Pembatal Keislaman Kelima:
Membenci Ajaran yang Dibawa oleh Rasul
SYAIKH -RAHIMAHULLAH- BERKATA: “BARANGSIAPA
MEMBENCI SEBAGIAN SAJA DARI AJARAN YANG DIBAWA OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU
‘ALAIHI WASALLAM MESKIPUN IA MENGAMALKANNYA, MAKA IA TELAH KAFIR”.
Ini berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang telah dikutip
oleh pengarang kitab “Al Iqna” dan lainnya.
Membenci sebagian dari ajaran yang dibawa oleh Rasul baik yang berupa perkataan ataupun perbuatan
merupakan satu jenis diantara jenis-jenis kenifakan i’tiqadi yang pelakunya
berada di bagian neraka yang paling dasar.
Barangsiapa yang membenci sebagian saja dan ajaran yang dibawa
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah yang berupa perintah maupun larangan,
maka ia berada dalam bahaya yang besar.
Di antaranya adalah apa yang tidak dimengerti oleh kebanyakan para penulis sekuler yang menetek” pada air susu pemikiran-pemikiran orang-orang Eropa dan mananggalkan tali ikatan Islam dari leher mereka lantaran kebencian mereka terhadap poligami (baca : poligini, beristeri lebìh dan satu Pent.); sehingga mereka memerangi poligami dengan berbagai macam sarana. Mereka tidak tahu bahwa sebenarnya mereka itu memerangi Allah dan RasulNya dan membantah perintah Allah Ta’ala.
Semisal dengan mereka dalam hal kekufuran dan kebencian terhadap
ajaran yang dibawa oleh Rasul adalah orang yang tidak senang ditempatkannya
keberadaan kaum wanita yang tidak sederajat dengan lelaki, seperti kebencian
mereka bila diyat seorang wanita itu separoh dan diyat seorang laki-laki dan
kesaksian dua orang wanita itu sama dengan kesaksian satu orang laki-laki, dan
sebagainya. Mereka berarti telah membenci sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam : “Aku tiada melihat di antara orang yang kurang akal dan agamanya
yang lebih dapat meluluhkan hati seorang lelaki yang teguh ketimbang salah
seorang di antara kalian (kaum wanita)...” Hadis Muttafaq ‘alaih yang berasal
dari hadits Abit Sa’id AZ-Khudri Radhiyallahu‘anhu.
Oleh karena itu anda akan dapati mereka “menjulurkan lidah” terhadap
hadits yang mulia ini; entah dengan cara memalingkannya dari makna zhahirnya
atau melemahkannya dengan alasan bahwa akal menyelisihinya (tidak bisa menerima)
atau dengan alasan tidak sesuai (bertentangan) dengan kenyataan, atau alasan-alasan lain yang menunjukkan dan
menguatkan indikasi kebencian mereka terhadap ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mereka itu adalah orang-orang yang kafir, meskipun mereka
mengamalkan kandungan nash, karena mereka belum memenuhi dan belum menyempurnakan
syarat-syarat La ilaha illallah, yang di antara syaratnya adalah mencintai apa
yang ditunjukkan oleh nash, merasa senang dengannya serta lapang dada dalam
menerimanya. Sedangkan dada orang-orang tersebut meresa sempit dan berat, dan
mereka juga membenci apa yang ditunjukkan oleh nash itu. ini merupakan inti
perbuatan orang-orang munafik yang banyak melakukan kebaikan kébaikan syariat
yang tampak demi suatu tujuan tertentu, padahal sebenarnya mereka membenci syari’at
itu.
Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“BARANGSIAPA YANG
MENGUCAPKAN LA ILAHA ILLALLAH
SECARA IKHLAS (MURNI, TULUS) DARI HATINYA,
MAKA IA MASUK JANNAH.“
[Diriwayatkan oleh Ahmad (V : 236) dan Ibnu Hibban (I : 429) melalui
jalur Sufyan, dari Amru bin Dinar, dari Jabir bin Abdillah. Sanad hadits ini
shahih]
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘ikhlas dari hatinya”
ini tidak dipenuhi oleh orang munafik, karena ia tidak mengucapkannya secara
ikhlas dari hatinya, namun ia mengucapkannya agar darah dan hartanya terlindungi.
Dalam menghukumi kekafiran orang yang membenci ajaran yang
diturunkan oleh Allah kepada RasulNya, Allah Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”(Muhammad : 8-9).
Allah Jalla wa ‘Ala menghapuskan amalan amalan mereka serta
menjadikannya bagai debu yang beterbangan (sia-sia belaka) disebabkan kebencian
mereka terhadap apa yang telah diturunkan Allah kepada RasulNya yaitu A1-Qur’an
yang telah dijadikan Allah sebagai kunci keberuntungan bagi orang-orang yang
berpegang teguh dengannya, menunaikan perintahnya serta meninggalkan larangannya.
Setiap orang yang membenci apa yang diturunkan oleb Allah, maka
amalnya terhapus, sekalipun ia melakukan apa yang ia benci itu. Allah Ta’ala
berfirman:
berfirman:
“YANG DEMIKIAN ITU KARENA SESUNGGUHNYA MEREKA MENGIKUTI APA
YANG MENIMBULKAN KEMURKAAN ALLAH DAN (KARENA) MEREKA MEMBENCI (APA YANG
MENIMBULKAN) KERIDHAAN-NYA;
SEBAB ITU ALLAH MENGHAPUS (PAHALA) AMAL-AMAL MEREKA”.
(Muhammad : 28)
Sikap benci terhadap ajaran yang Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ini merupakan sesuatu yang harus membuat setiap muslim menjadi paling takut untuk melakukannya.
Terkadang ada kemungkinan hal ini masuk ke dalam jiwa tanpa
disadari kecuali setelah hampir tutup usia. Oleh karena itu seyogyanya banyak-banyaklah
setiap muslim membaca:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ
قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
(Wahai Dzat Yang
Membolak-Balikkan Hati, Tetapkanlah Hatiku Di Atas Agamamu).
Sebab, hati itu berada diantara dua jari dari jari-jemari Yang Rahman yang dapát Dia balik-balikkan menurut kehendakNya. Suatu hal yang seyogyanya menjadi perhatian juga bahwa banyak diantara manusia yang kadang-kadang sudah jelas baginya suatu kemungkaran, namun ìa tidak mau menerima apa yang anda katakan itu, terutama ketika orang itu melakukan kemungkaran tersebut. Orang seperti ini tidak bisa dimutlakkan sebagai orang yang membenci ajaran yang dibawa oleh Rasul tanpa perincian. Sebab, bisa jadi ìa tidak mau menerima kebenaran yang anda bawa itu bukan karena soal kebenaran itu, akan tetapi dikarenakan buruknya perlakuan anda dalam beramar makruf nahi munkar. Sekiranya ada orang lain yang mendatanginya lalu menjelaskan kepadanya tentang kemungkaran yang sama dengan yang anda kemukakan, maka ia akan menerima dan patuh. Atau ia tidak mau menerima nasehat dari anda disebabkan karena antara anda dengan dia ada suatu hal (yang mengganjal). Maka orang seperti ini tidak bisa dikatakan sebagai orang yang membenci ajaran yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ada sebagian orang yang menilai pelaku maksiat dengan penilaian
yang tidak pada tempatnya. Umpamanya menilai orang yang memangkas jenggotnya,
atau orang yang memanjangkan sarung hingga bawah mata kaki, atau peminum khamr
dan semisalnya sebagai orang yang membenci ajaran yang dibawa oleh Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam Karena yang diperìntahkan adalah melebatkan jenggot, larangan
memanjangkan sarung hingga bawah mata kaki, dan larangan minum khamr; lalu
mengatakan kepada mereka: Kalaulah bukan karena kalian itu membenci ajaran yang
dibawa oleh Muhammad, maka kalian tidak akan melakukan kemungkaran-kemungkaran
ini !.
Ini adalah penilaian yang batil. Dahulu di antara sahabat ada
yang melanggar sebagian dari larangan agama -misalnya minum khamr- namun tak
seorang pun sahabat lainnya yang menilainya dengan penilaian semacam itu.
Bahkan ketika seorang sahabat datang menghadap Nabi dengan membawa seorang
peminum khamr, lalu ada sebagian dari para sahabat yang melaknatinya dan berkata:
“Betapa banyaknya dosa yang dipikulnya!”, maka Nabi melarangnya untuk melaknat peminum khamr itu,
lalu bersabda: “Sesungguhnya ia masih mencintai Allah dan Rasul”. [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari (XII : 6780 ‘Al-Fath”) melalui jalur Sa’id bin Abi Hilal, dari Zaid
bin Aslam, dari ayahnya, dari Umar bin Al-Khatthab.]
Menilai mereka dengan pertikaian semacam itu mengandung
konsekuensi mengeluarkan pelaku dosa besar dari Islam. ini bertentangan dengan keyakinan
(i’tiqad) Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah, yaitu bahwa para pelaku dosa besar itu
tergantung masyi’ah (kehendak) Allah; jika Allah menghendaki, maka Dia akan
memaafkan mereka, dan jika Allah menghendaki, maka Dia akan mengadzab mereka sesuai
dengan kadar kesalahan (dosa) mereka, dan selanjutnya tempat kembali mereka
adalah jannah.
Wallahu A‘lam.
Source:
Judul Ash : At-Tibyan, Syarh Nawaqidh Al Islam li Al-Imam
Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab -Rahimahullah
Penyusun : Sulaiman bin Nashir bin Abdullah Al Ulwan
Penerbit : Darul Muslim, Riyadh
Cetakan : tahun 1417 H. / 1996 M.
Edisi Indon : Penjelasan Tentang Pembatal Keislanan
Penerjemah : Abu Sayyid Sayyaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar