YANG MAMPU MENEGAKKAN ISLAM
ADALAH ORANG-ORANG YANG BERTEKAD BAJA:
Wahai
mujahidin…
Sesungguhnya
agama ini tidak akan tegak kecuali di atas pundak para perwira yang memiliki
tekad baja. Ia tidak akan pernah tegak di atas pundak orang-orang yang biasa
hidup ringan dan bermewah-mewah. Tidak, sungguh Islam tidak akan tegak di atas
pundak orang-orang seperti ini.
Agama
yang besar tidak akan tegak kecuali di atas pundak orang-orang besar pula.
Tanggung jawab besar yang tidak sanggup dipikul langit dan bumi, tidak mungkin
diemban oleh selain orang yang pantas mengembannya.
Wahai merpati, kalau kamu menangis karena anak kecilmu
Lantas di manakah pemirsa kesedihan-kesedihan
Manakah yang layak menitikkan air mata, mataku atau
matamu?
Orang yang mengaku tidak diterima pengakuannya tanpa
bukti…
Bagaimana
mungkin Islam akan tegak dan kembali kepada kejayaan dan kemuliaannya seperti
dulu, tanpa adanya tekad baja seperti tekad Abu Bakar untuk memerangi kaum
murtad di zaman banyaknya orang murtad dulu? Ketika Abu Bakar, orang yang sudah
tua, peka perasaannya dan mudah menangis itu, bersumpah menyatakan tekad
terbesarnya, ―Demi Alloh, aku benar-benar akan perangi siapa yang memisahkan
antara sholat dan zakat. Sesungguh-nya zakat adalah hak harta. Demi Alloh,
seandainya mereka menolak kepadaku untuk membayar satu ikatan binatang yang
dulu mereka bayarkan kepada Rosululloh –‘alaihis sholatu was salam—pasti akan
kuperangi mereka karenanya.
Bagaimana
mungkin Islam akan tegak tanpa adanya tekad seperti tekad Anas bin Nadhr, yang
mengatakan: ―Kalau Alloh menghadir-kanku dalam perang melawan orang-orang
musyrik, Alloh pasti akan melihat apa yang akan kuperbuat.
Akhirnya
ia hadir dalam perang Uhud, lalu ia berperang, sampai ketika mati di jasadnya
ditemukan 80 luka lebih, mulai dari tikaman dan tebasan pedang.
Adalah
Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam selalu berdoa kepada Robbnya:
أَللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ وَالْعَزِيْمَةَ عَلَى الرُّشْدِ
“Ya
Alloh, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan apapun dan tekad kuat di
atas kelurusan.”
Sungguh,
sebuah tekad yang tinggi benar-benar bisa mendidih dalam hati seperti
mendidihnya air dalam periuk. Tekad seperti ini benar-benar mendorong
pemiliknya untuk melakukan perkara-perkara besar setiap pagi dan sore, sehingga
ia bisa menjadi orang yang disebutkan dalam perkataan Imam Syafi’i Rahimahullôh,
―Istirahat bagi para lelaki‘ adalah
kelalaian.
Inilah
shahabat bernama Abdullôh bin Jahsy, ia pernah menjauh sedikit di samping Sa’ad
bin Abi Waqos sebelum pecah perang Uhud; keduanya sepakat untuk bergantian
memanjatkan doa dan saling mengamini. Maka doa yang dipanjatkan Abdullôh bin
Jahsy adalah:
―Ya
Alloh, berilah aku rezeki berupa seorang lelaki yang keras amarahnya, besar
kekuatannya, yang aku berperang dengannya dan dia berperang denganku, kemudian
ia membunuhku dan memotong hidung dan telingaku, sehingga ketika aku berjumpa
dengan-Mu kelak, ya Alloh, Engkau bertanya: Hai ‘Abdullôh, karena apa hidung
dan telingamu terpotong? Maka aku menjawab: Karena-Mu dan karena Rosul-Mu. Lalu
Engkau berfirman: Kamu benar.
Betapa
agung dan indah doa ini, sungguh itulah jiwa yang menjual segalanya untuk
Robbnya, ketika itulah kepahitan berubah menjadi kemanisan, sungguh itu tidak
terjadi selain dari orang yang telah merasakan manisnya jalan ini dan merasakan
kelezatannya. Ia tidak lagi mempedulikan apa pun selain keridhoan Robb-nya, ia
tidak lagi peduli selain bagaimana bisa berjumpa Alloh dalam keadaan Dia ridho
dan terbunuh di jalan-Nya.
Siapakah
di antara kita yang hendak meniru tekad-tekad baja seperti ini?
Siapakah
di antara kita yang hendak meniru tekad Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan
Al-‘Izz bin Abdissalam?
Mereka
membawa panji jihad fi sabilillah, kuat di hadapan musuh-musuh Alloh. Sementara
sekarang ini, para ulama justru meninggalkan medan tempur, mereka mundur dari
memegang tampuk kepemimpinan kafilah jihad ini, mereka merasa berat untuk
mengorbankan nyawa karena Alloh. Belum cukup seperti itu, ditambah lagi mereka
masih meneriaki mujahidin dan mengalamatkan berbagai tuduhan negatif kepada
mereka, engkau tidak dengar suara mereka selain seruan untuk melawan
mujahidin…semua itu dilakukan dengan alasan sebagai alat politik dan mencapai
kesopanan.
Aku
sendiri tidak tahu, kapan mereka akan meninggalkan ―fikih kekalahan sebelum
perang, dan pemahaman takut dan pengecut itu.
Source:
Judul Asli: Washôya li `l-Mujâhidîn
Oleh: Syaikh Abû Mush‗ab Al-Zarqawi
Edisi Indonesia: Kumpulan Nasehat Untuk Mujahidin
Penerjemah: Ahmad Ilham Al-Kandari
Editor Ulang: AKM PUSTAKA
Publikasi I: AL-QAEDOON GROUP
Publikasi II: AKM PUSTAKA
9 Rabiul Awal 1440 H - 17
November 2018,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar