7/30/2019

MADZHAB AHLUS SUNNAH - Oleh Ibnu Taimiyah


MADZHAB AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH DALAM
MASALAH PARA SHAHABAT RASULULLAH, ISTERI,
DAN AHLI BAIT BELIAU

Salah satu prinsip Ahlu Sunnah adalah bersihnya hati mereka dari kedengkian, kebencian, dan permusuhan terhadap para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lidah mereka juga bersih dari perbuatan mencaci dan mencela. Mereka memohon keridhaan untuk para sahabat dan mendoakan mereka :

رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ

"Wahai Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami."
(Al-Hasyr : 10).

Mereka mematuhi perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda :


لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ كُدًّا أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيقَهُ

"Janganlah kalian mencela para Sahabatku.
Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, jika salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar Uhud, niscaya tidak sebanding dengan satu mud mereka atau setengahnya.

[Al-Bukhari, "Fathul Bari", VII/21 dan Muslim IV/1967.]

Mereka menerima keutamaan-keutamaan para shahabat sebagaimana yang dikabarkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka lebih mengutamakan para shahabat yang telah berinfak dan berperang sejak sebelum Fathu Makkah. Mereka lebih mengutamakan shahabat-shahabat Muhajirin di atas shahabat-shahabat Anshar. Mereka juga mengutamakan sepuluh shahabat Muhajirin yang diberi kabar gembira masuk jannah. Mereka meyakini bahwa Allah telah melihat kepada Ahli Badar yang berjumlah tiga ratus lebih belasan orang, lalu berfirman :

إِعْمَلُوا مَاشِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ

"Berbuatlah kalian semau kalian, karena sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian."
[Al-Bukhari, "Fathul Bari", VII/305 dan Muslim IV/1941.]

Mereka meyakini bahwa tidak ada seorang puri di antara mereka yang telah berbai'at di bawah “pohon” (dalam Bai'atur Ridwan) yang akan masuk naar. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ بَايِعَ تَحْتَ السَّجَرَةِ

"Tidak akan masuk naar seorangpun yang telah berbai'at di bawah pohon.”
[Muslim IV/1942.]

Mereka yang berbai'at itu berjumlah seribu empat ratus orang. Ahlus Sunnah wal Jama'ah juga meyakini, akan masuk jannah orang-orang yang dikabarkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam akan memasukinya, seperti Tsabit bin Qais bin Syamas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersaksi bahwa ia masuk jannah. [Muslim 1/110.].

Demikian halnya sepuluh shahabat yang dikabarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan masuk jannah. Mereka adalah : Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Az-Zubair, Thalhah, Sa'ad bin Malik bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin Al-Jarah, serta Sa'id bin Zaid [Abu Dawud, '"Aunul ma'bud" XXI/401 dan At-Tirmidzi V/647].

Mereka mengakui bahwa Sebaik-Baik Umat Ini Setelah Nabi mereka adalah : Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman, kemudian Ali radhiallahu’anhum [Al-Bukhari, "Fathul Bari", VII/53.].

Mereka berlepas  diri dari paham Rafidhah -di muka telah dijelaskan pemahaman mereka- dan Nawashib yang mengkafirkan dan mencela Ahlul Bait, serta menampakkan permusuhan terhadap Ahlul Bait. Ahlus Sunnah menahan diri dari perselisihan di antara mereka dan apa saja yang benar-benar terjadi pada sejarah mereka, karena mereka adalah para mujtahid yang benar, atau kalau tidak mereka adalah mujtahid yang keliru. Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa tidak ada seorang pun yang ma'shum dari dosa besar kecuali para nabi 'alaihim ash-shalah was salam.

Para shahabat bisa saja melakukan dosa-dosa, akan tetapi mereka memiliki banyak keutamaan yang menghapuskan keburukan itu. Mereka adalah sebaik-baik generasi.1 ' Bisa jadi pula, shahabat yang pernah melakukan dosa itu telah bertaubat. Mereka juga orang yang paling berbahagia dengan syafa'at Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ahlus Sunnah mencintai Ahlul Bait Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dikarenakan hal itu telah diwasiatkan oleh beliau. [Muslim IV/1873 dan IV/1782]

Mereka berwala' kepada isteri-isteri Nabi dan memohonkan keridhaan untuk mereka. Mereka juga meyakini bahwa isteri-isteri beliau tersebut adalah isteri-isteri beliau di akhirat. Mereka adalah ibu bagi kaum mukminin (umahatul mukminin) dipandang dari segi penghormatan, pengagungan, dan pengharaman menikahi mereka. Mereka adalah wanita-wanita suci yang bebas dari setiap keburukan. Ahlus Sunnah berlepas diri dari siapa saja yang menyakiti atau mencela mereka. Ahlus Sunnah mengharamkan untuk mencaci dan menuduh mereka. Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan mereka, kaji kembalilah hadits-hadits tersebut [Al-Bukhari, "Fathul Bari", VII/133 dan VII/106 dan Muslim IV/1886 dan IV/1895].

 Semoga Allah meridhai mereka beserta seluruh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.


MADZHAB AHLUS SUNNAH DALAM MASALAH
KARAMAH PARA WALI


Ahlus Sunnah mempercayai karamah para wali. Karamah adalah sesuatu yamg luar biasa, yang terjadi bukan pada seorang nabi. Bila hal itu terjadi pada seorang nabi, maka disebut sebagai mukjizat.

Sesuatu yang luar biasa tidak menjadi karamah kecuali bila ia terjadi pada seorang hamba yang nyata keshalihannya, yang memiliki aqidah sahih dan amal shalih. Bila sesuatu yang luar biasa itu terjadi pada diri orang-orang yang menyimpang, maka ia merupakan salah satu dari rekayasa syaithan. Bila hal itu terjadi pada seseorang yang belum diketahui keadaannya, maka keadaannya tersebut diukur dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Sebagaimana diriwayatkan dari Imam Syafi'i, bahwa beliau berkata :


إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَسِيرُ عَلَى الْمَاءِ وَيَطِيرُ فِي الْهَوَأء فَلَا تُصَدِّقُوهُ حَتَّى تَعْرِضُوا حَالَهُ عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ

Apabila kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di udara,
maka janganlah kalian mempercayainya
sebelum kalian menilai keadaan dirinya berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah.

Atau sebagaimana kata beliau Rahimahullah. Ahlus Sunnah mempercayai dan meyakini dengan seyakin-yakinnya akan adanya karamah para wali dan berbagai hal luar biasa yang terjadi pada mereka, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan, macam-macam kemampuan, dan pengaruh. Di antaranya adalah kisah Ashabul Kahfi yang tidur panjang. Contoh lain adalah kemurahan Allah kepada Maryam binti Imran yang mendapat rizki sedangkan ia masih berada di dalam mihrab.

Salah satu contoh lain adalah ucapan Umar bin Al-Khattab ketika di atas mimbar: "Wahai Sariyah, ke gunung!" Beliau melihat pasukan yang berada di Nahawand tersebut dan Sariyah tersebut mendengar perkataan beliau, sekalipun dari jarak yang jauh.

Banyak lagi contoh karamah tersebut, yang tidak terhitung jumlahnya. Kebanyakan dari hal itu saya lihat terdapat dalam buku Al-Alamah Syaikh Ibnu Taimiyah, yaitu "Al-Furqan Baina Auliya' Ar-Rahman wa Auliya' Asy-Syaithan."


JALAN YANG DITEMPUH AHLUS SUNNAH
ADALAH ITTIBA'


Ahlus Sunnah mengikuti perkataan, perbuatan, dan pengakuan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan inilah yang dimaksud dengan mengikuti jejak beliau (ittiba'). Adapun mengikuti jejak-jejak fisik beliau yang tidak merupakan bagian dari Din, seperti tempat kencing, tidur, dan berjalan beliau, maka tidak diperbolehkan mencari-cari hal itu, karena hal itu merupakan sarana menuju kesyirikan. Salah satu jalan (cara) yang dianut oleh Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah mengikuti perkataan para shahabat ketika tidak ditemukan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun ketika terdapat nash dari Al-Kitab dan As-Sunnah, maka nash tersebut haruslah didahulukan daripada pendapat siapapun.

Allah Ta'ala berfirman :

لَّٰكِنِ ٱلرَّٰسِخُونَ فِي ٱلۡعِلۡمِ مِنۡهُمۡ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَۚ وَٱلۡمُقِيمِينَ ٱلصَّلَوٰةَۚ وَٱلۡمُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ أُوْلَٰٓئِكَ سَنُؤۡتِيهِمۡ أَجۡرًا عَظِيمًا

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As-Sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
(An-Nisa' : 162).

Ahlus Sunnah wal Jama'ah mematuhi wasiat Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berpegang kepada sunnah-Nya dan sunnah Khulafaur Rasyidin. Mereka mengigitnya dengan geraham mereka dan memegangnya erat-erat sebagai pelaksanaan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka mengutamakan firman Allah, kemudian petunjuk Rasulullah Karena itulah mereka disebut sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

[ Lihat hadits Al-Trbadh bin Sariyah dalam Sunan At-Tirmidzi, Abu Dawud dalam '"Aunul Ma'bud" XII/358, Ibnu Majah 1/15, dan Musnad Ahmad IV/126. Lihat pula "Al-Ajwibah Al-Ushuliyah", hal. 140 dan "Syarh Ath-Thahawiyah", tahqiq Al-Arnauth, hal. 495.]


DASAR-DASAR YANG DIGUNAKAN OLEH
AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH UNTUK MENGUKUR
AMALAN SELURUH MANUSIA


Ahlus Sunnah menggunakan tiga dasar untuk mengukur kebenaran amal perbuatan manusia, baik yang lahir maupun yang batin, yang berkaitan dengan Din. Dasar-dasar itu adalah :

1. Kitabullah 'Azza wa Jalla, yang merupakan sebaik-baik perkataan, barangsiapa berkata dengannya pasti benar, barangsiapa berhukum dengannya pasti adil, barangsiapa yang berpegang teguh padanya pasti mendapatkan petunjuk kepada jalan yang lurus, dan barangsiapa menyimpang darinya pasti tersesat dan sengsara di dunia dan akhirat. Ahlus Sunnah tidak mengutamakan perkataan siapapun daripada perkataan Allah ini.

2. Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka tidak mengutamakan perkataan seorang makhluk Allah pun daripada sunnah Rasul yang shahih.

3. Kesepakatan (ijma') yang terjadi di masa generasi pertama umat ini, sebelum terjadinya perpecahan, perluasan Islam, serta sebelum bermunculannya bid'ah dan perbedaan pendapat.

Adapun pendapat-pendapat yang datang setelah itu, maka mereka timbang dengan ketiga
dasar ini. Bila sesuai dengannya, maka mereka menerimanya. Tetapi bila tidak sesuai dengannya, maka mereka menolaknya, tanpa memandang siapa yang mengucapkannya. Inilah manhaj yang benar dan pemahaman yang lurus.


AKHLAK AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH


Penulis Rahimahullah Ta'ala mengakhiri tulisan tentang aqidahnya ini dengan sifat-sifat mulia yang disandang oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Di antara kebaikan dan akhlak mulia mereka adalah : Memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar.

Ma'ruf adalah segala yang dinilai baik oleh syar'i maupun akal sedangkan Munkar adalah segala yang dinilai buruk berdasarkan syar'i maupun akal.

Allah Ta'ala berfirman :

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(Ali Imran : 104).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda :

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ, فَإِنْ لَمْ يَسَتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ, فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَافُ الْإِيمَانِ

"Barangsiapa di antara kalian melihat sesuatu yang munkar, maka hendaklah merubahnya dengan tangannya. Apabila ia tidak mampu, hendaklah dengan lisannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dengan hatinya, dan ini selemah-lemah IMAN."
[Muslim 1/69]

Ketiga hal yang disebutkan dalam hadits ini merupakan tingkatan-tingkatan amar ma'ruf nahyi munkar, yaitu dengan tangan, kemudian dengan lisan, dan terakhir dengan hati.

Di antara akhlak mulia Ahlus Sunnah adalah memberikan nasihat (ketulusan) untuk Allah, rasul-Nya, imam-imam kaum muslimin, dan kalangan awam mereka; orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain ibarat bangunan yang tersusun kokoh; mereka mengasihi saudara-saudara muslim mereka; mereka menganjurkan akhlak mulia dan perbuatan yang baik; mereka memerintahkan berlaku sabar dan berbuat baik kepada hamba-hamba Allah sesuai dengan keadaan dan hak mereka, baik kepada kerabat, anak yatim, maupun fakir miskin; dan mereka melarang bersikap congkak dan sombong. Segala yang mereka lakukan tidak lain dalam rangka mengikuti Al-Kitab dan As-Sunah.

Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita berada di dalam thaifah (kelompok) yang senantiasa berada di atas kebenaran, mendapatkan pertolongan, dan yang tidak terkena mudharat. dari orang yang memusuhi atau yang enggan menolong, sampai terjadinya kiamat, sesungguhnya, Dialah yang berwewenang dan berkuasa atas hal itu. Dan semoga Allah melimpahkan shalawat kepada nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik, hingga hari pembalasan.



Source:
Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Oleh: Sa’id bin Ali bin Wahfi AI-Qahthaniy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...