Bunuhlah Para Pemimpin Kekafiran,
Karena Mereka Tak Dapat Dipegang Janjinya
Tidaklah seorang
thaghut, dari sekian banyaknya mereka, yang menghegemoni manusia, melainkan dia
pasti berupaya menjadikan manusia itu sebagai budak bagi dirinya. Di antara
para thaghut, ada yang memanfaatkan iming-iming harta dan kedudukan untuk
mendekatkan manusia kepadanya. Ada pula yang menggunakan paksaan dan kekuatan
untuk membuat mereka tunduk kepadanya. Ada juga yang menggunakan makar dan tipu
daya agar mereka rela kepadanya. Dengan masing-masing menggunakan berbagai
metode dan muslihatnya, para thaghut senantiasa menggunakan semua itu sejak
lama, sehingga semuanya sangat dikenal dan populer, diikuti dan diulang-ulang
sepanjang masa dan tempat.
Dan di antara sarana terpenting
yang dilakukan para thaghut untuk memperdaya kaum muslimin adalah para ulama suu`
(durjana) yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya, menyembunyikan
keterangan-keterangan, menulis ‘Al-Kitab’ dengan tangan mereka sendiri kemudian
menisbatkan apa yang mereka tulis itu kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan
Rasul-Nya yang mulia. Atau mereka mengubah syariat Allah; menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal.
Di tangan para thaghut, kaum murtad
dari kalangan ulama durjana senantiasa menjadi alat kendali untuk menaklukkan
manusia, dan agar manusia menghamba kepada mereka yang menjadi tuhan selain
Allah subhanahu wa ta’ala. Para ulama durjana masih menjalani peran para
penyihir Firaun; mereka menyihir mata dan akal manusia, membuat kerancuan untuk
mereka, sehingga memperlihatkan kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan
sebagai kebenaran, mendorong manusia agar loyal kepada para thaghut dan bala
tentara mereka, serta berlepas diri dari para nabi dan para pengikut mereka
dengan baik hingga Hari Akhir.
Seiring semakin hebatnya peperangan
antara kaum muslimin dengan para thaghut, beserta pihak-pihak di belakang
mereka dari berbagai bangsa kekafiran –utamanya para Salibis– pasar para ulama
durjana kian laris. Nilai mereka semakin tinggi di istana-istana para thaghut.
Berbagai saluran dan stasiun televisi milik thaghut berlomba-lomba untuk
mewancarai mereka. Di hadapan mereka dibukakanlah seluruh masjid dan
forum-forum keilmuan, buku-buku mereka dicetak, foto mereka disebarluaskan, dan
mereka diberi julukan tak terhitung. Demikianlah agar mereka sukses menunaikan
misi yang dibebankan, yaitu memerangi tauhid dan para pengusungnya, serta
membela thaghut dan para loyalisnya.
Lebih dari itu, sejumlah ulama
durjana melakukan semua itu secara sukarela, menambah perkataan keji dengan
perbuatan yang lebih keji. Mereka turut memata-matai (tajassus) aib kaum
muslimin, mengorek-ngorek pernyataan mereka, dan berusaha menjatuhkan mereka
untuk kemudian diserahkan kepada bala tentara thaghut, sehingga kemudian
menjebloskan mereka ke dalam penjara, menimpakan fitnah (cobaan) untuk agama
mereka, dan membunuh mereka. Semua itu dilakukan melalui fatwa-fatwa artifisial
orang-orang murtad dari kalangan para ulama thaghut.
Sejumlah mujahidin melakukan
kekeliruan beberapa tahun terakhir ini tatkala mereka berbaik sangka kepada
para ‘rahib’ kekafiran itu. Mereka mengira bahwa yang mendorong mereka untuk
memusuhi kaum muwahhid (bertauhid) adalah syubhat yang akan lenyap dengan ilmu,
atau ketidaktahuan akan kondisi yang dapat ditutup dengan penjelasan. Sehingga
mujahidin mengupayakan diri mereka dan menyia-nyiakan waktu mereka; dengan
mengirim banyak surat dan perwakilan untuk berdialog dengan mereka serta
menjelaskan kemuskilan mereka. Besar harapan, mereka mendapatkan petunjuk ke jalan
yang lurus. Namun, para kriminal itu justru malah semakin jauh dari kebenaran
dan para pengusungnya, serta lengket dengan thaghut dan para anteknya.
Mujahidin Daulah Islam sejak lama
telah menyadari bahwa wacana para ulama thaghut adalah wacana kekafiran kepada
Allah Yang Maha Agung. Sejatinya status hukum seorang ulama thaghut tidaklah
berbeda dengan status bala tentara thaghut, sehingga diperangi oleh mujahidin
yang mendekatkan diri kepada Allah dengan membunuhi mereka. Bahkan, mujahidin
tidak ragu lagi bahwa para ulama thaghut lebih dahsyat kekafirannya dan perang
yang dilancarkan mereka melawan kaum muslimin lebih hebat ketimbang bala
tentara thaghut dan institusi-institusi intelijen mereka. Pasalnya, merekalah
yang menjustifikasi kekafiran dan kemurtadan mereka dari Islam. Merekalah yang
mengagitasi para tentara thaghut untuk memerangi kaum muslimin dan loyal kepada
orang-orang musyrik. Dan mereka jugalah yang merintangi manusia dari berjihad
melawan musuh-musuh Allah, sehingga menyesatkan mereka dari jalan Allah. Bahkan
mereka adalah para pemimpin kekafiran yang difirmankan oleh Allah:
فَقَٰتِلُوٓاْ أَئِمَّةَ ٱلۡكُفۡرِ
إِنَّهُمۡ لَآ أَيۡمَٰنَ لَهُمۡ لَعَلَّهُمۡ يَنتَهُونَ
“maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir
itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat
dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti,” (At-Taubah: 12).
Oleh karenanya, sesungguhnya
tentara Daulah Islam –berkat karunia Allah– tidak segan-segan membunuh para
ulama durjana yang loyal kepada orang-orang musyrik. Popularitas nama mereka,
segudang julukan mereka, banyaknya murid dan pengikut mereka, serta besarnya
organisasi dan partai-partai mereka, semua itu tidak menghalangi mujahidin
menerapkan hukum Allah kepada mereka. Mujahidin juga tidak takut kepada celaan
orang dungu atau tikaman orang dengki. Mujahidin akan memenggal kepala mereka,
baik dengan muslihat atau secara terang-terangan, menyembelih dengan pisau,
meledakkan dengan alat-alat peledak, serta menghancurkan kepada mereka dengan
senapan dan pistol. Berkat anugerah Allah, mujahidin tiada henti mengintai
mereka, mencari-cari kesempatan untuk membunuh mereka, sebagaimana keadaan
sejumlah kelompok murtad yang mengklaim mendekatkan diri kepada Allah dengan
memerangi mujahidin.
Para ulama thaghut di negara-negara
kafir mengira mereka akan aman dari serangan mujahidin serta selamat dari
senapan-senapan serbu unit pasukan inghimasi (jibaku), pistol-pistol
berperedam unit detasemen rahasia, dan belati-belati para ‘serigala sendirian’.
Sungguh jauh persangkaan mereka.
Sesungguhnya kami –dengan izin
Allah– akan mengintai mereka di mana pun mereka berada, mengikuti mereka kemana
pun mereka lari, untuk kami penggal kepala mereka, kami bungkam lisan mereka
dalam memerangi kaum muslimin, dan kami akan kawal syariat Allah dari mereka yang
telah menyelewengkan teks-teks syariat dan mengubah hukum-hukumnya. Kami akan
memerangi mereka sebagaimana kami memerangi majikan mereka, yaitu para thaghut.
Mereka tiada bedanya. Sebagaimana Rabb kami telah memerintahkan kami dengan
berfirman,
وَقَٰتِلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
كَآفَّةٗ كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمۡ كَآفَّةٗۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ
“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah
beserta orang-orang yang bertakwa,” (At-Taubah: 36)
Kami menggelorakan kaum muslimin di
setiap tempat untuk membunuh mereka, sebagaimana kami mengagitasi kalian untuk
memerangi kaum Salibis dan murtadin, kecuali apabila mereka bertaubat dari
kemurtadan mereka dan kembali kepada agama mereka.
Allah berfirman,
يَحۡلِفُونَ بِٱللَّهِ مَا
قَالُواْ وَلَقَدۡ قَالُواْ كَلِمَةَ ٱلۡكُفۡرِ وَكَفَرُواْ بَعۡدَ إِسۡلَٰمِهِمۡ
وَهَمُّواْ بِمَا لَمۡ يَنَالُواْۚ وَمَا نَقَمُوٓاْ إِلَّآ أَنۡ أَغۡنَىٰهُمُ ٱللَّهُ
وَرَسُولُهُۥ مِن فَضۡلِهِۦۚ فَإِن يَتُوبُواْ يَكُ خَيۡرٗا لَّهُمۡۖ وَإِن
يَتَوَلَّوۡاْ يُعَذِّبۡهُمُ ٱللَّهُ عَذَابًا أَلِيمٗا فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۚ
وَمَا لَهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مِن وَلِيّٖ وَلَا نَصِيرٖ
“karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan
karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik
bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka
dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah
mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi,” (At-Taubah: 74).
Source: ALFATIHIN 03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar