قُتِلَ أَصْحَابُ الأخْدُودِ
“Binasa Dan Terlaknatlah
Orang-Orang Yang Membuat Parit.”
(Al-Buruj:
4)
Yakni terkutuklah para pembuat parit itu. Ukhdud
bentuk jamaknya adalah akhadid. yang artinya galian.
Hal ini menceritakan perihal suatu kaum yang
kafir. Mereka dengan sengaja menangkap orang-orang mukmin yang ada di kalangan
mereka; orang-orang mukmin itu lalu mereka paksa untuk murtad dari agamanya,
tetapi orang-orang mukmin menolaknya. Untuk itu kaum kafir tersebut membuat
suatu galian buat orang-orang mukmin yang mereka tangkap itu, kemudian mereka
nyalakan di dalamnya api yang besar, dan mereka menyediakan kayu bakar yang
cukup untuk membuat api itu tetap bergejolak. Setelah itu mereka membawa
orang-orang mukmin yang mereka tangkap itu ke dekat galian, lalu ditawarkan
kepada mereka untuk murtad, tetapi ternyata orang-orang mukmin itu menolak dan
tidak mau menerimanya. Akhirnya orang-orang mukmin itu dilemparkan ke dalam
parit yang ada apinya itu.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
'Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari
Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Suhaib, bahwa Rasulullah Saw. pernah
menceritakan kisah berikut.
Dahulu kala di kalangan orang-orang sebelum kamu
terdapat seorang raja yang mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir
itu telah lanjut usia, ia berkata kepada rajanya, "Sesungguhnya usiaku
telah lanjut dan tidak berapa lama lagi ajalku akan tiba, maka berikanlah kepadaku
seorang pemuda yang akan kuajari ilmu sihir."
Maka raja menyerahkan kepada tukang sihir itu
seorang pemuda untuk diajarinya ilmu sihir. Dan tersebutlah di antara rumah
penyihir dan raja terdapat seorang rahib; maka bila si pemuda akan pergi ke
rumah penyihir, terlebih dahulu ia mampir ke rumah si rahib dan mendengarkan
perkataannya yang memikat hati si pemuda itu. Tersebutlah pula bahwa apabila si
pemuda itu datang ke tempat penyihir, maka penyihir memukulnya seraya
berkata.”'Apakah yang membuatmu datang terlambat?" Dan apabila pemuda itu
pulang ke rumah keluarganya, maka mereka memukulnya pula seraya
bertanya.”Mengapa kamu pulang terlambat?"
Kemudian si pemuda mengadukan hal tersebut kepada
si rahib. Maka rahib memberinya petunjuk, "Apabila tukang sihir itu hendak
memukulmu, katakanlah kepadanya bahwa keluargamu yang membuatmu datang
terlambat. Dan apabila keluargamu hendak memukulmu. maka katakanlah kepada
mereka bahwa si tukang sihirlah yang membuatmu pulang terlambat."
Pada suatu hari si pemuda itu mendatangi seekor
hewan yang besar lagi mengerikan, hewan itu menghalang-halangi jalan yang
dilalui oleh manusia sehingga mereka tidak dapat melewatinya. Maka si pemuda
itu berkata, "Pada hari ini aku akan mengetahui apakah perintah rahib yang
lebih disukai oleh Allah ataukah perintah si tukang sihir."
Si pemuda memungut sebuah batu dan berdoa,
"Ya Allah, jika perintah rahib lebih disukai oleh Engkau dan lebih Engkau
ridai daripada perintah si tukang sihir, maka bunuhlah hewan yang mengerikan
ini agar manusia dapat melalui jalannya," lalu ia melemparkan batu itu ke
arah hewan tersebut dan mengenainya sampai mati, maka orang-orangpun dapat
melewati jalannya seperti biasa.
Pemuda itu menceritakan hal tersebut kepada si
rahib, maka si rahib berkata, "Hai anakku, engkau lebih utama daripada
aku, dan sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika engkau mendapat
cobaan, janganlah engkau menunjukkan tempatku berada."
