7/06/2019

MASYARAKAT MUSLIM


MASYARAKAT MUSLIM
ANTARA ESENSI KEMANUSIAAN DAN IMAJINASI MENYESATKAN

Orang-orang sesat dan para pengekor mereka dari kaum munafikin tidak berhenti untuk menikam orang-orang beriman dengan cara apapun yang mereka sanggupi. Mereka mengeksploitasi setiap celah untuk merealisasikan tujuan tersebut, melontarkan celaan kepada kaum muslimin dan melemparkan fitnah kepada Daulah mereka. Lalu apabila mereka tidak memiliki sesuatu untuk mencela, mereka menetapkan sejumlah aturan dan persyaratan yang Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal-hal itu. Kemudian mereka menjelek-jelekkan Ahlussunnah karena tidak bisa menjalankannya dan tidak dapat menggapainya.

Di antara persyaratan mereka untuk Daulah Islam –dan mereka membujuk manusia untuk meyakininya— adalah perkara-perkara yang belum pernah ada di Negara Nabi Muhammad g (Ad-Daulah An-Nabawiyyah). Yang mana seandainya salah seorang dari mereka mencela dan memfitnah kapasitas imam dan pemimpinnya, takkan ada seseorang yang mampu menahan diri dari mengkafirkan mereka. Atau persyaratan mereka untuk masyarakat yang hidup di bawah naungan syariat dan hukum Islam, dengan berbagai persyaratan yang belum pernah ada dalam komunitas para sahabat radhiallahu’anhum. Di dalam artikel ini kami mencoba untuk menerangkan – dengan izin Allah—salah satu sisi realita dari komunitas unggulan, seraya menegaskan kebaikan dan keutamaannya dibandingkan komunitas-komunitas manusia lainnya, kendati didera sejumlah penyakit sosial humanistis; berupa syahwat dan penyimpangan.

DAULAH KENABIAN
Yang Tidak Diinginkan
Para Pengusung Kesesatan

Dalam satu pidato yang sempurna berjudul Ad-Daulah An- Nabawiyyah (Negara Nabi), Syaikh Al-Mujahid Abu Hamzah Al-Muhajir rahimahullah membantah orang-orang sesat seperti mereka itu. Syaikh menerangkan hakikat tentang Negara Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang ditegakkan beliau di Madinah, tentang derita kelaparan yang menimpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat mulia beliau, yang merupakan sebaik-baik makhluk di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Pun demikian dengan kemiskinan menyengsarakan dan merebaknya beragam penyakit di Madinah, serta rasa takut yang menyelimuti kehidupan kaum muslimin di Daulah penuh berkah itu. Di mana mereka tidak aman dari penetrasi orang-orang kafir dari luar negara tersebut, diri mereka tidak aman dari pengkhiatan kaum munafikin di dalamnya, dan dari berbagai fenomena kekurangan yang bagaimanapun tidak mengurangi nilai Daulah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga tidak mengurangi kewajiban usaha kaum muslimin di setiap waktu untuk mencita-citakan penegakkan daulah di atas jejaknya dan berjalan di atas manhajnya.

Oleh karenanya, ketika Daulah Islam Irak berdiri, orang-orang yang pertama kali mencelanya adalah para pengikut jamaah-jamaah sesat dan kelompok-kelompok menyimpang. Hal paling banyak dicela mereka adalah tentang minimnya kelompok pendukung di dalamnya, kelaliman orang-orang musyrik terhadap balatentaranya dengan melakukan pembunuhan dan penawanan. Mereka melupakan kondisi yang dialami Daulah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka pura-pura bodoh bahwa sejatinya Daulah Islam dapat berdiri hanya dengan meninggikan hukum-hukum syariat Islam. Bukan dengan ukuran apa yang ada di rekening bank sentralnya berupa batangan-batangan emas dan tumpukan-tumpukan dolar. Juga tidak diukur dengan seberapa menyebar bala tentaranya di muka bumi dan seberapa banyak pesawatnya terbang di udara.

KOMUNITAS PARA SAHABAT,
Umat Terbaik yang Pernah Dilahirkan untuk Manusia


Begitulah, sesungguhnya orang-orang sesat yang berafiliasi kepada Islam, mereka tenggelam dalam kedustaan dan pembusukan hakikat Daulah Islam, hingga tingkatan mengubah karakteristik-karakteristik penduduknya, mencitrakan mereka dengan citra malaikat; mereka tidak dapat berbuat salah dan tidak bermaksiat, salah seorang dari mereka tidak menganiaya yang lainnya selamanya, tidak satu pun dari mereka yang berambisi dalam dunia; bahkan mereka hanya disibukkan dengan ibadah dan zikir, shaum dan tahajud. Mereka membuat gambaran imajinasi ini untuk masyarakat muslim, dan sejatinya masyarakat yang mereka lukis dalam imajinasi para pengikut mereka tidak pernah terwujud satu hari pun di muka bumi. Dan sekali-kali tidak akan pernah eksis sampai Allah mewariskan bumi beserta segala isinya. Kemudian masyarakat tidak pernah dituntut untuk mengejawantahkan segala persyaratan imajiner itu, agar layak mendapatkan citra Islam. Untuk disebut Islam, cukup dengan kejelasan mayoritas manusia di dalamnya dan berhukum dengan syariat Islam.

Sesungguhnya komunitas para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah komunitas terbaik yang pernah ada di muka bumi. Orang yang hidup di dalamnya merupakan makhluk Allah terbaik. Allah berfirman, “ Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali ‘Imran: 110)

Para Sahabat beliau lebih baik dari siapapun sahabat para nabi terdahulu dan para penolong mereka. Belum pernah ada dalam satu komunitas pun; sikap penerimaan terhadap hukum Allah subhanahu wa ta’ala, seperti yang pernah ada dalam komunitas tersebut. Sesungguhnya usaha yang dilakoni setiap komunitas dari berbagai komunitas muslimin untuk menjadi seperti komunitas para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam –dalam hal keimanan, ibadah, keadilan, kepedulian mereka terhadap sunnah, dan jihad mereka—adalah sebuah kewajiban syar’i, tak ada keraguan dalam hal ini.

Apabila di dalam komunitas kaum muslimin ada yang melakukan kesalahan, bermaksiat kepada Allah, terjerumus dalam kezaliman, atau di dalamnya terjadi konflik terkait dunia yang hina, sedikit ataupun banyaknya orang munafik menyelinap masuk bergabung dengan mereka, maka hal ini tidaklah menganulir kebaikan komunitas itu, tidak mencemarkan keislamannya, selama kebaikan di dalamnya lebih dominan, keburukan di dalamnya diperangi, serta selama keadilan di dalamnya lebih dominan dan kezaliman di dalamnya diperangi.

Kita kembali kepada komunitas teladan, komunitas para Sahabat radhiallahu’anhum, untuk menyaksikan berbagai gambaran dari aspek karakteristik-karakteristik kemanusiaan di komunitas tersebut. Di mana sekelompok manusia dari kalangan Sahabat Rasulullah, mereka melakukan kesalahan namun juga memohon ampunan. Mereka bermaksiat kepada Allah, namun kemudian bertaubat. Lalu ada sejumlah golongan yang berasosiasi dengan mereka, padahal bukan bagian dari mereka. Kondisi lahir mereka adalah Islam, namun kondisi batin mereka kafir. Banyak dari mereka yang mati di atas kemunafikan. Afiliasi kepada komunitas saleh itu, juga menyertakan Sang Pemimpin umat manusia, tidaklah bermanfaat bagi mereka.

Komunitas  M A N U S I A
Bukan Kumpulan Malaikat


Di dalam komunitas yang warganya bercirikan keimanan, menyusuplah banyak orang munafik yang menyembunyikan kekafiran di dalam jiwa mereka. Mereka bermaksud buruk terhadap Islam dan kaum muslimin. Bahkan sebagian mereka merencanakan untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, memprovokasi orang-orang kafir untuk melawan para pengusung tauhid, loyal kepada kaum Yahudi dan bersungguh-sungguh bersama mereka, kendati mereka menampakkan Islam, menghadiri perkumpulan dan shalat-shalat berjamaah bersama kaum muslimin, berpartisipasi bersama mereka dalam berbagai pertempuran dan peperangan. Dengan demikian, tidak ada seorang pun di komunitas para Sahabat yang mencela bahwa di dalam komunitas itu banyak orang-orang munafik. Tidak ada seorang pun yang mencela bahwa di pasukan dan tentara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di salah satu peperangan, jumlah sepertiga pasukan adalah orang-orang munafik yang mundur dari perang sebelum dimulai.

Kemudian dari komunitas tersebut muncul beberapa orang yang murtad dari agama Allah subhanahu wat ta’ala, kembali kepada kesyirikan mereka, bergabung dengan kaum musyrikin, meskipun mereka telah mengetahui petunjuk, melihat kebenaran dengan mata mereka sendiri. Meski demikian, tidak ada seorang pun yang mencela dalam agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika sebagian orang-orang yang berafiliasi kepada agama itu murtad darinya dan mereka lebih memilih kesyirikan.

Walaupun komunitas Sahabat notebene adalah komunitas paling bersih dan paling jauh dari keburukan, namun di dalamnya terdapat pezina yang datang mengakui perbuatannya karena kesucian hatinya dan rasa takutnya kepada siksaan Allah di akhirat. Ini mengingat, saat tabiat kemanusiaan menggiringnya untuk terpeleset ke dalam salah satu perbuatan haram, maka dia menyadari bahwa dirinya akan disiksa di akhirat apabila tidak membersihkan diri dari dosanya. Lantas saudara-saudaranya menegakkan hadd (hukuman) kepadanya, merajamnya dengan tangan mereka sendiri, sehingga dia meninggal dunia dalam kondisi bertaubat kepada Allah dari kesalahannya. Dengan hal itu, dia tidak serta-merta keluar dari lingkaran Islam, perbuatannya bukanlah hal tercela dalam komunitas Sahabat, tidak menganulir pemberian stempel kesalehan untuknya dan menyifatinya dengan kemuliaan.

Dari kebaikan komunitas unggulan itu ternyata didapati juga peminum khamar yang dipukul dengan sandal, bersamaan dengan kesaksian baik dari Rasulullah untuknya. Terdapat juga orang yang terlibat dalam berita bohong terkait Ummul Mukminin Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw. Maka ditegakkanlah hukuman hadd al-qadzaf (melempar tuduhan zina) untuknya, padahal dia seorang partisipan Perang Badar yang Allah ampuni dosa-dosa mereka di masa lalu dan masa mendatang. Meski semua hal itu, mereka senantiasa ingin bertaubat, membersihkan diri, dan mendermakan jiwa mereka untuk Allah Rabb Semesta Alam.

Semua contoh itu, meski sedikit dan jarang, namun nyata adanya di dalam komunitas para Sahabat radhiallahu’anhum, demi menegaskan esensi kemanusiaan dalam komunitas tersebut. Esensi kemanusiaan yang meniscayakan berbagai kemaksiatan dan dosa, kecintaan terhadap dunia dan konflik terkaitnya, nafsu syahwat dan penyimpangan. Kendati demikian, sifat kemuliaan, label keimanan, dan kelayakan untuk diteladani sepanjang masa, selamanya tidak akan lekang begitu saja dari komunitas para Sahabat.

MEWASPADAI MERAJALELANYA
AL-KHABATS (KEBURUKAN)

Sesungguhnya komunitas yang hidup dalam naungan Daulah Islam hari ini, bagaimanapun sekali-kali tidaklah lebih baik dari komunitas para Sahabat radhiallahu’anhum. Kita tak bisa menetapkan syarat seperti itu untuknya, kita juga tidak dapat mengklaim secara dusta bahwa ia bebas dari para pelaku kesalahan dan dosa, orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri atau orang lain, termasuk dalam hal itu juga para mujahid petempur dan para pelaku maksiat yang tidak berjihad.

Akan tetapi, wajib bagi kita untuk mewaspadai dengan segenap kewaspadaan, seandainya kita memandang remeh persoalan amar makruf nahi mungkar. Mulai dari larangan melakukan kezaliman terbesar yaitu syirik kepada Allah, yaitu dosa yang selamanya takkan Allah ampuni, lalu kepada kezaliman manusia satu sama lainnya, yaitu perbuatan yang dosanya takkan lenyap kecuali dengan mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya dan permohonan maaf darinya. Dan kita mesti waspada dengan segenap kewaspadaan jika merebaknya kejahatan di antara kita, dan tidak ada orang yang mengingkarinya di antara kita, sehingga Allah subhanahu wa ta’ala membinasakan kita. Demikianlah, demi menjustifikasi apa yang dinyatakan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam hadits riwayat Zainab binti Jahsy radhiallahu’anha, dia menyatakan; “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah kita akan binasa sedangkan di tengah-tengah kita banyak orang-orang saleh?’ Beliau menjawab, ‘Ya benar, jika keburukan telah merajalela.’” (Muttafaq ‘Alaihi)

Source: RUMIYAH Edisi 12


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...