Sang Komandan Mulia
Abul Mughirah Al Qahtani
–taqobbalahullah–
Tetap teguh sampai mati...
Orang-orang yang tak mengetahui, mengira bahwa
tamkin, penegakkan Dien, dan kehancuran atas orang-orang kafir yang berhasil
dicapai oleh Daulah Islamiyah muncul dalam sekejap mata. Mereka menyangka semua
itu diraih dengan begitu mudah. Itu lantaran ketidak-tahuan mereka akan sejarah
Daulah Islamiyah, dimana badai fitnah dan ujian terus menerpanya sebagai bentuk
penyaringan dari Allah, sampai akhirnya Dia jadikan kemudahan setelah
kesusahan, Allah teguhkan kedudukan hamba-hambaNya yang lemah itu dan
diwariskannya tanah serta rumah orang-orang kafir, dan Allah jadikan mereka imam
yang memberi petunjuk dengan perintahNya ketika mereka bersabar dan yakin akan
kebenaran janji Allah berupa kemenangan atas orang-orang musyrik.
Siapapun yang membuka-buka lembaran sejarah Daulah
Islamiyyah, para tentara dan komandannya, niscaya akan melihat hal yang sangat
menakjubkan, kesabaran mereka yang luar biasa meski dahsyatnya ujian, keyakinan
mereka yang tinggi meski fitnah berjejalan, keteguhan mereka di atas jalan
meski banyaknya para penggembos, dan kuatnya kesabaran mereka dalam memerangi
kaum musyrikin meski kepayahan dan luka parah. Diantara para pahlawan itu
adalah komandan kita yang mulia ini,yang tidak pernah lemah sedikitpun dalam
memerangi musuh-musuh Allah ‘azza wa jalla sampai akhirnya Dia berkenan
mencabut ruhnya sebagai seseorang yang syahid di jalanNya –beginilah kami
mengira– setelah Allah menimpakan berbagai macam adzab kepada Salibis, Rofidhoh,
dan orang-orang murtad lewat tangannya, dimana dengan aksinya itu Allah
melegakan hati orang-orang yang beriman.
Allah cabut ruhnya setelah lewat tangannya pula panji
tauhid berkibar dengan megah di bumi Afrika (Libya, Tunisia, dan sekitarnya
–pent), dan menara Daulah Islamiyyah tegak di wilayah Libya. Sang komandan
adalah teman dekat Abu Hamzah al Muhajir, Manafi ar Rawiy, dan Abdullah Azzam
al Qahthaniy. Beliau adalah salah satu komandan yang berhasil dibebaskan dari
kerangkeng penjara Abu Ghurayb.
Dia mengomandoi eksekusi massal tentara Rofidhoh yang
tertawan di pangkalan militer COB Speicher, dan amir yang dibebani untuk
mengatur seluruh wilayah Libya, dialah Abul Mughirah al Qahthaniy –semoga Allah
menerimanya-. Wisam ‘Abd Zaid –ini adalah nama aslinya – memulai perjalanan
jihadnya saat ia membentuk sekelompok kecil bersama putera-putera Fallujah
untuk memerangi para salibis, kemudian bersama para sahabatnya itu ia bergabung
dengan Syaikh Abu Mus’ab Az Zarqowiy –taqobbalahullah-. Dia turut andil
mempertahankan kotanya pada peperangan Fallujah pertama, ikut ribath dalam
parit-parit perlindungan, dimana hal itu semakin mempererat hubungannya dengan
Syaikh Abu Hamzah al Muhajir –taqobbalahullah- yang selalu menjadi tamunya ketika
berada di Fallujah.
Ketika Jama’ah Tauhid dan Jihad dideklarasikan, Abu Humam
– ini kunyah pertamanya dalam jihad –termasuk orang yang pertama bergabung dan
menjadi orang yang terpercaya di dalamnya, sampai kemudian ia dikirim sebagai
utusan ke Jazirah Arab. Ia berhasil memasuki negara itu bersama dua saudaranya
(Al Haj Afaan) dan (Al Hajj Ibrahim) –semoga Allah menerima keduanya– dengan
alibi umroh. Kepergiannya itu dalam rangka bertemu dengan beberapa ikhwah
disana dan menyelesaikan beberapa urusan penting yang dibebankan kepadanya
untuk kemaslahatan jamaah. Selama kepergiannya itu terjadi pertempuran Fallujah
yang kedua yang memaksa mujahidin mundur dari sana.
Sekembalinya di Iraq, ia langsung menyusun strategi bersama
para ikhwah untuk melakukan operasi di dalam kota. Beliau memasuki Fallujah
sebagai amir atas sekelompok mujahidin untuk mengaktifkan kembali aktivitas
Intelijen melawan orang-orang Amerika.
Selang beberapa lama setibanya di Fallujah Amerika berhasil
menangkapnya dan menjebloskannya ke dalam penjara Abu Ghurayb yang terkenal
mencekam itu. Di samping siksaan yang dialaminya, ia juga ditempatkan di bagian
“cougar 5” bagian penjara yang paling mencekam yang terdiri dari berblok-blok
sel isolasi. Syaikh mendekam di dalamnya selama berbulan-bulan. Kemudian beliau
dipindah menuju “Kamp 10” penjara Bucca yang terkenal. Kira-kira pasca setahun
penangkapannya, Allah mengaruniakan kebebasan padanya.
Sehari setelah terbebas dari penjara (pada bulan Jumadal
Ula 1427 H) beliau langsung menghubungi ikhwah para komandan aksi militer di
Fallujah dan sekitarnya untuk menyampaikan kabar tentang kebebasannya dan
tekadnya untuk memulai lagi aksi perlawanan terhadap para salibis secepat
mungkin, maka ia pun kembali melakukan kegiatan Intelijen di dalam kota
tersebut. Setelahnya, ia ditunjuk oleh penanggung jawab Intelijen wilayah al
Anbar Abdullah Azzam Al Qahthaniy –taqobbalahullah- sebagai penanggung jawab
intelijen kota. Saat itu Fallujah adalah sebuah sektor yang dikomandoi oleh Abu
Hakim al Jazrowiy –taqobbalahullah- di bawah pimpinan Jiroh asy Syamiy –taqobalahullah-,
amir Al Anbar. Ketika Abu Haqqi –ini kunyah beliau di masa itu – bersama
sekelompok pasukannya sedang mengeksekusi satu murtaddin di kota Fallujah,
beliau tertembak di pundaknya. Lukanya tidak membuatnya berhenti dari jihad
kecuali sebentar. Setelah sembuh dari lukanya beliau kembali melanjutkan aktivitasnya
menjihadi musuh-musuh Allah dari kalangan salibis dan orang-orang murtad.
Setelah dideklarasikannya Daulah Islamiyyah Iraq dan
munculnya shohawat, beliau –rahimahullah pindah beraktivitas di sektor “Abu
Ghurayb” dan mengomandoi daerah tersebut dengan kunyah barunya Abu Ghozi,
sampai ia ditangkap di salah satu pos keamanan di dalam kota Baghdad (pada
bulan Rajab 1429 H).
Selama beberapa bulan beliau mendekam di penjara Divisi
Kelima milik Badan Intelijen murtaddin. Kemudian setelah itu ia dipindah ke
Fallujah lantaran ia dipindah ke Fallujah lantaran statusnya yang buron dengan beberapa
tuduhan. Allah menyelamatkannya dari tangan polisi dan shohawat, yang mana
mereka selalu mengeksekusi semua tentara Daulah Islamiyyah yang tertangkap.
Ketika itu mereka memindahkannya dari penjara kepolisian pusat ke penjara di al
Kholidiyah, tempat mereka mengeksekusi ikhwah mujahidin tanpa interogasi
terlebih dahulu, akan tetapi Allah enggerakkan salah satu murtaddin yang dahulu
pernah di penjara bersamanya, ia mengeluarkan beliau dari situ dan mengembalikannya
ke penjara kepolisian pusat Fallujah, dimana beliau dibebaskan setelah mereka
tidak mampu merayunya.
Tidak beberapa lama sekeluarnya beliau dari penjara, ia
bertemu dengan wali baghdad Manaf ar Rawiy dan wali Fallujah Abbas al Jiwariy
–semoga Allah menerima keduanya– guna berkoordinasi dalam rangka kembali ke
medan jihad. Dia kembali beraktivitas di Fallujah, khususnya di sektor Abu
Ghurayb, sebelum menjadi wakil wali, lalu diangkat menjadi wali Fallujah. Dia
terus mengemban tanggung jawabnya itu sampai tertangkap pada operasi yang
menjadi pukulan keamanan terbesar atas mujahidin, dimana ia ditangkap oleh orang-orang
Amerika bersama sekelompok kecil teman-temannya di bulan Syaban tahun 1431 H.
Mereka menyerahkannya kepada Rofidhoh yang kemudian menjebloskannya
ke dalam penjara terburuk mereka, penjara milik unit kontra terorisme, yang
terkenal dengan nama penjara “Jara-im 52”, dimana kasusnya terbongkar. Rofidhoh
berhasil mengungkap sepak terjangnya di Daulah Islamiyyah yang bisa berujung pada
hukuman eksekusi mati.
Seusai investigasi, ia diisolasi di penjara Taji.Di sana ia
menjadi amir para ikhwah yang menghuni salah satu bloknya sebelum para ikhwah
di luar penjara menasehati untuk mengamankan kepindahannya ke penjara Abu Ghurayb
karena para ikhwah sedang merencanakan untuk membebaskan para tahanan di situ.
Beliau, bersama dengan tiga Ikhwannya berhasil pindah setelah mengiming-imingi
si Rofidhoh kepala sipir penjara dengan sejumlah uang.
Sesampainya di Abu Ghurayb, rencananya adalah kabur
melalui terowongan yang digali oleh ikhwah di salah satu sel. Ia ketika itu
mengganti kunyahnya menjadi Abu Zaid dan ditunjuk menjadi koordinator
pelaksanaan operasi tersebut, yang dilakukan dengan koordinasi antara ikhwah di
dalam dan di luar penjara.
Namun Allah menakdirkan rencana kabur ini gagal karena Rofidhah
menemukan lubang galian tersebut, lalu menyegel sel tersebut dan memindah
mereka dari situ.
Beliau dan para ikhwah tak berputus asa, bahkan mereka
kian bersemangat untuk kabur. Apa lagi beliau telah dipilih menjadi amir setiap
ikhwah di penjara “Abu Ghurayb. Ketika itu ia mengganti kunyahnya menjadi Abu
Hamid. Ia berkoordinasi dengan Syaikh Abu Abdirrahman Al Bilawiy
–taqobbalahullah- untuk menyelesaikan rencana ini sampai Allah
menyempurnakannya.
Allah mengeluarkannya bersama ratusan ikhwah lainnya dari
kerangkeng penjara. Ia kembali menjadi salah satu prajurit Daulah Islamiyah di
padang pasir al Anbar, sebelum akhirnya dipindahkan Syaikh al Bilawiy untuk
menjadi amir wilayah Salahuddin dengan kunyah barunya Abu Nabil. Masuknya ia ke
wilayah Salahuddin dibarengi dengan operasi besar-besaran Daulah Islamiyyah di
Iraq, yang berbuah penaklukan Ninawa dan sederat penaklukan setelahnya.
Abu Nabil memimpin semua pertempuran di wilayah Salahuddin
pada saat itu, utamanya pertempuran Samarra’. Ia muncul dalam sebuah rilisan
video berjudul “’Ala Minhajin Nubuwah” ketika sedang berkhutbah menyemangati
para ikhwah sebelum dimulainya pertempuran. Dia juga yang mengomandoi eksekusi
massal ribuan Rofidhoh kadet angkatan udara Iraq di Pangkalan Udara Militer COB
Speicher.
Pasca dideklarasikannya Khilafah, bai’at demi bai’at untuk
Amirul Mu’minin berdatangan dari segala penjuru, terutama bai’at dari mujahidin
Libya. Maka Amirul Mu’minin Syaikh Abu Bakar al Baghdadiy –ha_dzohullah- mengirim
pedangnya yang mujarab Abu Nabil sebagai amir mereka. Di sana ia meletakkan
batu pertama pondasi menara Daulah Islamiyyah.
Abul Mughirah al Qahthaniy terus memberi pelajaran pada
musuh-musuh Allah dari kalangan murtaddin sampai akhirnya melalui tangannya
Allah menaklukan kota Sirte dan sekitarnya, setelah pengkhianatan Shohawat di
Derna yang mengakibatkan banyak terbunuh pasukannya dan para ikhwah.
Pengorbanan itu berbuah manis. Allah memberinya tamkin, maka mereka tegakkan syari’at,
melaksanakan hudud, terus memerangi orang-orang ka_r dan murtaddin.
Perjalanan panjang jihad komandan kita ini berakhir setelah
ia terbunuh di tangan salibis Amerika dalam sebuah serangan udara yang
menargetkannya di kota Derna setelah bertahun tahun panjang jihadnya. Semoga
Allah menerimanya bersama orang-orang yang shalih.
Keteguhan merupakan sifat yang paling nampak dari Syaikh
Abul Mughirah al Qahthaniy –rahimahullah-. Siapa pun yang mengikuti perjalanan
panjang jihadnya yang melebihi 13 tahun lamanya, akan melihat dengan jelas
bagaimana ia bak karang yang tegar di tengah hempasan gelombang ujian. Fitnah
tak melemahkan tekadnya. Tiap kali diuji dengan penjara yang Allah selamatkan
darinya, segera setelah lepas dari cengkeraman musuh-musuhNya ia kembali
menghantam mereka. Tiap kali terluka, ia bersabar atasnya dan tetap melanjutkan
jihadnya. Di saat yang sama, usaha orang-orang murtad untuk mengendorkan
tekadnya dengan iming-iming gelontoran uang, tak pernah berhasil.
Saat penangkapan terakhirnya, ia tahu bahwa hukuman mati
telah menantinya karena tuduhan atasnya berhasil dibuktikan oleh Ro_dhoh.
Ketika itu perwira-perwira intelijen berusaha membujuknya demi kebebasannya dengan
imbalan secuil dunia. Mereka berjanji akan membatalkan hukuman mati dengan
syarat beliau membantu mereka menangkap Syaikh Abu Ibrahim az Zaidiy
–taqobbalahullah-. Jawabannya atas permintaan mereka menyerupai jawaban Yusuf
‘alaihissalam saat menanggapi orang yang mengancam akan menjebloskannya ke
dalam penjara dan menghalanginya dari Diennya (Ya Rabbku, sungguh penjara lebih
aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku). Selang beberapa tahun,
Allah-lah yang menyelamatkannya dari penjara dan hukuman mati.
Ketika ia sampai di Libya ternyata didapatinya kebanyakan
manusia di sana terpengaruh dengan manhaj rusak Tandzim al Qaeda dalam
menyikapi murtaddin. Maka
ia mulai memprovokasi mereka untuk memerangi dan membasmi murtaddin, dengan
berkata:
”Tidak akan kita biarkan seorang murtadpun hidup aman
bersama kita”. Ketika salah seorang ikhwah mujahid menanggapinya dengan
berkata, “Jika kita memerangi mereka maka kita akan diusir dari kota ini”
Beliau –rahimahullah- menjawab, “Jatuhnya kota dengan keutuhan al wala wal baro
itu jauh lebih baik dari pada runtuhnya al wala wal baro meski kota tetap ada”.
Beliau –rahimahullah-, adalah contoh nyata keberanian, kepahlawanan
dan bagaimana bersikap keras terhadap musuh-musuh Allah. Dia selalu berada di
front terdepan bersama para ikhwah di setiap pertempuran dan
penyerbuan, melakukan operasi pembunuhan bersama mereka, dengan tangannya
sendiri menangkap murtaddin shohawat, sampai ia beberapa kali cedera lantaran
hal itu. Salah satunya saat melaksanakan pembunuhan terhadap salah satu
murtaddin di Fallujah yang menyebabkannya terkena luka tembak di bahu, dan
lainnya di saat orang-orang murtad itu berusaha menangkapnya setelah salah satu
dari mereka engetahui keberadaannya, tapi beliau terlebih dahulu melesatkan timah
panas dari pistolnya yang langsung membunuhnya. Allah menyelamatkannya dari
penangkapan meski mereka mengepung dan menyisir daerah tempat persembunyiannya.
Di saat yang sama beliau sangat menyayangi saudara-saudaranya,
amat tawadhu’ di hadapan mereka, bahkan sering kali ia menutup suratnya dengan
ungkapan “Dari saudaramu yang hina” sehingga membuatnya disukai semua orang
yang beraktivitas bersamanya, baik dari kalangan komandan maupun prajurit
biasa. Beliau –taqobbalahullah- amat memperhatikan orang-orang di sekelilingnya,
merelakan dirinya dalam mara bahaya demi keselamatan saudara-saudaranya. Salah
satu ikhwan bersaksi bahwa ia pernah masuk sendirian ke sebuah rumah aman di
pulau danau Tsar tsar yang hancur akibat bombardir Salibis, semua ikhwah yang berada
di dalamnya terbunuh atau luka berat, sementara pesawat drone terus mengudara
dan menembaki siapapun yang mendekati rumah yang hancur lebur itu, kelompok
pertama yang bermaksud mengeluarkan ikhwah yang terluka disambut dengan bom
sehingga semuanya juga terbunuh, namun Abu Humam tidak menyerah, Ia turun
tangan sendiri dan berhasil mengeluarkan ikhwah yang terluka parah itu, meski
kondisi amat mencekam dan berbahaya.
Adapun tentang sikap kerasnya terhadap musuh-musuh Allah,
tak ada seorangpun yang tak mengetahui eksekusi massal Rofidhoh di COB
Speicher, dimana ia-lah yang memerintahkan pembunuhan ribuan musyrikin
sekaligus tanpa ampun dan belas kasih sedikitpun. Di Libya, sebelum ia sampai,
sebagian ikhwah mengeksekusi murtaddin secara diam-diam, dan mereka tidak ingin
mengakuinya, namun ia berkata kepada mereka: “Jika kalian ingin orang-orang
kafir takut kepada kalian maka bunuhlah mereka dan katakan: ”Kamilah
pembunuhnya” , ketika para ikhwah melakukan hal itu, hasilnya kantor-kantor
istitabah (pertaubatan) dipenuhi murtaddin yang bertaubat.
Meskipun beliau amat keras ketika dibutuhkan, namun ia
–rahimahullah- adalah orang yang bijaksana, meletakkan pedang dan kesantunan
pada tempatnya masing-masing. Pembicaraannya menarik hati dan telinga. Pada
suatu kesempatan sebelum pertempuran Samarra’, ia kumpulkan semua petinggi
kabilah dan berbicara dengan kata-kata yang membuat mereka gembira, dan hal itu
merupakan salah satu sebab taubatnya puluhan anggota shohawat, sehingga mereka
menyerahkan senjata mereka kepada Daulah Islamiyyah, padahal Daulah Islamiyyah
telah berbulan-bulan memerangi mereka.
Setelah pengkhianatan yang dialami Junud Khilafah di kota
Harawah, Barqah, Syaikh mengirim seorang perantara kepada para pengkhianat itu
untuk menyerahkan senjata mereka, jika tidak mereka akan djadikan pelajaran
bagi orang-orang setelah mereka, maka mereka pun menuruti permintaanya dan
seluruh persyaratannya, di antaranya adalah mengganti seluruh senjata dan
peluru. Setelah mereka bertaubat dan mengirim angsuran pertama dari jumlah yang
telah disepakati, Syaikh menghubungi perantaranya dan berkata kepadanya, “Beri
tahu penduduk Harawah bahwa kita telah memaafkan mereka, dengan izin Allah Dia
akan mengganti yang lebih baik untuk kita“. Dua hari kemudian Allah menaklukkan
Sirte. Para ikhwah berhasil memperoleh ghonimah berupa persenjataan dan peluru yang
amat banyak.
Adapun mengenai ibadahnya dan kegigihannya dalam belajar
dan mengajarkan Dien, maka salah satu teman sepenjaranya bercerita bahwa ia
adalah orang yang rajin berpuasa dan amat disiplin dalam mengikuti majelis ilmu
dalam penjara, sampailah satu komandan Daulah Islamiyyah yang ditahan di Abu
Ghurayb memberinya ijazah qiroah riwayat Hafsh dan Warsy. Disamping ia giat
menuntut ilmu, ia juga mempunyai halaqoh siroh yang disampaikan kepada para
ikhwah yang tertawan, dan jumlah yang datang untuk mendengarkan kajian ini
melebihi peserta yang mendatangi kajian lain yang di adakan di penjara Abu
Ghurayb.
Orang yang pernah di penjara bersamanya bercerita banyak
sekali sumpah yang ia lontarkan di saat di penjara yang kemudian Allah menjawab
sumpahnya ketika bebas, serta banyak doa yang ia panjatkan yang kemudian Allah
mengabulkannya.
Diantaranya adalah dia pernah berdoa akan menjadikan shohawat
menggali kuburannya sendiri jika Allah mengaruniakan kebebasan kepadanya. Ini
terwujud dalam kisah terkenal didokumentasikan dalam video rilisan al Furqon (Sholilush
Showarim 4), dimana seorang komandan shohawat mengatakan sebuah
ungkapan yang menjadi bahan lelucon di seluruh penjuru dunia, “Aku takut kalian
adalah Daisy”, ketika Syaikh Abu Nabil menangkapnya lalu kemudian memaksanya menggali
kuburannya sendiri sembari menyumpahi tuannya,
Nuri al Maliki.
Pun saat ia mendengar cerita bahwa jasad Syaikh Usamah
bin Ladin –rahimahullah- dibuang di laut, ia langsung bersumpah akan mencampuri
air laut dengan darah orang-orang kafir. Allah kabulkan sumpahnya, ia bebas
dari penjara, kemudian berpindah dari negeri yang tidak ada lautnya (Iraq-pent)
untuk menyembelih Musyrikin Nashrani di pantai Tripoli sehingga air laut menjadi
merah dengan darah mereka.
Kisah yang lain, bahwa salah seorang ikhwah meminta
kepadanya satu musyrik Rofidhoh untuk disembelihnya, Syaikh menanggapinya
dengan berkata:
“Bergembiralah, dengan izin Allah kamu akan mendapatkan
ribuan kepala Rofidhoh”, dan dua hari setelahnya Allah mengaruniakan kepadanya
tawanan ribuan Rofidhoh dari pangkalan militer COB Speicher untuk disembelih
dan bertaqorrub kepada Allah dengan darah mereka, serta memenuhi janjinya
kepada ikhwah tersebut.
Inilah secuplik biografi yang harum mewangi dari salah
seorang prajurit Khilafah, salah seorang kesatria Daulah Islamiyyah, yang mana
paragrafnya ditulis dengan darah dan serpihan tubuh, dan dilukis dengan pengorbanan
tanpa batas, sampai akhirnya pemilik kisah ini mendapatkan derajat syuhadaa’,
demikanlah penilaian kami dan kami tidak mensucikan siapapun di hadapan Allah.
SOURCE: An Nabaa’ Edisi 24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar