LARANGAN BERBAUR
DENGAN ORANG MUSYRIK
book: Masaail Min Fiqhul Jihad
Ibnul Qoyyim rohimahulloh
menjelaskan cakupan
fiqih dari hadits Buraidah di atas:
Dan diantaranya, mesti bagi mereka yang
bermukim bersama orang kafir untuk pindah ke darul
Islam. Jika seluruh
penduduk tersebut tunduk pada Islam, maka negara tersebut menjadi darul Islam, kaum muslimin tidak perlu untuk hijrah. Pada masa Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, darul hijrah adalah darul
Islam, kemudian ketika
wilayah-wilayah tetangga tunduk pada Islam, maka negara tersebut menjadi darul Islam sehingga tidak perlu untuk hijrah darinya. (Ahkamun Ahlidz Dzimmah 1/88,89)
Telah bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam: “Alloh
tidak akan menerima amalan orang musyrik setelah Islam atau orang yang
bergabung dengan orang musyrik.” (Hasan Al-Mustadrak 4/643, Nasai
shohih oleh Al-Hakim)
Telah bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam: “Barang
siapa yang bercampur dengan orang-orang musyrik, dan tinggal hidup tenang
dengannya, maka dia serupa dengannya.” (HR. Abu Dawud 3/93, Al-Mu’jam
Al-Kabir, 7/251, hadits hasan, lihat Aunul Ma’bud 7/337)
Al-Imam Abu Dawud rohimahulloh
memasukkan tentang
hadits ini dalam judul Bab: Tentang
menetap di negeri syirik, apa yang mesti diperbolehkan bagi seorang muslim?
Telah disebutkan oleh Al-Majid Ibnu
Taimiyah rohimahulloh hadits ini bersama dengan hadits yang lain dan diberi
judul: Bab kekalnya kewajiban hijrah dari darul harbi ke darul Islam, dan tidak
ada lagi hijrah untuk penduduk yang negerinya telah menjadi darul Islam. (Nailul Author 8/176)
Bersabda Nabi Muhammad shollallohu alaihi
wa sallam: “Janganlah
kalian tinggal bersama kaum musyrikin dan jangan berbaur dengan mereka. Maka
barang siapa yang tinggal bersama mereka atau berbaur dengan mereka, maka dia
termasuk golongan mereka.” (Hadits Hasan, Al-Mustadrok 2/154, Al-Baihaqi, Al-Kubro9/142, Al-Mu’jam
Al-Kabir7/217, dan hadits yang
dikeluarkan oleh At-Tirmidzi 4/155, dengan sanad dishohihkan oleh Al-Hakim)
Bersabda juga Rosulullohshollallohu alaihi wa sallam : “Saya
berlepas diri dari setiap muslim yang menetap di antara orang-orang musyrik”.
Bertanya para sahabat, “Wahai Rosululloh,
mengapa?” Bersabda beliau shollallohu alaihi wa sallam: Kedua perapiannya tidak
bisa dibedakan.” (Hadits shohih: Riwayat
Tirmidzi
4/155, Abu Dawud 3/45, An Nasai Al-Kubro
4/229,
dan hadits
Al-Baihaqi
Al-Kubro8/131,
9/142, Al-Mu’jam
Al-Kabir 4/114)
Dan dalam sebuah hadits: “Sesungguhnya Alloh telah memisahkan dua
dar: Islam dan kafir, maka tidak boleh bagi seorang muslim bertempat tinggal
dengan orang kafir di dalam negeri mereka hingga jika orang-orang kafir
menyalakan perapian, mereka bisa saling melihat.” (Aunul
Ma’bud 7/219)
Dan bersabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam: “Hijrah
tidak akan terputus sampai terputusnya taubat -3 kali- dan tidak akan terputus
taubat sampai matahari terbit dari barat.” (Shohih Ad-Darimie 2/312, Al-Baihaqi,
Al-Kubro 9/17,
Abu
Dawud 3/3,
Al-Bazzari
3/263, Ahmad 4/99, Al-Mu’jam
Al-Kabir 19/387)
Bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam:
HIJRAH TIDAK AKAN TERPUTUS
SELAMA ORANG-ORANG KAFIR
MASIH DIPERANGI
(Shohih Ibnu Hibban, 11/207,Al-Baihaqie
Al-Kubro9/17,An-Nasai Al-Kubro
4/427,
5/216,Al-Mujam
Al-Ausath 1/29,
Ahmad
1/192,
5/270)
Maka yang nampak bahwa yang menjadi awal
dari hukum Islam ialah terbaginya dunia – dalam hal pelaksanaan perintah Alloh
– kepada dua dar : darul Islam dan darul
kufri wal harbi.
Definisi
Darul Islam
Telah berkata Ibnul al-Qayyim rohimahulloh
: Telah berkata jumhur ulama, darul Islam adalah teritorial yang dijadikan tempat
tinggal oleh kaum muslimin, berlaku di dalamnya hukum-hukum Islam. Teritorial
yang tidak berlaku atasnya hukum-hukum Islam tidak bisa disebut sebagai darul Islam sekalipun namanya (diklaim) sebagai darul
Islam. Inilah yang
terjadi pada kota Makkah, dia tidak disebut sebagai darul
Islam sampai terjadinya Fathul Makkah. (Ahkam Ahlidz-Dzimmah 2/728)
Telah berkata As-Sarkhosi rohimahulloh: Sebuah teritorial beralih menjadi darul Islam secara otomatis jika hukum-hukum Islam diterapkan atasnya. (Syarh As-Sair Al-Kabir 5/2197)
Telah berkata Al-Kasani rohimahulloh: Madzhab kami sepakat bahwa darul kufri secara otomatis menjadi darul
Islam jika hukum-hukum
Islam dilaksanakan di dalamnya. (Bada’iul
Shona’i 7/130)
Definisi
Darul Kufri wal Harbi
Telah berkata Al-Qadhi Abu Ya’la Al-Hambali rohimahulloh: Setiap wilayah yang mayoritas hukum yang ditegakkan di dalamnya
adalah hukum-hukum kafir sedang hukum Islam minoritas: maka dinamakan darul kufri. (Al-Mu’tamad dalam Ushul
Dien: 276)
Dan Syaikh
Sulaiman bin Sahman rohimahulloh: Adapun pengertian dari negeri kafir (biladul kufri), Madzhab
Hambali mendefiniskan
dengan; darul kufri adalah wilayah yang diterapkan
undang-undang kufur sedang undang-undang Islam dicampakkan. (Kasyfu al-Auham wal-Iltibas 94)
Maka yang terang dari pembatasan definisi
darul Islam dan darul
kufri wal harbi menurut
para ulama, bahwa yang menjadi manath3 hukum disini ialah bentuk hukum yang
dinampakkan di dalam negeri tersebut. Maka kapanpun hukum Islam ditegakkan
disana, status teritorial tersebut menjadi darul
Islam walaupun mayoritas
penduduknya orang-orang kafir. Dan kapanpun hukum kafir yang ditegakkan
-maksudnya hukum yang ditegakkan di dalamnya selain hukum Islam- maka disebut darul kufri wal harbi, walaupun kenyataannya mayoritas penduduknya muslim.
3Manath adalah illat yaitu sifat
yang tampak dan tetap dalam sebuah hukum atau dengan kata lain alasan
pensyari’atan, contohnya illat diharamkannya arak adalah memabukkan, illat diharamkannya
zina adalah merusak keturunan dan seterusnya -edt.
Berubahnya
Status Darul Islam menjadi Darul Kufri
Adapun mengenai perubahan status darul Islam menjadi darul kufri wal harbi, kami jelaskan: sifat dari suatu dar bukan sifat
yang menjadi kelaziman yang tetap baku, namun ia dapat berubah. Maknanya: bahwa
dar kadang-kadang bisa berubah dari satu sifat kepada sifat yang lain,
maka bisa pada suatu waktu darul
kufri menjadi darul Islam, begitu pula darul
Islam pada suatu waktu
menjadi darul kufri.
Berkata Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh: Sifat suatu dar bisa saja
berubah dari sifat darul kafir atau darul
Islam atau darul Iman atau darus salam atau darul
harbi atau darul tho’at atau darul maksiat atau darul
mu’minin atau darul fasiqin. Sifat-sifat ini bisa berubah dari satu sifat ke sifat lainnya
sebagaimana bisa berubahnya seorang kafir menjadi beriman dan berilmu serta
sebaliknya. (Al-Fatwa 27/45, lihat 18/282-284, 27/143-144)
Berkata Ibnu
Qudamah Al-Maqdisi rohimahulloh: Kapan saja suatu penduduk negeri murtad
dan undang-undang bikinan mereka berlaku, maka negeri mereka otomatis berubah
menjadi darul harbi. Boleh dirampas harta-harta mereka dan
ditawan anak-anak mereka setelah mereka murtad. Imam boleh memerintahkan untuk
memerangi mereka, karena Abu Bakar rohimahulloh bersama para sahabat telah memerangi penduduk yang murtad. Semua ini
karena Alloh Ta’ala telah memerintahkan untuk memerangi
orang-orang kafir dalam Al-Qur’an dan mereka (orang murtad) lebih utama untuk diperangi karena
mereka telah meninggalkan agama Islam dan sering kali seseorang disangka muslim
padahal telah murtad bergabung bersama kelompok murtad. Akibatnya bahaya yang
ditimbulkan oleh kelompok murtad lebih banyak. Untuk memerangi mereka, maka
perangilah yang mampu diperangi lebih dahulu, kemudian baru target selanjutnya.
Kelompok murtad yang terluka boleh dibunuh dan hartanya diambil ghonimah. Ini semua
adalah pendapatnya Asy-Syafi’i.
Dan telah berkata Abu Hanifah : Sebuah dar menjadi darul harbi jika terkumpul tiga hal berikut:
1. Dar tersebut berbatasan
langsung dengan darul
harbi. Antara dar tersebut dengan darul harbi tidak diselingi
oleh sebuah darul
Islam.
2.
Di dar tersebut tidak ada lagi orang Islam yang hidup aman dengan jaminan
keimanan atau orang kafir dzimmi
yang hidup
aman dengan jaminan dzimmah.
3.
Dar tersebut memberlakukan undang-undang buatan.
Berkata Ibnu
Qudamah: Pendapat kami
bahwa sebuah teritorial menjadi darul
kufri jika undang-undang
mereka ditegakkan di dalamnya. Maka wilayah tersebut telah menjadi darul harbi karena telah terkumpul di dalamnya sifat-sifat asal dari sebuah darul kufri. (Al-Mughni 9/25, 26)
Para pengikut Abu Hanifah rohimahulloh
yaitu Muhammad bin Al-Hasan dan Abu Yusuf rohimahulloh tidak sependapat dengan Abu
Hanifah.
Berkata As-Sarkhosi
rohimahulloh meriwayatkan Abu Yusuf dan Muhammad rohimahumalloh: Bila suatu penduduk di teritorial
tertentu menerapkan perundang-undangan syirik di dalamnya, maka status dar tersebut
menjadi darul harbi. Karena status sebuah dar ditentukan
dengan jenis undang-undang yang berlaku secara mayoritas dan jenis
undang-undang mana yang paling kuat diterapkan. Jadi sebuah wilayah yang hukum
syiriknya lebih dominan yang mengindikasikan kekuatan kaum musyrikin lebih
besar, maka wilayah tersebut menjadi darul
harbi. Begitu pula wilayah
yang hukum Islam lebih dominan yang mengindikasikan kaum muslimin lebih kuat,
maka wilayah tersebut adalah darul
Islam. (Al-Mabsuth 10/114)
Telah berkata Al-Kasani rohimahulloh,telah berkata Abu Yusuf dan Muhammad rohimahulloh: Suatu wilayah disebut darul kufri dengan sebab nampaknya supremasi hukum-hukum kafir di dalamnya.
Sedangkan pendapat kami (yaitu Al-Kasani): Sebutan darul Islam dan darul kufri disandarkan pada Islam atau kafir. Suatu dar disandarkan
pada Islam atau kafir karena dengan sebab ditampakannya Islam atau kafir di
dalamnya sebagaimana penamaan surga sebagai darul
as-salam karena terwujudnya
keselamatan di surga dan neraka disebut darul
bawar karena penuh dengan
kebinasaan.
Indikasi tampaknya Islam atau kekufuran
adalah dengan pelaksanaan undang-undang di dalam wilayah tersebut. Jika
undang-undang kufur yang tampak maka dar
tersebut menjadi darul kufri. Inilah penyandaran yang benar. Sebab itu, bila suatu dar berubah
menjadi darul Islam dengan indikasi ditampakannya hukum-hukum
Islam. Suatu dar berubah menjadi darul
kufri dengan indikasi
ditampakannya hukum-hukum kafir di dalamnya. (Badaiul
Shona’i 7/130,131)
Ibnu Abidin Al-Muhaqiq Al-Hanafi Masyur memilih pendapat Abu Yusuf dan Muhammad, beliau berkata : Maksud perkataan Abu
Yusuf “Darul Islam tidak tidak menjadi darul
harbi dst…” yaitu; bila
orang-orang kafir harbi menguasai dar kami atau
penduduk-penduduknya telah murtad
sebagaimana
penduduk Mesir, serta meluasnya hukum-hukum kafir atau para ahlu dzimmah telah membatalkan perjanjian kemudian berkuasa di dar mereka,
maka dalam hal ini darul Islam tidak menjadi darul harbi kecuali dengan memenuhi tiga syarat (yaitu syarat-syarat yang telah
disebutkan oleh Abu Hanifah rohimahulloh).
Jadi Abu
Yusuf dan Muhammad berpendapat
darul Islam berubah menjadi darul kufri hanya dengan satu syarat saja; yaitu tegaknya hukum kafir. Ini qiyas dari beliau
berdua. (Hasyiah Ibnu Abidin 4/174, 175)
Dan jumhur
ulama dan para imam
berpendapat bahwa darul Islam menjadi darul kufri wal harbi dengan sebab berlakunya hukum-hukum kafir di dalamnya tanpa harus
menyertakan syarat yang lain, dan perkataan ini telah diterangkan sebelumnya
sebagaimana telah disebutkan bahwa manath
hukum dari status dar adalah
bentuk hukum yang berlaku di dalamnya, bukan dengan syarat-syarat selainnya.
Telah berkata Ibnu Hazm rohimahulloh
: Bahwa status
suatu dar disandarkan pada hukum yang diberlakukan di dalamnya, bentuk
pemerintahan yang berlaku dan presidennya. (Al-Muhalla
, 11/200)
Berkata Asy-Syaukani
rohimahulloh : Penjelasan perkataan Ibnu Hazm ini adalah;
apabila aturan pemerintahan di wilayah milik kaum muslimin ketika orang-orang
kafir yang hidup di dalamnya tidak bisa menampakkan kekafiran setelah
kependudukan mereka diakui oleh pemerintah setempat maka wilayah ini disebut darul Islam. Tidak mengapa terlihatnya beberapa bentuk kekufuran yang tidak
membahayakan kaum muslimin karena orang-orang kafir lemah tanpa kekuatan
sebagaimana terjadi pada ahlu
dzimah Yahudi, Nasrani dan
mereka yang terikat perjanjian di banyak wilayah-wilayah Islam (pada saat itu
-edt). Akan tetapi bila kondisinya terjadi sebaliknya, maka wilayah itu menjadi
darul harbi. (As-Sailul
Jiror, 4/575)
Dan Syaikh
Sulaiman bin Sahman rohimahulloh
berkata dalam
baitnya :
Jika orang kafir menguasai darul Islam dan penduduk muslim
berada dalam tekanan ia berlakukan di dalamnya hukum-hukum kafir secara
terang-terangan dan ia tampakkan tanpa keraguan dengannya ia babat aturan
Muhammad, dan dikebiri hukum-hukumnya maka itulah negara kafir menurut semua
ulama fiqih dan sebagaimana yang dikatakan orang yang paham agama Namun status
penduduknya tidak divonis kafir semua, betapa banyak di antara mereka yang
beramal shalih. (Al-Muwalah wal Mu'adah Lil Jul'ud
2/522)
Hukum
Hijrah dari Darul Kufri
Telah ditanya Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh : “Apakah
diwajibkan hijrah dari negeri muslimin yang ditegakkan hukum buatan manusia di
dalamnya?”
Maka dijawab oleh Syaikh rohimahulloh : Negeri yang
berhukum dengan undang-undang buatan manusia maka bukan negeri Islam, wajib
hijrah darinya. Begitu juga bila nampak penyembahan berhala tanpa ada
pengingkaran dan tindakan hukum oleh pemerintah setempat, maka wajib hijrah
karena telah tersebarnya kekafiran dengan jelas dan dar tersebut adalah darul kufri. (Fatwa dan
Risalah Syaikh
Muhammad bin Ibrohim 6/188)
Kesimpulan Tentang Status Dar
Dan telah jelas dari pembahasan yang
telah lalu: bahwa suatu dar disebut darul
kufri, maka ia bermakna
pula darul harbi, kecuali bila ada perjanjian antara
penduduknya dari golongan kafir dan muslim. Dengan kata lain; darul harbi yaitu setiap darul kufri yang tidak ada ikatan perjanjian damai
antara kaum kufar dan kaum muslimin, dengan syarat perjanjian damai tersebut
tidak merugikan kaum muslimin.
Dan telah lewat penjelasan perkataan Ibnu Qudamah: Dan pendapat kami bahwa status darul
kufri itu karena hukum
kufur yang diterapkan. Jika ia menjadi darul
kufri maka ia juga
menjadi darul harbi kalau terpenuhi syarat-syaratnya. (Al-Mughni 9/24, 25)
Berkata As-Sarkhosi
rohimahulloh meriwayatkan Abu Yusuf dan Muhammad rohimahumalloh
: Bila suatu
penduduk di teritorial tertentu menampakkan perundang-undangan syirik di
dalamnya, maka status wilayah tersebut menjadi darul harbi. Karena status sebuah dar
ditentukan dari
jenis undang-undang yang berlaku secara mayoritas dan jenis undang-undang mana
yang paling kuat diterapkan. Jadi sebuah wilayah yang hukum syiriknya lebih
dominan yang mengindikasikan kekuatan kaum musyrikin lebih besar, maka wilayah
tersebut menjadi darul harbi. Begitu pula wilayah yang hukum Islam
lebih dominan yang mengindikasikan kaum muslimin lebih kuat, maka wilayah
tersebut adalah darul Islam. (Al-Mabsuth,10/114)
Maka yang menjadi sebab hukum sebuah dar disebut darul harbi, yaitu nampaknya hukum-hukum kafir di dalamnya bukan masalah serbuan
penduduk kafir memerangi kaum muslimin. Maka setiap darul kufri adalah darul harbi kecuali bila disana ada perjanjian antara
penduduknya dengan penduduk kaum muslimin.
Telah berkata Al-Mardawi rohimahulloh
: Setiap darul harbi ialah supremasi hukum-hukum kafir di dalam negeri tersebut. (Al-Inshof 3/121 dan
nukilan lengkap terdapat di kitab Al-Furu’
Ibnu Muflih 6/185)
Ulama ahli fiqih seluruhnya tanpa adanya
perselisihan menyebut darul kufri dengan darul
harbi bahwa: penyebutan
ini merupakan asal dari hubungan antara kaum muslimin dengan kaum kufar dimana
saja. Dan yang penting dari penyebutan ini adalah untuk memerangi mereka supaya
mereka tunduk patuh pada hukum Islam. Setiap inci bumi ini hanya milik Alloh subhanahu wa ta’ala saja bukan untuk orang kafir yang banyak berbuat dosa serta najis, dan
Islam adalah dien Alloh yang mana Alloh tidak menerima dan tidak meridhoi dien lainnya.
Maka tidak boleh bagi seluruh penduduk bumi ini kecuali mereka tunduk patuh
kepada hukum Islam atau mereka tunduk dengan membayar jizyah. Inilah
hukum Alloh bagi siapa saja yang menerimanya, barangsiapa menolak maka dia akan
ditolak dan barang siapa menerima maka dia akan mendapat ridhoNya dan barang
siapa yang dimurkai olehNya maka dia mendapat tempat di dalam Jahanam dalam
keadaan susah.
Semoga Alloh merahmati Ibnu As-Sam’ani tatkala ia berkata: sesungguhnya Islam menyebabkan kemuliaan
sedangkan al-kufru menyebabkan kehinaan. (Fathul Bari, 12/262)
Dan telah berkata Al-Imam Ibnu Al-Qayyim rohimahulloh: orang-orang kafir terbagi menjadi dua; kafir harbi dan kafir ahdi (terikat perjanjian). Kafir ahdi terbagi
menjadi tiga : ahli dzimmah, ahli
Hudnah, dan ahli aman. (Ahkamu Ahli Dzimmah 2/378)
Maka setiap orang kafir yang bukan masuk
ke dalam kelompok kafir ahdi berarti ia termasuk kafir harbi dan ini mesti.
Source :
KUPAS
TUNTAS FIKIH JIHAD
Judul
asli
مسائل من
فقه الجهاد
Permasalahan
1-14
Penulis:
Al Amir Al Mujahid Abu Abdillah Al Muhajir Hafidhahulloh
Alih bahasa: Abu Nabila Farida Muhammad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar