7/07/2019

JADILAH PENEGUH BUKAN PENGGEMBOS


Jadilah Peneguh
Bukan Penggembos



Dalam kondisi perang, fitnah dan kesusahan, kegelisahan bertambah, dan hati menyesak hingga kerongkongan, di antara manusia ada orang yang Allah teguhkan sebab keimanan dan persangkaan baik mereka kepada Allah. Dan di antara mereka ada pula yang binasa dan berbalik ke belakang, berpaling dari agamanya, mundur, dan mengkhianati saudaranya. Bahkan engkau mendapati sesungguhnya kebanyakan dari mereka tidak sekadar cukup dengan kekalahannya, bahkan berusaha mentransfer kekalahan tersebut kepada orang lainnya, dan menyebarluaskannya di tengah-tengah kaum muslimin seluruhnya. Dia menakut-nakuti kaum muslimin akan musuh-musuh mereka, berusaha meneror muslimin, serta menghalangi mereka dari memerangi musuh.

Perbuatan demikian merupakan salah satu tindakan yang biasa dikakukan kaum munafikin, yang menyeruak di antara orang-orang lemah iman dan berkeyakinan rusak, baik dari kalangan laki-laki maupun wanita. Dari kalangan laki-laki, hal ini adalah perkara yang sudah menjadi rahasia umum. Dari pembicaraan yang telah berlalu, peran mereka telah terkenal dan meluas. Adapun di kalangan wanita, sejatinya musibah mereka tersembunyi dalam tindakan menyebarluaskan gosip
dari rumah dan mulut kaum munafikin, sehingga masuk ke rumahnya serta diketahui suami Dan anak-anaknya. Dengan demikian, dia terjatuh ke dalam perbuatan-perbuatan kaum munafikin, baik disadari ataupun tidak.

Menyiarkan Kabar Bohong (al-Irjaf) adalah
Perbuatan Munafikin

AI-Irjaf adalah kabar dusta pengobar fitnah dan kegaduhan. Imam al-Qurthubi mengatakan di dalam tafsirnya, “al-Irjaf adalah mengorek-ngorek fitnah (kekacauan, menyebarkan kedustaan dan kebatilan untuk menimbulkan keresahan.” Sungguh Allah subhaanahu wa ta’ala telah mencela perbuatan menyiarkan kabar bohong dan pelakunya dalam banyak tempat di dalam al-Quran al-Karim. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudarasaudaranya:“Marilah kepada kami”. Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar.” (Al-Ahzab: 18)

Allah juga berfirman, “Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terla’nat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.” (Al-Ahzab: 60-61)

Al-Jashash berkata di dalam Ahkam al-Quran, “Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwasannya melakukan alirjaf  di kalangan mukminin, menyebarluaskan berita yang meresahkan dan mengganggu mereka, maka berhak di-ta’zir (hukuman) dan diasingkan, jika di bersikukuh dan tidak berhenti melakukannya. Kaum munafikin dan orang-orang dari kalangan yang tidak memiliki basirah agama, mereka adalah orang-orang yang hatinya berpenyakit, yaitu lemah keyakinan. Mereka menyebarkan berita terkait mobilisasi orang-orang kafir dan musyrikin, koalisi mereka, dan rencana mereka menyerang kaum mukminin. Sehingga mereka membesar-besarkan perihal orang-orang kafir dan menakut-nakuti kaum mukminin. Maka Allah subhaanahu wa ta’ala menurunkan ayat itu berkenaan dengan mereka, dan Allah subhaanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa mereka layak diusir dan dibunuh jika tidak menghentikan perbuatan tersebut. Allah Ta’ala memberitahu bahwa hal itu adalah sunatullah dan jalan yang diperintahkan untuk diamalkan dan diikuti.”

Di antara bahaya al-irjaf, Allah mewanti-wanti mujahidin agar tidak berbaur dengan para pelakunya. Pasalnya, ucapan mereka dapat melemahkan barisan, dan penggembosan mereka memperlemah kaum muslimin. Sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman, “Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.” (At-Taubah: 47)

Ibnu Ishaq berkata, “Dulu ada sekelompok munafikin, mereka meminta nasehat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sedang menuju Tabuk. Maka sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, ‘Apakah kalian mengira bahwa serangan Bani Ashfar (Rum) itu seperti peperangan sebagian bangsa Arab terhadap sebagian lainnya! Demi Allah seakan-akan aku melihat kalian besok terikat dengan tali belenggu. Ucapan demikian sebagai bentuk al-irjaf dan menakut-nakuti kaum mukminin.”

Mengimani Qadar dan Meyakini Janji Allah adalah
Tameng Wanita Beriman

Hukum bagi wanita dalam hal ini sama dengan hukum bagi laki-laki. Barangsiapa muslimah yang terjatuh dalam perbuatan itu, menakut-nakuti keluarganya atau orang lainnya dari kalangan muslimin, serta menyebarkan berita-berita yang dapat melemahkan hati di antara mereka, maka wajib baginya beristighfar (memohon ampun kepada Allah) dari dosa ini, serta memperbaiki keimanannya terhadap qadha dan qadar Allah, serta memahami dengan baik firman Allah subhaanahu wa ta’ala : “Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.’” (At-Taubah: 51)

Juga memahami sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdullah bin Abbas saat dia dibonceng di belakang beliau: Wahai gulam (anak), sesungguhnya aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah maka engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu, jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka memintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah seandainya umat ini bersatu untuk memberimu manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan mampu memberikanmu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan untukmu, dan jika mereka bersatu untuk mencelakakan dirimu, pastilah mereka tidak akan mampu mencelakakan dirimu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan padamu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.” (HR. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
                                                                         
Jika mendengar desas-desus dari para penyebar kabar bohong, baik tentang kekuatan musuh-musuh kita, persiapan mereka untuk memerangi kita, dan mobilisasi mereka menyerang kita, maka wanita muslimah harus senantiasa merenungkan firman Allah subhaanahu wa ta’ala, kisah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat beliau, tatkala kaum musyrikin yang saat itu memiliki pasukan terkuat di dunia ketika itu berhimpun untuk menyerang mereka. Allah berfirman,  “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.’ Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.’ Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawankawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Ali ‘Imran: 173-175)

Begitulah semestinya jawaban yang dilontarkan muslimat kepada para penggembos dan munafikin, seraya merespons mereka dengan ucapan: hasbunallah wa ni’mal wakil (cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung). Atas keyakinannya bahwa bantuan Allah niscaya sudah mencukupi para hamba-Nya, betapapun kuatnya musuh mereka. Pun karena keimanannya bahwa tidak akan menimpa diri dan keluarganya, serta seluruh manusia, kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagi mereka.

Juga karena pengetahuannya bahwa teror setan hanya mampu memperdaya para pembelanya, bukan kepada kaum mukiminin.



Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid
Meneguhkan Rasulullah

Kewajiban ini mesti ditingkatkan para istri, ibunda, dan saudari mujahidin. Mereka harus ambil peran di rumah mereka, melindunginya dari desas-desus para pelaku alirjaf dan obrolan kaum munafikin. Mereka tidak boleh melontarkan pembicaraan tentang mujahidin kecuali apa yang dapat meneguhkan kaki dan menguatkan hati mereka.

Di antara kisah terelok para mukminat dalam hal ini adalah kisah Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha dalam meneguhkan suaminya yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam , saat beliau mendekatinya karena ketakutan, di hari ketika pertama kali Malaikat Jibril mendatangi beliau tengah beribadah di Gua Hira. Selimutilah aku, selimuti aku.’ Maka merekapun menyelimuti beliau sampai rasa takut itu pergi darinya, maka beliau bersabda kepada Khadijah dan mengabarkan sebuah kabar: ‘Sungguh aku takut terhadap diriku.’ Maka Khadijah menjawab, ‘Sekali-kali tidak, demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya, engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahim, menanggung nafkah orang yang membutuhkan, mencarikan kerjaan, menghormati tamu, dan membantu para pengemban kebenaran...” (Muttafaq Alaihi)

Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepada dakwah beliau, dan selalu menolong beliau, dan menguatkan tekad beliau hingga Allah mewafatkannya. Kecintaan Rasulullah kepadanya berkekalan di hati beliau, menjadi saksi atas apa yang telah dia korbankan. Sampai-sampai Rasulullah bersabda tentangnya, Dia telah beriman kepadaku di saat manusia menentangku, dan membenarkanku di saat manusia mendustakanku, dan menolongku dengan hartanya ketika manusia memboikotku.” (HR. Imam Ahmad)

Asmaa` binti Abu Bakar Mendorong Sang Putra
Menuju Maut dengan Sabar


Dan di antara teladan lainnya adalah Asmaa` binti Abu Bakar –semoga Allah meridhai dirinya dan ayahnya. Tatkala sang putra yaitu Khalifah kaum muslimin Abdullah bin az-Zubair dikepung di Makkah oleh tentara pemberontak pimpinan al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi. Dia mendatangi sang ibunda untuk berkonsultasi dalam rangka memerangi al-Hajaj, setelah intimidasi terhadapnya semakin meningkat.

Abdullah bin az-Zubair berkata, “Manusia telah menelantarkan aku, termasuk anak dan keluargaku. Tidak tersisa bersamaku kecuali segelintir orang-orang yang tidak memiliki kekuatan lebih daripada kesabaran sesaat saja, sedangkan kaum mereka memberiku apa yang aku inginkan dari dunia ini, maka bagaimana pendapatmu?” Sang ibu menjawab, “Demi Allah wahai anakku, engkau lebih mengetahui dirimu sendiri. Jika engkau menyadari bahwa engkau berada di atas kebenaran dan menyeru kepada kebenaran, maka berjalanlah untuknya. Sungguh para sahabatmu telah terbunuh di atasnya, dan jangan biarkan seorang pun anak dari Bani Ummayah mempermainkan nyawamu. Jika engkau hanya menginginkan dunia, maka engkau adalah seburuk-buruk hamba, engkau akan membinasakan dirimu, dan engkau membinasakan orang-orang yang terbunuh bersamamu.

Namun jika engkau mengatakan, ‘Aku berada di atas kebenaran, namun tatkala teman-temanku melemah, maka lemah pula aku, maka ini bukanlah tindakan orang-orang merdeka, bukan juga pengusung agama. Berapa lama engkau akan tinggal di dunia, maka terbunuh adalah lebih baik.”

Sang Amirul Mukminin mendekati ibundanya, lalu mencium kepalanya, dan berkata, “Demi Allah ini adalah pendapatku. Namun aku senang mengetahui pendapatmu, basirahmu menambah basirahku, maka lihatlah wahai ibunda, sungguh aku akan terbunuh di hari ini, maka janganlah engkau bersedih, dan serahkan urusan kepada Allah.” Kemudian Ibnu Zubair meninggalkannya sembari berkata, “Sesungguhnya bila aku mengetahui hariku, maka aku bersabar. Dan dia mengetahui harinya akan berkobar.”

Sang ibunda radhiallahuanha mendengar perkataannya dan berkata, Bersabarlah, Insya Allah, karena ayahmu adalah Abu Bakar dan az-Zubair, dan ibumu adalah Shafiyyah binti Abdul Muthalib.”



Demikianlah seharusnya keadaan istri beriman terhadap suaminya. Begitulah semestinya keadaan ibu yang beriman terhadap putranya. Sehingga sang putra menapaki jalan jihad melawan musuh-musuh Allah, dan menjalankan hal yang diperintahkan Rabb-Nya, sehingga sang ibu mendapatkan bagian dari amalnya dengan izin Allah.

SOURCE: RUMIYAH EDISI 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...