Sebagian dari
Sifat Ulama’ Suu’
Karena banyaknya ulama suu’ pada masa kita sekarang yang berusaha keras menyesatkan hamba-hamba
Alloh, maka sudah selayaknya untuk menyebutkan sifat-sifat mereka, agar manusia
berada di atas perkara yang jelas.
Pertama : Menyembunyikan Kebenaran
Sesungguhnya di antara tujuan-tujuan ilmu adalah untuk disebarkan dan
dijelaskan kepada manusia, karena hidayah dan mashlahat mereka bergantung
padanya. Maka menyembunyikan ilmu dan tidak menampakkannya termasuk perbuatan
haram yang paling besar dan kemaksiatan yang paling berat. Oleh karena itu,
Alloh mengambil janji setiap orang yang diberi-Nya kitab dan diajari-Nya ilmu
agar menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikan apa yang mereka
butuhkan. Alloh ta’ala berfirman:
وَإِذۡ أَخَذَ ٱللَّهُ
مِيثَٰقَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُۥ لِلنَّاسِ وَلَا
تَكۡتُمُونَهُۥ فَنَبَذُوهُ وَرَآءَ ظُهُورِهِمۡ وَٱشۡتَرَوۡاْ بِهِۦ ثَمَنٗا
قَلِيلٗاۖ فَبِئۡسَ مَا يَشۡتَرُونَ
“Dan (ingatlah) ketika Alloh mengambil janji dari orang-orang yang
telah diberi al-Kitab (yaitu): ‘Hendaklah kalian benar-benar menerangkannya
kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.’ Lalu mereka melemparkannya ke
belakang punggung mereka dan menjualnya dengan harga murah. Maka amat buruklah
jual-beli yang mereka lakukan.” [Alu ‘Imron: 187]
Ulama suu’ telah mengkhianati
agama Alloh, mengkufuri nikmat ilmu, dan menyebabkan kesesatan manusia. Oleh
karena itu, Alloh menetapkan untuk melaknatnya dan menimpakan laknat manusia
terhadapnya, karena usahanya untuk menipu makhluk dengan menyembunyikan
kebenaran dari mereka. Alloh ta’ala berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ
يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ بَعۡدِ مَا
بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ
وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami menjelaskannya
kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknat Alloh dan dilaknat oleh
orang-orang yang melaknat.” [al-Baqoroh: 159]
Dan sesungguhnya perkara paling besar yang disembunyikan oleh para
ulama suu’ adalah penjelasan
tentang kondisi para thoghut dan hukum Alloh terkait dengan mereka. Sebab,
Alloh telah memerintahkan kita untuk menjauhi para thoghut dan kufur kepada
mereka, serta menjadikan ini bagian dari pokok tauhid dan iman. Lalu ketika
manusia melihat para ulama mereka yang terkemuka menjilat para penguasa thoghut
serta mendiamkan kesyirikan dan kerusakan mereka, bahkan memfatwakan bolehnya
berbuat syirik demi mashlahat, maka banyak dari mereka menjadi beriman kepada
para thoghut, bersikap loyal kepada mereka, dan masuk ke dalam agama mereka,
bahwa menjadi tentara mereka. Penyebab semua kemurtadan ini adalah karena para
ulama suu’ menyembunyikan
kebenaran dan mencampurnya dengan kebatilan.
Orang yang melihat ke Jaziroh ‘Arob, misalnya, akan menemukan bahwa
Alu Salul tidak berani menampakkan banyak dari kekufuran dan kerusakan, serta
tidak diikuti oleh sekelompok manusia dalam kemurtadan, kecuali disebabkan oleh
Hai’ah Kibaril Ulama’ (Lembaga Ulama Senior), Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaimin,
al-Fauzan, Alu asy-Syaykh (keluarga asy-Syaykh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab)
kontemporer, dan semisal mereka. Dan itu disebabkan karena mereka
menyembunyikan kebenaran dan tidak menjelaskan kondisi Alu Salul kepada
manusia. Bahkan untuk menambah kekaburan, mereka menyifati Alu Salul sebagai
ulul amri dan mengklaim bahwa mereka adalah para imam (pemimpin) yang syar’i.
Mereka menyembunyikan dari manusia hukum keputusan-keputusan
legislatif thoghutiyyah, hukum mendirikan pangkalan-pangkalan militer Salibis
di negeri-negeri, dan hukum menghalalkan riba. Banyak manusia pun tertipu oleh
mereka, tersesat, dan murtad. Maka mereka mendapatkan bagian dari dosa manusia
yang mengikuti mereka, tanpa berkurang sedikit pun dosa para pengikut itu.
