MASYARAKAT MUSLIM
ANTARA ESENSI
KEMANUSIAAN DAN IMAJINASI MENYESATKAN
Orang-orang sesat dan
para pengekor mereka dari kaum munafikin tidak berhenti untuk menikam
orang-orang beriman dengan cara apapun yang mereka sanggupi. Mereka
mengeksploitasi setiap celah untuk merealisasikan tujuan tersebut, melontarkan
celaan kepada kaum muslimin dan melemparkan fitnah kepada Daulah mereka. Lalu
apabila mereka tidak memiliki sesuatu untuk mencela, mereka menetapkan sejumlah
aturan dan persyaratan yang Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang
hal-hal itu. Kemudian mereka menjelek-jelekkan Ahlussunnah karena tidak bisa
menjalankannya dan tidak dapat menggapainya.
Di antara persyaratan
mereka untuk Daulah Islam –dan mereka membujuk manusia untuk meyakininya—
adalah perkara-perkara yang belum pernah ada di Negara Nabi Muhammad g (Ad-Daulah
An-Nabawiyyah). Yang mana seandainya salah seorang dari mereka mencela dan
memfitnah kapasitas imam dan pemimpinnya, takkan ada seseorang yang mampu
menahan diri dari mengkafirkan mereka. Atau persyaratan mereka untuk masyarakat
yang hidup di bawah naungan syariat dan hukum Islam, dengan berbagai
persyaratan yang belum pernah ada dalam komunitas para sahabat radhiallahu’anhum.
Di dalam artikel ini kami mencoba untuk menerangkan – dengan izin Allah—salah
satu sisi realita dari komunitas unggulan, seraya menegaskan kebaikan dan
keutamaannya dibandingkan komunitas-komunitas manusia lainnya, kendati didera
sejumlah penyakit sosial humanistis; berupa syahwat dan penyimpangan.
DAULAH KENABIAN
Yang Tidak Diinginkan
Para Pengusung Kesesatan
Dalam satu pidato yang
sempurna berjudul Ad-Daulah An- Nabawiyyah (Negara Nabi), Syaikh
Al-Mujahid Abu Hamzah Al-Muhajir rahimahullah membantah orang-orang sesat
seperti mereka itu. Syaikh menerangkan hakikat tentang Negara Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam yang ditegakkan beliau di Madinah, tentang derita kelaparan
yang menimpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat mulia
beliau, yang merupakan sebaik-baik makhluk di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Pun demikian dengan kemiskinan menyengsarakan dan merebaknya beragam penyakit
di Madinah, serta rasa takut yang menyelimuti kehidupan kaum muslimin di Daulah
penuh berkah itu. Di mana mereka tidak aman dari penetrasi orang-orang kafir
dari luar negara tersebut, diri mereka tidak aman dari pengkhiatan kaum
munafikin di dalamnya, dan dari berbagai fenomena kekurangan yang bagaimanapun
tidak mengurangi nilai Daulah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga
tidak mengurangi kewajiban usaha kaum muslimin di setiap waktu untuk
mencita-citakan penegakkan daulah di atas jejaknya dan berjalan di atas
manhajnya.
Oleh karenanya, ketika
Daulah Islam Irak berdiri, orang-orang yang pertama kali mencelanya adalah para
pengikut jamaah-jamaah sesat dan kelompok-kelompok menyimpang. Hal paling
banyak dicela mereka adalah tentang minimnya kelompok pendukung di dalamnya,
kelaliman orang-orang musyrik terhadap balatentaranya dengan melakukan
pembunuhan dan penawanan. Mereka melupakan kondisi yang dialami Daulah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, mereka pura-pura bodoh bahwa sejatinya Daulah Islam dapat
berdiri hanya dengan meninggikan hukum-hukum syariat Islam. Bukan dengan ukuran
apa yang ada di rekening bank sentralnya berupa batangan-batangan emas dan
tumpukan-tumpukan dolar. Juga tidak diukur dengan seberapa menyebar bala
tentaranya di muka bumi dan seberapa banyak pesawatnya terbang di udara.
KOMUNITAS PARA
SAHABAT,
Umat Terbaik yang Pernah Dilahirkan untuk Manusia
Begitulah,
sesungguhnya orang-orang sesat yang berafiliasi kepada Islam, mereka tenggelam
dalam kedustaan dan pembusukan hakikat Daulah Islam, hingga tingkatan mengubah
karakteristik-karakteristik penduduknya, mencitrakan mereka dengan citra
malaikat; mereka tidak dapat berbuat salah dan tidak bermaksiat, salah seorang
dari mereka tidak menganiaya yang lainnya selamanya, tidak satu pun dari mereka
yang berambisi dalam dunia; bahkan mereka hanya disibukkan dengan ibadah dan
zikir, shaum dan tahajud. Mereka membuat gambaran imajinasi ini untuk
masyarakat muslim, dan sejatinya masyarakat yang mereka lukis dalam imajinasi
para pengikut mereka tidak pernah terwujud satu hari pun di muka bumi. Dan
sekali-kali tidak akan pernah eksis sampai Allah mewariskan bumi beserta segala
isinya. Kemudian masyarakat tidak pernah dituntut untuk mengejawantahkan segala
persyaratan imajiner itu, agar layak mendapatkan citra Islam. Untuk disebut
Islam, cukup dengan kejelasan mayoritas manusia di dalamnya dan berhukum dengan
syariat Islam.
Sesungguhnya
komunitas para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah komunitas
terbaik yang pernah ada di muka bumi. Orang yang hidup di dalamnya merupakan
makhluk Allah terbaik. Allah berfirman, “ Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang fasik.” (Ali ‘Imran: 110)
Para
Sahabat beliau lebih baik dari siapapun sahabat para nabi terdahulu dan para
penolong mereka. Belum pernah ada dalam satu komunitas pun; sikap penerimaan
terhadap hukum Allah subhanahu wa ta’ala, seperti yang pernah ada dalam
komunitas tersebut. Sesungguhnya usaha yang dilakoni setiap komunitas dari
berbagai komunitas muslimin untuk menjadi seperti komunitas para Sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam –dalam hal keimanan, ibadah, keadilan, kepedulian
mereka terhadap sunnah, dan jihad mereka—adalah sebuah kewajiban syar’i, tak
ada keraguan dalam hal ini.
Apabila
di dalam komunitas kaum muslimin ada yang melakukan kesalahan, bermaksiat
kepada Allah, terjerumus dalam kezaliman, atau di dalamnya terjadi konflik
terkait dunia yang hina, sedikit ataupun banyaknya orang munafik menyelinap
masuk bergabung dengan mereka, maka hal ini tidaklah menganulir kebaikan
komunitas itu, tidak mencemarkan keislamannya, selama kebaikan di dalamnya
lebih dominan, keburukan di dalamnya diperangi, serta selama keadilan di
dalamnya lebih dominan dan kezaliman di dalamnya diperangi.
Kita
kembali kepada komunitas teladan, komunitas para Sahabat radhiallahu’anhum,
untuk menyaksikan berbagai gambaran dari aspek karakteristik-karakteristik
kemanusiaan di komunitas tersebut. Di mana sekelompok manusia dari kalangan
Sahabat Rasulullah, mereka melakukan kesalahan namun juga memohon ampunan.
Mereka bermaksiat kepada Allah, namun kemudian bertaubat. Lalu ada sejumlah
golongan yang berasosiasi dengan mereka, padahal bukan bagian dari mereka.
Kondisi lahir mereka adalah Islam, namun kondisi batin mereka kafir. Banyak
dari mereka yang mati di atas kemunafikan. Afiliasi kepada komunitas saleh itu,
juga menyertakan Sang Pemimpin umat manusia, tidaklah bermanfaat bagi mereka.
Komunitas M A N U S I A
Bukan Kumpulan
Malaikat
Di
dalam komunitas yang warganya bercirikan keimanan, menyusuplah banyak orang
munafik yang menyembunyikan kekafiran di dalam jiwa mereka. Mereka bermaksud buruk
terhadap Islam dan kaum muslimin. Bahkan sebagian mereka merencanakan untuk
membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, memprovokasi orang-orang
kafir untuk melawan para pengusung tauhid, loyal kepada kaum Yahudi dan
bersungguh-sungguh bersama mereka, kendati mereka menampakkan Islam, menghadiri
perkumpulan dan shalat-shalat berjamaah bersama kaum muslimin, berpartisipasi
bersama mereka dalam berbagai pertempuran dan peperangan. Dengan demikian,
tidak ada seorang pun di komunitas para Sahabat yang mencela bahwa di dalam
komunitas itu banyak orang-orang munafik. Tidak ada seorang pun yang mencela
bahwa di pasukan dan tentara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di salah
satu peperangan, jumlah sepertiga pasukan adalah orang-orang munafik yang mundur
dari perang sebelum dimulai.
Kemudian
dari komunitas tersebut muncul beberapa orang yang murtad dari agama Allah subhanahu
wat ta’ala, kembali kepada kesyirikan mereka, bergabung dengan kaum musyrikin,
meskipun mereka telah mengetahui petunjuk, melihat kebenaran dengan mata mereka
sendiri. Meski demikian, tidak ada seorang pun yang mencela dalam agama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika sebagian orang-orang yang
berafiliasi kepada agama itu murtad darinya dan mereka lebih memilih kesyirikan.
Walaupun
komunitas Sahabat notebene adalah komunitas paling bersih dan paling jauh dari
keburukan, namun di dalamnya terdapat pezina yang datang mengakui perbuatannya
karena kesucian hatinya dan rasa takutnya kepada siksaan Allah di akhirat. Ini
mengingat, saat tabiat kemanusiaan menggiringnya untuk terpeleset ke dalam
salah satu perbuatan haram, maka dia menyadari bahwa dirinya akan disiksa di
akhirat apabila tidak membersihkan diri dari dosanya. Lantas saudara-saudaranya
menegakkan hadd (hukuman) kepadanya, merajamnya dengan tangan mereka
sendiri, sehingga dia meninggal dunia dalam kondisi bertaubat kepada Allah dari
kesalahannya. Dengan hal itu, dia tidak serta-merta keluar dari lingkaran
Islam, perbuatannya bukanlah hal tercela dalam komunitas Sahabat, tidak
menganulir pemberian stempel kesalehan untuknya dan menyifatinya dengan
kemuliaan.
Dari
kebaikan komunitas unggulan itu ternyata didapati juga peminum khamar yang
dipukul dengan sandal, bersamaan dengan kesaksian baik dari Rasulullah
untuknya. Terdapat juga orang yang terlibat dalam berita bohong terkait Ummul
Mukminin Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw. Maka ditegakkanlah hukuman hadd
al-qadzaf (melempar tuduhan zina) untuknya, padahal dia seorang partisipan
Perang Badar yang Allah ampuni dosa-dosa mereka di masa lalu dan masa
mendatang. Meski semua hal itu, mereka senantiasa ingin bertaubat, membersihkan
diri, dan mendermakan jiwa mereka untuk Allah Rabb Semesta Alam.
Semua
contoh itu, meski sedikit dan jarang, namun nyata adanya di dalam komunitas
para Sahabat radhiallahu’anhum, demi menegaskan esensi kemanusiaan dalam
komunitas tersebut. Esensi kemanusiaan yang meniscayakan berbagai kemaksiatan
dan dosa, kecintaan terhadap dunia dan konflik terkaitnya, nafsu syahwat dan
penyimpangan. Kendati demikian, sifat kemuliaan, label keimanan, dan kelayakan
untuk diteladani sepanjang masa, selamanya tidak akan lekang begitu saja dari
komunitas para Sahabat.
MEWASPADAI
MERAJALELANYA
AL-KHABATS (KEBURUKAN)
Sesungguhnya
komunitas yang hidup dalam naungan Daulah Islam hari ini, bagaimanapun
sekali-kali tidaklah lebih baik dari komunitas para Sahabat radhiallahu’anhum.
Kita tak bisa menetapkan syarat seperti itu untuknya, kita juga tidak dapat
mengklaim secara dusta bahwa ia bebas dari para pelaku kesalahan dan dosa,
orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri atau orang lain, termasuk dalam
hal itu juga para mujahid petempur dan para pelaku maksiat yang tidak berjihad.
Akan
tetapi, wajib bagi kita untuk mewaspadai dengan segenap kewaspadaan, seandainya
kita memandang remeh persoalan amar makruf nahi mungkar. Mulai dari larangan
melakukan kezaliman terbesar yaitu syirik kepada Allah, yaitu dosa yang
selamanya takkan Allah ampuni, lalu kepada kezaliman manusia satu sama lainnya,
yaitu perbuatan yang dosanya takkan lenyap kecuali dengan mengembalikan hak-hak
kepada pemiliknya dan permohonan maaf darinya. Dan kita mesti waspada dengan
segenap kewaspadaan jika merebaknya kejahatan di antara kita, dan tidak ada orang
yang mengingkarinya di antara kita, sehingga Allah subhanahu wa ta’ala
membinasakan kita. Demikianlah, demi menjustifikasi apa yang dinyatakan dari
Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, dalam
hadits riwayat Zainab binti Jahsy radhiallahu’anha, dia menyatakan; “Aku
berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah kita akan binasa sedangkan di tengah-tengah
kita banyak orang-orang saleh?’ Beliau menjawab, ‘Ya benar, jika keburukan
telah merajalela.’” (Muttafaq ‘Alaihi)
Source: RUMIYAH Edisi 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar