HAKIKAT HATI YANG SAKIT
Oleh : Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
فِي
قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya. (Al-Baqarah: 10).
Allah befirman,
لِّيَجۡعَلَ مَا يُلۡقِي ٱلشَّيۡطَٰنُ
فِتۡنَةٗ لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمۡۗ
"Agar Dia menjadikan apa yang
dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam
hatinya ada penyakit." (Al-Hajj: 53).
يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ
لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِنِ ٱتَّقَيۡتُنَّۚ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِٱلۡقَوۡلِ
فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا
"Hai istri-istri nabi, kamu sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa maka janganlah kamu
tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam
hatinya." (Al-Ahzab:
32).
Allah
memerintahkan para istri nabi agar tidak melemah-lembutkan ucapan mereka,
sebagaimana yang biasa dilakukan kebanyakan wanita karena hal itu akan
merangsang orang yang dalam hatinya ada penyakit syahwat. Meskipun demikian,
mereka juga tidak boleh melontarkan ucapan secara kasar sehingga akan
menimbulkan keburukan. Yang diperintahkan adalah agar mereka menyampaikan ucapan-ucapan
yang baik.
Allah
befirman,
لَّئِن
لَّمۡ يَنتَهِ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡمُرۡجِفُونَ
فِي ٱلۡمَدِينَةِ لَنُغۡرِيَنَّكَ بِهِمۡ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلَّا
قَلِيلٗا
"Sesungguhnya
jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam
hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari
menyakitimu), niscaya Kami perintah-kan kamu (untuk memerangi) mereka." (Al-Ahzab: 60).
وَمَا
جَعَلۡنَآ أَصۡحَٰبَ ٱلنَّارِ إِلَّا مَلَٰٓئِكَةٗۖ وَمَا جَعَلۡنَا عِدَّتَهُمۡ
إِلَّا فِتۡنَةٗ لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ لِيَسۡتَيۡقِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ
وَيَزۡدَادَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِيمَٰنٗا وَلَا يَرۡتَابَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ
وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَلِيَقُولَ ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡكَٰفِرُونَ
مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلٗاۚ
"Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka
itu melainkan dari malaikat, dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu
melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang
diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah
imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang Mukmin itu
tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan
orang-orang kafir (mengatakan), 'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan
ini sebagai suatu perumpamaan?" (Al-Muddatstsir: 31).
Allah
mengabarkan tentang hikmah dijadikannya bilangan malaikat penjaga neraka
sebanyak sembilan belas. Allah menjelaskan ada Lima Hikmah.
Pertama, Sebagai cobaan
bagi orang-orang kafir, sehingga hal itu menjadikan mereka bertambah kufur dan
sesat.
Kedua, Untuk lebih
meyakinkan orang-orang yang diberi Al-Kitab, keyakinan mereka akan semakin
menguat karena kesesuaian kabar tersebut dengan apa yang disampaikan oleh para
nabi mereka, padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak
mendengarnya dari mereka. Dan hal itu akan menjadi hujjah atas
penentang-penentang mereka, lalu akan tunduk beriman orang yang dikehendaki
Allah mendapat petunjuk.
Ketiga, Bertambahnya
iman orang-orang yang beriman karena kesempurnaan kepercayaan dan pengakuan
mereka terhadap hal tersebut.
Keempat, Hilangnya
keragu-raguan orang-orang Mukmin dan orang-orang yang diberi Al-Kitab. Di
atas itulah keempat hikmah yang dimaksud, yakni; sebagai cobaan bagi
orang-orang kafir, memantapkan keyakinan orang-orang yang diberi Al-Kitab,
menambah keimanan orang-orang beriman, dan hilangnya keragu-raguan orang-orang
Mukmin dan Ahli Kitab.
Kelima,
Kebimbangan orang-orang kafir dan mereka yang di dalam
hatinya terdapat penyakit serta mereka yang buta hatinya dari maksud
diciptakannya hal tersebut, sehingga mengatakan, "Apakah yang
dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?"
Inilah
keadaan hati saat kebenaran disodorkan padanya. Ada yang mendapat cobaan
karenanya sehingga ia kafir dan menentang, ada yang bertambah kepercayaan dan
keimanannya, ada yang meyakininya sehingga benar-benar menjadi hujjah
baginya, ada pula had yang ragu dan buta terhadapnya sehingga ia tidak
mengetahui apa yang dikehendaki dengannya.
"Yakin
dan tidak adanya keraguan" dalam hal ini, jika kembali pada satu hal maka
penyebutan "tidak adanya keraguan" adalah peneguhan dan penguat akan
keyakinan tersebut, serta menafikan berbagai hal yang berlawanan dengannya, apa
pun bentuknya. Tetapi jika kembali pada dua hal yang berbeda, maka
"keyakinan" itu kembali pada berita tentang bilangan malaikat, sedang
"tidak adanya keraguan" kembali pada semua yang diberitakan oleh
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Karena berita itu tidak
diketahui kecuali dari para rasul yang dikenal kejujurannya. Maka tidak akan
ragu-ragu orang yang mengetahui kebenaran berita ini, setelah mengetahui
kejujuran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dengan demikian
tampaklah manfaat diceritakannya hal tersebut, yakni penyakit hati dan
hakikatnya.
Allah
befirman,
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٞ لِّمَا فِي ٱلصُّدُورِ
وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ
"Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman." (Yunus: 57).
Ia
adalah penyembuh apa yang ada di dalam hati dari berbagai penyakit kebodohan
dan kesesatan. Karena sesungguhnya kebodohan adalah penyakit, obatnya ilmu dan
petunjuk. Kesesatan adalah penyakit, obatnya kebenaran. Dan Allah telah
membersihkan Nabi-Nya dari dua penyakit tersebut.
Allah
befirman,
وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ ١
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ ٢
"Demi bintang
ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru." (An-Najm:
1-2).
Dan Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam menyifati para khalifah sesudahnya dengan hal yang
merupakan lawan dari keduanya, beliau bersabda,
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
"Hendaknya
kalian (berpegang teguh) dengan Sunnahku dan Sunnah Para khalifah yang
mengikuti jalan yang benar dan mendapat petunjuk sesudahku.”*)
Dan
Allah menjadikan kalam-Nya sebagai pelajaran bagi segenap manusia pada umumnya
dan secara khusus sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman, juga
obat paripurna bagi apa yang ada di dalam dada. Siapa yang berobat dengannya
niscaya akan sehat dan sembuh dari sakitnya, dan siapa yang tidak berobat
dengannya maka ia seperti yang dikatakan dalam syair,
"Jika
ia sembuh dari sakit yang menimpanya ia mengira telah selamat padahal dalam
dirinya terdapat penyakit yang membunuh."**)
Allah
befirman,
وَنُنَزِّلُ
مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ
إِلَّا خَسَارٗا ٨٢
"Dan Kami
turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian." (Al-Isra': 82).
Kata
min dalam ayat tersebut bukanlah menunjukkan arti sebagian daripada, tetapi
untuk menerangkan jenis (libayanil jins). Seluruh Al-Qur'an adalah obat
dan rahmat bagi orang-orang beriman.
*) Diriwayatkan oleh
Abu Daud dan At-Tirmidzi, dan ia berkata, "Hadits ini hasan
shahih." Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya
dari Al-'Irbadh bin Sariyah ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam menasihati kami dengan suatu nasihat yang membuat hati
bergetar dan menjadikan air mata mengalir. Kami berkata, 'Wahai Rasulullah,
seakan-akan ini nasihat perpisahan, karena itu berilah kami wasiat.' Beliau
bersabda, 'Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah,
mendengarkan dan mentaati, bahkan meskipun yang memerintah kalian adalah
seorang hamba sahaya. Dan sungguh orang yang masih hidup di antara kalian
(sesudahku) akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Karena itu hendaknya
kalian berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mengikuti
jalan kebenaran dan mendapat petunjuk, peganglah ia kuat-kuat, dan jauhilah
oleh kalian perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap perkara baru
(dalam agama) adalah sesat'." LihatAt-Targhiub mat Tarhib, (cet.
Halaba, 1/41).
**) Syair ini berbicara
tentang penyakit tua. Sebab orang yang usianya telah udzur jika sembuh dari
sakit yang menimpanya maka sesungguhnya ia tidak akan sembuh dari kelemahan
akibat usianya yang sudah senja.
Sebab-sebab Timbulnya Penyakit Tubuh dan
Hati
Sakitnya tubuh adalah
saat ia tidak dalam keadaan sehat dan baik. Ketika itu tubuh berada di luar
kenormalannya disebabkan oleh kerusakan yang menimpanya sehingga fungsi indera
dan gerak motoriknya terganggu. Tentang fungsi indera, ia bisa hilang sama
sekali misalnya menjadi buta, tuli atau lumpuh. Atau mungkin melemah
kekuatannya meskipun semua alat inderanya tetap masih utuh. Atau ia mengindera
sesuatu dan tampak hal yang sebaliknya, misalnya manis dirasakannya pahit,
jeleknya dipandangnya baik atau baik dipandangnya jelek.
Adapun
kerusakan yang menimpa gerak motorik misalnya adalah melemahnya daya kunyah,
daya pegang, daya dorong atau daya tarik. Dengan demikian ia merasakan sakit
sesuai dengan tingkat ketidak-normalannya. Meskipun demikian, ia belum sampai
pada tingkat binasa dan kematian, ia masih memiliki kekuatan mengindera dan
gerak meskipun lemah sekali.
Adapun
sebab ketidaknormalan tersebut, bisa dikarenakan rusaknya kadar tertentu atau
cara. Yang pertama, mungkin karena kekurangan materi, sehingga perlu
ditambah, atau mungkin karena kelebihan sehingga perlu dikurangi. Yang kedua,
mungkin karena kelebihan suhu panas, dingin, lembab atau suhu kering. Atau
ia kekurangan dari kadar normal. Untuk itu ia perlu diobati sesuai dengan
ukurannya.
Kesehatan
akan diperoleh dengan menjaga kekuatan, memelihara diri dari gangguan dan
menghilangkan sumber-sumber kerusakan. Ketiga, hal prinsip inilah yang
menjadi konsentrasi para dokter dalam analisis diagnosanya. Dan semua itu telah
terkandung dalam Al-Qur'anul Karim. Dzat yang menurunkannya juga menganjurkan
agar ia dijadikan sebagai obat dan rahmat.
Dalam
hal menjaga kekuatan, Allah memerintahkan orang musafir dan orang sakit agar
berbuka puasa di bulan Ramadhan.1) Orang musafir wajib menggantikan
puasanya saat ia datang, sedang orang sakit menggantikannya saat ia sudah
sembuh dari sakitnya. Yang demikian itu agar kekuatan keduanya tetap terjaga,
sebab puasa akan menambah lemah bagi orang yang sakit dan bepergian akan
membutuhkan kekuatan ganda karena kesukaran dalam perjalanan, dan tentu puasa
akan membuatnya lemah.
Sedangkan
memelihara dari gangguan, Allah menganjurkan orang sakit agar tidak menggunakan
air dingin dalam berwudhu dan mandi, jika hal itu memang membahayakannya. Allah
hanya memerintahkan mereka bertayamum, sebagai bentuk tindakan preventif agar
jasmani-nya yang kasat mata tidak terserang bahaya.2)
Jika
demikian perhatian Allah terhadap hal yang bersifat lahiriah, apatah lagi
terhadap hal yang bersifat batiniah.
Adapun
dalam hal menghilangkan mated yang rusak, maka Allah membolehkan kepada muhrim
(orang yang sedang ihram) yang memiliki penyakit di kepalanya untuk mencukur rambutnya,3)
sehingga ia menghilangkan bau busuk yang mengganggunya. Dan mencukur adalah
salah satu cara yang paling mudah dalam menghilangkan gangguan tersebut. Karena
itu Allah mengingatkannya, sebab itulah yang paling ia butuhkan.
Suatu ketika, masalah
di atas pernah saya beritahukan kepada para dokter senior di Mesir, serta merta
mereka berkomentar, seandainya saya harus pergi ke barat untuk mengetahui
faidah tersebut tentu ia merupakan perjalanan yang ringan.
Jika diketahui
demikian, maka hati membutuhkan sesuatu yang menjaganya agar tetap kuat. Dan
itu adalah iman dan ketaatan. Juga membutuhkan pemeliharaan dari gangguan yang
membahayakannya yaitu dengan menjauhi dosa-dosa, maksiat dan berbagai hal
penyimpangan. Termasuk perlu pula dihilangkan setiap hal yang rusak daripadanya.
Dan hal itu dengan taubat nashuha dan memohon ampun kepada Dzat Yang Maha
Mengampuni dosa-dosa. Sakitnya hati yaitu berupa kerusakan yang menimpanya,
sehingga merusak pandangan dan keinginannya terhadap kebenaran. la lalu tidak
melihat kebenaran sebagai kebenaran, atau ia melihatnya sebagai sesuatu yang
lain dari hakikat sebenarnya, atau pengetahuannya tentang kebenaran menjadi
berkurang, sehingga merusak keinginannya terhadapnya. Akhirnya ia membenci
kebenaran yang bermanfaat atau mencintai kebatilan yang membahayakan, atau
malah kedua hal tersebut secara bersama-sama melekat pada dirinya, dan inilah
pada galibnya yang terjadi.
Karena itu, penyakit
yang menimpa hati terkadang ditafsirkan dengan keraguan dan kebimbangan,
seperti menurut penafsiran Mujahid dan Qatadah tentang firman Allah, "Dalam
hati mereka ada penyakit." (Al-Baqarah: 10). Maksudnya keragu-raguan.
Terkadang pula, penyakit hati itu ditafsirkan dengan nafsu berzina, sebagaimana
penafsiran firman Allah, "Sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit
dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32). Pada ayat pertama adalah penyakit
syubhat dan pada ayat kedua adalah penyakit syahwat.
Kesehatan dijaga dengan
hal-hal yang sehat pula, sedangkan penyakit ditolak dengan sesuatu yang
berlawanan dengannya. Kesehatan akan semakin kuat dengan sesuatu yang sejenis
dengan sebab timbulnya kesehatan dan akan hilang dengan sesuatu yang berlawanan
dengannya. Kesehatan dijaga dengan hal sejenis dengan sebab timbulnya kesehatan
itu, dan akan lemah atau hilang sama sekali dengan adanya sesuatu yang
berlawanan dengannya.
Ketika tubuh yang sakit
merasa terganggu dengan sesuatu yang bila menimpa tubuh yang sehat tidak
berpengaruh apa-apa; misalnya sedikit panas, dingin, gerakan atau lainnya maka
demikian pula dengan hati yang sakit, ia akan merasa terganggu dengan sesuatu
yang amat remeh, baik berupa syubhat atau syahwat. Ia tidak akan kuat bila
kedua hal tersebut menimpanya. Sedangkan hati yang sehat, berkali lipat
di-timpa hal yang sama ia masih kuat menolaknya dengan kekuatan dan kesehatan
yang ada pada dirinya.
Secara ringkas dapat dikatakan, jika
orang yang sakit tertimpa dengan sesuatu yang sama dengan sebab penyakitnya
maka penyakitnya akan bertambah, kekuatannya akan melemah bahkan akan
menghantar-nya pada kematian, jika ia tidak segera mendapatkan sesuatu yang
dapat memulihkan kekuatannya dan menghilangkan penyakitnya.
1) Allah befirman, "Dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (Al-Baqarah: 185).
2) Allah befirman, "Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan
lalu kamu tidak memperoleh air maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih),
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu." (Al-Ma'idah: 6).
3) Allah befirman, "Jika ada di antaramu yang sakit
atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur) maka wajiblah atasnya
berfidyah, yaitu berpuasa atau bershadaqah atau berkorban." (Al-Baqarah:
196).
Source:
Ringkasan - MANAJEMEN QOLBU - (Melumpuhkan Senjata
Syetan )
Judul
Asli: Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan
Penulis:
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Penerjemah:
Ainul Haris Umar Arifin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar