7/06/2019

Kisah Hijrah Ummu Sulaim Al Muhajirah


Hijrahku menuju Daulah Islam tidak berbeda dengan hijrah kebanyakan orang selainku yang berusaha meninggalkan negeri-negeri kafir demi hidup di negeri tauhid. Aku harus berlepas diri dari daya dan kekuatanku, serta bertawakal kepada Allah semata guna mendapatkan jalan keluar dari beragam bahaya dan kesulitan yang aku temui di jalan. Semua kesulitan itu menjadi salah satu faktor mensucikan jiwa yang mengokohkanku serta mempersiapkan kita untuk sabar dan teguh di hadapan segala rintangan yang kita hadapi hari ini, setelah seluruh dunia berhimpun melawan Khilafah dalam rangka memadamkan cahaya Allah Ta’ala.
Kabar Kesyahidan Mantan Suami, Semoga Allah Menerimanya
Mantan suamiku –semoga Allah menerimanya—bertempur bersama mujahidin Daulah Islam di Syam, di saat diriku tengah berada di Australia bersama anak-anak kami; menanti isyarat darinya untuk berangkat bergabung bersamanya. Enam bulan kami lalui, tepatnya pada Desember 2013, dia bercerita kepadaku, “Aku ingin menekankan kepadamu bahwa aku telah berbaiat kepada Daulah Islam di Irak dan Syam, amirnya adalah Abu Bakar Al-Baghdadi Al-Husaini Al-Qurasyi. Kami telah menduga akan terjadinya pengkhianatan faksi-faksi lainnya terhadap kami, dan mereka memerangi kami melalui media. Sejatinya Jabhah Nushrah tidaklah seperti yang kita kira. Bahkan Daulah Islam, mereka adalah para mujahid sejati. Mereka tidak berperang demi demokrasi atau nasionalisme, namun demi berhukum kepada syariat. Para ikhwah bukanlah orang-orang maksum, mereka memiliki kesalahan, namun tidak ada selain mereka yang berakidah lurus dan manhaj yang benar. Dan demi Allah, sejatinya deklarasi Khilafah telah dekat, dan ia (Khilafah) takkan datang selain dari mereka, bukan dari selain mereka. Maka milikilah selalu niatan tulus dalam mencari kebenaran, karena Allah takkan menelantarkanmu, dan bertawakallah kepada-Nya.”
Tak lama berselang, pada 4 Januari, dikabarkan bahwa mantan suamiku bergabung dengan sekelompok mujahidin di kota Haritan, Wilayah Aleppo. Mereka berangkat untuk membela saudara-saudara mereka yang dikhianati oleh Shahawat. Namun selama di perjalanan menuju para ikhwah, mereka diserang oleh kelompok kriminal “Liwa At-Tauhid”. Terjadilah baku-tembak dengan mereka selama hampir setengah jam, sebelum mantan suamiku mendapatkan luka serius disebabkan peluru yang bersarang di rahangnya. Ikhwah menariknya dari garis baku tembak. Beberapa menit kemudian, dia melafalkan kalimat syahadat dan kembali ke haribaan Rabbnya e berada di perut burung hijau berpelita yang menggantung di Arasy Allah Maha Pengasih, insyaa Allah.
Kabar tersebut terasa sangat manis sekaligus pahit. Aku merasa gembira karena Allah tidak mengharamkan kesyahidan yang telah didambakannya –demikian aku menilainya dan Allah sebaik-baik penilai. Namun juga, aku merasa khawatir karena berarti aku terpaksa berhijrah sendirian bersama anak-anak kami.
Murtadin Membuka Aib, Mujahidin Senantiasa Jujur
Tidak butuh waktu lama hingga Allah membuka aib Shahawat yang bekerjasama dengan orang-orang kafir dan para thaghut. Dari mereka, Shahawat mendapatkan dana serta beragam bantuan lainnya. Mereka tidak dapat mengimplementasikan syariat di setiap tanah yang mereka kuasai. Alih-alih mampu memberikan keamanan dan kedamaian kepada kaum muslimin, justru kezaliman dan kesewenang-wenangan bersebaran di wilayah-wilayah mereka. Sementara itu, Daulah Islam sukses membebaskan kota Raqqah dan kota-kota lainnya di Syam, serta menerapkan syariat di seluruh daerah kekuasaannya. Tetapi hal ini tidak mencegah pengklaim Islam dan jihad untuk mencela mujahidin dan menistakan mereka. Orang-orang itu menihilkan tindakan-tindakan mujahidin demi menyenangkan orang-orang kafir, serta menuduh Daulah Islam telah mendistorsi Islam. Namun sejatinya, mereka adalah para «ulama» yang kecanduan media-media sosial; cuitan-cuitan mereka melalaikan manusia. Merekalah yang menyelewengkan agama kita yang suci, dengan memotivasi manusia untuk mencoblos dalam pemilu-pemilu kafir, rela hidup berdampingan penuh damai bersama orang-orang kafir, serta menerima hukum para thaghut, dan perkara-perkara sesat lainnya.
Sementara Daulah Islam, dengan berbagai penaklukkannya di Syam, tujuan-tujuannya senantiasa jelas. Mereka bercita-cita melapangkan jalan untuk mengembalikan Khilafah, mereka adalah para mujahid yang jujur. Aku berharap anak-anakku dan juga diriku berpartisipasi bersama mereka dalam kampanye mulia mereka itu. Aku berharap anak-anakku dididik di bawah naungan Khilafah; di mana mereka mempelajari akidah lurus dalam lingkungan yang bersih dari kekafiran, kesyirikan, perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan secara terbuka, dan pemujaan terhadap kemaksiatan. Sebagaimana aku mendambakan mereka hidup dalam realita jihad. Karena jihad bukan sekadar lembaran-lembaran yang hanya dibaca dalam kitab-kitab sejarah dan tafsir. Semua itu agar kita mendapatkan keberuntungan di dunia dan kembali kepada Allah Ta’ala sebagai syuhada, bukan sebagai orang-orang fasik.
Aku semakin tidak tahan hidup di Australia. “Petunjuk” yang diberikan para ulama kami kepada kami membuat kami muak. Bagi mereka, jalan untuk menolong orang-orang lemah dan tertindas tidak lebih dari menyedekahkan 30 Dolar sebulan kepada badan amal. Ini adalah batasan ketentuan yang dipijak para pengecut pemalas, bukan para lelaki jujur! Tatkala umat berada dalam keterpurukan, kekalahan, dan terpukul disebabkan kita meninggalkan jihad dan ketiadaan Khilafah, maka jihad menjadi satu-satunya jalan menuju kemenangan, kekuatan, keberuntungan, dan kekuasaan di muka bumi, serta keberuntungan di akhirat. Adakah para penyeru kesesatan mau mengakui hal itu dan secara terang-terangan mengumandangkannya?
 
Langkah Pertama di Jalan Hijrah
Setelah syahidnya mantan suamiku, aku mulai mempersiapkan hijrahku menuju Syam. Aku berangkat tak lama setelah menyelesaikan masa idahku, namun aku merasa khawatir karena masih tinggal bersama kedua orangtuaku. Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa pergi tanpa kecurigaan keduanya kepadaku. Aku berdoa kepada Allah dalam qiamulail (shalat tahajud), aku memanjatkan doa, “Ya Allah, jauhkanlah siapa saja yang ingin menghalangiku di jalan hijrah untuk merintangiku, butakanlah pandangannya!”
Allah mengabulkan doaku. Ayahku mendapat panggilan telepon dan diinformasikan bahwa dia harus menghadiri rapat kerja yang mengharuskannya bepergian via laut. Untuk hal itu, ayah pergi bersama ibuku. Kemudian saudara-saudaraku disibukkan dengan urusan-urusan pribadi mereka, sehingga memalingkan perhatian mereka dari diriku dan dari rencana hijrahku. Pun demikian, Allah juga membutakan pandangan dinas keamanan Australia yang tak berdaya mengumpulkan berbagai bukti untuk mencegahku bepergian dengan pesawat, di tengah gencarnya upaya yang mereka lakukan untuk hal itu.
Aku kemudian mengatur penerbangan, seolah-olah aku hendak pergi ke Libanon, untuk mengelabui orang-orang bahwa aku ingin mengunjungi kerabatku di sana. Namun sesungguhnya aku berniat membeli tiket pesawat menuju Turki, sesampainya pesawat mendarat di kota Abu Dhabi.
Beberapa hari sebelum perjalananku, saudara-saudara lelakiku mengetahui rencana kepergianku. Lantas saudara lelakiku mengabarkan kedua orangtuaku pada malam tanggal keberangkatanku. Keduanya sangat marah besar, melarangku untuk pergi, dan menyuruh saudara lelakiku untuk menahan tiket pesawat dan pasporku. Keduanya melarangku keluar dari rumah. Aku kemudian bersujud kepada Allah, berdoa kepada-Nya, memohon-Nya agar menolongku.
Tiba-tiba Allah membalikkan hati kedua orangtuaku yang menyetujui keberangkatanku menuju Libanon. Hanya saja keduanya ingin bertemu denganku di Abu Dhabi. Awalnya aku ragu-ragu untuk menyetujui hal itu, namun aku mengetahui jika aku menolaknya, maka tiket dan pasporku akan ditahan sekali lagi. Aku pun menyetujuinya, dan bersiap untuk pergi. Sebagaimana diduga, kedua orangtuaku mengkhawatirkan kami dan aku tidak ingin menyakiti keduanya sebagaimana aku juga tidak mau menyebabkan kepiluan lagi dan kesedihan bagi saudara-saudaraku dari sanak keluarga mantan suamiku.
Namun Allah Ta’ala berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadilah: 22)

Tibalah waktu keberangkatan. Kami pun menaiki pesawat. Sepanjang perjalanan menuju Abu Dhabi, yang menghabiskan 14 jam perjalanan, anak-anakku sangat menjaga perilaku mereka. Aku tiada henti mengulang-ulang istighfar, zikir-zikir, dan berdoa kepada Allah Ta›ala. Aku masih saja khawatir, karena aku masih harus mengatur bagian kedua dari perjalanan, yaitu pesawat dari Abu Dhabi menuju Turki. Ini mengingat, aku hanya memiliki uang terbatas, namun aku yakin bahwa Allah takkan menelantarkanku.
Sesampainya di kota Abu Dhabi, aku berhasil keluar dari bandara bersama anak-anakku, sebelum kedua orangtuaku menemui kami. Kemudian kami berangkat ke kota Dubai untuk mengatur penerbangan menuju kota Gaziantep, Turki, via Istanbul. Tiba di Gaziantep, aku benar-benar kelelahan karena cuaca musim panas di Turki sungguh sangat meletihkan. Ditambah lagi aku mengenakan jilbab dan cadar, membawa beberapa tas yang berat, serta berjalan di belakang anak-anak kecilku yang sangat bersemangat. Akan tetapi Allah membekaliku dengan kekuatan serta kesabaran, dan situasi-situasi yang akan terjadi selanjutnya meniscayakan kekuatan dan kesabaran lebih!
Kami menginjakkan kaki di Gaziantep. Salah seorang ikhwah menyambut kami di bandara, untuk selanjutnya mengantarkan kami ke madhafah (rumah singgah), dan ada orang lain yang bersamanya. Tatkala kami sampai di madhafah, mereka membawa sejumlah akhwat (saudari perempuan);

Ummu Sarah, Ummu Ammar, dan Ummu Laits beserta ketiga anaknya. Kami kemudian berangkat, dan setelah setengah jam pergi berkendaraan, kami diberitahu bahwa kami telah memasuk Suriah. Aku terperanjat, karena setahuku kota Gaziantep berjarak sekitar beberapa jam perjalanan dari perbatasan Suriah. Dua orang laki-laki mengeluarkan kami dari mobil; keduanya membantu kami membawa anak-anak dan sejumlah tas, selama kami berjalan di suatu ladang terbuka di kegelapan malam, dan aku berdoa kepada Allah agar menjaganya. Setelah itu, kami diperintahkan untuk berhenti. Kami menunggu keduanya hingga kembali ke mobil, untuk mengumpulkan tas-tas yang tertinggal.
Namun tak lama kemudian, tiba-tiba muncullah cahaya yang semakin terang menyoroti, dibarengi suara-suara kendaraan yang semakin nyaring bunyinya. Hingga kami pun mendengar puluhan senjata Kalashnikov terkokang dan diarahkan kepada kami oleh sekelompok laki-laki yang berbicara dengan bahasa Turki. Saat itu, kami menyadari bahwa kami bukan sedang berada di Suriah, dan kami berada dalam kesulitan!
Ditangkap Pasukan Murtad Turki
Ternyata orang-orang yang menghalangi jalan kami adalah pasukan perbatasan Turki. Di bawah ancaman senjata, mereka memerintahkan kami untuk melepas cadar. Karena ketakutan, kami pun menuruti mereka. Namun selanjutnya kami segera menutup kembali wajah kami, dan mereka memelototi kami dengan mata mesum mereka. Kami tergeming. Mereka meneriaki kami seraya memeriksa tas-tas dan mengambil isinya untuk mereka miliki, semau mereka. Mereka lalu memasukkan kami ke bagian belakang kendaraan lapis baja, memindahkan kami ke markas mereka. Mereka meminta kami duduk di luar, di tempat bertegel semen, untuk melakukan interogasi. Setelah beberapa jam yang sulit, mereka memindahkan kami ke dalam sebuah pabrik, dengan diawasi puluhan penjaga.
Beberapa jam berlalu, kembalilah sang jenderal dengan wajah memerah penuh amarah. Dia berteriak ke arah kami berulang-ulang kali, “Apakah kaliah Daesh?!” Kami menjawab, “Mengapa Anda bertanya seperti itu?”
“Karena di sana ada banyak Daesh di perbatasan, mereka mengancam kami bahwa mereka akan menyerang kami, membakar ladang, dan akan meledakkan sejumlah tempat apabila kami menyakiti kalian,” ujarnya. Aku memuji Allah mendengar hal itu, karena dapat dipastikan bahwa para ikhwah mengetahui kondisi kami.
Keesokan harinya, mereka mentransfer kami ke kantor kepolisian murtad Turki. Kami keluar dari markas kepolisian, dan sejurus kemudian kami melihat barang-barang kami berserakan di tanah. Kami menyadari bahwa kami telah ditangkap di dekat markas kepolisian, sehingga kami ditetapkan sebagai tersangka. Selepas itu, kami sampai di sebuah tempat milik kepolisian di mana mereka membebani kami dengan interogasi-interogasi terus-menerus. Selama mereka melakukan penyelidikan terhadapku, ada seorang perwira yang paling aku benci daripada yang lainnya. Namanya Abu Qasim yang termasuk salah seorang perwira senior. Dia mengatakan kepadaku bahwa dia mempunyai otoritas untuk membantu kami masuk ke Daulah Islam. Dia mengklaim memiliki loyalitas kepada Daulah, namun aku tidak mempercayainya meskipun dia berpura-pura beretika dan berwibawa. Selanjutnya, Allah membuktikan bahwa aku melakukan tindakan yang benar saat aku menjaga jarak dengan dirinya.
Pada saat itu, Ummu Sarah tengah mengandung. Gangguan yang dialaminya akibat penahanan menggugurkan kandungannya. Para perwira murtad Turki kemudian membebaskannya karena merasa kasihan kepadanya. Pada periode selanjutnya, dia mencoba lagi berhijrah dan berhasil tiba di Syam. Aku memohon kepada Allah agar menerima amalannya.
Pada akhirnya, para perwira kepolisian mentransfer kami ke bagian Interpol Turki. Di situ, para perwira yang dibebani dengan kasus kami sangat mencemaskan tugas baru mereka. Kami harus menjalani banyak interogasi. Mereka mengancam kami melarang masuk ke Turki lagi, dan mengatakan kepada kami bahwa kami akan diserahkan ke kedutaan besar negara masing-masing. Kami tiada henti mendebatnya, sehingga dia berkata penuh kemarahan, “Kami akan menjebloskan kalian semua ke dalam penjara!” Kami merespons, “Penjara lebih kami cintai daripada kami harus kembali ke negara kami.”
Ketika kami dijebloskan ke dalam penjara, kami mengetahui bahwa Ummu Laits berhasil menyelundupkan telepon genggamnya ke dalam penjara. Lalu dia menghubungi suaminya, dan memberitahu peristiwa-peristiwa yang terjadi menimpa kami, hingga saat itu. Selanjutnya, Abu Laits menghubunginya dan mengabarkannya bahwa dia berkomunikasi dengan para ikhwah. Mereka berusaha untuk mengontak seseorang yang memiliki koneksi dengan persoalan negosiasi untuk membebaskan kami. Benar saja, ini adalah sebuah karamah. Ini mengingat, sel penjara kami berada di ruang bawah tanah yang tak dapat dicapai jaringan komunikasi. Oleh karena itulah, para petugas naik ke atas untuk menerima percakapan telepon. Kendati demikian, kami bisa melakukan percakapan telepon tanpa masalah, segala puji bagi Allah.
Para ikhwah mengirim beberapa orang yang berbeda untuk melakukan sejumlah wawancara bersama kami, untuk menangguhkan para petugas. Hingga batas tertentu, mereka berhasil. Sampai suatu hari, para petugas memberitahu kami, bahwa penerbangan telah diatur dan pada pagi hari mereka akan mendeportasi kami ke negara kami. Pada waktu keberangkatan, para petugas datang dan mengeluarkan kami dari sel penjara. Akan tetapi salah seorang dari mereka menerima percakapan telepon. Dia memberi isyarat kepada kami untuk mengembalikan kami ke sel kami, dan dia naik ke atas untuk melakukan percakapan. Tak lama berselang, dia kembali dan mengabarkan kepada kami bahwa kami tidak jadi pergi. Kami keheranan dengan hal itu. Lalu Ummu Laits menghubungi suaminya untuk memberitahu perkembangan-perkembangan terbaru. Suaminya mengabarkan bahwa Daulah Islam telah membebaskan kota Mosul! Maka kami mengetahui bahwa para petugas kepolisian murtad berinisiatif menempuh jalur negosiasi dengan serius disebabkan hal itu.

Dari Cengkeraman Murtadin Turki

ke Cengkeraman Shahawat

Perilaku-perilaku para petugas berubah-ubah dari hari ke hari. Mereka mendadak lebih lembut dan santun. Mereka memberi kami makan secara lebih teratur, dan membolehkan kami membawa anak-anak kami keluar untuk bermain di lapangan. Lalu datanglah kabar bahwa negosiasi berjalan sukses, dan kami akan diserahkan ke Daulah Islam. Namun dengan cukup cepat, para petugas murtad memutus kegembiraan kami.
Aturannya adalah mereka mengirim kami kepada para ikhwah di kota Jarablus. Namun mereka malah mengirim kami ke kota Azaz, di mana kami menyaksikan Shahawat bekerjasama dengan para petugas perbatasan Turki. Kami memasuki sebuah gerbang, dan melihat opsir Abu Qasim berdiri di luarnya. Seseorang menyambut kami, sembari berkata, “Assalamu›alaikum wahai saudari-saudariku, aku telah menunggu kalian.” Seterusnya kami dimasukkan ke dalam beberapa ruangan. Aku mendengar laki-laki itu berpesan kepada para penjaga, “Apapun yang kalian dengarkan, apapun yang terjadi, jangan ada orang yang masuk atau keluar tanpa izin dariku.” Ketika kami di dalam, aku mencermati beberapa orang laki-laki menyembunyikan asbak yang telah dipenuhi puntung rokok dan mematikan musik yang dimainkan dalam latar belakang bersuara pelan.
Kemudian salah seorang laki-laki duduk di belakang meja mewah untuk menampakkan bahwa dirinya orang penting. Dia mengenalkan dirinya sebagai Abu Ali. Dan diketahui bahwa para petugas Turki mengirim para muhajir kepadanya secara teratur. Selama proses interogasi, dia menanyakan kepada kami tentang Syaikh Abu Bakar Al-Baghdadi dan Syaikh Umar Al- Shishani. Dia bertanya kepada kami apakah kami memiliki informasi apapun terkait pergerakan keduanya atau jika kami memiliki informasi mengenai siapapun orang yang kenal dengan keduanya. Namun kami tidak dapat memberinya jawaban yang dibutuhkannya. Hal itu membuatnya marah, dia mencoba untuk mengancam bahwa kami akan dikirim ke ruangan lain yang dilengkapi dengan tempat tidur, selimut, bantal, dan kipas angin. Ummu Laits menelepon suaminya. Ketika suaminya dan para ikhwah mengetahui kondisi kami, mereka benar-benar marah. Kemudian dia menenangkan kami bahwa rencana tengah dijalankan, dan kami akan dibawa ke Daulah Islam, dengan izin Allah. hanya saja, senantiasa nampak jelas bahwa para petugas murtad ingin membantu sekutu mereka. Tidak ada yang dapat menyelamatkan kami dari kondisi kami selain Allah, Sang Pelindung orang-orang beriman. “Dan Allah lebih mengetahui (dari pada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu).” (An-Nisaa`: 45)
Tak lama kemudian, Abu Ali kembali ke ruangan, seraya berkata dengan suara pelan, “Aku telah menyepakati untuk mengembalikan kalian kepada para petugas Turki, untuk mengantarkan kalian kepada para pemuda di Daulah. Namun aku memohon kepada kalian wahai saudari-saudariku, berbicara kepada mereka dan mendorong mereka untuk menghentikan pertumpahan darah, agar kita bersatu dan menghabiskan Bashar. Kemudian masing-masing kita mengambil bagiannya untuk menciptakan komunitas apapun yang dikehendakinya. Apabila para pemuda menghendaki syariat, mereka bisa menegakkan di tanah-tanah mereka, dan membiarkan kami untuk menerapkan hukum di kawasan-kawasan kami dengan undang-undang yang kami kehendaki.”
Perkataannya tersebut membuktikan hakikat persoalan. Sebagian manusia menganggap peristiwa-peristiwa di Syam sebagai “fitnah” (kekacauan). Akan tetapi disebut fitnah hanya oleh orang-orang yang mencoba untuk melakukan usaha gagal dengan membuat-buat alasan bagi diri mereka untuk tidak bergabung dengan mujahidin. Senantiasa nampak jelas bahwa Daulah Islam berada di atas manhaj benar, berusaha untuk mengembalikan Khilafah beradasarkan manhaj kenabian. Tujuan ini jelas bertentangan dengan agenda Shahawat dan para tuan mereka yang diutamakan.
Sampai ke Tempat Aman
Abu Ali membawa kami ke sebuah tempat di mana Abu Qasim dan rekan-rekan murtad sejawatnya berada. Mereka menanti kami dalam suatu konvoi. Hubungan erat di antara keduanya sangat jelas terlihat. Abu Qasim sendiri yang membawa kami dalam perjalanan menghabiskan waktu empat jam, namun dia tidak mengantar kami ke kota Jarablus sebagaimana yang mereka sepakati. Namun dia mengantar kami ke kota Suluk, ditemani Abu Yusuf, salah seorang warga biasa yang mempunyai hubungan dengannya. Dia menyerahkan kami kepadanya sehingga dia pun segera bergegas kabur, setelah kami sampai di tempat tujuan. Tatkala kami tiba di kota Suluk, mereka mengeluarkan kami dari kendaraan dengan cepat, dan sekejap mata kendaraan itu berangkat dan menghilang di balik kaki langit. Selanjutnya kami masuk ke dalam maqar (markas), di mana sejumlah ikhwah menyambut kami. Mereka bertanya kepada Abu Yusuf, “Di mana anjing-anjing Turki?” Dia tertawa, seraya menjawab, “Mereka kabur.” Salah seorang ikhwah berkata, “Ikhwah sudah menanti mereka di Jarablus untuk menawan dan memenggal kepala mereka disebabkan perbuatan mereka!"
Allah Maha Mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa yang kami lalui. Bagaimanapun, segala sesuatunya berdasarkan ketentuan Allah Ta›ala. Dan sampai hari ini aku masih bersyukur kepada Allah bahwa aku dan anak-anakku berada di Daulah Islam. Apapun yang telah terjadi, aku senantiasa bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi kami dengan kenikmatan hidup di Khilafah di bawah naungan tauhid dan syariat. Tempat di mana pasukan-pasukan Salibis berhimpun hanya untuk memerangi kami, disebabkan kami mengimani dan menerapkan “La Ilaha Illallah”. Hendaknya para Salibis mewaspadai bahwa Khilafah sarat dengan laki-laki yang mencintai kematian sebagaimana para Salibis mencintai kehidupan. Demikian pula dengan kaum wanita di Daulah Islam. Janganlah mereka mengira bahwa kami akan kalah karena mereka mentarget suami-suami kami dengan pesawat-pesawat nirawak, membombardir rumah kami dengan roket, atau menembak anak-anak kami dengan bom fosfor. Takkan pernah! Semua itu justru semakin menambah keyakinan kami, dengan izin Allah.
Aku memohon kepada Allah agar meneguhkan kami di jalan lurus ini sampai kami menemui-Nya. Shalawat serta salam dan keberkahan untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, para keluarga, dan sahabat beliau seluruhnya. Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam.
 Source: RUMIYAH 13 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...