HUKUM
SYARI’AT
BUKAN HUKUM JAHILIYAH
Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kita dari
hukum thaghut, dan mencurahkan nikmat kepada kita dengan hukum syariat, juga
mengembalikan Khilafah untuk kita. Shalawat serta Salam dan keberkahan semoga
senantiasa tercurahkan kepada hamba dan Rasul-nya, melalui terjangan kuda,
beliau menghapus hukum jahiliah. Dan aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak
diibadahi kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Amma ba’du:
Sungguh Allah telah mengutus Rasul-Nya shallallahu’alaihi
wasallam dengan dakwah Tauhid (pengesaan) kepada Allah dalam hal Rububiyah, Uluhiyah, serta asmaa` (nama-nama) dan sifat-Nya, meskipun orang-orang jahiliah
dahulu menetapkan tauhid Rububiyah secara global, hanya saja mereka membatalkan
pengakuan tersebut dengan terjatuhnya mereka ke dalam berbagai macam syirik
yang membatalkan tiga jenis tauhid itu (Rububiyah,
Uluhiyah, serta asmaa` dan sifat-sifatNya).
Sebagian
Besar Mereka Tidak Beriman Kepada Allah,
Melainkan
Mereka
Menyekutukan Allah
Allah subhaanahu wata’ala mengabarkan bahwa sesungguhnya
orang-orang kafir itu ketika ditanya, “Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua
yang ada di dalamnya?” Mereka akan menjawab, “Kepunyaan Allah.” Dan jika mereka
ditanya, “Siapakah Rabb (pemilik) ketujuh langit dan Rabb Arsy yang agung?”
Mereka akan menjawab, “Milik Allah.” Dan jika mereka ditanya, “Siapakah yang di
tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi
tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya?” Mereka akan menjawab,
“Kepunyaan Allah.” Meskipun begitu, mereka tidaklah ingat, tidak pula takut
kepada Allah, serta tidak takut kepada azab-Nya! Kendati mereka mengakui bahwa
sesungguhnya Allah-lah subhaanahu wata’ala Sang Pemilik kerajaan, Sang
Pencipta, Sang Pengatur, Maha Pemberi Rizki, Dzat yang Maha menghidupkan dan
mematikan, namun sejatinya mereka menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Padahal
mereka mengakui bahwasanya segala sesuatu selain Allah adalah makhluk.
Dari Abdullah ibnu Abbas, dia berkata: “Dulu kaum musyrikin
mengatakan, ‘Labaika La Syarika Laka (Aku penuhi seruan-Mu tiada sekutu
bagi-Mu),’ maka Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bersabda, ‘Celakalah
kalian, cukup, cukup!’ Maka mereka berkata, ‘Kecuali sekutu dia bagi-Mu,
Engkau kuasai ia sedangkan ia tidak menguasai, mereka mengatakan ini saat
mereka thawaf di Baitullah.” (HR. Muslim).
Padahal kaum musyrikin itu ketika dalam bahaya, mereka berlindung
kepada Allah semata, hanya saja di saat dalam kondisi lapang, mereka kembali
kepada apa yang biasa mereka lakukan berupa menyekutukan Allah.
Allah subhaanahu wata’ala berfirman,
فَإِذَا
رَكِبُواْ فِي ٱلۡفُلۡكِ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ فَلَمَّا
نَجَّىٰهُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ إِذَا هُمۡ يُشۡرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al-Ankabut: 65)
Sungguh mereka telah berbuat syirik dalam beribadah kepada Allah,
mereka berdoa kepada yang tidak dapat mendatangkan bahaya dan tidak pula
memberi manfaat bersama Allah. Mereka menghadap kepada para thaghut dengan
berbagai macam ibadah, berhukum kepada mereka, dan mendustakan Allah dengan
perkataaan mereka:
مَا
نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3)
Sungguh Allah telah mengutus para rasul dan para nabi-Nya; mereka
mengajak beriman kepada Allah dan mengesakan-Nya dengan ibadah, kafir kepada
thaghut seluruhnya. Maka tidaklah sah iman seseorang dari golongan manusia
maupun jin kecuali mereka harus menghimpun dua perkara; beriman kepada Allah
dan kafir kepada thaghut.
Allah subhaanahu wata’ala berfirman,
وَلَقَدۡ
بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ
فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ
فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di
antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di
antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya . Maka berjalanlah
kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (para rasul).” (An-Nahl: 36)
Maka setiap orang yang menolak mengesakan Allah dengan ibadah,
atau menolak menjauhi thaghut dan kufur kepadanya, maka dia itu orang yang
sesat serta mendustakan para rasul Allah, dia berhak mendapatkan siksa Allah
yang dengan siksa itu Dia juga membalas orang-orang kafir.
Para rasul shallallahu’alaihi
wasallam menerangkan bahwa Allah
tidaklah menerima dari para hamba-Nya kecuali Islam yang jernih dan tauhid yang
murni. Para rasul itu mengabarkan kepada manusia bahwa sesungguhnya mereka
tidaklah diutus melainkan agar hanya Allah sajalah yang diibadahi, sebagaimana
Allah berfirman,
وَمَآ
أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ
إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan
Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Al-Anbiyaa`: 25)
Dan mengabarkan kepada mereka bahwasannya Allah :
إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن
يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا ٤٨
“Tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisaa`: 48)
Dan ketika kaum kafir menawarkan kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam agar mereka menyembah Allah selama setahun
dan beliau menyembah tuhan-tuhan mereka selama setahun pula, Allah menurunkan
surat Al-Kafirun sebagai pemisah antara iman dan pengusungnya serta antara
syirik dan pengusungnya;
قُلۡ
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١ لَآ
أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢ وَلَآ
أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٣ وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ ٤ وَلَآ
أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٥ لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ ٦
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku.” (Al-Kafirun: 1-6)
MENGESAKAN
ALLAH DALAM MENETAPKAN
SYARIAT DAN
HUKUM
Para rasul shallallahu’alaihi
wasallam telah menjelaskan
kepada kaumnya apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa tauhid, iman dan
amalan-amalan shalih, serta memperingatkan mereka dari hal-hal yang dapat
membatalkan semua itu berupa berbagai macam kekafiran, kesyirikan, kefasikan,
dan kemaksiatan. Lalu di antara perkara yang dijelaskan para rasul dengan
sangat jelas adalah perkara bahwa sesungguhnya menentukan hukum itu hak Allah subhaanahu
wata’ala semata, sebagaimana bahwasannya Allah itu esa dalam penciptaan, maka
Dia pun esa dalam memerintah. Allah berfirman, “Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah.” (Al-A’raaf: 54), dan telah turun
tiga ayat Makiyah (turun di Makkah) yang menetapkan bahwasannya: “Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah.” (Al-An’am: 57, Yusuf: 40 & 67)
Padahal Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan para Sahabat saat itu dalam keadaan
tertindas di Makkah, hanya saja Allah memerintahkan beliau untuk melantangkan bahwa
agama yang agung ini datang dari sisi Allah untuk mengatur kehidupan manusia
dengan setiap rinciannya dan tidak membiarkannya mengikuti hawa nafsu mereka.
Maka, penetapan syariat adalah hak murni milik Allah subhaanahu wata’ala
sebagaimana Dia tidak memiliki sekutu dalam peribadatan-Nya, demikian pula
tiada sekutu bagi-Nya dalam hukum-Nya. Allah berfirman terkait ibadah,
فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ
لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ
رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya,” (Al-Kahfi: 110)
dan Dia berfirman terkait hukum,
وَلَا يُشۡرِكُ فِي
حُكۡمِهِۦٓ أَحَدٗا
“Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi
sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (Al-Kahfi: 26)
Dalam ayat ini ada dua bacaan yang sama-sama
mutawatir (valid); “la yusyriku” dengan huruf “kaf” ber-dhammah, jadi
Allah mengabarkan bahwa tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang boleh
menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum-Nya, sedangkan bacaan kedua: “wala
yusyrik” dengan bentuk melarang untuk menjadikan makhlu sebagai sekutu
bagi-Nya dalam penetapan hukum, Allah - subhaanahu wata’ala -berfirman dalam
surat Al-Jatsiyah,
ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ
شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ
لَا يَعۡلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas
suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu
dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui,” (Al-Jatsiyah: 18)
dan sebagian ulama menamainya dengan surat
“Asy-Syariat” karena ayat ini disebutkan di dalamnya.
TAUHID
(PENGESAAN) DALAM HUKUM
DAN TASYRI’ (PENSYARIATAN)
MASUK DALAM
KETIGA
MACAM TAUHID
Pertama: Masuk ke dalam Tauhid Rububiyah:
Allah-lah yang memiliki hak (mengatur) urusan, dan Dia pulalah
yang memiki hak menetapkan hukum dan syariat, hal ini merupakan salah satu
perbuatan Allah subhaanahu wata’ala (di antara keduanya ada yang umum dan
khusus) dan ia (mentauhidkan Allah dalam hak hukum dan tasyri’) merupakan
bentuk pentauhidan Allah dengan Rububiyah, Allah berfirman,
أَلَا
لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha
Suci Allah, Tuhan semesta alam,” (Al-A’raaf: 54)
“Tabaraka” artinya Maha Banyak kebaikan dan kedermawanan-Nya, maka Maha suci
Allah, Ilah yang Maha Mencipta, Mahamampu, Maha Memerintah dengan perbuatan
baik dan meninggalkan keburukan serta segala yang dapat membinasakan.
Kedua: Masuk Ke Dalam Tauhid Asmaa` (nama-nama) dan sifat-sifat
Allah.
Allah subhaanahu wata’ala adalah Al-Hakam (Maha Menghukumi) dan
hanya kepada-Nyalah hak menetapkan hukum, sebagaimana telah tetap dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits riwayat An-Nasaa` dan Abu Dawud
di dalam As-Sunan.
Dan perhatikanlah ayat yang mulia berikut:
أَفَغَيۡرَ
ٱللَّهِ أَبۡتَغِي حَكَمٗا وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكِتَٰبَ
مُفَصَّلٗا
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal
Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quraan) kepadamu dengan terperinci?” (Al-An’am: 114)
Bagaimana ayat ini menunjukkan bahwa berhukum dengan apa yang
Allah turunkan termasuk ke dalam tiga macam tauhid. Maka Allah subhaanahu wata’ala
adalah Al-Hakam yang berarti Al-Hakim (Dzat yang memutuskan hukum) juga
bermakna Al-Hakiim (Dzat yang dijadikan rujukan hukum), karena Al-Hakam adalah
bagian dari nama-namaNya, sedangkan Al-Hukmu (hukum) adalah bagian dari sifat
dan perbuatan- Nya;
إِنَّ
ٱللَّهَ يَحۡكُمُ مَا يُرِيدُ
“Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki- Nya,” (Al-Maa`idah: 1).
Dan dalam sebuah ayat terdapat istifham inkari (pertanyaan
menegasikan);
أَفَغَيۡرَ
ٱللَّهِ أَبۡتَغِي حَكَمٗا
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah?!” (Al-An’am: 114).
Maka barangsiapa yang mengerti keagungan Allah, nama-nama-Nya yang
baik, dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, bagaimana bisa dia mencari hakim selain
daripada Allah?
Ketiga: masuk ke dalam tauhid
Uluhiyah; berhakim kepada syariat Allah adalah sebuah bentuk ibadah yang hanya
diarahkan untuk Allah saja, sedangkan berhakim kepada selain syariat Allah
adalah syirik akbar, sehingga barangsiapa berhakim kepada selain syariat Allah,
maka sungguh dia telah berhakim kepada thaghut dan beriman kepadanya, wal-’iyadzubillah.
Allah berfirman,
أَلَمۡ
تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزۡعُمُونَ أَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ
وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوٓاْ إِلَى ٱلطَّٰغُوتِ
وَقَدۡ أُمِرُوٓاْ أَن يَكۡفُرُواْ بِهِۦۖ وَيُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُضِلَّهُمۡ
ضَلَٰلَۢا بَعِيدٗا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku
dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang
diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut , padahal
mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya,” (An-Nisaa`:
60),
dan jika seorang manusia tidaklah dapat masuk Islam kecuali ketika
dia telah beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut, maka tidak ragu lagi
bahwa sesungguhnya mereka yang mencari hukum kepada hakim yang tidak memutuskan
hukum dengan syariat Allah, maka mereka adalah orang-orang yang beriman kepada
thaghut dikarenakan tahakum (berhukumnya) mereka kepadanya, dan barang siapa
yang beriman kepada thaghut maka dia bukanlah seorang muslim,
kita memohon kepada Allah keteguhan di atas agama-Nya.
HUKUM
ALLAH
ATAUHUKUM JAHILIAH
Tidak ada selain hukum Allah yang Maha Menghukumi lagi Maha
Mengetahui selain pastilah hukum-hukum jahiliah yang zalim lagi menzalimi.
Apapun nama yang disematkan manusia kepada hukum dan undang-undang (UU)
tersebut, maka sejatinya ia adalah hukum jahiliah yang dimainkan oleh hawa
nafsu orang-orang kafir. Sehingga UU tersebut tidak dapat memberi ketetapan
kepada penganutnya. Dan dengan UU itu, mereka tidak dapat menggapai kebahagiaan
agama maupun dunia. Akan tetapi siapakah yang mengetahui bahwa hukum Allah
itulah sebaik-baiknya hukum? Hanya orang beriman yang yakin “
أَفَحُكۡمَ
ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ
يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maa`idah: 50)
Kita memohon kepada Allah agar menolong
Daulah Khilafah dan meneguhkan para pemimpin serta bala tentaranya, dan menahan
serangan orang-orang kafir, Allah amat besar kekuatan dan amat keras
siksaan-Nya.
SOURCE: Buletin RUMIYAH 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar