7/09/2019

KABURNYA ORANG-ORANG YANG MUNDUR


Kaburnya Orang-Orang yang Mundur,
PROSES NEGASI KEBURUKAN DAN PURIFIKASI BARISAN

Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, Dzat yang telah menciptakan manusia dan memberinya petunjuk kepada dua jalan. Shalawat serta salam untuk Sang Nabi dan Rasul pamungkas, untuk para anggota keluarga dan para Sahabat beliau seluruhnya, serta siapa saja yang meniti jalan mereka dengan teguh dan yakin. Amma ba’du:
Sesungguhnya, terjadinya penyimpangan setelah meraih petunjuk, kesesatan setelah mendapatkan hidayah, kekafiran setelah merasakan keimanan, kesyirikan setelah memahami tauhid, dan bid’ah setelah mengamalkan sunnah, merupakan keterlantaran dan kerugian terbesar. Sejatinya Allah ctidaklah memberikan petunjuk kecuali kepada orang baik dan Dia tidak menjerumuskan ke dalam kubangan kebatilan kecuali orang yang buruk.
Barangsiapa melumuri diri dengan kesesatan atau mengeruhkan akidahnya dengan asap, betapapun nampak baik dan bahagia, dia acapkali berbalik dan mundur –kecuali orang yang Allah lindungi–. Selama beberapa waktu, dia memperdaya orang-orang yang memerhatikan kondisi dirinya. Namun dengan cepatnya, dia memperlihatkan intisari dirinya, sehingga terlihatlah ampas kebusukan dan kemunafikannya.

HAL-HAL BID'AH ADALAH POKOK KERUSAKAN


Perhatikanlah –semoga Allah memberimu petunjuk– kisah di bawah ini untuk menerangkan hakikat orang-orang yang berbalik mundur. Sesungguhnya mereka, biasanya memiliki akar bid'ah dan kesesatan, kendati mereka tumbuh dan matang di tengah-tengah orang-orang baik dan mulia.
Diriwayatkan dari Abdul Wahid bin Shabrah, telah sampai kepada Ibnu Mas’ud bahwa Amr bin Utbah, salah seorang sahabatnya, membangun sebuah masjid di tengah Kufah. Abdullah memerintahkan hal itu, kemudian dia merobohkannya. Kemudian disampaikan kepadanya bahwa orang-orang berkumpul di salah satu sisi Masjid Kufah, mereka bertasbih dengan bacaan tasbih yang dikenal, mereka bertahlil, dan bertakbir. Kemudian Ibnu Mas’ud mengenakan mantel bertudung, lalu bergegas, dan duduk bersama mereka. Tatkala mengetahui apa yang mereka ucapkan, Ibnu Mas’ud membuka tudung kepalanya, seraya berkata, “Aku Abu Abdurrahman (Ibnu Mas’ud, Penj.). Sungguh kalian telah melebihi ilmu para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alihi wasallam. Sungguh kalian telah mendatangkan kezaliman dengan melakukan bidah. ‘Amr bin ‘Utbah berkata, “Kami beristigfar kepada Allah.” Dia mengucapkan sebanyak tiga kali. Maka seorang laki-laki dari Bani Tamim berkata, “Demi Allah, kami tidak melebihi ilmu para sahabat Nabi Muhammad, dan kami tidaklah mendatangkan kezaliman dengan berbuat bid'ah. Hanya saja kami adalah kaum yang gemar berzikir kepada Rabb kami.” Ibnu Mas’ud mengomentari, “Ya, demi jiwa Ibnu Mas’ud yang berada di tangan-Nya, sungguh kalian telah melebihi ilmu para sahabat Nabi Muhammad. Kalian telah berbuat kezaliman dengan melakukan bid'ah. Demi Dzat yang jiwa Ibnu Mas’ud berada di tangan-Nya, seandainya kalian mengikuti jejak orang-orang, mereka akan mendahului kalian sejauh-jauhnya. Dan seandainya kalian bergerak ke kanan dan kiri, niscaya kalian tersesat sejauh-jauhnya!” (HR. Ibnu Wadhdhah di dalam Al-Bida’)
Diriwayatkan bahwa orang-orang yang diusir oleh Ibnu Mas’ud radhiallahu’anh, selepas itu mereka meyakini pemahaman Khawarij, memerangi kaum muslimin di Nahrawan. Perhatikanlah bagaimana bid’ah yang mereka lakukan dalam peribadatan menjadi jalan kemunduran mereka di akhir. Jika saja bidah mengantarkan kepada kesesatan, apa kiranya dengan orang yang menyembunyikan kesesatan-kesesatan lebih parah?!
Tengoklah Washil bin ‘Atha yang dulunya adalah salah seorang pakar kefasihan. Dia menghadiri kajian-kajian Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah. Dia dijuluki “al-ghazzal” karena kerap bolak-balik melewati Pasar Al-Ghazl untuk bersedekah kepada wanita-wanita fakir. Tatkala dia menyatakan bahwa orang fasik bukanlah orang mukmin dan bukan juga kafir, Al-Hasan mengusir Washil dari majelisnya. Sehingga dia pun sesat lagi menyimpang, dan menjadi orang pertama yang mengemban panji Muktazilah.
Pun demikian, perhatikanlah –semoga Allah merahmatimu–kondisi Rajjal bin ‘Unfuwah. Dia adalah salah seorang delegasi Bani Hanifah yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alihi wasallam dan memeluk Islam. Hanya saja, selepas itu dia terkena fitnah (penyimpangan) Musailimah Al-Kadzdzab, sehingga murtad dan mati di atasnya.
Demikianlah, contoh di atas hanyalah segelintir dari sekian banyaknya orang-orang yang berbalik mundur. Hanya beberapa tetes dari samudera sisi gelap mereka. Jadi untuk apa seseorang bersedih seandainya dia mengkhianati Khilafah dengan membelot, atau gelisah saat menghadapkan wajahnya pergi menuju darul kufur untuk berbalik mundur?

