7/10/2019

JIKA KALIAN TIDAK BERPERANG


Jika Kalian Tidak Berperang, 
Niscaya Allah Mengazab Kalian dengan Azab Pedih
Jihad di jalan Allah adalah puncak amalan Islam tertinggi Islam dan amal shalih paling utama. Jihad menjadi faktor yang membuat Allah mengampuni dosa, menghapuskan kesalahan, meninggikan derajat, melenyapkan duka nestapa, menolong orang-orang beriman, menyiksa orang-orang musyrik, menolak permusuhan para thaghut zalim dan para penjahat perusak, serta menegakkan agama dan melindungi kehormatan kaum muslimin.

Meskipun terdapat banyak keutamaan yang mendorong seorang mukmin untuk memperolehnya dan berupaya untuk meraihnya, meskipun dengan merangkak, akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala tidak menjadikan ibadah agung ini sebagai ibadah sunah yang pelakunya mendapat pahala sedangkan yang meninggalkan tidak diadili. Bahkan Allah subhanahu wa ta’ala menjadikannya sebagai kewajiban atas orang-orang beriman, yang mana setiap orang yang mampu harus melaksanakan apa kewajiban tersebut, selama Allah tidak menguzurnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, DIWAJIBKAN ATAS KAMU BERPERANG, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

KELUARLAH KALIAN BERPERANG BAIK DALAM KEADAAN RINGAN MAUPUN BERAT

Allah subhanahu wa ta’ala mencela orang yang tidak ikut dalam Perang Tabuk karena ridha kepada dunia dan lebih mengutamakan kesenangan dunia yang sedikit ketimbang apa yang telah disiapkan Allah subhanahu wa ta’ala untuk mujahidin fi sabilillah; berupa kenikmatan melimpah lagi abadi di akhirat. Dan Allah mengancam orang yang tidak ikut perang dengan siksaan amat pedih. Allah juga menjelaskan bahwa dengan itu, mereka berarti telah menjerumuskan diri mereka ke dalam kerugian, dan sekali-kali mereka tidaklah merugikan Allah sedikit pun. Pasalnya, sangat mudah bagi Allah untuk mengganti mereka yang menentang perintah-perintahNya dengan kaum lain yang mencintai-Nya dan berusaha meraih ridha-Nya, berjihad di jalan-Nya dengan sebenar-benar jihad dan tidak takut kepada selain-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikit pun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At-Taubah: 38-39)

Kemudian datang perintah Allah subhanahu wa ta’ala untuk orang-orang beriman agar menyambut perintah perang yang datang kepada mereka melalui Rasul-Nya g, dan hendaklah mereka berangkat dalam kondisi apapun, baik kaya maupun miskin, muda maupun tua. Allah juga mengajarkan mereka bahwa jihad mereka di jalan Allah dengan harta maupun jiwa mereka, maka hal ini lebih baik untuk mereka di dunia dan akhirat. Allah berfirman, “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (At-Taubah: 41)

Allah juga menjelaskan bahwa tidak ada yang meminta izin untuk tidak mengerjakan perintah agung yang telah menjadi kewajiban individu (fardhu ‘ain) bagi setiap orang beriman melalui seruan mobilisasi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali orang-orang munafik yang berbohong ketika mengutarakan berbagai alasan mereka demi melegalkan keengganan berjihad yang telah menjadi kewajiban bagi mereka, kemaksiatan mereka terhadap perintah Nabi dan Imam mereka, serta ridhanya mereka untuk tidak turut berperang bersama beliau dan orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang keberangkatannya dibenci oleh Allah untuk berperang di dalam barisan kaum muslimin untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At-Taubah: 44-46)

APABILA KALIAN DIPERINTAHKAN UNTUK BERPERANG, MAKA BERANGKATLAH!

Ahlussunah sepakat bahwa Jihad menjadi kewajiban individual setiap muslim yang diseru oleh imam untuk berperang di jalan Allah. Meskipun sebenarnya bukanlah fardhu ‘ain baginya karena telah mencukupinya kaum muslimin yang berjihad fi sabilillah untuk menjaga tapal batas, menjaga kehormatan, dan keluar memerangi orang-orang musyrik.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata di dalam “Syarh Al-Kabir”, “Dan jihad menjadi fardhu ‘ain dalam tiga kondisi:

Pertama: Apabila dua pasukan telah saling berhadapan, maka haram bagi siapa pun yang hadir untuk lari. Dan kondisi ini membuat jihad menjadi fardhu ‘ain baginya berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala : “Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. (Al-Anfal: 45)

Dan firman-Nya: Dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Anfal: 46)

Juga firman Allah subhanahu wa ta’ala : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam dan amat buruklah tempat kembalinya.” (Al-Anfal: 15-16)

Kedua: Apabila orang-orang kafir menjejaki suatu negeri, maka menjadi fardhu ‘ain bagi penduduk negeri tersebut untuk berperang dan melawan mereka.

Ketiga: Apabila seorang imam menyeru suatu kaum untuk berangkat berperang, niscaya mereka yang ditunjuk wajib untuk berangkat berperang bersamanya, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah,” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikit pun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At-Taubah: 38-39)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
APABILA KALIAN DISERU UNTUK BERPERANG,
MAKA BERANGKATLAH.”
(HR. Al-Bukhari)

Jika kita melihat kondisi kaum muslimin hari ini, niscaya kita mendapati mayoritas mereka memandang bahwa jihad adalah amalan sunah, bukan kewajiban niscaya yang mana keimanan seseorang tidaklah sempurna kecuali dengan melaksanakannya. Di antara mereka ada yang mengira bahwa tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban ini hanya berlaku untuk bala tentara Daulah Islam, sedangkan kewajiban mereka hanya sebatas menolong dengan ucapan, doa, atau dengan harta. Dia pura-pura lupa bahwa suatu kewajiban jika telah menjadi fardhu ‘ain atas seorang muslim, maka dosa tidak akan diangkat darinya karena adanya orang lain dari umat Islam yang menegakkannya, sedangkan dia hanya duduk-duduk belaka. Berbeda hal dengan fardhu kifayah yang mana untuk mengangkat dosa dari umat Islam cukup dengan bangkitnya sejumlah kaum muslimin. Seperti halnya umat Islam keluar untuk menaklukkan negeri-negeri kaum musyrik, kondisi mereka banyak serta mencukupi dalam hal jumlah dan kekuatan, sehingga orang-orang yang berjihad akan mendapat pahala, berbeda dengan orang-orang yang duduk-duduk. Kendati mereka selamat dari dosa, namun mereka tetap merugi karena tidak mendapatkan pahala, kecuali jika mereka menggantikan posisi para mujahid untuk menyantuni keluarga dan semua urusan mereka dengan baik.

MAKA JANGANLAH KALIAN LARI KE BELAKANG

Oang yang mengamati kondisi umat Islam hari ini, akan mendapati –tanpa diragukan lagi– bahwa jihad telah menjadi fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang akil baligh dan mampu menenteng senjata. Ini mengingat, orang-orang musyrik telah menjajah negeri-negeri kaum muslimin sejak berabad-abad lamanya. Mereka menghapus syariat Allah, lalu menerapakan hukum undang-undang thaghut syirik. Sementara itu, orang-orang yang berangkat untuk memerangi mereka di sebagian besar negeri, hanyalah sekelompok kecil kaum muslimin yang tak berdaya menahan orang-orang musyrik. Selanjutnya, kewajiban untuk keluar memerangi orang-orang musyrik dan mengembalikan Darul Islam, maka menjadi fardhu ‘ain bagi setiap muslim mukalaf hingga jumlah para petempur mencukupi.

Seiring dengan kembalinya Khilafah dan seruan jihad dari Syaikh Abu Bakar Al-Baghdadi –semoga Allah menjaganya– kepada seluruh kaum muslimin untuk berjihad fi sabilillah, maka kewajiban individual jihad semakin kuat untuk umat Islam di setiap tempat, terutama di negeri-negeri Islam yang berada di bumi Daulah Islam. Kemungkaran orang-orang yang enggan berjihad akan semakin bertambah ketika kita melihat kondisi beberapa kota Daulah Islam. Tidaklah kita mendapatkan satu kota pun, melainkan orang-orang musyrik telah memobilisasi pasukan untuk menyerangnya. Mujahidin di sana pun telah siap untuk berhadapan dan mengusir mereka dari negeri-negeri Islam. Kedua kubu pasukan telah bertemu dan saling berhadapan. Kondisi orang yang enggan berjihad malah melarikan diri ketika perang berkecamuk, dan berbalik ke belakang, berhak untuk mendapatkan azab Allah subhanahu wa ta’ala yang telah disinyalir dengan firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam dan amat buruklah tempat kembalinya.(Al-Anfal: 15-16)

WAHAI UMAT ISLAM DI SETIAP TEMPAT, KHUSUSNYA DI NEGERI-NEGERI DAULAH ISLAM…

Keluarlah kalian untuk berperang di jalan Allah, tunaikanlah apa yang telah diwajibkan Allah berupa jihad melawan orang-orang musyrik dan menjaga kehormatan umat Islam. Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian ke dalam kemurkaan dan ancaman Allah. Jangan sampai harta dan anak-anak yang kalian nikmati, lebih kalian cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan membela agama-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Katakanlah: “Jika

BAPAK-BAPAK,
ANAK-ANAK,
SAUDARA-SAUDARA,
ISTRI-ISTRI,
KAUM KELUARGAMU,
HARTA KEKAYAAN YANG KAMU USAHAKAN,
PERNIAGAAN YANG KAMU KHAWATIRKAN KERUGIANNYA,
DAN TEMPAT TINGGAL YANG KAMU SUKAI,

ADALAH LEBIH KAMU CINTAI DARI
ALLAH DAN RASUL-NYA DAN DARI BERJIHAD DI JALAN NYA,

MAKA TUNGGULAH SAMPAI ALLAH MENDATANGKAN KEPUTUSAN-NYA.” DAN ALLAH TIDAK MEMBERI PETUNJUK KEPADA ORANG-ORANG YANG FASIK.”

(At-Taubah: 24)

Source: AL FATIHIN 04


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...