7/16/2019

STATUS DAR (NEGERI) - Permasalahan Dalam Jihad


LARANGAN BERBAUR
DENGAN ORANG MUSYRIK
book:  Masaail Min Fiqhul Jihad

Ibnul Qoyyim rohimahulloh menjelaskan cakupan fiqih dari hadits Buraidah di atas:
Dan diantaranya, mesti bagi mereka yang bermukim bersama orang kafir untuk pindah ke darul Islam. Jika seluruh penduduk tersebut tunduk pada Islam, maka negara tersebut menjadi darul Islam, kaum muslimin tidak perlu untuk hijrah. Pada masa Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, darul hijrah adalah darul Islam, kemudian ketika wilayah-wilayah tetangga tunduk pada Islam, maka negara tersebut menjadi darul Islam sehingga tidak perlu untuk hijrah darinya. (Ahkamun Ahlidz Dzimmah 1/88,89)

Telah bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam: “Alloh tidak akan menerima amalan orang musyrik setelah Islam atau orang yang bergabung dengan orang musyrik.” (Hasan Al-Mustadrak 4/643, Nasai shohih oleh Al-Hakim)

Telah bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam: “Barang siapa yang bercampur dengan orang-orang musyrik, dan tinggal hidup tenang dengannya, maka dia serupa dengannya.” (HR. Abu Dawud 3/93, Al-Mu’jam Al-Kabir, 7/251, hadits hasan, lihat Aunul Ma’bud 7/337)

Al-Imam Abu Dawud rohimahulloh memasukkan tentang hadits ini dalam judul Bab: Tentang menetap di negeri syirik, apa yang mesti diperbolehkan bagi seorang muslim?

Telah disebutkan oleh Al-Majid Ibnu Taimiyah rohimahulloh hadits ini bersama dengan hadits yang lain dan diberi judul: Bab kekalnya kewajiban hijrah dari darul harbi ke darul Islam, dan tidak ada lagi hijrah untuk penduduk yang negerinya telah menjadi darul Islam. (Nailul Author 8/176)

Bersabda Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam: Janganlah kalian tinggal bersama kaum musyrikin dan jangan berbaur dengan mereka. Maka barang siapa yang tinggal bersama mereka atau berbaur dengan mereka, maka dia termasuk golongan mereka.” (Hadits Hasan, Al-Mustadrok 2/154, Al-Baihaqi, Al-Kubro9/142, Al-Mu’jam Al-Kabir7/217, dan hadits yang dikeluarkan oleh At-Tirmidzi 4/155, dengan sanad dishohihkan oleh Al-Hakim)

Bersabda juga Rosulullohshollallohu alaihi wa sallam : “Saya berlepas diri dari setiap muslim yang menetap di antara orang-orang musyrik”. Bertanya para sahabat,Wahai Rosululloh, mengapa?” Bersabda beliau shollallohu alaihi wa sallam: Kedua perapiannya tidak bisa dibedakan.” (Hadits shohih: Riwayat Tirmidzi 4/155, Abu Dawud 3/45, An Nasai Al-Kubro 4/229, dan hadits Al-Baihaqi Al-Kubro8/131, 9/142, Al-Mu’jam Al-Kabir 4/114)

Dan dalam sebuah hadits: Sesungguhnya Alloh telah memisahkan dua dar: Islam dan kafir, maka tidak boleh bagi seorang muslim bertempat tinggal dengan orang kafir di dalam negeri mereka hingga jika orang-orang kafir menyalakan perapian, mereka bisa saling melihat.” (Aunul Ma’bud 7/219)

Dan bersabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam: Hijrah tidak akan terputus sampai terputusnya taubat -3 kali- dan tidak akan terputus taubat sampai matahari terbit dari barat.(Shohih Ad-Darimie 2/312, Al-Baihaqi, Al-Kubro 9/17, Abu Dawud 3/3, Al-Bazzari 3/263, Ahmad 4/99, Al-Mu’jam Al-Kabir 19/387)

Bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam:
HIJRAH TIDAK AKAN TERPUTUS
SELAMA ORANG-ORANG KAFIR
MASIH DIPERANGI
(Shohih Ibnu Hibban, 11/207,Al-Baihaqie Al-Kubro9/17,An-Nasai Al-Kubro 4/427, 5/216,Al-Mujam Al-Ausath 1/29, Ahmad 1/192, 5/270)

Maka yang nampak bahwa yang menjadi awal dari hukum Islam ialah terbaginya dunia – dalam hal pelaksanaan perintah Alloh – kepada dua dar : darul Islam dan darul kufri wal harbi.


Definisi Darul Islam

Telah berkata Ibnul al-Qayyim rohimahulloh : Telah berkata jumhur ulama, darul Islam adalah teritorial yang dijadikan tempat tinggal oleh kaum muslimin, berlaku di dalamnya hukum-hukum Islam. Teritorial yang tidak berlaku atasnya hukum-hukum Islam tidak bisa disebut sebagai darul Islam sekalipun namanya (diklaim) sebagai darul Islam. Inilah yang terjadi pada kota Makkah, dia tidak disebut sebagai darul Islam sampai terjadinya Fathul Makkah. (Ahkam Ahlidz-Dzimmah 2/728)

Telah berkata As-Sarkhosi rohimahulloh: Sebuah teritorial beralih menjadi darul Islam secara otomatis jika hukum-hukum Islam diterapkan atasnya. (Syarh As-Sair Al-Kabir 5/2197)

Telah berkata Al-Kasani rohimahulloh: Madzhab kami sepakat bahwa darul kufri secara otomatis menjadi darul Islam jika hukum-hukum Islam dilaksanakan di dalamnya. (Bada’iul Shona’i 7/130)

Definisi Darul Kufri wal Harbi

Telah berkata Al-Qadhi Abu Ya’la Al-Hambali rohimahulloh: Setiap wilayah yang mayoritas hukum yang ditegakkan di dalamnya adalah hukum-hukum kafir sedang hukum Islam minoritas: maka dinamakan darul kufri. (Al-Mu’tamad dalam Ushul Dien: 276)

Dan Syaikh Sulaiman bin Sahman rohimahulloh: Adapun pengertian dari negeri kafir (biladul kufri), Madzhab Hambali mendefiniskan dengan; darul kufri adalah wilayah yang diterapkan undang-undang kufur sedang undang-undang Islam dicampakkan. (Kasyfu al-Auham wal-Iltibas 94)

Maka yang terang dari pembatasan definisi darul Islam dan darul kufri wal harbi menurut para ulama, bahwa yang menjadi manath3 hukum disini ialah bentuk hukum yang dinampakkan di dalam negeri tersebut. Maka kapanpun hukum Islam ditegakkan disana, status teritorial tersebut menjadi darul Islam walaupun mayoritas penduduknya orang-orang kafir. Dan kapanpun hukum kafir yang ditegakkan -maksudnya hukum yang ditegakkan di dalamnya selain hukum Islam- maka disebut darul kufri wal harbi, walaupun kenyataannya mayoritas penduduknya muslim.
3Manath adalah illat yaitu sifat yang tampak dan tetap dalam sebuah hukum atau dengan kata lain alasan pensyari’atan, contohnya illat diharamkannya arak adalah memabukkan, illat diharamkannya zina adalah merusak keturunan dan seterusnya -edt.

Berubahnya Status Darul Islam menjadi Darul Kufri

Adapun mengenai perubahan status darul Islam menjadi darul kufri wal harbi, kami jelaskan: sifat dari suatu dar bukan sifat yang menjadi kelaziman yang tetap baku, namun ia dapat berubah. Maknanya: bahwa dar kadang-kadang bisa berubah dari satu sifat kepada sifat yang lain, maka bisa pada suatu waktu darul kufri menjadi darul Islam, begitu pula darul Islam pada suatu waktu menjadi darul kufri.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh: Sifat suatu dar bisa saja berubah dari sifat darul kafir atau darul Islam atau darul Iman atau darus salam atau darul harbi atau darul tho’at atau darul maksiat atau darul mu’minin atau darul fasiqin. Sifat-sifat ini bisa berubah dari satu sifat ke sifat lainnya sebagaimana bisa berubahnya seorang kafir menjadi beriman dan berilmu serta sebaliknya. (Al-Fatwa 27/45, lihat 18/282-284, 27/143-144)

Berkata Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rohimahulloh: Kapan saja suatu penduduk negeri murtad dan undang-undang bikinan mereka berlaku, maka negeri mereka otomatis berubah menjadi darul harbi. Boleh dirampas harta-harta mereka dan ditawan anak-anak mereka setelah mereka murtad. Imam boleh memerintahkan untuk memerangi mereka, karena Abu Bakar rohimahulloh bersama para sahabat telah memerangi penduduk yang murtad. Semua ini karena Alloh Ta’ala telah memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir dalam Al-Qur’an dan mereka (orang murtad) lebih utama untuk diperangi karena mereka telah meninggalkan agama Islam dan sering kali seseorang disangka muslim padahal telah murtad bergabung bersama kelompok murtad. Akibatnya bahaya yang ditimbulkan oleh kelompok murtad lebih banyak. Untuk memerangi mereka, maka perangilah yang mampu diperangi lebih dahulu, kemudian baru target selanjutnya. Kelompok murtad yang terluka boleh dibunuh dan hartanya diambil ghonimah. Ini semua adalah pendapatnya Asy-Syafi’i.

Dan telah berkata Abu Hanifah : Sebuah dar menjadi darul harbi jika terkumpul tiga hal berikut:

1.      Dar tersebut berbatasan langsung dengan darul harbi. Antara dar tersebut dengan darul harbi tidak diselingi oleh sebuah darul Islam.
2.      Di dar tersebut tidak ada lagi orang Islam yang hidup aman dengan jaminan keimanan atau orang kafir dzimmi yang hidup aman dengan jaminan dzimmah.
3.      Dar tersebut memberlakukan undang-undang buatan.

Berkata Ibnu Qudamah: Pendapat kami bahwa sebuah teritorial menjadi darul kufri jika undang-undang mereka ditegakkan di dalamnya. Maka wilayah tersebut telah menjadi darul harbi karena telah terkumpul di dalamnya sifat-sifat asal dari sebuah darul kufri. (Al-Mughni 9/25, 26)

Para pengikut Abu Hanifah rohimahulloh yaitu Muhammad bin Al-Hasan dan Abu Yusuf rohimahulloh tidak sependapat dengan Abu Hanifah.

Berkata As-Sarkhosi rohimahulloh meriwayatkan Abu Yusuf dan Muhammad rohimahumalloh: Bila suatu penduduk di teritorial tertentu menerapkan perundang-undangan syirik di dalamnya, maka status dar tersebut menjadi darul harbi. Karena status sebuah dar ditentukan dengan jenis undang-undang yang berlaku secara mayoritas dan jenis undang-undang mana yang paling kuat diterapkan. Jadi sebuah wilayah yang hukum syiriknya lebih dominan yang mengindikasikan kekuatan kaum musyrikin lebih besar, maka wilayah tersebut menjadi darul harbi. Begitu pula wilayah yang hukum Islam lebih dominan yang mengindikasikan kaum muslimin lebih kuat, maka wilayah tersebut adalah darul Islam. (Al-Mabsuth 10/114)

Telah berkata Al-Kasani rohimahulloh,telah berkata Abu Yusuf dan Muhammad rohimahulloh: Suatu wilayah disebut darul kufri dengan sebab nampaknya supremasi hukum-hukum kafir di dalamnya.

Sedangkan pendapat kami (yaitu Al-Kasani): Sebutan darul Islam dan darul kufri disandarkan pada Islam atau kafir. Suatu dar disandarkan pada Islam atau kafir karena dengan sebab ditampakannya Islam atau kafir di dalamnya sebagaimana penamaan surga sebagai darul as-salam karena terwujudnya keselamatan di surga dan neraka disebut darul bawar karena penuh dengan kebinasaan.

Indikasi tampaknya Islam atau kekufuran adalah dengan pelaksanaan undang-undang di dalam wilayah tersebut. Jika undang-undang kufur yang tampak maka dar tersebut menjadi darul kufri. Inilah penyandaran yang benar. Sebab itu, bila suatu dar berubah menjadi darul Islam dengan indikasi ditampakannya hukum-hukum Islam. Suatu dar berubah menjadi darul kufri dengan indikasi ditampakannya hukum-hukum kafir di dalamnya. (Badaiul Shona’i 7/130,131)

Ibnu Abidin Al-Muhaqiq Al-Hanafi Masyur memilih pendapat Abu Yusuf dan Muhammad, beliau berkata : Maksud perkataan Abu Yusuf Darul Islam tidak tidak menjadi darul harbi dst…” yaitu; bila orang-orang kafir harbi menguasai dar kami atau penduduk-penduduknya telah murtad sebagaimana penduduk Mesir, serta meluasnya hukum-hukum kafir atau para ahlu dzimmah telah membatalkan perjanjian kemudian berkuasa di dar mereka, maka dalam hal ini darul Islam tidak menjadi darul harbi kecuali dengan memenuhi tiga syarat (yaitu syarat-syarat yang telah disebutkan oleh Abu Hanifah rohimahulloh).

Jadi Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat darul Islam berubah menjadi darul kufri hanya dengan satu syarat saja; yaitu tegaknya hukum kafir. Ini qiyas dari beliau berdua. (Hasyiah Ibnu Abidin 4/174, 175)

Dan jumhur ulama dan para imam berpendapat bahwa darul Islam menjadi darul kufri wal harbi dengan sebab berlakunya hukum-hukum kafir di dalamnya tanpa harus menyertakan syarat yang lain, dan perkataan ini telah diterangkan sebelumnya sebagaimana telah disebutkan bahwa manath hukum dari status dar adalah bentuk hukum yang berlaku di dalamnya, bukan dengan syarat-syarat selainnya.

Telah berkata Ibnu Hazm rohimahulloh : Bahwa status suatu dar disandarkan pada hukum yang diberlakukan di dalamnya, bentuk pemerintahan yang berlaku dan presidennya. (Al-Muhalla , 11/200)

Berkata Asy-Syaukani rohimahulloh : Penjelasan perkataan Ibnu Hazm ini adalah; apabila aturan pemerintahan di wilayah milik kaum muslimin ketika orang-orang kafir yang hidup di dalamnya tidak bisa menampakkan kekafiran setelah kependudukan mereka diakui oleh pemerintah setempat maka wilayah ini disebut darul Islam. Tidak mengapa terlihatnya beberapa bentuk kekufuran yang tidak membahayakan kaum muslimin karena orang-orang kafir lemah tanpa kekuatan sebagaimana terjadi pada ahlu dzimah Yahudi, Nasrani dan mereka yang terikat perjanjian di banyak wilayah-wilayah Islam (pada saat itu -edt). Akan tetapi bila kondisinya terjadi sebaliknya, maka wilayah itu menjadi darul harbi. (As-Sailul Jiror, 4/575)

Dan Syaikh Sulaiman bin Sahman rohimahulloh berkata dalam baitnya :
Jika orang kafir menguasai darul Islam dan penduduk muslim berada dalam tekanan ia berlakukan di dalamnya hukum-hukum kafir secara terang-terangan dan ia tampakkan tanpa keraguan dengannya ia babat aturan Muhammad, dan dikebiri hukum-hukumnya maka itulah negara kafir menurut semua ulama fiqih dan sebagaimana yang dikatakan orang yang paham agama Namun status penduduknya tidak divonis kafir semua, betapa banyak di antara mereka yang beramal shalih. (Al-Muwalah wal Mu'adah Lil Jul'ud 2/522)


Hukum Hijrah dari Darul Kufri

Telah ditanya Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh : “Apakah diwajibkan hijrah dari negeri muslimin yang ditegakkan hukum buatan manusia di dalamnya?”

Maka dijawab oleh Syaikh rohimahulloh : Negeri yang berhukum dengan undang-undang buatan manusia maka bukan negeri Islam, wajib hijrah darinya. Begitu juga bila nampak penyembahan berhala tanpa ada pengingkaran dan tindakan hukum oleh pemerintah setempat, maka wajib hijrah karena telah tersebarnya kekafiran dengan jelas dan dar tersebut adalah darul kufri. (Fatwa dan Risalah Syaikh Muhammad bin Ibrohim 6/188)


Kesimpulan Tentang Status Dar

Dan telah jelas dari pembahasan yang telah lalu: bahwa suatu dar disebut darul kufri, maka ia bermakna pula darul harbi, kecuali bila ada perjanjian antara penduduknya dari golongan kafir dan muslim. Dengan kata lain; darul harbi yaitu setiap darul kufri yang tidak ada ikatan perjanjian damai antara kaum kufar dan kaum muslimin, dengan syarat perjanjian damai tersebut tidak merugikan kaum muslimin.

Dan telah lewat penjelasan perkataan Ibnu Qudamah: Dan pendapat kami bahwa status darul kufri itu karena hukum kufur yang diterapkan. Jika ia menjadi darul kufri maka ia juga menjadi darul harbi kalau terpenuhi syarat-syaratnya. (Al-Mughni 9/24, 25)

Berkata As-Sarkhosi rohimahulloh meriwayatkan Abu Yusuf dan Muhammad rohimahumalloh : Bila suatu penduduk di teritorial tertentu menampakkan perundang-undangan syirik di dalamnya, maka status wilayah tersebut menjadi darul harbi. Karena status sebuah dar ditentukan dari jenis undang-undang yang berlaku secara mayoritas dan jenis undang-undang mana yang paling kuat diterapkan. Jadi sebuah wilayah yang hukum syiriknya lebih dominan yang mengindikasikan kekuatan kaum musyrikin lebih besar, maka wilayah tersebut menjadi darul harbi. Begitu pula wilayah yang hukum Islam lebih dominan yang mengindikasikan kaum muslimin lebih kuat, maka wilayah tersebut adalah darul Islam. (Al-Mabsuth,10/114)

Maka yang menjadi sebab hukum sebuah dar disebut darul harbi, yaitu nampaknya hukum-hukum kafir di dalamnya bukan masalah serbuan penduduk kafir memerangi kaum muslimin. Maka setiap darul kufri adalah darul harbi kecuali bila disana ada perjanjian antara penduduknya dengan penduduk kaum muslimin.

Telah berkata Al-Mardawi rohimahulloh : Setiap darul harbi ialah supremasi hukum-hukum kafir di dalam negeri tersebut. (Al-Inshof 3/121 dan nukilan lengkap terdapat di kitab Al-Furu’ Ibnu Muflih 6/185)

Ulama ahli fiqih seluruhnya tanpa adanya perselisihan menyebut darul kufri dengan darul harbi bahwa: penyebutan ini merupakan asal dari hubungan antara kaum muslimin dengan kaum kufar dimana saja. Dan yang penting dari penyebutan ini adalah untuk memerangi mereka supaya mereka tunduk patuh pada hukum Islam. Setiap inci bumi ini hanya milik Alloh subhanahu wa ta’ala saja bukan untuk orang kafir yang banyak berbuat dosa serta najis, dan Islam adalah dien Alloh yang mana Alloh tidak menerima dan tidak meridhoi dien lainnya. Maka tidak boleh bagi seluruh penduduk bumi ini kecuali mereka tunduk patuh kepada hukum Islam atau mereka tunduk dengan membayar jizyah. Inilah hukum Alloh bagi siapa saja yang menerimanya, barangsiapa menolak maka dia akan ditolak dan barang siapa menerima maka dia akan mendapat ridhoNya dan barang siapa yang dimurkai olehNya maka dia mendapat tempat di dalam Jahanam dalam keadaan susah.

Semoga Alloh merahmati Ibnu As-Sam’ani tatkala ia berkata: sesungguhnya Islam menyebabkan kemuliaan sedangkan al-kufru menyebabkan kehinaan. (Fathul Bari, 12/262)

Dan telah berkata Al-Imam Ibnu Al-Qayyim rohimahulloh: orang-orang kafir terbagi menjadi dua; kafir harbi dan kafir ahdi (terikat perjanjian). Kafir ahdi terbagi menjadi tiga : ahli dzimmah, ahli Hudnah, dan ahli aman. (Ahkamu Ahli Dzimmah 2/378)

Maka setiap orang kafir yang bukan masuk ke dalam kelompok kafir ahdi berarti ia termasuk kafir harbi dan ini mesti.

Source :
KUPAS TUNTAS FIKIH JIHAD
Judul asli
مسائل من فقه الجهاد
Permasalahan 1-14

Penulis: Al Amir Al Mujahid Abu Abdillah Al Muhajir Hafidhahulloh
Alih bahasa: Abu Nabila Farida Muhammad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...