7/11/2019

MENGOLOK-OLOK AGAMA; HUKUM DAN BENTUKNYA


MENGOLOK-OLOK AGAMA
HUKUM DAN BENTUKNYA
Kita berbicara mengenai fenomena istihzaa` (mengolok-olok) dan mencela yang marak di negara-negara kafir kontemporer. Kami akan mengulas sebagian gambaran, corak, serta bentuk dari mencela dan mengolok-olok yang berkembang di negara-negara itu. Ini mengingat, begitu banyak, bervariasi, dan beragam coraknya. Semoga Allah membungkam lisan para pencela dan pengolok-olok, serta melumpuhkan anggota tubuh mereka.
Di antara bentuk paling popular adalah mencela Allah dan mencela agama melalui lisan, menggunakan berbagai lafazh terkenal. Kita menjauhkan diri untuk melansirnya, dan tak ingin memberitahu seseorang yang belum pernah mendengarnya. Wallahu al-musta’an!
Termasuk di antaranya adalah mencela malaikat, sebagaimana diyakini oleh aliran Al- Bathiniyah (Syiah kebatinan) bahwa Malaikat Jibril ‘alaihis salam mengkhianati amanah, karena semestinya dia menurunkan wahyu kepada Ali radhiallahu’anh. Karenanya, di antara ritual kelompok Al- Bathiniyah adalah mereka mencela Jibril selepas setiap shalat sebanyak tiga kali.
Di antaranya lagi adalah mengolok-olok para rasul dan nabi Allah, sebagaimana kebiasaan kaum Yahudi. Bahkan kondisinya sampai tingkatan mereka menyelewengkan Taurat, dan mengurangi kedudukan mereka –shalawat dan salam untuk mereka— di dalam kitab tersebut.
Di antaranya juga: berbagai teori atheisme di dalam buku-buku diktat kuliah. Semisal teori manusia berasal dari kera! Atau teori reinkarnasi, dan Allah menitis ke dalam tubuh hewan! Atau juga teori bahwa agama adalah candu masyarakat, masih banyak lagi pemikiran-pemikiran sampah dan apa-apa yang dimuntahkan para filsuf atheis sepanjang masa.
Termasuk juga: apa yang dilontarkan para penyair, serta tulisan-tulisan dan rilisan-rilisan yang mencela Allah dan para rasul-Nya atas nama “sastra”. Semoga Allah menghinakan mereka. Di antara celaan dan olok-olok kontemporer adalah gambar mengandung ejekan, yaitu karikatur yang mencela syariat dan Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, serta bersebaran di berbagai koran dan majalah, baik berbahasa Arab maupun asing. Contoh hal ini sangatlah banyak.
Di antaranya lagi: apa yang dilakukan para artis dan seniman berupa gerakan-gerakan berisi celaan terhadap agama dan pemeluknya, di banyak teater, sinetron, dan film-film komedi. Fenomena ini sangatlah popular dan tidak perlu disebutkan contohnya.
Yang lainnya lagi: isi dari banyak lagu berisi celaan dan olok-olok. Contohnya adalah olok-olok terhadap takdir dari salah seorang penyanyi yang telah tewas, ketika dia bersenandung, “Takdir adalah kesalahan terbesar.”
Yang lainnya: ada dalam film-film kartun yang mengandung olok-olok, misalnya menggambarkan seorang pemuda berjenggot sebagai tokoh bajingan (penjahat), dan lain sebagainya.
Di antaranya lagi: perkataan para zindik dalam banyak kuliah, ceramah, konferensi, forum, buku, dan penelitian mereka. Misalnya, mereka menyebut tahkim (berhukum) dengan syariat Allah sebagai hal kolot (kuno), lalu menyebut penerapan hudud sebagai tindakan brutal, hijab sebagai kezaliman, jenggot identik dengan kotor, poligami disebut perzinaan, dan jihad sebagai ekstremisme. Tak hanya itu, mereka menyebut kaum muwahid-mujahid sebagai kelompok ekstremis, takfiri, dan kelompok dari abad kegelapan, dan lain sebagainya.
Semua itu hanyalah secuil dari sekian banyak contoh celaan dan olok-olok yang tersusun dan terproteksi para thaghut. Akhi pembaca, seandainya ada tempat, niscaya kami akan menyebutkan untuk Anda seluruh contoh yang membuat badan menggigil dan meresap menyusup ke relung hati.
Namun yang ingin kami garisbawahi, engkau mengetahui –semoga Allah merahmatimu— bahwa siapa saja yang menulis, berbicara dengan kata-kata seperti ini dan yang semaknanya, atau melakoni perbuatan mengolok-olok, maka dia telah kafir dengan kekafiran akbar.
Hukum ini merupakan salah satu dari sekian banyak hukum tetap di dalam syariat Islam, bahkan termasuk yang disepakati para ulama. Syaikhul Islam berkata, “Mengolok-olok Allah, ayat-ayatNya, dan Rasul-Nya adalah KEKAFIRAN. Si pelakunya dikafirkan setelah dia beriman.” Dia berkata juga, “Olok-olok dengan hati dan ejekan menafikan keimanan di dalam hati karena lawan bertentangan dengan lawannya. Demikian pula, mengolok-olok dengan lisan juga menafikan keimanan yang ditampakkan dengan lisan. (Majmu’ Al-Fatawa)
Ishaq bin Rahawaih berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa siapa saja yang menghina Allah atau Rasul-Nya atau menolak sesuatu dari apa yang Allah turunkan atau membunuh seorang nabi Allah, maka dia kafir dengan perbuatan tersebut, sekalipun dia mengakui seluruh apa yang Allah turunkan.” Al-Khattabi berkata, “Aku tidak mengetahui seorang pun dari kaum muslimin yang berselisih mengenai kewajiban membunuhnya.” (Ash- Sharim Al-Maslul)
Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan, Muhammad bin Sahnun berkata, “Para ulama telah berijmak bahwa pencaci Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ataupun yang mencelanya maka dia kafir, dan ancaman baginya adalah azab Allah, serta hukumnya di kalangan umat adalah dibunuh. Dan barangsiapa yang ragu akan kekafiran dan azab baginya, maka dia pun kafir.” (Asy-Syifaa`)
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata, “Di antaranya –yaitu seluruh hal yang menyebabkan kafir— adalah jika ada sekelompok orang hadir, kemudian satu orang duduk di atas tempat tinggi, untuk menyerupai orang-orang berzikir, lalu mereka bertanya aneka pertanyaan sambil tertawa dan memukulinya dengan sekop. Atau dia duduk seakan menyerupai seorang guru, lalu dia mengambil papan kayu, sedang orang-orang di sekililingnya seperti sekumpulan anak kecil, lalu mereka tertawa dan mengolok-olok. Atau misalnya orang yang berkata, “Sesuap bubur tsarid lebih baik daripada ilmu”, maka dia telah kafir.” (Al-I’lam bi Qawathi’ Al-Islam)
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab membuat sebuah bab di dalam “Kitab At-Tauhid” berjudul “Bab Barangsiapa Bercanda dengan Sesuatu yang di Dalamnya Terdapat Zikir kepada Allah atau Al-Quran atau Rasul”. Setelah mengemukakan berbagai dalil, Syaikh berkata, “Di dalamnya terdapat beberapa masalah, pertama: Dan ini adalah yang paling berat, barangsiapa yang bercanda dengan hal ini maka dia telah kafir.”
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Ali mengomentari hal tersebut seraya berkata, “Dan termasuk pembahasan ini adalah mengolok-olok ilmu dan ulama, tidak menghormati mereka, atau merendahkan mereka karenanya.” (Qurrat ‘Uyun Al-Muwahhidin)
Syeikh Hamad bin ‘Atiq berkata, “Ketahuilah, para ulama telah bersepakat bahwa barangsiapa mengolok-olok Allah, RasulNya, Kitab-Nya, atau agama-Nya, maka dia kafir. Demikian pula, jika dia mengeluarkan perkataan atau tindakan yang merupakan olok-olok secara jelas.” (Ad-Durar As-Saniyyah)
Terkadang, suatu perkataan atau perbuatan mengindikasikan olok-olok secara eksplisit (jelas/tegas) namun kadang tidaklah seperti itu. Olok-olok yang jelas, nyata, dan gamblang adalah sebuah kekafiran. Orang yang mengatakan atau melakukannya divonis kafir. Adapun perkataan atau perbuatan tidak eksplisit yang ambigu (mengandung banyak arti), maka status hukum pelaku tergantung maksud dan niatannya. Jika niat dan tujuan dari ucapan atau perbuatan ambigunya adalah kekafiran, maka dia kafir. Tetapi apabila niatannya tidak seperti itu, maka tidak dikafirkan.
Ketika Imam Muhammad bin Abdul Wahhab menggolongkan sikap mengolok-olok sebagai salah satu Pembatal Keislaman eksplisit yang berjumlah sepuluh, dia berkata, “Pembatal keenam, barangsiapa mengolok-olok sesuatu dari agama Rasul shallallahu’alaihi wa sallam atau mengolok-olok tentang pahala dan siksa, maka dia kafir”, lalu dia menyatakan di akhir risalah tentang pembatal-pembatal Islam, “Dan tidak ada perbedaan terkait semua pembatal ini antara orang yang bercanda atau sungguh-sungguh atau yang takut, kecuali orang yang dipaksa.
Pun demikian, tidak ada perbedaan status hukum kafirnya orang yang mencela dan mengolok-olok (yang tegas dan gamblang), baik yang memang bermaksud kekafiran dan yang tidak, karena terkadang sebagian orang yang mencela dan mengolok-olok itu beralasan dirinya tidak bermaksud mencela atau mengolok-olok.
Dalilnya, sesungguhnya Allah Ta’ala memvonis kafir orang yang mengolok-olok para sahabat radhiallahu’anhum dalam Perang Tabuk, dan Allah tidak menerima alasan bahwa mereka tidak bermaksud kekafiran melalui apa yang mereka ucapkan.
Syaikhul Islam berkata, “Secara global, barangsiapa mengatakan atau melakukan sesuatu kekafiran maka dia kafir karena hal itu, meskipun dia tidak bermaksud kafir, karena tidak ada orang yang bermaksud kekafiran kecuali apa yang dikehendaki Allah.” (Ash- Sharim Al-Maslul)
Syaikh Sulaiman bin Alu Syaikh berkata, “Orang-orang yang mengatakan, ‘Tidak pernah kami melihat seperti qurra (penghapal Al- Quran) kami, mereka orang yang paling rakus, paling dusta lisannya, dan paling pengecut ketika bertemu musuh.” Maksud mereka adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan sahabat-sahabat para penghapal Al-Quran. Mereka memang tidak mengatakannya untuk berniat kafir, atau memilih kafir (ketika mengatakan hal itu). Tapi mereka hanya bercanda dan bermain-main ketika mengucapkannya. Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang berjalan pergi dan mengendarai untanya. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami hanya bercanda, bermain-main, berbincang-bincang untuk menghilangkan rasa penat dalam perjalanan.” Maka beliau bersabda, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan dengan RasulNya kalian berolok-olok ?” (Ad-Durar As-Saniyyah)
Ketika mensyarahkan (mengurai) “Kitab At- Tauhid” –menjelaskan maksud penulis tentang bab “Bab Barangsiapa Bercanda dengan Sesuatu yang di Dalamnya Terdapat Zikir kepada Allah atau Al-Quran atau Rasul”, Syaikh berkata, “Para ulama berijmak atas kafirnya orang yang melakukan sesuatu dari hal itu. Maka barangsiapa mengolok-olok Allah atau Kitab-Nya atau Rasul-Nya atau agama-Nya, maka dia kafir. Meskipun dia hanya bercanda dan tidak bermaksud mengetahui hakikat olok-olok, demikian menurut ijmak.” (Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid)
Jadi, selagi persoalan mencela dan mengolok-olok adalah urusan berat dan berbahaya, lantas apa yang harus dilakukan seorang muslim terhadap para pencela dan pengolok-olok di negeri kafir?
Yang wajib untuk dilakukannya, pertama: dia harus marah demi membela kehormatan Allah, mengingkari perbuatan mereka, mencegah mereka darinya, mengkafirkan mereka, dan berlepas diri dari mereka. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila dia tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan hal itu adalah selemah-lemah iman.(HR. Muslim)
Di antara bentuk pengingkaran yang wajib adalah dengan membunuh si pengolok-olok atau si pencela, jika dia tidak bertaubat dari kemurtadannya. Terlebih lagi apabila kekafirannya termasuk kekafiran yang tidak bisa diterima taubatnya menurut hukum dunia, seperti pencela Rasul shallallahu’alaihi wa sallam. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah dia.” (HR. Al-Bukhari). Dan membunuh mereka termasuk jihad di jalan Allah.

Apabila tidak mampu melakukan hal itu, maka dia harus segera meninggalkan tempat, sebagai bentuk mematuhi firman Allah Ta’ala: “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).(Al-An’am: 68)
Apabila dia tidak mengingkari, tidak mengubah, dan tidak meninggalkan tempat, maka hukumnya sama dengan hukum orang yang mengolok-olok dan mencela tersebut. Demikianlah, berdasarkan teks firman Allah Ta’ala: “Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam.(An-Nisaa`: 140)
Ibnu Katsir berkata di dalam tafsirnya, “Maksudnya, jika kalian melakoni larangan, setelah hal itu sampai kepada kalian, dan kalian rela duduk bersama mereka di tempat di mana ayat-ayat Allah diingkari serta dilecehkan di sana, dan kalian mengakui hal itu, berarti kalian telah berpartisipasi bersama dalam hal yang mereka lakukan… Hingga dia berkata: firman Allah “Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam,” artinya sebagaimana mereka turut serta dalam kekafiran, maka begitu juga Allah mengikutsertakan mereka dalam hal kekal di neraka Jahanam.”
Demikianlah, dan di penghujung pembahasan, kami tujukan kepada mereka yang terjerumus dalam persoalan mencela dan mengolok-olok ini. Maka kami katakan kepada mereka:
Bertaubatlah kalian kepada Allah dari kemurtadan kalian, perbaruilah Islam kalian, agungkanlah syiar-syiar Allah, dan janganlah kalian melecehkan segenap kesucian-Nya. Karena hal demikian itu adalah lebih baik bagi kalian di dunia dan akhirat.
Ketahuilah, tertawaan, candaan, dan senda gurau –menjadi faktor utama yang mendorong kalian untuk mengolok-olok— sama sekali tidak bermanfaat bagi kalian selain menyenangkan setan, memanjakan hawa nafsu, dan teman-teman yang buruk. Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Celakalah bagi orang yang berbicara kepada suatu kaum kemudian dia berbohong agar mereka tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.(Hadits hasan, diriwayatkan Ahmad dan yang lainnya). Ini adalah terkait kebohongan yang merupakan kemaksiatan, lantas bagaimana dengan mengolok-olok yang notabene adalah kekafiran?!
Terakhir kami menyeru, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau semua.

Source: AL FATIHIN 07

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...