7/24/2019

HAKIKAT HATI YANG SAKIT


HAKIKAT HATI YANG SAKIT
Oleh : Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah


فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya. (Al-Baqarah: 10).

Allah befirman,

لِّيَجۡعَلَ مَا يُلۡقِي ٱلشَّيۡطَٰنُ فِتۡنَةٗ لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمۡۗ
"Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit." (Al-Hajj: 53).

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِنِ ٱتَّقَيۡتُنَّۚ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِٱلۡقَوۡلِ فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا
"Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32).

Allah memerintahkan para istri nabi agar tidak melemah-lembutkan ucapan mereka, sebagaimana yang biasa dilakukan kebanyakan wanita karena hal itu akan merangsang orang yang dalam hatinya ada penyakit syahwat. Meskipun demikian, mereka juga tidak boleh melontarkan ucapan secara kasar sehingga akan menimbulkan keburukan. Yang diperintahkan adalah agar mereka menyampaikan ucapan-ucapan yang baik.

Allah befirman,

لَّئِن لَّمۡ يَنتَهِ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡمُرۡجِفُونَ فِي ٱلۡمَدِينَةِ لَنُغۡرِيَنَّكَ بِهِمۡ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلَّا قَلِيلٗا

"Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintah-kan kamu (untuk memerangi) mereka." (Al-Ahzab: 60).


وَمَا جَعَلۡنَآ أَصۡحَٰبَ ٱلنَّارِ إِلَّا مَلَٰٓئِكَةٗۖ وَمَا جَعَلۡنَا عِدَّتَهُمۡ إِلَّا فِتۡنَةٗ لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ لِيَسۡتَيۡقِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ وَيَزۡدَادَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِيمَٰنٗا وَلَا يَرۡتَابَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَلِيَقُولَ ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡكَٰفِرُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلٗاۚ
"Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat, dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang Mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), 'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" (Al-Muddatstsir: 31).

Allah mengabarkan tentang hikmah dijadikannya bilangan malaikat penjaga neraka sebanyak sembilan belas. Allah menjelaskan ada Lima Hikmah

Pertama, Sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, sehingga hal itu menjadikan mereka bertambah kufur dan sesat.

Kedua, Untuk lebih meyakinkan orang-orang yang diberi Al-Kitab, keyakinan mereka akan semakin menguat karena kesesuaian kabar tersebut dengan apa yang disampaikan oleh para nabi mereka, padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mendengarnya dari mereka. Dan hal itu akan menjadi hujjah atas penentang-penentang mereka, lalu akan tunduk beriman orang yang dikehendaki Allah mendapat petunjuk.

Ketiga, Bertambahnya iman orang-orang yang beriman karena kesempurnaan kepercayaan dan pengakuan mereka terhadap hal tersebut.

Keempat, Hilangnya keragu-raguan orang-orang Mukmin dan orang-orang yang  diberi Al-Kitab. Di atas itulah keempat hikmah yang dimaksud, yakni; sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, memantapkan keyakinan orang-orang yang diberi Al-Kitab, menambah keimanan orang-orang beriman, dan hilangnya keragu-raguan orang-orang Mukmin dan Ahli Kitab.

Kelima, Kebimbangan orang-orang kafir dan mereka yang di dalam hatinya terdapat penyakit serta mereka yang buta hatinya dari maksud diciptakannya hal tersebut, sehingga mengatakan, "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?"

Inilah keadaan hati saat kebenaran disodorkan padanya. Ada yang mendapat cobaan karenanya sehingga ia kafir dan menentang, ada yang bertambah kepercayaan dan keimanannya, ada yang meyakininya sehingga benar-benar menjadi hujjah baginya, ada pula had yang ragu dan buta terhadapnya sehingga ia tidak mengetahui apa yang dikehendaki dengannya.
"Yakin dan tidak adanya keraguan" dalam hal ini, jika kembali pada satu hal maka penyebutan "tidak adanya keraguan" adalah peneguhan dan penguat akan keyakinan tersebut, serta menafikan berbagai hal yang berlawanan dengannya, apa pun bentuknya. Tetapi jika kembali pada dua hal yang berbeda, maka "keyakinan" itu kembali pada berita tentang bilangan malaikat, sedang "tidak adanya keraguan" kembali pada semua yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Karena berita itu tidak diketahui kecuali dari para rasul yang dikenal kejujurannya. Maka tidak akan ragu-ragu orang yang mengetahui kebenaran berita ini, setelah mengetahui kejujuran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dengan demikian tampaklah manfaat diceritakannya hal tersebut, yakni penyakit hati dan hakikatnya.

Allah befirman,
 يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٞ لِّمَا فِي ٱلصُّدُورِ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yunus: 57).

Ia adalah penyembuh apa yang ada di dalam hati dari berbagai penyakit kebodohan dan kesesatan. Karena sesungguhnya kebodohan adalah penyakit, obatnya ilmu dan petunjuk. Kesesatan adalah penyakit, obatnya kebenaran. Dan Allah telah membersihkan Nabi-Nya dari dua penyakit tersebut.

Allah befirman,
وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ ١ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ ٢

"Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru." (An-Najm: 1-2).

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyifati para khalifah sesudahnya dengan hal yang merupakan lawan dari keduanya, beliau bersabda,

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ

"Hendaknya kalian (berpegang teguh) dengan Sunnahku dan Sunnah Para khalifah yang mengikuti jalan yang benar dan mendapat petunjuk sesudahku.”*)
Dan Allah menjadikan kalam-Nya sebagai pelajaran bagi segenap manusia pada umumnya dan secara khusus sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman, juga obat paripurna bagi apa yang ada di dalam dada. Siapa yang berobat dengannya niscaya akan sehat dan sembuh dari sakitnya, dan siapa yang tidak berobat dengannya maka ia seperti yang dikatakan dalam syair,

"Jika ia sembuh dari sakit yang menimpanya ia mengira telah selamat padahal dalam dirinya terdapat penyakit yang membunuh."**)

Allah befirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا ٨٢
"Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian." (Al-Isra': 82).
Kata min dalam ayat tersebut bukanlah menunjukkan arti sebagian daripada, tetapi untuk menerangkan jenis (libayanil jins). Seluruh Al-Qur'an adalah obat dan rahmat bagi orang-orang beriman.

*) Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi, dan ia berkata, "Hadits ini hasan shahih." Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dari Al-'Irbadh bin Sariyah ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menasihati kami dengan suatu nasihat yang membuat hati bergetar dan menjadikan air mata mengalir. Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, seakan-akan ini nasihat perpisahan, karena itu berilah kami wasiat.' Beliau bersabda, 'Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan mentaati, bahkan meskipun yang memerintah kalian adalah seorang hamba sahaya. Dan sungguh orang yang masih hidup di antara kalian (sesudahku) akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Karena itu hendaknya kalian berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mengikuti jalan kebenaran dan mendapat petunjuk, peganglah ia kuat-kuat, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap perkara baru (dalam agama) adalah sesat'." LihatAt-Targhiub mat Tarhib, (cet. Halaba, 1/41).

**) Syair ini berbicara tentang penyakit tua. Sebab orang yang usianya telah udzur jika sembuh dari sakit yang menimpanya maka sesungguhnya ia tidak akan sembuh dari kelemahan akibat usianya yang sudah senja.


Sebab-sebab Timbulnya Penyakit Tubuh dan Hati

Sakitnya tubuh adalah saat ia tidak dalam keadaan sehat dan baik. Ketika itu tubuh berada di luar kenormalannya disebabkan oleh kerusakan yang menimpanya sehingga fungsi indera dan gerak motoriknya terganggu. Tentang fungsi indera, ia bisa hilang sama sekali misalnya menjadi buta, tuli atau lumpuh. Atau mungkin melemah kekuatannya meskipun semua alat inderanya tetap masih utuh. Atau ia mengindera sesuatu dan tampak hal yang sebaliknya, misalnya manis dirasakannya pahit, jeleknya dipandangnya baik atau baik dipandangnya jelek.
Adapun kerusakan yang menimpa gerak motorik misalnya adalah melemahnya daya kunyah, daya pegang, daya dorong atau daya tarik. Dengan demikian ia merasakan sakit sesuai dengan tingkat ketidak-normalannya. Meskipun demikian, ia belum sampai pada tingkat binasa dan kematian, ia masih memiliki kekuatan mengindera dan gerak meskipun lemah sekali.
Adapun sebab ketidaknormalan tersebut, bisa dikarenakan rusaknya kadar tertentu atau cara. Yang pertama, mungkin karena kekurangan materi, sehingga perlu ditambah, atau mungkin karena kelebihan sehingga perlu dikurangi. Yang kedua, mungkin karena kelebihan suhu panas, dingin, lembab atau suhu kering. Atau ia kekurangan dari kadar normal. Untuk itu ia perlu diobati sesuai dengan ukurannya.
Kesehatan akan diperoleh dengan menjaga kekuatan, memelihara diri dari gangguan dan menghilangkan sumber-sumber kerusakan. Ketiga, hal prinsip inilah yang menjadi konsentrasi para dokter dalam analisis diagnosanya. Dan semua itu telah terkandung dalam Al-Qur'anul Karim. Dzat yang menurunkannya juga menganjurkan agar ia dijadikan sebagai obat dan rahmat.
Dalam hal menjaga kekuatan, Allah memerintahkan orang musafir dan orang sakit agar berbuka puasa di bulan Ramadhan.1) Orang musafir wajib menggantikan puasanya saat ia datang, sedang orang sakit menggantikannya saat ia sudah sembuh dari sakitnya. Yang demikian itu agar kekuatan keduanya tetap terjaga, sebab puasa akan menambah lemah bagi orang yang sakit dan bepergian akan membutuhkan kekuatan ganda karena kesukaran dalam perjalanan, dan tentu puasa akan membuatnya lemah.
Sedangkan memelihara dari gangguan, Allah menganjurkan orang sakit agar tidak menggunakan air dingin dalam berwudhu dan mandi, jika hal itu memang membahayakannya. Allah hanya memerintahkan mereka bertayamum, sebagai bentuk tindakan preventif agar jasmani-nya yang kasat mata tidak terserang bahaya.2)
Jika demikian perhatian Allah terhadap hal yang bersifat lahiriah, apatah lagi terhadap hal yang bersifat batiniah.
Adapun dalam hal menghilangkan mated yang rusak, maka Allah membolehkan kepada muhrim (orang yang sedang ihram) yang memiliki penyakit di kepalanya untuk mencukur rambutnya,3) sehingga ia menghilangkan bau busuk yang mengganggunya. Dan mencukur adalah salah satu cara yang paling mudah dalam menghilangkan gangguan tersebut. Karena itu Allah mengingatkannya, sebab itulah yang paling ia butuhkan.

Suatu ketika, masalah di atas pernah saya beritahukan kepada para dokter senior di Mesir, serta merta mereka berkomentar, seandainya saya harus pergi ke barat untuk mengetahui faidah tersebut tentu ia merupakan perjalanan yang ringan.

Jika diketahui demikian, maka hati membutuhkan sesuatu yang menjaganya agar tetap kuat. Dan itu adalah iman dan ketaatan. Juga membutuhkan pemeliharaan dari gangguan yang membahayakannya yaitu dengan menjauhi dosa-dosa, maksiat dan berbagai hal penyimpangan. Termasuk perlu pula dihilangkan setiap hal yang rusak daripadanya. Dan hal itu dengan taubat nashuha dan memohon ampun kepada Dzat Yang Maha Mengampuni dosa-dosa. Sakitnya hati yaitu berupa kerusakan yang menimpanya, sehingga merusak pandangan dan keinginannya terhadap kebenaran. la lalu tidak melihat kebenaran sebagai kebenaran, atau ia melihatnya sebagai sesuatu yang lain dari hakikat sebenarnya, atau pengetahuannya tentang kebenaran menjadi berkurang, sehingga merusak keinginannya terhadapnya. Akhirnya ia membenci kebenaran yang bermanfaat atau mencintai kebatilan yang membahayakan, atau malah kedua hal tersebut secara bersama-sama melekat pada dirinya, dan inilah pada galibnya yang terjadi.

Karena itu, penyakit yang menimpa hati terkadang ditafsirkan dengan keraguan dan kebimbangan, seperti menurut penafsiran Mujahid dan Qatadah tentang firman Allah, "Dalam hati mereka ada penyakit." (Al-Baqarah: 10). Maksudnya keragu-raguan. Terkadang pula, penyakit hati itu ditafsirkan dengan nafsu berzina, sebagaimana penafsiran firman Allah, "Sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32). Pada ayat pertama adalah penyakit syubhat dan pada ayat kedua adalah penyakit syahwat.

Kesehatan dijaga dengan hal-hal yang sehat pula, sedangkan penyakit ditolak dengan sesuatu yang berlawanan dengannya. Kesehatan akan semakin kuat dengan sesuatu yang sejenis dengan sebab timbulnya kesehatan dan akan hilang dengan sesuatu yang berlawanan dengannya. Kesehatan dijaga dengan hal sejenis dengan sebab timbulnya kesehatan itu, dan akan lemah atau hilang sama sekali dengan adanya sesuatu yang berlawanan dengannya.

Ketika tubuh yang sakit merasa terganggu dengan sesuatu yang bila menimpa tubuh yang sehat tidak berpengaruh apa-apa; misalnya sedikit panas, dingin, gerakan atau lainnya maka demikian pula dengan hati yang sakit, ia akan merasa terganggu dengan sesuatu yang amat remeh, baik berupa syubhat atau syahwat. Ia tidak akan kuat bila kedua hal tersebut menimpanya. Sedangkan hati yang sehat, berkali lipat di-timpa hal yang sama ia masih kuat menolaknya dengan kekuatan dan kesehatan yang ada pada dirinya.

Secara ringkas dapat dikatakan, jika orang yang sakit tertimpa dengan sesuatu yang sama dengan sebab penyakitnya maka penyakitnya akan bertambah, kekuatannya akan melemah bahkan akan menghantar-nya pada kematian, jika ia tidak segera mendapatkan sesuatu yang dapat memulihkan kekuatannya dan menghilangkan penyakitnya.


1) Allah befirman, "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (Al-Baqarah: 185).
2) Allah befirman, "Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan lalu kamu tidak memperoleh air maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu." (Al-Ma'idah: 6).
3) Allah befirman, "Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur) maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bershadaqah atau berkorban." (Al-Baqarah: 196).

 
Source:
Ringkasan  - MANAJEMEN QOLBU - (Melumpuhkan Senjata Syetan )
Judul Asli: Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Penerjemah: Ainul Haris Umar Arifin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...