COBAAN MENGENYAHKAN KEBURUKAN

Sejatinya berbagai cobaan akan mengenyahkan keburukan dari Khilafah, sebagaimana alat peniup api melenyapkan kotoran emas. Cobaan akan membersihkan barisan dari kotornya noda-noda kaum munafik dan jijiknya syubhat mereka. Sesungguhnya kaum muwahid –demi Allah–senantiasa berdoa kepada Allah agar mengeluarkan kaum munafik semua dari tengah-tengah mereka.
Atau sebagaimana disebutkan, barangsiapa berhijrah demi sebuah gambar, maka ia akan kembali dengannya, dan barangsiapa berhijrah demi sebuah kisah, maka ia akan kembali lagi dengannya. Dan barangsiapa berhijrah demi akidah dan agama, maka kedua kakinya akan kokoh dalam hijrah, dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala.
Demikian pula hari ini, kami katakan bahwa barangsiapa berhijrah ke Daulah Islam setelah kemenangan dan tamkin, karena dia memiliki suatu muslihat atau menghendaki hidup bersama orang-orang kuat, maka secara pasti dia akan melalui kembali jalannya saat terjadi cobaan dan ujian. Maka selamanya dia takkan bisa menjadi pengikut kelompok sebaik-baik generasi yang difirmankan oleh Allah:
“(Yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.” (Ali ‘Imran: 172)
Merekalah orang-orang yang mendapat luka-luka dan ditempa oleh kesulitan-kesulitan. Mereka tidaklah mundur kembali ke belakang dan tidak meninggalkan nabi mereka. Bahkan, sejak salah seorang dari mereka berteriak dengan teriakan pertama, “Jika Rasulullah telah terbunuh, maka bangkit dan matilah kalian di atas apa yang beliau wafat di atasnya!” Teriakan tersebut senantiasa menjadi mengiringi mereka di dunia, hingga mereka menunaikannya, dan mereka tidaklah mengubah janji mereka. Maka Allah meridhai mereka seluruhnya.
Barangsiapa berhijrah karena mengira bahwa kabut akidah dan kesesatannya memiliki ruang di Daulah Islam, atau mengira bahwa ‘barang dagangan’ rusaknya dapat dijual di dalamnya, lalu ketika sesuatu dari keyakinan-keyakinannya tidak laku di kalangan ahli tauhid yang murni, maka tentunya dia akan kecewa. Negeri Khilafah yang bersih akan mengeluarkan dirinya, sebagaimana ia akan mengeluarkan orang-orang sebelumnya yang mencoba untuk menodai manhaj Khilafah, dan tak ada kemuliaan bagi dirinya.

ORANG-ORANG YANG MUNDUR ADALAH VIRUS DI SETIAP MASA


Adapun orang yang melihat kaburnya orang-orang buruk sebagai hujah untuk mencela jamaah kaum muslimin dan obyek untuk mencaci manhajnya, maka hendaklah kembali kepada kitab-kitab tafsir dan telisiklah terkait untuk siapa ayat ini diturunkan:
“Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim. Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya laknat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) la’nat para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh. Kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran: 86-89)
Imam Ath-Thabari meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas radhiallahu’anh, dia mengatakan, “Ada seorang laki-laki dari Anshar yang masuk Islam, kemudian dia murtad dan melakukan kesyirikan. Lalu dia menyesal dan menghubungi kaumnya, ‘Utuslah seseorang kepada Rasulullah (untuk menanyakan); apakah ada taubat untukku?’ Lalu turunlah ayat-ayat ini, maka kaumnya dikirim kembali untuk menemuinya, dan dia pun masuk Islam.” (Jami’ Al-Bayan fi Ta`wil Al-Qur`an)
Ubaidillah bin Jahsy berhijrah ke Habasyah bersama sang istri, Ummul Mukminin Habibah radhiallahu’anh. Namun kemudian otaknya terbalik, lalu murtad, dan memeluk Nasrani di sana, sehingga mati di atas kemurtadan. Apakah hal tersebut menjadi cela bagi dakwah dan risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alihi wasallam ? Na’udzubillah. Hanya saja, ada debu di mata para pembenci dan sungguh mulia orang-orang yang adil.
Daulah Islam, para amir, dan bala tentaranya tidak perlu merasa berdosa dan khawatir, seandainya seluruh manusia berpaling darinya atau dari mereka, selama Rabbnya manusia berfirman kepada Sang Manusia Terbaik, “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (At-Taubah: 129)
Semoga Allah mencatat pahala untuk Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu’anh tatkala dia berkata, “Demi Allah saya tidak peduli jika saya mendapati tiga ratus orang yang sabar sebagaimana kesabaranku, meski seluruh penduduk bumi menyerangku.” (Siyar A’lam An-Nubalaa)

WAHAI RABB KAMI,
JANGANLAH ENGKAU JADIKAN HATI KAMI
CONDONG KEPADA KESESATAN

Seiring dengan penegasian sampah dan purifikasi barisan, kita juga memohon kepada Allah agar meneguhkan kita dan tidak menjadikan kita termasuk ke dalam barisan orang yang tergelincir kakinya. Kami mengingatkan kepada para pengusung tauhid, dari kalagan rakyat dan bala tentara, agar tidak terpesona oleh kebaikan dan keteguhan orang-orang yang mundur. Karena sejatinya keteladanan ada di akhir, bukan di permulaan. Kendati orang yang mundur tergelincir ke tingkatan-tingkatan kebatilan, maka seyogianya seorang mukmin yang cerdas tidak membesar-besarkan hal itu, dan semestinya dia mengkhawatirkan dirinya sendiri atas berbagai fitnah yang menyelubungi kita. Bahkan sosok Pemilik Kedudukan Mulia saja tidaklah merasa aman dari fitnah atas dirinya. Sumpah yang paling sering dilontarkan oleh Nabi shallallahu ‘alihi wasallam, sebagaimana tertera dalam Shahih Al-Bukhari, dari Ibnu Umar yang berkata, “Sumpah Nabi adalah: “La, ya muqallibal-qulub.” (Tidak, wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab, dia berkata, “Aku bertanya kepada Ummu Salamah, ‘Wahai Ummul Mukminin, apa doa yang paling sering dipanjatkan Rasulullah jika berada di sisimu?’ Dia menjawab, ‘Yang sering dibaca oleh Nabi adalah: ‘Ya muqallibal-qulub tsabbit qalbi ‘ala dinik’ (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)’.”
Ummu Salamah berkata, “Aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, kenapa engkau sering berdoa dengan doa: ‘Ya muqallibal-qulub tsabbit qalbi ‘ala dinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)’. ” Beliau bersabda, “Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Maka ketahuilah wahai orang yang Allah anugerahi pengetahuan tentang syirik kepadanya, yang mana tidak diketahui banyak manusia hari ini, sesungguhnya Dia telah menganugerahi kenikmatan teragung: “Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira,” (Yunus: 58), “tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan,” (Al-Hujurat: 7), hingga firman-Nya: “sebagai karunia dan nikmat dari Allah,” (Al-Hujurat: 8), kemudian orang yang dianugerahi Allah dengan hal itu janganlah merasa aman dari terkena fitnah.” (Ad-Durar As-Saniyyah)
Hendaklah setiap muwahhid sangat berhati-hati apabila hatinya menyimpang atau sesat, atau merasa ujub (bangga) kepada dirinya sendiri, karena Allah Ta’ala berfirman, “Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka,” (Al-An’am: 110). Kita berlindung kepada Allah dari mundur ke belakang setelah bergerak maju ke depan.
Dan akhir seruan kami, segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam. Shalawat serta salam untuk Nabi dan Rasul pamungkas, Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.

Source: ALFATIHIN 02

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...