Kondisi yang sama terjadi di Mesir. Yang menyebabkan manusia tersesat
dan mengikuti Husni Mubarok lalu as-Sisi adalah syaykh-syaykh al-Azhar dan para
pengklaim salafiyyah. Demikian pula, yang menyebabkan masuknya manusia ke dalam
syirik parlemen dan pemilu adalah para thoghut Ikhwan Murtaddun dan Parta
Kezaliman. Dan potret ini kita temukan di negeri-negeri lainnya.
Kedua : Mengganti dan Merubah Syariat
Di antara ciri-ciri para ulama suu’ adalah bahwa mereka mengganti dan merubah syariat —jika mereka tidak
bisa menyembunyikannya— dengan melakukan penakwilan-penakwilan yang rusak
terhadap nash-nash syariat dan mengalihkannya dari maknanya yang haq (benar)
kepada makna yang batil. Sebagaimana firman Alloh ta’ala tentang orang-orang
Yahudi:
... يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ ...
“Mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya.” [an-Nisa’: 46]
Kemudian mereka menisbatkan perubahan dan penakwilan yang batil ini
kepada Alloh subhanahu. Mereka merubah
makna-makna yang dimaksud dari nash-nash kepada makna-makna batil dan
mengelabuhi manusia bahwa ini adalah yang dimaksud dari Kitab Alloh. Dengan
begitu, mereka menafikan makna yang haq dan menetapkan makna yang batil. Salaf
(pendahulu) mereka dalam hal itu adalah orang-orang Yahudi yang terbiasa
menisbatkan perubahan yang mereka lakukan terhadap nash-nash kepada Alloh ta’ala.
Sebagaimana firman Alloh subhanahu:
وَإِنَّ مِنۡهُمۡ
لَفَرِيقٗا يَلۡوُۥنَ أَلۡسِنَتَهُم بِٱلۡكِتَٰبِ لِتَحۡسَبُوهُ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ
وَمَا هُوَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنۡ
عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ
“Dan sesungguhnya di antara mereka benar-benar ada segolongan yang
memutar lidah mereka dalam membaca al-Kitab, agar kalian menyangka itu sebagian
dari al-Kitab, padahal itu bukan dari al-Kitab. Mereka berkata: ‘Itu dari
Alloh,’ padahal itu bukan dari Alloh. Dan mereka mengatakan kedustaan atas nama
Alloh, padahal mereka mengetahui.” [Alu ‘Imron: 78]
Nash-nash syariat yang memerintahkan untuk berjihad, misalnya, oleh
para ulama suu’ berusaha dirubah
maknanya yang berkaitan dengan qitaal (perang) menjadi makna-makna lain, agar mereka dapat mengalihkan
manusia dari memerangi orang-orang kafir dan orang-orang murtad. Dan lebih dari
itu, mereka menciptakan bagi jihad makna-makna yang Alloh tidak menurunkan
suatu keterangan pun tentangnya, bahkan makna-makna tersebut bertentangan
dengan hakikat jihad. Misalnya, klaim mereka bahwa jihad adalah bergabung
dengan tentara-tentara thoghut, atau masuk ke dalam proses demokrasi yang penuh
syirik untuk berlomba dengan orang-orang sekuler dalam menandingi Alloh dalam
hukum-Nya dan dalam peletakan hukum-hukum yang dilakukan-Nya, dan
perbuatan-perbuatan lainnya yang mengeluarkan dari agama, yang berusaha
dilekatkan oleh orang-orang yang terlaknat itu dengan puncak punuk Islam (jihad).
Begitu pula nash-nash syariat yang memerintahkan untuk melantangkan
kebenaran. Para ulama suu’ sengaja
menonaktifkannya dan tidak mengamalkannya, seraya mengklaim bahwa Alloh
memerintahkan hal itu! Mereka berdalil dengan firman Alloh subhanahu:
وَلَا
تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ
“Dan
janganlah kalian melemparkan diri kalian ke dalam kebinasaan.” [al-Baqoroh: 195]
Padahal, yang dimaksud dengan kebinasaan adalah meninggalkan jihad.
Sebagaimana hal itu dijelaskan oleh sahabat Abu Ayyub al-Anshoriy —rodhiyallohu ‘anhu— ketika dia berkata: “Melemparkan
diri kita ke dalam kebinasaan adalah: bahwa kita tinggal bersama harta kita dan
mengembangkannya, serta meninggalkan jihad.” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud]
MAKA ALANGKAH BURUKNYA PARA ULAMA SUU’
DAN ALANGKAH BURUKNYA PENGABURAN YANG MEREKA
LAKUKAN ...
Ketiga: Menghalangi dari Jalan Alloh
Sesungguhnya ulama suu’, dengan jalan kesesatan dan kerusakan yang ditempuhnya, berkeinginan
kuat untuk mengalihkan manusia kepada jalannya dan menghalangi mereka dari
jalan kebenaran. Sebab, dia takut perbuatannya mendustakan perkataannya jika
dia memperlihatkan ayat-ayat syariat tanpa pengaburan dan penyembunyian. Dia
pun sengaja melakukan perubahan dan memelintir nash-nash agar perkara menjadi
sesuai dengan kondisi dan hawa nafsunya. Maka dari itu, engkau menemukan dia
menghalangi para pemuda untuk berjihad, karena dia bersandar kepada dunia dan
terkena fitnah qu’uud (meninggalkan
jihad). Dan karena dia takut melantangkan kebenaran, engkau melihat dia
mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan.
Dia menjadikan itu sebagai pokok dakwahnya dan memperlihatkannya
seolah-olah sebagai kebijaksanaan dan kecerdasan. Maka dia tidak memperlihatkan
kebenaran, namun tidak pula menyembunyikannya dan habis perkara. Tetapi dia
mencampuraduk, mengaburkan, menyamarkan, dan menutupi cacat. Dia pun berbicara
atas nama Alloh tanpa ilmu, untuk menghalangi dari jalan Alloh, sebagaimana
dikerjakan sebelumnya oleh para rabi dan para rahib. Alloh ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ إِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡأَحۡبَارِ وَٱلرُّهۡبَانِ لَيَأۡكُلُونَ
أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَٰطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۗ وَٱلَّذِينَ
يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم
بِعَذَابٍ أَلِيمٖ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Sesungguhnya banyak dari para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani)
itu benar-benar memakan harta manusia dengan batil dan menghalangi (manusia)
dari jalan Alloh. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menginfakkannya di jalan Alloh, maka beritakanlah kepada mereka akan azab yang
pedih.” [at-Tawbah: 34]
Keempat: Sangat Rakus Kepada Dunia
Tidak ada yang mendorong para ulama suu’ untuk menyembunyikan dan mengaburkan kebenaran kebenaran selain cinta
dan kerakusan kepada dunia. Tidak ada seorang pun yang mengharuskan atau
memaksa mereka untuk berbuat nifaq, berdusta atas nama Alloh, dan kufur. Tetapi
keinginan mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan gaji dari para thoghut adalah
yang paling menyebabkan itu pada mereka. Motivasi sebagian dari mereka adalah
keinginan untuk mendapatkan kedudukan dan kedekatan dengan para penguasa.
Sebagian yang lain tergoda dengan kemunculan mereka di layar-layar (televisi)
dan pemberian-pemberian yang mereka dapatkan. Maka berat bagi mereka untuk
bersembunyi secara paksa dari kemasyhuran dan sorotan cahaya karena
(mengatakan) kalimat haq. Mereka pun lebih memilih untuk menyembunyikan apa
yang diturunkan oleh Alloh —yang tidak ingin ditampakkan kepada manusia oleh
para thoghut— dan menjualnya dengan harga murah. Alloh subhanahu telah berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ
يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَيَشۡتَرُونَ بِهِۦ ثَمَنٗا
قَلِيلًا أُوْلَٰٓئِكَ مَا يَأۡكُلُونَ فِي بُطُونِهِمۡ إِلَّا ٱلنَّارَ وَلَا
يُكَلِّمُهُمُ ٱللَّهُ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمۡ وَلَهُمۡ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
diturunkan Alloh, yaitu al-Kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka itu
tidaklah memakan dalam perut mereka kecuali api, dan Alloh tidak akan berbicara
kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan menyucikan mereka, dan mereka
akan mendapat azab yang pedih.” [al-Baqoroh: 174]
Ibnu al-Qoyyim berkata: “Setiap orang di antara para ahli ilmu yang
lebih mengutamakan dunia dan mencintainya, maka pasti dia akan mengatakan atas
nama Alloh selain kebenaran.” [al-Fawaaid]
Kelima: Terpengaruh dengan Penelantaran,
Goncangan, dan Ancaman, serta Menyimpang dari Kebenaran Karenanya
Ini juga merupakan salah satu dari sifat-sifat para ulama suu’: berbalik dari kebenaran setelah meyakininya,
dan memperlihatkan kebatilan karena tunduk dan patuh kepada hawa nafsu para
thoghut, agar dunia mereka selamat. Alangkah besarnya kejahatan ini! Alangkah
kejamnya pengkhianatan ini!
Sebagaimana dalam kisah Bal’am bin Ba’uro`. Dia adalah seorang
laki-laki dari kota kaum yang kuat (Jabbarin). Seandainya semua ulama suu’ pada zaman kita berkumpul, niscaya ilmu mereka
tidak akan sampai sepersepuluh dari ilmu Bal’am. Sebab, Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhu berkata: “Dan dia mengetahui
nama Alloh yang paling besar” [Tafsir Ibni Abi Hatim] Ini menunjukkan kedudukan yang tinggi dalam ilmu. Dan sebagian salaf
berkata: “Dia adalah orang yang doanya mustajab. Dan dia tidak meminta sesuatu
pun kepada Alloh, kecuali Alloh memberikannya kepadanya.” Meskipun demikian,
ketika dia menyimpang dari manhaj dan melenceng dari kebenaran yang terang, dia
diserupakan dengan anjing!
Yang demikian itu, ketika Musa ‘alaihis salam singgah di kota kaum yang kuat (Jabbarin), Bal’am didatangi oleh
sepupu-sepupunya dan kaumnya. Mereka berkata: “Sesungguhnya Musa adalah orang
baru dan dia memiliki tentara yang banyak. Dan sesungguhnya jika dia
mengalahkan kita maka dia akan membinasakan kita. Maka berdoalah kepada Alloh
agar mengusir Musa dan para pengikutnya dari kita.” Bal’am berkata: “Sesungguhnya
jika aku berdoa kepada Alloh agar mengusir Musa dan para pengikutnya, maka
dunia dan akhiratku akan hilang.” Mereka pun terus merayunya, sampai akhirnya
dia mendoakan keburukan atas Musa dan para pengikutnya. Maka Alloh melepas apa
yang sebelumnya ada padanya. [Tafsir Ibni Abi Hatim]
Alloh ta’ala
berfirman:
وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِيٓ
ءَاتَيۡنَٰهُ ءَايَٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَكَانَ
مِنَ ٱلۡغَاوِينَ ١٧٥
وَلَوۡ
شِئۡنَالَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ
هَوَىٰهُۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ
تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَثۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بَِٔايَٰتِنَاۚ
فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ ١٧٦
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu
dia diikuti oleh syaithon, maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan
(ayat-ayat) itu, tetapi dia menempel ke tanah (cenderung kepada dunia) dan
mengikuti hawa nafsunya. Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu
menghalaunya ia menjulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan
lidahnya (juga).” [al-A’rof: 175:176]
Bal’am “menempel ke tanah dan mengikuti hawa nafsunya”, cenderung kepada dunia dan kenikmatan-kenikmatannya, berpaling dari
ayat-ayat Alloh, sampai hawa nafsunya menguasainya, seperti anjing yang
terus-menerus menjulurkan lidah.
Diriwayatkan dari Mujahid, dia berkata: “Perumpamaan orang yang
membaca al-Kitab dan tidak mengamalkan isinya.” [Tafsir
ath-Thobariy] Dan al-Qurthubiy berkata: “Dan perumpamaan ini,
menurut pendapat banyak dari ahli ilmu tafsir, mencakup setiap orang yang
diberi Al-Qur’an lalu tidak mengamalkannya.” [Tafsir
al-Qurthubiy] Alangkah banyaknya mereka di zaman kita.
Inilah beberapa sifat bagi para ulama suu’ yang dijelaskan oleh Alloh ta’ala untuk membuka kedok mereka dan
mengingatkan hamba-hamba-Nya agar menjauhi mereka dan tidak mendengarkan mereka
atau mengambil ilmu dari mereka. Dan kita menemukan bahwa Alloh subhanahu menyebutkan sifat mereka dan tidak menamakan
mereka dengan ulama. Meskipun mereka mengetahui hukum-hukum Alloh, tetapi
ketika mereka kehilangan rasa takut kepada Alloh dan meninggalkan pengamalan
apa yang mereka ketahui, ilmu mereka tidak bermanfaat bagi mereka, bahkan
menjadi penyebab dilaknatnya mereka di dunia dan akhirat, disifatinya mereka
dengan sifat-sifat yang paling buruk, dan dimasukkannya mereka ke dalam neraka
Jahannam.
Bahkan Alloh menjadikan sikap mengikuti para rabi dan para rahib —dan
mereka adalah salaf (pendahulu) para ulama suu’ yang menyimpang dari agama Alloh— dan menaati mereka dalam kekafiran
sebagai syirik akbar yang mengeluarkan dari agama. Sebagaimana firman Alloh ta’ala:
ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ
وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا
هُوَۚ سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ
“Mereka menjadikan para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani)
sebagai tuhan-tuhan selain Alloh, dan (juga) al-Masih putra Maryam, padahal
mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada tuhan
selain Dia. Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan.” [at-Tawbah:
31]
Maka seseorang tidak dimaafkan (diterima udzurnya) dalam kekafirannya
karena taklidnya kepada ulama-ulama para thoghut. Tetapi yang wajib atas setiap
manusia adalah bersungguh-sungguh dalam mencari kebenaran dan mengamalkannya.
Dan segala puji bagi Alloh, Robb seluruh alam.
Ditarjamah dari artikel dalam surat kabar an-Naba’ edisi 48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar