7/07/2019

PERJALANAN MENUJU ALLAH




 Perjalanan Menuju Allah

Telah tiba waktu untuk membedakan dan memisahkan antara orang yang jujur dan pendusta, antara orang yang salih dan fasik, antara mukmin dan munafik dan antara orang-orang yang teguh dan orang-orang yang putus asa.
Telah tiba waktu untuk memisahkan antara orang-orang yang kecintaannya terhadap Jannah merasuk ke relung hati dan antara orang-orang yang kecintaannya terhadap Jannah hanya sebatas di bibir saja. Aku memohon kepada Allah supaya menjadikan kita termasuk dari mereka yang tetap teguh hingga akhir untuk menyaksikan kemenangan atau Dia menganugerahkan kita mati syahid yang diterima.

Aku mengajak saudari-saudariku di Daulah Islam yang dengan anugerah Allah tetap teguh, bersabar, dan tegar untuk membuka pendengarannya untukku, sesungguhnya aku yakin bahwa sejatinya kita sangat membutuhkan peringatan dan perbaikan. Aku meminta kepada Allah agar menurunkan rahmat-Nya atas kalian semuanya, dan aku berharap agar kalimat ini dapat memberi manfaat dan menjadi titik balik kita menuju sesuatu yang lebih baik.
 
Wahai saudari-saudariku tercinta yang menemaniku berjalan menuju Allah, biarkan kami menyucikan niat, dan memperbaiki amalan kami seakan-akan engkau menunggu di hadapan kami waktu-waktu penuh ujian dan cobaan berat, pun waktu-waktu yang penuh dengan pertempuran dahsyat antara iman dan kufur yang insyaa Allah akan datang setelahnya kemudahan seperti yang telah Dia janjikan kepada kita di dalam firman-Nya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Asy-Syarh: 5-6) dan dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (Ash-Shaffat: 173) 

Pertanyaannya adalah apakah kita siap untuk hal itu? Apakah jiwa kita siap untuk berkorban di jalan Allah? Dan apakah hati kita telah kosong dari segala sesuatu selain iman? Apakah kita mampu untuk terus berada di jalan ini? Apakah kita mampu untuk tetap tinggal dengan teguh dan kuat serta berkata apa yang telah dikatakan oleh para Sahabat –semoga Allah meridhai mereka- setelah Perang Uhud: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Ali Imran: 173) 


Mereka berkata demikian karena sesungguhnya mereka telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka memiliki keyakinan dan kepercayaan kepada Allah dan pertolongan-Nya, serta karena mereka sungguh telah menyerahkan perkaranya kepada Allah dan mengikhlaskan untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka apakah tersisa satu saja yang belum mereka korbankan demi mencari ridha Allah? Dan di sana tidaklah ada jalan apapun yang penuh dengan duri yang memungkinkan mereka tempuh di jalan Allah kecuali pasti mereka tempuh dengan sukarela. Dan ketika di sana tidak ada lagi jalan untuk menampakkan loyalitas kepada Allah dan Rasul-Nya lebih baik daripada memenggal kepala kerabat-kerabat mereka yang musyrik mereka lakukan itu. Maka sungguh ucapan mereka tentang kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi segala sesuatu selain keduanya adalah ucapan yang telah dibuktikan dengan iman dan takwa, pengorbanan dan perhatian mereka, sebagiamana telah tergambar jelas dalam kesedihan-kesedihan mereka. Sungguh kerinduan mereka kepada Allah menjelaskan bahwasannya mereka tidaklah mengharapkan kecuali hanya akhirat saja.

Maka Allah pun ridha kepada mereka semuanya dan semoga Allah menjadikan untuk kita kekuatan, iman dan takwa seperti apa yang telah Dia anugerahkan kepada mereka, maka kita dapat merengkuh pahala seperti apa yang telah mereka dapatkan.

Wahai para saudariku tercinta, sesungguhnya peran dan tanggungjawab kita belumlah selesai, bahkan semakin bertambah baik dari segi jumlah maupun urgensi, maka dari itu wajib atas kita untuk memperbaiki diri dan segera sadar dari kelesuan lalai menuju realita tujuan kita. Sungguh telah tiba saatnya untuk kita fokus pada kewajiban dan peran kita dan memprioritaskan untuk akhirat bukan untuk dunia. Maka sesungguhnya wajib atas kita –wanita muslimah- menunaikan kewajiban kita dengan penuh kesadaran dan perhatian, karena sesungguhnya bersamba-lewa dalam hal ini tidak dapat mengantarkan kecuali kepada kebinasaan kita. Dan sesungguhnya tugas kita itu lebih besar dari apa yang kita bayangkan, maka sungguh Allah telah memuliakan kita ketika memilih kita menjadi istri, saudari, dan ibu para Mujahidin.

Maka apakah pantas bagi kita untuk sibuk dengan kehidupan materi yang hina sebagaimana terjadi pada kebanyakan kita? Waktu untuk mempersiapkan diri kita sangatlah terbatas, maka hendaklah kita buang debu kemalasan dan pecahkan belenggu dunia. Bukankah sejak lama kita telah meninggalkan kebaikan yang diberikan dunia kepada kita? Bukankah kita telah tinggalkan manusia tercinta ketika kita telah mengambil langkah pertama dalam hijrah?

Maka kenapa setelah kita menyucikan hati dari dunia, lalu sebagian dari kita malh terperangkap dalam jaring-jaring setan hingga hati kita menjadi terjangkiti dan bergantung kepada dunia dari awal dengan menjadikan makanan, minuman, menggunjing, omong kosong, dan tujuan materi adalah keinginan terbesar kita? Sering kita dibuat sedih ketika melihat ada akhwat yang memilih berlari mengejar dunia, ketimbang memprioritaskan diri mendukung suaminya yang mujahid dan mendidik anak-anaknya agar mereka dapat mengikuti sosok seperti Khalid bin Al-Walid dan Abdullah bin Az-Zubair.

Allah berfirman, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (Ali ‘Imran: 110)


Akan tetapi, betapa banyak dari wanita itu kembali ke darul harbi setelah menolak menikah lagi dikarenakan Allah, demi kecintaan besar kepada suaminya yang telah syahid –insyaa Allah. Padahal di Hari Kiamat kelak setiap orang akan memanggil “diriku, diriku”, sehingga seorang istri tidak akan menghiraukan suaminya ketika itu, tidak pula suami menghiraukan istrinya. Kenapa kita membiarkan hawa nafsu menguasai perilaku kita? Tidakkah kita merenungkan sebuah ayat di mana Allah berfirman, “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.” (Al-Jatsiyah: 23)

Betapa banyak dari kita yang tidak memiliki mahram, lalu tidak taat kepada orang yang dibebani tanggung jawab mengurusi mereka, padahal Allah telah memerintahkan kita dengan itu, Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (An-Nisaa`: 59)

Dan betapa banyak di antara kita mencemari hidup suaminya yang ingin menerapkan sunnah poligami yang di dalamnya terdapat banyak manfaat untuk umat dan ingin melakukannya, padalah Allah telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208)

Betapa banyak dari kita yang membantu setan dalam merusak pernikahan antara suaminya dengan isterinya yang lain, disebabkan rasa cemburunya yang berlebihan? Apakah kita lupa bahwasannya Allah berfirman, “Barangsiapa yang memberikan syafaat yang baik , niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (An-Nisaa`: 85)

Ada pula dari kita yang semangat satu-satunya hanyalah sering keluar rumah tanpa ada keperluan kecuali hanya mengejar dunia. Padahal Allah telah memerintahkan kita untuk tetap tinggal di rumah kita, Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)

Wahai saudari-saudariku tercinta, sesungguhnya Allah itu Mahakaya, dan sesungguhnya Dia tidaklah membutuhkan kita sebagaimana Dia tidaklah membutuhkan amalan kita, milik- Nyalah pembendaharaan langit dan bumi. Dia berfirman, “Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (Muhammad: 38) 

Dan agama Allah senantiasa eksis baik dengan ataupun tanpa kita. Akan tetapi tidakkah kita mau untuk senantiasa mengunduh pahala dan membuahkan untuk ahkirat kita? Tidak layak kita mengira bahwa hijrah kita diterima atau menyangka kita telah memberikan anugerah kepada Allah dengan berkumpul di bawah panji “La Ilaha Illallah”. Karena pada hakikatnya adalah kebalikannya dalam hak setiap individu kita, karena sesunngguhnya Allah-lah yang menganugrahkan kepada kita dengan adanya kita di sini, dan Dialah yang telah melebihkan kita atas mayoritas orang yang meninggalkan kita.

Dan sesungguhnya Allah-lah yang menjadikan kita mampu untuk memberikan apa yang kita miliki demi menolong Daulah Islam. Sesungguhnya ini termasuk nikmat Allah yang telah menunjukkan dan membimbing kita untuk mengikuti langkah ini dengan keutamaan dan rahmat-Nya semata. Sejatinya Allah telah memberikan kepada kita nikmat yang begitu banyak, maka wajib atas kita untuk bersyukur kepada-Nya semampu kita –padahal sebenarnya kita tidak mungkin dapat bersyukur dengan sebenar-benarnya sesuai Hak-Nya— sehingga Dia tidak menggantikan kita dengan orang lain, akan tetapi (agar) Dia meridhai kita dan meneguhkan kita diatas jalan yang lurus.

Apakah kita lupa sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al- Bukhari dan Muslim dari Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Wahai para wanita, keluarkanlah sedekah, karena aku diperlihatkan bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah dari kalangan kalian.” Mereka bertanya, “Mengapa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian banyak mengumpat dan mengingkari suami.”

Wahai saudari-saudariku, ketika saudara-saudara kita para mujahidin mengorbankan dan mempersembahkan jiwa mereka untuk Allah, mengapa kita tidak membasahi lisan kita dengan berzikir kepada Allah? Ketika para mujahidin berhadapan dengan koalisi kuffar, mengapa kita tidak bersujud dengan sujud yang panjang di pertengahan malam? Ketika mereka mempersembahkan segala pengorbanan dan meninggalkan orang-orang tercinta di belakang, mengapa kita tidak mengorbankan hawa nafsu kita lalu berpuasa di siang hari dan mengendalikan syahwat juga lisan kita?

Allah subhaanah berfirman, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al- Kitab kepadanya kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orag fasik.” (Al-Hadid: 16)

First mixed-gender concert in Saudi Arabia performed by woman



Telah tiba saatnya kita menyucikan niat kita, memeriksa amalan-amalan kita dan membuang dari hati kita segala sesuatu yang dapat memalingkan perhatian kepada tujuan kita. Kita hendaknya kembali kepada Allah dengan taubat sebenar-benarnya yaitu dengan meninggalkan maksiat, menyesal atas itu, dan berjanji kepada Allah untuk tidak lagi mengulangi. Allah subhaanah berfirman, “Katakanlah hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah engaku berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53).

Dan hendaknya kita meminta pertolongan dan hidayah- Nya, hanya Allah-lah satu-satunya yang akan memberikan kita pertolongan. Allah berfirman, “Jika Allah menolongmu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkanmu. Jika Allah membiarkanmu (tidak memberi pertolongan), maka siapa gerangan yang dapat menolong kam selain Allah setelah itu? Karena itu, hendaklah hanya kepada Allah saja orang-orang beriman bertawakal.” (Ali ‘Imran: 160)

Hendaklah kita menjadi wanita yang memahami perannya, lalu menunaikannya. Karena membantu suamimu yang mujahid –wahai saudariku tercinta- adalah salah satu peran pentingmu di bumi jihad. Rasanya tidaklah berlebihan pernyataan ini. Dan rumahmu hendaknya menjadi tempat istirahatnya, ketika tak ada tempat untuk menumpahkan segala rasa. Dan jadikan pula ia tempat untuk mengisi ulang energi kekuatannya untuk berjihad, bukan sebaliknya engkau menyerap energi yang tersisa darinya.

Buanglah segala kekhawatiranmu jauh-jauh, jadilah engkau orang yang memprioritaskan untuk segala keperluannya, hargailah keberadaannya, bersabarlah dengan ketiadaannya. Sesungguhnya dia tidak sedang mengatur perniagaan dan tidak sibuk dengan tugas sebagaimana di darul kufur. Tetapi dia adalah mujahid fi sabilillah, menolong agama Rabb-mu Yang Maha Tinggi. Maka cobalah untuk menyembunyikan darinya berbagai kesulitan yang engkau jalani dan juga kelemahanmu, hingga setan tidak menjadikan dari kelemahan itu sebagai fitnah bagi suamimu, sedangkan dia di tengah-tengah medan perang. Dan bantulah dia semampumu dengan karunia Allah dan karamah-Nya, kelak engkau akan memperoleh balasan setimpal, insyaa Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dari Jabir bin Abdillah, dia menceritakan; ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang perempuan, dia berkata, “Wahai Rasulullah aku utusan para muslimah yang datang padamu. Wahai Rasulullah, Rabbnya kaum laki-laki dan perempuan adalah Allah subhanahu wa ta’ala, Adam adalah ayahnya laki-laki dan perempuan, Hawa adalah ibunya laki-laki dan perempuan, dan Allah b mengutusmu kepada laki-laki dan perempuan. Dan laki-laki, jika mereka keluar di jalan Allah, lalu terbunuh maka mereka dicintai di sisi Rabb mereka dan diberi rezeki. Dan jika keluar, baginya pahala sebagaimana yang telah engkau tahu, dan kami membantu mereka. Apakah kami memperoleh pahala?” Maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda kepadanya, Sampaikan salam dariku untuk para wanita, dan katakan kepada mereka: sesunguhnya ketaatan kepada suami setimpal dengan seluruh amalan kaum laki-laki, tetapi sedikit dari kalian yang melakukannya.” (An-Nafaqah ‘ala Al-‘Iyal)

Perbaruilah niat kita wahai saudari-saudariku, karena Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung kepada niat, dan sesungguh setiap orang akan dibalas berdasarkan apa yang dia niatkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Mulai dari sekarang, marilah kita meneladani Khadijah radhiallahuanh yang dikirimi Allah penghormatan dengan kabar gembira akan sebuah rumah di surga, karena dia telah beriman kepada Allah secara langsung, dan mengikuti hal itu dengan kontribusi yang kokoh untuk sang suami, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Demikian pula, marilah kita meneladani Aisyah radhiallahuanh sang pemilik akal jenius dan ingatan menakjubkan yang menyampaikan kepada kita begitu banyak hadits sampai tingkatan bahwa perpustakaan keislaman kita takkan menjadi seperti sekarang ini tanpa keilmuan yang dilansir Aisyah kepada kita. Pun demikian, semestinya seluruh ibunda kaum beriman dan para wanita shalihah lain di sekeliling Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menjadi teladan bagi kita.

Tak hanya itu, wahai saudari-saudariku, kita harus meninggalkan kemaksiatan, baik yang kecil maupun yang besar. Dan menjaga diri dari dampak kemaksiatan kita kepada Allah. Janganlah kalian bergantung pada angan-angan dan impian semu, karena tidak ada yang menjamin bahwa amalan-amalan kita akan diterima oleh Allah. Dan kita juga bukan termasuk orang-orang yang diberi kabar gembira jaminan masuk surga. Dan seharusnya kita memaksakan diri kita untuk berbuat kebajikan, melaksanakan apa-apa yang telah Allah wajibkan atas kita. Dan selalu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amalan-amalan sunnah.

Dan terakhir, aku kembali mengingatkan kalian akan pentingnya mentalak dunia dan segala keindahannya. Aku menasehati kalian agar mengubah ujian, penderitaan, dan cobaan menjadi manisnya keimanan dengan mengingat bahwa penderitaan yang kita alami ini akan menambah kedekatan kita kepada Allah. Maka betapa indahnya penderitaan ini! Dan jadilah kalian wanita-wanita yang bersedih atas kepulangan suami-suami kalian dari medan perang tanpa menyandang status syahid.

Bangkitlah dengan semangat yang membara! Dan berdirilah kalian dengan membawa pengorbanan dan persembahan untuk perang ini. Sebaagaimana yang telah dilakukan wanita-wanita shalihah pada zaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Mereka melakukan hal itu bukan karena sedikitnya jumlah kaum laki- laki, melainkan karena kecintaan mereka kepada jihad dan keinginan mendalam untuk mempersembahkan dan mengorbankan sesuatu untuk Allah subhaanah dan demi menggapai surga. Dan di antara para wanita shalihah dan diberkahi itu salah satunya adalah Ummu Imarah Nusaibah binti Ka’ab Al-Anshariyah radhiallahuanh. Imam Adz-Dzahabi radhiallahuanh meriwayatkan bahwa Ummu Imarah menyaksikan Perang Uhud, Perang Hudaibiyah, dan Perang Hunain, bahkan tangannya terpotong di medan jihad. Dan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda kepada Ummu Imarahms “Sungguh kedudukan Nusaibah bint Ka’ab (Ummu Imarah) pada hari ini lebih baik dari kedudukannya fulan bin fulan.” (Kitab Siyar A’laam An-Nubalaa`)

Maka mari kita mengintrospeksi bagaimana kedudukan kita jika kita bandingkan dengan apa yang sudah digapai para sahabat wanita shalihah itu, serta apa yang Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam katakan tentang kita?

Sesungguhnya hakikat perlombaan itu ada di detik-detik terakhirnya. Maka lanjutkanlah usaha dan perjuanganmu wahai saudariku yang mulia, meskipun engkau terlambat atau lemah di langkah awalmu, dan mintalah pertolongan Allah dan yakinlah terhadap (ketetapan dan janji-janji) Nya. Dan bersikap sabarlah setiap kali musibah dan cobaan datang menghampirimu. Maka “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 6)

Bersemangatlah dalam mengerjakan seluruh kewajiban dengan tujuan mendapatkan keridhaan Rabbmu, dan bersiaplah untuk mengorbankan hal-hal yang paling penting dan paling berharga dalam hidupmu, maka yang demikian itu dapat membersihkan hatimu dari ketergantungan terhadap sesuatu apapun selain Allah.

Dan inilah sebenarnya yang dibebankan kepada kita untuk Allah, agar kita dapat menyempurnakan perjalanan kita kepada-Nya. Bersedialah untuk mengerjakan amal-amal shalih dan jadikanlah harapanmu adalah diterimanya amal-amal itu. Dan bergembiralah akan satu dari dua kebaikan, yaitu pertolongan Allah atau kesyahidan!

Dan aku tutup (permbicaraan ini) dengan firman Allah yang sempurna:

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (Al-Hajj: 78)

Source: RUMIYAH Edisi 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...