7/05/2019

HUKUM SYARI'AT BUKAN HUKUM JAHILIYAH


HUKUM SYARIAT
BUKAN HUKUM JAHILIYAH


Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kita dari hukum thaghut, dan mencurahkan nikmat kepada kita dengan hukum syariat, juga mengembalikan Khilafah untuk kita. Shalawat serta Salam dan keberkahan semoga senantiasa tercurahkan kepada hamba dan Rasul-nya, melalui terjangan kuda, beliau menghapus hukum jahiliah. Dan aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Amma ba’du:
Sungguh Allah telah mengutus Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam dengan dakwah Tauhid (pengesaan) kepada Allah dalam hal Rububiyah, Uluhiyah, serta asmaa` (nama-nama) dan sifat-Nya, meskipun orang-orang jahiliah dahulu menetapkan tauhid Rububiyah secara global, hanya saja mereka membatalkan pengakuan tersebut dengan terjatuhnya mereka ke dalam berbagai macam syirik yang membatalkan tiga jenis tauhid itu (Rububiyah, Uluhiyah, serta asmaa` dan sifat-sifatNya).

Sebagian Besar Mereka Tidak Beriman Kepada Allah,
Melainkan Mereka Menyekutukan Allah

Allah subhaanahu wata’ala mengabarkan bahwa sesungguhnya orang-orang kafir itu ketika ditanya, “Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada di dalamnya?” Mereka akan menjawab, “Kepunyaan Allah.” Dan jika mereka ditanya, “Siapakah Rabb (pemilik) ketujuh langit dan Rabb Arsy yang agung?” Mereka akan menjawab, “Milik Allah.” Dan jika mereka ditanya, “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya?” Mereka akan menjawab, “Kepunyaan Allah.” Meskipun begitu, mereka tidaklah ingat, tidak pula takut kepada Allah, serta tidak takut kepada azab-Nya! Kendati mereka mengakui bahwa sesungguhnya Allah-lah subhaanahu wata’ala Sang Pemilik kerajaan, Sang Pencipta, Sang Pengatur, Maha Pemberi Rizki, Dzat yang Maha menghidupkan dan mematikan, namun sejatinya mereka menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Padahal mereka mengakui bahwasanya segala sesuatu selain Allah adalah makhluk. 

Dari Abdullah ibnu Abbas, dia berkata: “Dulu kaum musyrikin mengatakan, ‘Labaika La Syarika Laka (Aku penuhi seruan-Mu tiada sekutu bagi-Mu),’ maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Celakalah kalian, cukup, cukup!’ Maka mereka berkata, ‘Kecuali sekutu dia bagi-Mu, Engkau kuasai ia sedangkan ia tidak menguasai, mereka mengatakan ini saat mereka thawaf di Baitullah.” (HR. Muslim)

Padahal kaum musyrikin itu ketika dalam bahaya, mereka berlindung kepada Allah semata, hanya saja di saat dalam kondisi lapang, mereka kembali kepada apa yang biasa mereka lakukan berupa menyekutukan Allah.
Allah subhaanahu wata’ala berfirman, 

فَإِذَا رَكِبُواْ فِي ٱلۡفُلۡكِ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ فَلَمَّا نَجَّىٰهُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ إِذَا هُمۡ يُشۡرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al-Ankabut: 65)

Sungguh mereka telah berbuat syirik dalam beribadah kepada Allah, mereka berdoa kepada yang tidak dapat mendatangkan bahaya dan tidak pula memberi manfaat bersama Allah. Mereka menghadap kepada para thaghut dengan berbagai macam ibadah, berhukum kepada mereka, dan mendustakan Allah dengan perkataaan mereka: 
 مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3) 

Sungguh Allah telah mengutus para rasul dan para nabi-Nya; mereka mengajak beriman kepada Allah dan mengesakan-Nya dengan ibadah, kafir kepada thaghut seluruhnya. Maka tidaklah sah iman seseorang dari golongan manusia maupun jin kecuali mereka harus menghimpun dua perkara; beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut. 

Allah subhaanahu wata’ala berfirman, 

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya . Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul).” (An-Nahl: 36) 

Maka setiap orang yang menolak mengesakan Allah dengan ibadah, atau menolak menjauhi thaghut dan kufur kepadanya, maka dia itu orang yang sesat serta mendustakan para rasul Allah, dia berhak mendapatkan siksa Allah yang dengan siksa itu Dia juga membalas orang-orang kafir. 

Para rasul shallallahu’alaihi wasallam menerangkan bahwa Allah tidaklah menerima dari para hamba-Nya kecuali Islam yang jernih dan tauhid yang murni. Para rasul itu mengabarkan kepada manusia bahwa sesungguhnya mereka tidaklah diutus melainkan agar hanya Allah sajalah yang diibadahi, sebagaimana Allah berfirman, 

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Al-Anbiyaa`: 25) 

Dan mengabarkan kepada mereka bahwasannya Allah : 

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا ٤٨
“Tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisaa`: 48) 

Dan ketika kaum kafir menawarkan kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam agar mereka menyembah Allah selama setahun dan beliau menyembah tuhan-tuhan mereka selama setahun pula, Allah menurunkan surat Al-Kafirun sebagai pemisah antara iman dan pengusungnya serta antara syirik dan pengusungnya; 

قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١  لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢  وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٣  وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ ٤ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٥  لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ ٦

“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (Al-Kafirun: 1-6) 


MENGESAKAN ALLAH DALAM MENETAPKAN
SYARIAT DAN HUKUM


Para rasul shallallahu’alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kaumnya apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa tauhid, iman dan amalan-amalan shalih, serta memperingatkan mereka dari hal-hal yang dapat membatalkan semua itu berupa berbagai macam kekafiran, kesyirikan, kefasikan, dan kemaksiatan. Lalu di antara perkara yang dijelaskan para rasul dengan sangat jelas adalah perkara bahwa sesungguhnya menentukan hukum itu hak Allah subhaanahu wata’ala semata, sebagaimana bahwasannya Allah itu esa dalam penciptaan, maka Dia pun esa dalam memerintah. Allah berfirman, “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.” (Al-A’raaf: 54), dan telah turun tiga ayat Makiyah (turun di Makkah) yang menetapkan bahwasannya: “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (Al-An’am: 57, Yusuf: 40 & 67) 

Padahal Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan para Sahabat saat itu dalam keadaan tertindas di Makkah, hanya saja Allah memerintahkan beliau untuk melantangkan bahwa agama yang agung ini datang dari sisi Allah untuk mengatur kehidupan manusia dengan setiap rinciannya dan tidak membiarkannya mengikuti hawa nafsu mereka. Maka, penetapan syariat adalah hak murni milik Allah subhaanahu wata’ala sebagaimana Dia tidak memiliki sekutu dalam peribadatan-Nya, demikian pula tiada sekutu bagi-Nya dalam hukum-Nya. Allah berfirman terkait ibadah,
فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya,” (Al-Kahfi: 110)
dan Dia berfirman terkait hukum,
وَلَا يُشۡرِكُ فِي حُكۡمِهِۦٓ أَحَدٗا
“Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (Al-Kahfi: 26)
Dalam ayat ini ada dua bacaan yang sama-sama mutawatir (valid); “la yusyriku” dengan huruf “kaf” ber-dhammah, jadi Allah mengabarkan bahwa tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang boleh menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum-Nya, sedangkan bacaan kedua: “wala yusyrik” dengan bentuk melarang untuk menjadikan makhlu sebagai sekutu bagi-Nya dalam penetapan hukum, Allah - subhaanahu wata’ala -berfirman dalam surat Al-Jatsiyah,
ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui,” (Al-Jatsiyah: 18)
dan sebagian ulama menamainya dengan surat “Asy-Syariat” karena ayat ini disebutkan di dalamnya.

TAUHID (PENGESAAN) DALAM HUKUM
DAN TASYRI’ (PENSYARIATAN)
MASUK DALAM KETIGA MACAM TAUHID


Pertama: Masuk ke dalam Tauhid Rububiyah

Allah-lah yang memiliki hak (mengatur) urusan, dan Dia pulalah yang memiki hak menetapkan hukum dan syariat, hal ini merupakan salah satu perbuatan Allah subhaanahu wata’ala (di antara keduanya ada yang umum dan khusus) dan ia (mentauhidkan Allah dalam hak hukum dan tasyri’) merupakan bentuk pentauhidan Allah dengan Rububiyah, Allah berfirman,
أَلَا لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam,” (Al-A’raaf: 54) 

“Tabaraka” artinya Maha Banyak kebaikan dan kedermawanan-Nya, maka Maha suci Allah, Ilah yang Maha Mencipta, Mahamampu, Maha Memerintah dengan perbuatan baik dan meninggalkan keburukan serta segala yang dapat membinasakan. 

Kedua: Masuk Ke Dalam Tauhid Asmaa` (nama-nama) dan sifat-sifat Allah.

Allah subhaanahu wata’ala adalah Al-Hakam (Maha Menghukumi) dan hanya kepada-Nyalah hak menetapkan hukum, sebagaimana telah tetap dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits riwayat An-Nasaa` dan Abu Dawud di dalam As-Sunan.
Dan perhatikanlah ayat yang mulia berikut: 

أَفَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَبۡتَغِي حَكَمٗا وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكِتَٰبَ مُفَصَّلٗا
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quraan) kepadamu dengan terperinci?” (Al-An’am: 114) 

Bagaimana ayat ini menunjukkan bahwa berhukum dengan apa yang Allah turunkan termasuk ke dalam tiga macam tauhid. Maka Allah subhaanahu wata’ala adalah Al-Hakam yang berarti Al-Hakim (Dzat yang memutuskan hukum) juga bermakna Al-Hakiim (Dzat yang dijadikan rujukan hukum), karena Al-Hakam adalah bagian dari nama-namaNya, sedangkan Al-Hukmu (hukum) adalah bagian dari sifat dan perbuatan- Nya;
إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ مَا يُرِيدُ
“Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki- Nya,” (Al-Maa`idah: 1)

Dan dalam sebuah ayat terdapat istifham inkari (pertanyaan menegasikan); 

أَفَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَبۡتَغِي حَكَمٗا
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah?!” (Al-An’am: 114)

Maka barangsiapa yang mengerti keagungan Allah, nama-nama-Nya yang baik, dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, bagaimana bisa dia mencari hakim selain daripada Allah?
Ketiga: masuk ke dalam tauhid Uluhiyah; berhakim kepada syariat Allah adalah sebuah bentuk ibadah yang hanya diarahkan untuk Allah saja, sedangkan berhakim kepada selain syariat Allah adalah syirik akbar, sehingga barangsiapa berhakim kepada selain syariat Allah, maka sungguh dia telah berhakim kepada thaghut dan beriman kepadanya, wal-’iyadzubillah. Allah berfirman, 

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزۡعُمُونَ أَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوٓاْ إِلَى ٱلطَّٰغُوتِ وَقَدۡ أُمِرُوٓاْ أَن يَكۡفُرُواْ بِهِۦۖ وَيُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُضِلَّهُمۡ ضَلَٰلَۢا بَعِيدٗا

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut , padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya,” (An-Nisaa`: 60)

dan jika seorang manusia tidaklah dapat masuk Islam kecuali ketika dia telah beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut, maka tidak ragu lagi bahwa sesungguhnya mereka yang mencari hukum kepada hakim yang tidak memutuskan hukum dengan syariat Allah, maka mereka adalah orang-orang yang beriman kepada thaghut dikarenakan tahakum (berhukumnya) mereka kepadanya, dan barang siapa yang beriman kepada thaghut maka dia bukanlah seorang muslim, kita memohon kepada Allah keteguhan di atas agama-Nya.

       HUKUM  ALLAH
ATAUHUKUM JAHILIAH



Tidak ada selain hukum Allah yang Maha Menghukumi lagi Maha Mengetahui selain pastilah hukum-hukum jahiliah yang zalim lagi menzalimi. Apapun nama yang disematkan manusia kepada hukum dan undang-undang (UU) tersebut, maka sejatinya ia adalah hukum jahiliah yang dimainkan oleh hawa nafsu orang-orang kafir. Sehingga UU tersebut tidak dapat memberi ketetapan kepada penganutnya. Dan dengan UU itu, mereka tidak dapat menggapai kebahagiaan agama maupun dunia. Akan tetapi siapakah yang mengetahui bahwa hukum Allah itulah sebaik-baiknya hukum? Hanya orang beriman yang yakin

أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maa`idah: 50) 

Kita memohon kepada Allah agar menolong Daulah Khilafah dan meneguhkan para pemimpin serta bala tentaranya, dan menahan serangan orang-orang kafir, Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan-Nya.

SOURCE: Buletin RUMIYAH 13




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...