kebanyakan dari kaum murtad itu membantah untuk menjustifikasi hubungan mereka dengan para intelijen thaghut. Melalui klaim bahwa mereka sejatinya tengah memperdaya segenap institusi itu demi mendapatkan bantuan dan pendanaan. Mereka menafikan keinginan untuk merealisasikan berbagai tuntutan para thaghut. Dengan sumpah tegas, mereka bersumpah sesungguhnya mereka adalah mujahidin yang jujur dan berusaha menggapai tujuan jihad mereka, yaitu
menegakkan agama dan berhukum dengan syariat.

Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya mereka mulai melakukan setiap hal yang diwanti-wanti mujahidin. Maka mulailah keluar berbagai pernyataan dari para pemimpin faksi secara berturut-turut.

Mereka mendeklarasikan hasrat mereka untuk mendirikan “negara sipil” dan mengokohkan demokrasi. Kemudian tersingkaplah rahasia-rahasia pertemuan mereka di Antakiya dan Istanbul tentang kesepakatan para yang ditandatangani para pemimpin faksi-faksi itu untuk memerangi Daulah Islam sebagai barter atas bantuan yang mereka dapat, segera setelah mendapatkan bantuan. Meskipun begitu, mereka _ada hen_ berdusta dan mengklaim bahwa ini merupakan bagian dari strategi untuk mengelabui para thaghut dan salibis. Mereka mengingkari kesungguhan mereka untuk merealisasikan apa yang telah mereka janjikan kepada para majikan mereka.

Tidak ragu lagi, bahwa para pemimpin faksi-faksi itu telah murtad dari agama mereka, hanya disebabkan ucapan atau penandatanganan mereka atas kekafiran. Meskipun mereka mengklaim bahwa mereka tidaklah mengimani perkataan mereka atau apa yang telah mereka tanda tangani.

Para pengikut mereka pun tidak ketinggalan mengikuti kekafiran mereka, tatkala telah nyata tindakan para pemimpin mereka, namun mereka tetap loyal, dan menisbatkan diri mereka kepada kelompok-kelompok murtad itu.

Namun dari perspektif politik tema, seseorang akan tercengang bagaimana setan dapat menghiasi amalan buruk mereka itu. Dan mereka membayangkan bahwa mereka lebih cerdik dari segenap institusi intelijen kafir. Ketika mereka mengklaim sukses mengelabui segenap institusi tersebut. Sehingga mereka mengambil uang dan senjata tanpa berpikir harus merealisasikan apa yang diinginkan para intelejen kafir itu. Mereka pura-pura lupa bahwa perangkat-perangkat intelijen kafir itu telah bermain di medan ini selama puluhan tahun. Mereka senantiasa memiliki tipu muslihat di dalamnya.

Sejatinya para thaghut tidak akan memberikan sebutir peluru pun sampai mereka yakin bahwa peluru itu tidak akan ditembakkan kecuali ke arah yang mereka kehendaki. Setiap faksi yang telah tunduk kepada perangkat intelejen tertentu, maka pastilah ia akan menyusupkan sejumlah besar mata-mata yang akan mengirimkan setiap informasi detil tentang faksi tersebut kepada para donatur. Terlebih lagi di tengah berbagai konflik kekuasaan yang terjadi di dalam tubuh setiap faksi. Dan setiap orang yang berpengaruh berupaya menguasai jalur bantuan dengan cara menyenangkan para donatur.

Tidak butuh waktu lama, faksi-faksi itu akhirnya benar-benar terjerat kekuasaan para perangkat intelijen, dan tak ubahnya carikan kertas negosiasi di tangan para thaghut. Faksi mana pun yang berusaha menampakkan bentuk pembangkangan, maka saat itu pula para komandannya akan dipanggil untuk bertemu majikan-majikan mereka. Jika mereka eng gan kembali kepada kepatuhan absolut, maka akan diinformasikan terkait kesulitan keberlangsungan pendanaan. Hal itu berarti pemutusan bantuan dan penghentian gaji para anggotanya yang berpotensi membelot kepada faksi-faksi lain yang masih mendapatkan bantuan. Oleh sebab itu, sang komandan faksi akan berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk menentang perintah apa pun yang datang dari para majikannya.

Demikianlah, kita melihat faksi-faksi murtad itu mencurahkan tenaga dan pikiran untuk memerangi Daulah Islam bertahun-tahun, dan tidak pernah membuka satu pertempuran pun melawan rezim Nushairi. Pasalnya, bantuan finansial khusus ditujukan untuk memerangi kaum muwahid saja, bukan kaum musyrik. Hal ini sebagaimana terjadi kawasan pinggiran Aleppo Utara. Begitu pula , kita juga melihat mereka menyerahkan banyak kota dan mundur dari berbagai kawasan tanpa pertempuran. Karena para donatur mereka telah sepakat dengan Rusia dan AS terkait hal itu, sebagaimana terjadi di Kota Aleppo, kawasan-kawasan pesisir (as-sahil), dan pinggiran Aleppo Selatan.

Demikianlah, kita melihat hampir di semua front tersebut dilarang membuka pertempuran apa pun melawan rezim Nushairi, sehingga pasukannya dapat dialihkan ke front-front pertempuran lain yang masih berkobar. Kemudian setelah bertahun-tahun, rezim Nushairi kembali lagi ke sana untuk menerima kawasan-kawasan tersebut dari Shahawat. Setelah rezim mengusir mereka dan keluarga, serta orang-orang yang menaruh kepercayaan kepada mereka, ke daerah-daerah lain, setelah mereka mendapat restu dari para donatur. Seperti yang terjadi di Ghoutah saat ini.

Sebagaimana skenario tersebut juga diharapkan terjadi di Hawran dan Homs Utara. Sesungguhnya, kebanyakan bencana yang terjadi di Syam disebabkan ulah para pejuang Shahawat murtad yang menyerahkan gelanggang kepada institusi-institusi intelijen, untuk menggerakkan moncong senjata ke dadapara muwahhid, setelah diarahkan ke arah para pemimpin Nushairi. Kemudian senapan-senapan itu bisu total, setelah tercapainya tujuan, lalu diserahkan militer Nushairi agar dapat digunakan untuk menindas kaum muslimin.

Sejatinyanya, kisah Shahawat dan lembaga-lembaga intelijen di Syam bukanlah satu-satunya kisah. Tidak ada satu pun medan jihad, kecuali segenap lembaga intelijen kafir pas_ bermain di dalamnya, setelah menjumpai orang yang mengambil keuntungan dengan menjual agamanya, dan memperdagangkan para pengikutnya. Sedangkan orang yang berbahagia adalah orang yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain, dan Allah tidak memberikan petunjuk bagi kaum yang kafir.

Source: AL FATIHIN 05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...