7/14/2019

NASEHAT UNTUK AKHI MUJAHID


Akhi Mujahid
Barangsiapa Merendahkan Diri kepada Allah, Niscaya Dia Mengangkat Kedudukannya

Sifat baik para kesatria tidak akan sempurna hingga mereka menghiasinya dengan sikap tawadhu yang merupakan ‘pintu gerbang’ menuju hati. Pintu tersebut tidak mungkin dilalui kecuali oleh orang yang memiliki sifat ini. Jarang sekali engkau mendapati seseorang yang akrab dengan manusia, tetapi tidak berakhlak dengannya. Manusia sepakat bahwa sifat ini adalah baik, dan disenangi oleh jiwa.
Para pakar bahasa mendefinisikan “tawadhu” sebagai “merendahkan diri”. Diambil dari pemahaman “bumi itu rendah”, maknanya ia merendah kepada yang berikutnya. Secara terminologi (istilah), artinya sikap rendah diri dan tidak teperdaya dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman, Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati,” (Al-Furqan: 63)
Ibnu Katsir menjelaskan, yakni berjalan dengan sakinah (ketenangan) dan sopan, tanpa sikap arogan dan menyombongkan diri. Demikianlah sikap tawadhu. Pemiliknya memiliki kedudukan tinggi di hadapan manusia jika dia merendahkan diri kepada mereka. Dia juga akan menjadi mulia apabila dia melapangkan dirinya kepada mereka. Ibarat bumi datar melandai yang dipenuhi air, akan terasa nikmat penuh berkah dan kebaikan melimpah. Pun demikian dengan jiwa yang tawadhu, ia akan menikmati sambutan dan keakraban dari semua pihak. 

Akhi Mujahid,
Bagaimana bisa, jika seorang manusia diciptakan Allah dari tanah dan dimuliakan dengan mengemban peribadatan, lalu dia melampaui batasan-batasan yang disyariatkan Allah, serta bersikap arogan dan memandang orang lain dengan sebelah mata. Padahal di sisi Allah, dia lebih hina. Maka, selamat bagi kalian wahai orang-orang tawadhu yang disebut “Allah cinta kepada mereka dan mereka juga mencintai Allah,” (Al-Maa`idah: 54). Dan celakalah bagi mereka yang dikatakan “Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri,” (Az-Zumar: 72)
Allah Ta’ala berfirman, Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,” (Al-Maa`idah: 54)
Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman,” (Asy-Syu’ara: 215)
Manusia yang paling banyak mengamalkan sifat mulia ini adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam  . Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam  mengendarai keledai, mengenakan pakaian wol, makan, tidur, dan duduk beralaskan tikar di tanah. Beliau juga memelihara kambing, menambal sandalnya, menjahit pakaiannya, bekerja membantu keluarga di rumah, memberi salam kepada anak-anak kecil, memenuhi undangan hamba sahaya untuk menikmati roti gandum, serta menggendong anak kecil yang diajak jalan-jalan kemana pun dia mau di Madinah. Inilah sifat tawadhu seorang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  yang mulia. Beliaulah shallallahu ‘alaihi wasallam  pernah bersabda, “Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  mewanti-wanti sikap takabur dan mencontohkan untuk kita tentang betapa buruk akibat dan kesudahan pelakunya. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Ketika seseorang berjalan dengan sombong memakai pakaian indah maka Allah menenggelamkannya ke dalam bumi, dan ia berada di dalamnya sampai Hari Kiamat.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  juga menolak sikap berlebihan dalam memberi pujian dengan ucapan. Beliau justru lebih senang dipanggil dengan panggilan “‘abd” (hamba). Umar bin Al-Khattab berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Janganlah kalian berlebihan menyanjungku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam menyanjung putra Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka panggillah dengan hamba dan utusan Allah.’” (HR. Al-Bukhari) 

Akhi Mujahid,
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menyeru kepada sikap tawadhu, dan memberikan motivasi, karena hal ini memiliki banyak faedah. Diriwayatkan ‘Iyadh bin Hammar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR. Muslim)
Allahu subhanahu menjelaskan kepada kita, keuntungan terbesar dari sikap tawadhu adalah pahala besar yang akan diperoleh oleh orang-orang tawadhu di negeri akhirat. Allah Ta’ala berfirman, Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83)
Ibnu Katsir menerangkan, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwa negeri akhirat beserta segala kenikmatan abadinya yang takkan pernah beralih maupun lenyap. Allah menjadikannya untuk para hamba- Nya yang beriman lagi tawadhu. Orang-orang yang tidak menyombongkan diri di muka bumi, yakni bersikap superior di atas makhluk Allah, bersikap adigung dan arogan terhadap mereka.”

Source: AL FATIHIN 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...