Tersebutlah bahwa pemuda itu dapat menyembuhkan
penyakit buta, penyakit supak, dan penyakit-penyakit lainnya yang sulit
disembuhkan. Dan tersebutlah bahwa si raja mempunyai teman sekedudukan yang
terkena penyakit kebutaan. Ketika teman raja itu mendengar perihal si pemuda
yang dapat menyembuhkan segala penyakit. maka ia datang kepadanya dengan
membawa banyak hadiah seraya berkata, "Sembuhkanlah aku dari penyakitku
ini. maka aku akan memberimu segala sesuatu yang ada di sini." Si pemuda
menjawab, "Aku bukanlah orang yang dapat menyembuhkan melainkan yang
menyembuhkan hanyalah Allah Swt. Maka jika engkau mau beriman kepada-Nya. aku
akan mendoakanmu kepada-Nya, dan Dia akan menyembuhkanmu."
Teman raja itu mau beriman, maka si pemuda berdoa
kepada Allah, kemudian dengan serta merta teman raja itu sembuh saat itu juga.
Lalu teman raja itu datang lagi kepada raja dan duduk bersamanya sebagaimana
biasanya. Si raja merasa kaget dan bertanya, "Hai Fulan, siapakah yang
mengembalikan pandangan matamu menjadi seperti sedia kala?" Teman raja
menjawab, "Tuhanku." Si raja bertanya, "Apakah itu aku?"
Teman raja menjawab, "Bukan, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah." Raja
bertanya, "Apakah engkau mempunyai tuhan lain selain aku?" Teman raja
menjawab, "Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah."
Maka raja terus-menerus menyiksa temannya itu,
hingga pada akhirnya teman raja itu menunjukkan kepada si pemuda. Maka pemuda
itu dipanggil menghadap kepada raja, dan raja berkata kepadanya, "Hai
anakku, telah sampai kepadaku bahwa ilmu sihirmu mencapai tingkatan dapat
menyembuhkan sakit buta, sakit supak, dan segala macam penyakit." Si
pemuda menjawab, "Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun, sesungguhnya
yang menyembuhkan hanyalah Allah Swt." Si raja bertanya, "Dia adalah
aku bukan?" Si pemuda menjawab, "Bukan." Raja bertanya,
"Apakah engkau mempunyai tuhan selain aku?" Pemuda menjawab,
"Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah."
Maka si raja itu pun menyiksa si pemuda dan
terus-menerus menginterogasinya hingga pada akhirnya terpaksa si pemuda
menunjukkan kepada si rahib, maka si rahib ditangkap dan dihadapkan kepada
raja. Raja berkata kepadanya, "Tinggalkanlah agamamu itu." Si rahib
menolak', maka raja meletakkan gergaji di tengah kepalanya dan membelah
tubuhnya hingga terbelah.
Kemudian si raja berkata kepada temannya yang
tadinya buta itu, "Tinggalkanlah agamamu!" Ia menolak, maka
diletakkan pula gergaji di atas kepalanya, lalu tubuhnya dibelah menjadi dua
dan jatuh ke tanah. Raja berkata kepada si pemuda, "Tinggalkanlah agamamu
itu." Si pemuda menolak, maka raja menyuruh sejumlah orang untuk membawanya
ke atas sebuah gunung, dan berpesan kepada mereka, "Apabila kamu telah
mencapai puncaknya, ancamlah dia. Maka jika dia mau meninggalkan agamanya,
biarkanlah. Tetapi jika menolak. lemparkanlah ia dari puncaknya."
Maka mereka membawa si pemuda itu. Dan ketika
mereka telah sampai di puncak gunung tersebut bersama si pemuda itu, maka si
pemuda berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang
Engkau kehendaki." Maka dengan tiba-tiba bumi mengalami gempa sangat kuat
mengguncangkan mereka, sehingga mereka semuanya terjatuh dari puncak gunung
itu.
Kemudian si pemuda itu datang kembali kepada
raja. Setelah mendapat izin masuk, lalu pemuda itu menemui raja, dan raja
bertanya kepadanya, "Apakah yang telah dilakukan oleh orang-orang yang
membawamu?" Si pemuda menjawab, "Allah Swt. telah menyelamatkan aku
dari mereka." Lalu raja mengirim sejumlah orang untuk membawa pemuda itu
ke laut, seraya berpesan kepada mereka, "Jika kalian telah sampai di
tengah laut, dan ternyata dia mau meninggalkan agamanya, maka biarkanlah dia.
Tetapi jika ia tetap membangkang, maka lemparkanlah dia ke laut." Lalu
mereka menempuh jalan laut dengan membawa si pemuda itu. Ketika sampai di
tengah laut, si pemuda berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka
dengan cara yang Engkau sukai." Maka mereka semua tenggelam ke dalam laut
itu.
Pemuda itu kembali datang dan menghadap
kepada'raja, dan raja bertanya, "Apakah yang telah dilakukan oleh
orang-orang yang membawamu?" Pemuda itu menjawab, "Allah Swt. telah
menyelamatkan diriku dari mereka."
Kemudian si pemuda itu berkata lagi kepada si
raja, "Sesungguhnya engkau tidak akan dapat membunuhku sebelum melakukan
apa yang akan kuperintahkan kepadamu. Jika engkau lakukan apa yang
kuperintahkan kepadamu, niscaya engkau dapat membunuhku; dan jika tidak, maka
selamanya engkau tidak akan dapat membunuhku."
Raja bertanya, "Bagaimanakah caranya?"
Pemuda itu menjawab, "Engkau kumpulkan semua manusia di suatu lapangan,
kemudian engkau salib aku di atas balok kayu dan engkau ambil sepucuk anak panah
dari wadah anak panahku, kemudian ucapkanlah, "Dengan menyebut nama Allah,
Tuhan si pemuda ini." Maka sesungguhnya jika engkau lakukan hal itu,
barulah engkau dapat membunuhku."
Raja melakukan apa yang disarankan oleh si pemuda
itu dan memasang anak panah pemuda itu di busurnya, kemudian ia bidikkan ke
arah pemuda tersebut dengan mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah,
Tuhan si pemuda ini." Maka panah melesat dan mengenai pelipisnya, lalu si
pemuda memegang pelipisnya yang terkena panah itu dan meninggal dunia saat itu
juga.
Maka semua orang yang hadir berkata, "Kami
beriman kepada Allah, Tuhan si pemuda ini." Dan dikatakan kepada
raja.”Sekarang engkau baru menyaksikan apa yang engkau sangat
mengkhawatirkannya. Sesungguhnya, demi Allah, kamu telah dikalahkan
karena semua orang telah beriman." Raja sangat berang, lalu ia
memerintahkan agar di tengah jalan dibuat galian parit yang cukup dalam dan
dinyalakanlah api di dalam parit itu. Lalu raja berkata, "Barang siapa
yang mau meninggalkan agamanya, biarkanlah dia. Dan jika tidak ada, maka
masukkanlah mereka semuanya ke dalam parit itu."
Tersebutlah bahwa mereka berlari-lari menuju ke
parit itu dan saling berdesakan untuk paling dahulu masuk ke dalamnya. Dan
datanglah seorang ibu yang membawa anak laki-laki yang masih disusuinya, maka
seakan-akan si ibu enggan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam parit yang penuh
dengan api itu. Maka bayi yang digendongnya itu berkata.”Hai Ibu, bersabarlah
karena sesungguhnya engkau berada di jalan yang benar."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim
di akhir kitab sahihnya, dari Hudbah ibnu Khalid, dari Hammad ibnu Salamah
dengan sanad dan lafaz yang semisal.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah
mengetengahkan kisah ini di dalam kitab sirahnya dengan konteks yang lain yang
berbeda dengan sebelumnya. Untuk itu dia mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Yazib ibnu Ziyad, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi; telah
menceritakan pula kepadaku sebagian ulama Najran, dari para pemilik kisah.
Bahwa dahulu penduduk negeri Najran adalah para penyembah berhala, yaitu ahli
syirik. Dan tersebutlah bahwa di salah satu dari kawasan kota Najran yang
sangat besar itu lagi memiliki berbagai bagian kota, dan kepadanyalah
dinisbatkan semua penduduk negeri itu, terdapat seorang tukang sihir yang
mengajari sihir para pemuda Najran.
Ketika Faimun bermukim di Najran —mereka tidak
menyebutkan nama lelaki itu yang disebutkan namanya oleh Ibnu Munabbih, karena
mereka hanya mengatakan bahwa Najran kedatangan seorang lelaki— lalu ia
membangun sebuah kemah yang terletak di antara Najran dan kota tempat tinggal
si penyihir itu.
Maka orang-orang Najran mengirimkan anak-anak
mereka untuk belajar kepada ahli sihir itu ilmu sihir yang dikuasainya. Dan
tersebutlah bahwa At-Tamir mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah ibnu Tamir
bersama-sama dengan anak-anakNajran untuk belajar ilmu sihir kepada si penyihir
itu.
Tersebutlah bahwa apabila Abdullah melewati
penghuni kemah itu, ia merasa kagum dengan apa yang disaksikannya dari penghuni
kemah itu yang banyak ibadah dan salatnya. Maka ia memberanikan diri untuk
duduk di dekatnya dan mendengar darinya ajaran-ajarannya, pada akhirnya ia
masuk Islam, mengesakan Allah dan menyembah-Nya. Lalu ia menanyakan kepada
penghuni kemah itu tentang syariat-syariat Islam, dan setelah ia pandai tentang
syariat-syariat Islam, lalu ia meminta kepadanya untuk diberi Ismul A'zam.
Tersebutlah bahwa lelaki penghuni kemah itu
mengetahui Ismul A'zam, tetapi lelaki itu menyembunyikannya dari
Abdullah dan menolak untuk mengajarkan Ismul A'zam kepadanya, seraya
berkata.”Wahai anak saudaraku, engkau tidak akan mampu memikulnya dan aku
merasa khawatir dengan kelemahanmu darinya."
Sedangkan ayah Abdullah (yaitu At-Tamir) hanya
mengetahui bahwa anaknya berangkat hanyalah untuk belajar kepada tukang sihir
tersebut.
Ketika Abdullah melihat bahwa gurunya tidak mau
memberikan Ismul A’zam kepadanya karena takut akan kelemahannya, maka dengan
sengaja ia mengambil banyak wadah, lalu ia kumpulkan, dan tiada suatu wadah pun
melainkan ia menuliskan padanya tiap isim yang telah diajarkan oleh gurunya.
Dan setelah semuanya tertulis, maka ia menyalakan api, kemudian melemparkan
wadah-wadah itu ke dalam api satu per satu. Ketika sampai pada giliran wadah
yang tertulis padanya Ismul A'zam (yang belum diketahuinya secara
pasti), lalu ia melemparkan wadah itu. Maka tiba-tiba wadah itu terpental dari
api dan keluar dari nyalanya tanpa mengalami suatu kerusakan pun, melainkan
tetap utuh.
Kemudian ia mengambil wadah tersebut dan
membawanya menghadap kepada gurunya, lalu ia berkata kepadanya bahwa dirinya
telah mengetahui Ismul A’zam yang telah dia catat. Maka gurunya bertanya,
"Coba sebutkan." Abdullah menjawab, bahwa Ismul A’zam itu adalah
demikian dan demikian. Gurunya bertanya, "Bagaimana kamu mendapatkannya?"
Maka Abdullah menceritakan kepada gurunya apa yang telah ia lakukan. Lalu
gurunya berkata, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya engkau telah
mendapatkannya, maka tahanlah dirimu, dan saya merasa yakin engkau tidak akan
menyalahgunakannya."
Maka jadilah Abdullah ibnu At-Tamir apabila
memasuki Najran, tidak sekali-kali dia berdua dengan seseorang yang penyakitan
melainkan ia mengatakan kepadanya, "Hai hamba Allah, maukah engkau
mengesakan Allah dan masuk ke dalam agamaku, aku akan mendoakanmu kepada Allah
agar disembuhkan, maka Dia pasti akan menyehatkanmu seperti sediakala?"
Maka orang yang dijumpainya itu menjawab, "Ya," dan ia pun mengesakan
Allah dan masuk Islam, maka Abdullah berdoa untuk kesembuhannya, sehingga tiada
seorang pun dari penduduk negeri Najran yang penyakitan melainkan dia datangi,
dan menaati perintahnya, lalu ia mendoakannya hingga sembuh.
Pada akhirnya perihal Abdullah ibnut Tamir sampai
kepada raja negeri Najran, lalu raja mengundangnya dan berkata kepadanya,
"Engkau telah merusak rakyat negeriku dan menentang agamaku, yaitu agama
nenek moyangku. Maka sungguh aku akan mencingcangmu." Abdullah menjawab,
"Engkau tidak akan mampu melakukannya."
Kemudian RajaNajran mengirimkan Abdullah ke atas
sebuah bukit yang tinggi sekali, lalu dijatuhkan dari atasnya dengan kepala di
bawah. Maka jatuhlah Abdullah dari atasnya, tetapi tidak apa-apa. Lalu raja
mengirimnya ke sebuah perairan di Najran yang berpusar, tiada suatu makhluk
hidup pun yang dilemparkan ke dalamnya melainkan pasti mati.
Maka Abdullah dilemparkan ke dalamnya, dan
ternyata ia dapat keluar dari perairan itu dalam keadaan sehat wal afiat dan
segar bugar.
Setelah Abdullah dapat mengalahkan segala upaya
RajaNajran itu, maka Abdullah berkata kepadanya, "Sesungguhnya engkau,
demi Allah, tidak akan mampu membunuhku sebelum engkau beriman kepada apa yang
aku imani dan mengesakan Allah. Maka sesudah itu sesungguhnya jika engkau
hendak meneruskan niatmu, kamu dapat menguasaiku dan membunuhku.*'
Pada akhirnya si raja mau beriman dan mengesakan
Allah serta mengucapkan kalimat persaksian seperti apa yang dikatakan oleh
Abdullah ibnut Tamir.
Kemudian si raja memukulnya dengan tongkat yang
ada di tangannya pada bagian kepalanya dan sempat melukainya, tetapi tidak
besar. Dari pukulan itu meninggal dunialah Abdullah ibnut Tamir. Dan raja itu
mati pula di tempatnya, sedangkan seluruh penduduk negeri Najran telah memeluk
agama Abdullah ibnut Tamir. Tersebutlah bahwa Abdullah ibnut Tamir berada dalam
agama yang disampaikan oleh Isa putra Maryam a.s., yaitu berpegangan kepada
kitab Injil dan hukumnya. Kemudian para pemeluk agamanya tertimpa oleh
musibah-musibah yang menguji mereka; oleh karena itulah maka asal agama Nasrani
itu dari Najran.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa demikianlah menurut
hadis Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan sebagian ulama Najran, dari Abdullah
ibnut Tamir; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui kebenarannya.
Kemudian dilanjutkan bahwa Zu Nuwas membawa bala
tentaranya menuju ke Najran dan menyeru penduduknya untuk memeluk agama Yahudi,
dan memberikan kepada mereka pilihan antara memeluk agama Yahudi atau dibunuh.
Ternyata mereka lebih memilih untuk dibunuh, maka Zu Nuwas membuat galian parit
dan di dalam parit dinyalakan api yang besar. Lalu mereka dimasukkan ke
dalamnya, yang sebelumnya mereka dibunuh dengan pedang dan dicincang, sehingga
terbunuhlah dari mereka kurang lebih sebanyak dua puluh ribu orang.
Berkenaan dengan kisah Zu Nuwas dan bala
tentaranya inilah Allah Swt. menurutkan firman-Nya kepada Rasul-Nya: Binasa
dan terkutuklah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan)
kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa
yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak
menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman
kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit
dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj :4-9)
Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh
Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab sirahnya, bahwa orang yang membunuh dan
membantai mereka yang dimasukkan ke dalam parit yang berapi itu adalah Zu
Nuwas, yang nama aslinya ialah Zur'ah. Dan di masa pemerintahannya ia dipanggil
dengan sebutan Yusuf, dia adalah Ibnu Bayan alias As'ad ibnu Abu Kuraib. Dan
dia adalah salah seorang Tubba' yang memerangi Madinah dan memberi kain kelambu
kepada Ka'bah, serta membawa dua orang ulama Yahudi Madinah yang menjadi teman
dekatnya. Tersebutlah bahwa dialah yang membawa agama Yahudi ke negeyi Yaman
sehingga ada sebagian dari negeri Yaman yang beragama Yahudi. Demikianlah
menurut apa yang diterangkan oleh Ibnu Ishaq dengan panjang lebar.
Zu Nuwas dalam sehari membunuh dua puluh ribu
orang dengan memasukkan mereka ke dalam parit-parit berapi. Dan tiada seorang
pun dari mereka yang selamat kecuali seorang lelaki yang dikenal dengan nama
Daus Zu Sa'laban. Dia sempat melarikan diri dengan berkuda dan mereka
mengejarnya, tetapi tidak dapat menangkapnya. Kemudian Daus pergi menemui
kaisar raja negeri Syam meminta suaka padanya. Selanjutnya kaisar berkirim
surat kepada Najasyi raja negeri Habsyah (Etiopia) untuk bertindak (karena
lebih dekat). maka Raja Najasyi mengirimkan pasukan besar yang terdiri dari
orang-orang Nasrani negeri Habsyah yang dipimpin oleh Aryat dan Abrahah, maka
pasukan ini menyelamatkan negeri Yaman dari cengkeraman orang-orang yang
beragama Yahudi. Sedangkan Zu Nuwas sendiri melarikan diri melalui jalan laut,
dan di laut ia tenggelam.
Kemudian negeri Yaman dikuasai oleh orang-orang
Nasrani Habsyah selama tujuh puluh tahun, kemudian negeri Yaman diselamatkan
oleh Saif ibnu Zu Yazin Al-Himyari dari tangan orang-orang Nasrani Habsyah. Hal
ini terjadi ketika Saif bergabung dengan Kisra, Raja Persia. Maka Raja Persia
mengirimnya bersama-sama dengan orang-orang yang dipenjara yang jumlah mereka
kurang lebih tujuh ratus orang. Lalu Saif menaklukkan negeri Yaman dengan bala
tentaranya, lalu dia sendiri pulang ke Himyar. Dan kami akan mengetengahkan
sekelumit kisahnya, insya Allah dalam tafsir firman-Nya.: Apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah.
(Al-Fil: l).
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm yang
menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Najran di
masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. menggali sebuah reruntuhan
peninggalan zaman dahulu di negeri Najran untuk suatu keperluannya. Maka ia
mejumpai Abdullah ibnut Tamir berada di dalam sebuah kuburan yang ia
dikebumikan di dalamnya dalam keadaan duduk dan memegangkan tangannya pada
bekas luka pukulan di kepalanya. Apabila ia mengangkat tangan Abdullah ibnut
Tamir, maka keluarlah dari lukanya darah yang mengalir; dan apabila dilepaskan,
maka lukanya itu kembali tertutup dan tidak mengalirkan darah lagi. Di tangan
Abdullah ibnut Tamir (yakni jenazahnya) terdapat sebuah cincin yang bertuliskan
sebuah prasasti yang artinya, "Tuhanku Allah."
Kemudian lelaki itu berkirim surat kepada
Khalifah Umar ibnul Khattab untuk meminta saran dan pendapatnya tentang apa
yang harus ia lakukan terhadap jenazah Abdullah ibnut Tamir itu. Maka Khalifah
Umar membalas suratnya seraya memerintahkan, "Tetapkanlah dia di tempat
semula dan kembalikanlah kepadanya apa yang dijumpai ada bersamanya," maka
mereka melakukan perintah itu.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan
dengan firman Allah Swt: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat
parit. (Al-Buruj:4) Bahwa parit itu di masa lalu ada tiga, yaitu
di Irak, di Syam, dan di Yaman. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan
oleh Ibnu Abu Hatim.
Diriwayatkan dari Muqatil bahwa peristiwa parit
itu ada tiga, yaitu di Najran di negeri Yaman, yang lainnya di negeri Syam, dan
yang terakhir di Persia, mereka dibakar dengan api dalam parit-parit tersebut.
Pelakunya yang di negeri Syam adalah Antonius dan orang-orang Romawi; dan yang
di negeri Persia adalah Bukhtanasar, sedangkan yang di negeri Arab (yaitu
negeri Yaman) adalah Yusuf alias Zu Nuwas. Adapun mengenai yang terjadi di
negeri Persia dan negeri Syam, maka Allah Swt. tidak menyebutkannya di dalam
Al-Qur'an, dan hanya menyebutkan apa yang terjadi di Najran saja.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dusytuki,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, dari
Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan makna firman-Nya: Binasa dan terlaknatlah
orang-orang yang membuat parit. (Al-Buruj:4)
Kami telah mendengar bahwa mereka adalah suatu
kaum yang ada di masa fatrah. Ketika mereka melihat fitnah dan kejahatan yang
melanda manusia di masa mereka yang membuat mereka menjadi bergolong-golongan,
dan masing-masing golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya
sendiri, maka mereka memisahkan diri ke sebuah kampung, lalu mereka di dalam
kampung itu menegakkan ibadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya
kepada-Nya, mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Demikianlah yang mereka lakukan selama beberapa
waktu hingga perihal mereka terdengar oleh seorang raja yang angkara murka dan
sewenang-wenang. Maka terjadilah peristiwa yang menimpa mereka, yang bermula
raja memanggil mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah
berhala-berhala yang disembah oleh raja dan orang-orangnya. Orang-orang yang
beriman itu menolak dan mengatakan, "Kami tidak mau menyembah selain hanya
kepada Allah semesta, tiada sekutu bagi-Nya."
Raja berkata kepada mereka, "Jika kamu tidak
mau menyembah sembahan-sembahan ini yang kami puja-puja, maka sesungguhnya aku
akan membunuh kamu semuanya' Mereka tetap menolak kehendak rajanya, maka raja
itu membuat parit-parit yang di dalamnya dinyalakan api. Kemudian si raja
berkata kepada para prajuritnya, "Perintahkanlah mereka supaya berdiri di
pinggir parit itu dan suruhlah mereka memilih antara masuk ke dalam parit itu
atau mau menyembah berhala-berhala kita."
Orang-orang yang beriman itu menjawab,
"Parit ini lebih kami sukai daripada menuruti kehendakmu." Sedangkan
di antara mereka terdapat kaum wanita dan anak-anak, maka anak-anak mereka
merasa takut dengan api itu. Lalu orang-orang tua mereka berkata kepada mereka,
"Hai anak-anakku, tiada api lagi sesudah hari ini." Maka mereka
memasukkan dirinya ke dalam parit itu yang penuh dengan api, dan arwah mereka
telah dicabut sebelum tubuh mereka tersentuh oleh panasnya api.
Setelah itu api yang ada dalam parit itu keluar
dari tempatnya dan mengamuk mengepung orang-orang yang sewenang-wenang tersebut
dan Allah Swt. membakar mereka dengan api itu. Berkenaan dengan kisah inilah
Allah Swt. menyebutkannyadi dalam firman-Nya: Binasa dan terlaknatlah
orang-orang yang membuat parit yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka
perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa
orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada
Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan
bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj : 4-9)
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ammar, dari
Abdullah ibnu Abu Ja'far dengan sanad dan lafaz yang semisal.
Source : Tafsir Ibnu Katsir QS.
Al Buruj; ayat 1-10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar