7/25/2019

MANUSIA YANG PALING BESAR KEIMANANNYA


Manusia Yang Paling Besar Keimanannya
“Kaum Yang Datang Setelah Kalian,

Yang menemukan Lembaran-lembaran Yang Mereka Imani”

أعظم الناس إيمانًا
قوم يأتون من بعدكم يجدون صحفًا يؤمنون بها

Dengan nama Alloh. Segala puji bagi Alloh. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Rosululloh, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan siapa saja yang loyal kepadanya. Wa ba’du:

Barang siapa yang syaykhnya adalah kitabnya, maka kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya…

Ya, jika kitabnya adalah kitab yang
tidak didatangi oleh kebatilan baik dari depannya maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji” [Fushshilat: 42],

kitab yang
“tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” [al-Baqoroh: 2],

kitab yang diturunkan oleh Alloh kepada hamba-Nya,
 dan Dia tidak menjadikan baginya kebengkokan” [al-Kahf: 1],

kitab yang
yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, dari sisi Yang Maha Bijaksana lagi Maha Teliti” [Huud: 1],
kitab yang
di antaranya ada ayat-ayat muhkamaat, itulah pokok al-Kitab (ummul kitaab)” [Alu ‘Imron: 7],

kitab yang seandainya
berasal dari selain Alloh pastilah mereka menemukan di dalamnya pertentangan yang banyak” [an-Nisa’: 82],

kitab yang tentangnya Alloh ‘azza wa jalla berfirman:
Dan sungguh telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil peringatan?” [al-Qomar: 17],

dan Dia berfirman:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami yang memeliharanya” [al-Hijr: 9],

dan Dia berfirman:
"Katakanlah: ‘Apakah yang lebih kuat kesaksiannya?’ Katakanlah: ‘Allah adalah saksi antara aku dan kalian. Dan diwahyukan kepadaku al-Qur’an ini agar dengannya aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang ia sampai (kepada mereka).” [al-An’am: 19].

Barang siapa yang kitabnya adalah kalam yang bukan makhluk, dari Alloh bermula dan kepada-Nya kembali, dan si pencari ilmu ini memiliki hati atau mau mendengarkan dan menyaksikan [tidak lalai], maka kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya; tidak ada keraguan dalam hal itu.

Begitu pula barang siapa yang syaykhnya adalah al-Bukhoriy atau Muslim dan mengambil dari keduanya apa yang di-marfu’-kan oleh keduanya kepada orang yang paling fasih mengucapkan huruf dhod [Rosululloh] yang telah dianugerahi jawaami’ al-kalim [ungkapan-ungkapan ringkas yang memiliki makna yang luas], dan apa yang di-mawquf-kan oleh keduanya kepada sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, sebaik-baik generasi [sahabat], rodhiyallohu ‘anhum.

Begitu pula barang siapa yang kitabnya adalah Tafsir ath-Thobariy, Ibnu al-Mundzir, atau Ibnu Abi Hatim.

Begitu pula barang siapa yang kitabnya dalam berkeyaqinan adalah as-Sunnah karya al-Imam Ahmad atau putranya, ‘Abdulloh, atau al-Barbahariy, al-Khollal, Ibnu Baththoh, atau Harb al-Kurmaniy.

Begitu pula barang siapa yang kitabnya adalah risalah-risalah para mujaddid Islam seperti Ibnu Taymiyah, Ibnu al-Qoyyim, Ibnu ‘Abdul Wahhab, dan ‘Abdurrohman bin Hasan.

Adapun Barang Siapa yang Syaikh-syaikhnya adalah:
Ulama thoghut, para ahli bid’ah yang sesat, dan orang-orang fasiq yang qo’iduun (duduk, tidak mau berjihad), maka kesalahannya lebih banyak daripada kebenarannya, kecuali yang dirahmati oleh Alloh, dan sedikit sekali mereka itu. Maka bagaimana pula jika dia mengikuti mereka dalam apa yang mereka serukan, yaitu kejahatan, perbuatan bid’ah, dan riddah, wal ‘iyaadzu billaah?!

Maka tidaklah penuntut ilmu diagungkan karena dia belajar kepada ulama thoghut dan para da’i kesesatan,  seperti Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaymin, Ibnu Jibrin, al-Fawzan, al-‘Awdah, al-Hawaliy, al-Huwayniy, al-Madhkholiy, al-Wadi’iy, al-Filisthiniy, al-Maqdisiy, al-Haddusyiy, as-Siba’iy, dan seterusnya.

Sungguh benar salah seorang di antara Ruwaybidhoh [orang bodoh yang berbicara tentang urusan masyarakat umum] itu ketika dia berkata, padalah dia adalah seorang pendusta: “Sunnah yang memuji tindakan kembali kepada kertas tanpa melihat kepada individu dan figur adalah hujjah yang tegas bagi kelompok ini.”

Sunnah ini adalah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya para suatu hari:

أَيُّ الْخَلْقُ أَعْجَبُ إِلَيْكُمْ إِيْمَانًا؟
Makhluk apakah yang paling menakjubkan bagi kalian keimanannya?’

Mereka berkata: ‘Para malaikat.’ Beliau bersabda: ‘Bagaimana mereka tidak beriman sedangkan mereka ada di sisi Robb mereka?’ Mereka berkata: ‘Para nabi.’ Beliau bersabda: ‘Bagaimana mereka tidak beriman sedangkan mereka didatangi wahyu?’ Mereka berkata: ‘Kami.’ Beliau bersabda: ‘Bagaimana kalian tidak beriman sedangkan aku berada di tengah-tengah kalian?’ Mereka berkata: ‘Lantas siapa, wahai Rosululloh?’ Beliau bersabda:

قَوْمٌ يَأْتُوْنَ مِنْ بَعْدِكُمْ يَجِدُوْنَ صُحُفًا يُؤْمِنُوْنَ بِهَا

KAUM YANG DATANG SETELAH KALIAN YANG MENEMUKAN LEMBARAN-LEMBARAN YANG MEREKA IMANI.’

Dalam salah satu lafazhnya:

بَلْ قَوْمٌ مِنْ بَعْدِكُمْ يَأْتِيْهِمْ كِتَابٌ بَيْنَ لَوْحَيْنِ يُأْمِنُونَ بِهِ وَيَعْمَلُوْنَ بِمَا فِيْهِ أُولَئِكَ أَعْظَمُ مِنْكُمْ أَجْرًا

‘Melainkan kaum setelah kalian yang datang kepada mereka kitab di antara dua papan [sampul] yang mereka Imani dan mereka Amalkan isinya.
MEREKA ITU LEBIH BESAR PAHALANYA DARIPADA KALIAN.’

Dan dalam lafazh yang lain:

يَجِدُوْنَ الْوَرَقَ الْمُعَلَّقَ فَيَعْمَلُوْنَ بِمَا فِيْهِ, فَهَؤُلَاءِ أَفْضَلُ أَهْلِ الْإِيْمَانِ إِيْمَانًا

Mereka menemukan kertas yang tergantung, 
lalu mereka mengamalkan isinya. 
Mereka itulah Ahli Iman yang paling Utama Keimanannya.’

[Diriwayatkan oleh al-Hakim, Ibnu Katsir, Abu Ya’la dan yang lainnya]

Dengan jelas hadits ini memuji tindakan mengambil ilmu melalui kertas yang tergantung, bahkan menjadikan kaum tersebut sebagai manusia yang paling besar pahalanya dan ahli iman yang paling utama keimanannya.

Ini menunjukkan bahwa ‘ishmah [penjagaan] pada saat terjadinya perubahan zaman dan jatuhnya contoh-contoh rusak yang mengusung nama ilmu dan ulama dengan penuh kedustaan dan kebohongan adalah kembali kepada kertas. Tidaklah akan membahayakan bagi orang-orang gagah itu perkataan Fulan dan ‘Allan, tidak pula pendapat Zaid dan ‘Amr. Sebab, tidaklah seseorang menyimpang dari jalan-jalan yang syar’iy menuju jalan-jalan bid’ah kecuali karena kebodohan, ketidakmampuan atau tujuan yang rusak, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taymiyah. Dan jalan ini, yaitu mengambil ilmu melalui kertas yang tergantung, dan ia merupakan jalan yang syar’iy, adalah jalan yang mencegah ketergelinciran seorang alim agar tidak melompat ke benak pengikut lalu menetap atas nama ‘ishmah dan agama.”

Setelah ini, hendaklah pencari ilmu merenungkan beberapa hadits dan atsar yang berisi tahdziir (peringatan) terhadap ulama suu’:

Diriwayatkan dari Abu Dzarr rodhiyallohu ‘anh, dia berkata,

كُنْتُ أَمْشِيْ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وَسَلَّمَ فَقَالَ:" لَغَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُنْي عَلَى أُمَّتْي" قَالَهَا ثَلَاثًا. قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ, مَاهَذَا الَّذِي غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُكَ عَلَى أُمَّتِكَ. قَالَ: "أَئِمَّةً مُضِلِّينَ"

“Suatu ketika aku sedang berjalan bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun bersabda: ‘Sungguh selain Dajjal yang membuatku khawatir terhadap umatku.’ Beliau mengatakan itu tiga kali. Dia (Abu Dzarr) berkata: Aku berkata: ‘Wahai Rosululloh, apa itu selain Dajjal yang lebih And khawatirkan atas umat Anda?’ Beliau bersabda: ‘Para Imam Yang Menyesatkan.’”

[Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad]

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ, وَلَكِنْ يَقِبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ, حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّلًا, فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ, فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Alloh tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya sekaligus dari para hamba, tetapi Dia merenggut ilmu dengan merenggut/ mematikan ulama. Sampai ketika Dia tidak menyisakan seorang alim pun, manusia mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya lalu mereka memberikan fatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan.”

[Diriwayatkan oleh asy-Syaikhoni dari ‘Abdulloh bin ‘Amr rodhiyallohu ‘anh]

Ali bin Abu Tholib rodhiyallohu ‘anh berkata:

يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يَبْقَى مِنَ الْإِسْلَامِ إِلَّا اسْمُهُ, وَلَا يَبْقَى مِنَ الْقُرْأَنِ إِلَّا رَسْمُهُ, مَسَاجِدُهُمْ عَامِرَةٌ وَهِيَ خَرَابٌ مِنَ الْهُدَى, عُلَمَاؤُهُمْ شَرُّ مَنْ تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ مَنْ عِنْدَهُمْ تَخْرُجُ الْفِتْنَةُ وَفِيهِمْ تَعُودُ

“Sebentar lagi akan datang kepada manusia suatu Zaman
ketika tidak ada yang tersisa dari Islam kecuali namanya
dan tidak tersisa dari Al-Qur’an kecuali tulisannya.
Masjid-masjid mereka ramai, tetapi ia kosong dari petunjuk.
Ulama mereka adalah sejahat-jahatnya orang di bawah kolong langit.
Dari sisi mereka Fitnah keluar dan kepada diri mereka ia kembali.”

[Diriwayatkan oleh al-Bayhaqiy dalam Syu’ab al-Iimaan]

Apabila ulama telah mati, dan tidak tersisa dari mereka kecuali sedikit, antara murobith (orang yang melakukan ribath) di perbatasan-perbatasan, para tahanan di penjara-penjara dan buronan di gua-gua, maka tidaklah diagungkan menuntut ilmu di sisi “para syaikh”, kecuali bagi orang yang tidak mengetahui hakikat ilmu yang mulia. ILMU YANG BERMANFAAT ADALAH YANG BERBUAH DALAM HATI DAN ANGGOTA TUBUH.

‘Ubadah bin Shomit rodhiyallohu ‘anh berkata:

إِنْ شِئْتَ لَأُحَدِّثَنَّكَ بِأَوَّلِ عِلْمٍ يُرْفَعُ مِنَ النَّاسِ؟ الْخُشُوعُ, يُوشِكُ أَنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَلَا تَرَى فِيهِ رَجُلًا خَاشِعًا

“Jika engkau mau, aku benar-benar akan berbicara kepadamu tentang ilmu pertama yang akan diangkat dari manusia. (Yaitu) kekhusyu’an. Sebentar lagi kamu akan memasuki masjid suatu jamaah, lalu kamu tidak melihat di dalamnya seorang pun yang khusyu’.” [Diriwayatkan oleh at-Tirmidziy]

‘Ali bin Abu Tholib rodhiyallohu ‘anh berkata:

إِنَّ الْفَقِيهَ حَقَّ الْفَقِيهِ مَنْ لَمْ يُقَنَّطِ النَّاسَ مِنْ رَحْمَةِ الله, وَلَمْ يُرَخَّصْ لَهُمْ فِي مَعَاصِي الله, وَلَمْ يُؤَمِّنْهُمْ مِنْ عَذَابِ الله, وَلَمْ يَدَعِ الْقُرْآنَ رَغْيَةً عَنْهُ إِلَى غَيْرِهِ, إِنَّهُ لَا خَيْرَ فِي عِبَادَةٍ لَا عِلْمَ فِيهَا, وَلَا عِلْمَ لَا فَهْمَ قِيهِ, وَلَا قِرَاءَةَ لَا تَدَبُّرَ فِيهَا

“Faqih yang sebenar-benar faqih adalah orang yang tidak membuat manusia putus asa terhadap rahmat Alloh, tidak memberikan rukhshoh kepada mereka dalam kemaksiatan kepada Alloh, tidak memberikan rasa aman kepada mereka dari adzab Alloh, dan tidak meninggalkan Al-Qur’an menuju selainnya karena membencinya. Sesungguhnya tidak ada kebaikan dalam ibadah tanpa ilmu, ilmu tanpa pemahaman, dan qiro’ah tanpa tadabbur.”
[Diriwayatkan oleh ad-Daromiy dalam Sunan-nya]

Mujahid rohimahulloh berkata:

إِنَّمَا الْفَقِيْهُ مَنْ يَخَافُ اللهُ تَعَالَ

Sesungguhnya Faqih Itu Adalah Orang Yang Takut Kepada Alloh Ta’ala.”
[Diriwayatkan oleh ad-Daromiy dalam Sunan-nya]

Dikatakan kepada al-Hasan al-Bashriy rohimahulloh: “Tidak demikian fuqoha berkata.” Dia menjawab:

وَيْحَكَ! وَرَأَيْتَ أَنْتَ فَقِيهًا قَطٌّ! إِنَّمَا الْفَقِيهُ الزَّاهِدُ فِي الدُّنْيَا الرَّاغِبُ فِي الآخِرَةِ, الْبَصِيرُ بِأَمْرِ دِينِهِ, الْمُدَاوِمُ عَلَى عِبَادَةِ رَبِّهِ

“Celakah kamu! Kamu pernah melihat seorang faqih sekalipun? Sesungguhnya faqih itu adalah orang yang meninggalkan dunia, yang menginginkan akhirat, yang arif tentang urusan agamanya, dan yang terus-menerus beribadah kepada Robb-nya.”

[Diriwayatkan oleh ad-Daromiy dalam Sunan-nya]

‘Ali bin Abu Tholib rodhiyallohu ‘anh berkata:

يَا حَمَلَةَ الْعِلْمَ اعْمَلُوا بِهِ, فَإِنَّمَا الْعَالِمُ مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَوَافَقَ عِلْمَهُ عِمَلُهُ, وَسَيَكُوْنُ أَقْوَامٌ يَحْمِلُونَ الْعِلْمَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ, يُخَالِفُ عَمَلُهُمْ عِلْمَهُمْ, وَتُخَالِفُ سَرِيرَتُهُمْ عَلَا نِيَتَهُمْ, يَجْلِسُونَ حِلَقًا فَيُبَاهِى بَعْضُهُمْ بَعْضًا, حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَغْضَبُ عَلَى جَلِيسِهِ أَنْ يَجْلِسَ إِلَى غَيْرِهِ وَيَدَعَهُ أُولَئِكَ لَا تَصْعَدُ أَعْمَالُهُمْ فِي مَجَالِسِهِمْ تَلْكَ إِلَى الله

Wahai Para Pengusung Ilmu, Amalkanlah Ia. Sesungguhnya ulama itu adalah orang yang Mengamalkan apa yang diketahuinya, dan Ilmunya sesuai dengan Perbuatannya.
Akan ada kaum-kaum yang mengusung ilmu, tidak melampaui tenggorokan mereka. Perbuatan mereka berlawanan dengan ilmu mereka, dan apa yang tersembunyi dari mereka berlawanan dengan apa yang tampak dari mereka. Mereka duduk dalam halaqoh-halaqoh, lalu saling membanggakan diri satu sama lain. Sampai-sampai seorang laki-laki benar-benar marah kepada teman duduknya karena dia duduk di dekat orang lain dan meninggalkannya. Mereka itu tidaklah naik amal-amal mereka dalam majlis-majlis mereka itu kepada Alloh ta’ala.”

[Diriwayatkan oleh ad-Daromiy dalam Sunan-nya]

Benar, Hakikat Ilmu Adalah Takut Kepada Alloh.

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang Takut kepada Alloh

di antara Hamba-hamba-Nya adalah ULAMA.”
[Fathir: 28]

Barang siapa yang belum takut kepada Alloh lalu meninggalkan apa yang membuat Alloh marah dan apa yang membuat-Nya benci, maka dia bukan seorang alim dan bukan pula seorang faqih, meskipun dia belajar dan mengajar serta mengklaim bahwa dia seorang alim. Dan barang siapa yang belum menyeru manusia kepada ‘azaa’im al-umuur (perkara-perkara yang diwajibkan oleh Alloh/ perkara-perkara yang membutuhkan tekad kuat) dan memperingatkan mereka akan kemaksiatan-kemaksiatan yang murah, maka dia bukan alim.

Menuntut Ilmu kepada “Sejahat-jahatnya orang di bawah kolong langit” dan kepada “Para Da’i di depan Pintu-pintu Jahannam” bukanlah menuntut ilmu yang mulia. Adapun menuntut ilmu melalui kertas pada abad yang di dalamnya ulama menghilang, kecuali di perbatasan-perbatasan, penjara-penjara, dan gua-gua, adalah terpuji berdasarkan atsar-atsar. Dan segala puji bagi Alloh yang dengan nikmat-Nya amal-amal sholih dapat terlaksana.

Hendaklah seseorang berhati-hati dari sifat ujub dan sombong jika Alloh mengujinya dengan pergaulan dengan ulama suu’. Dan hendaklah dia mengingat apa yang diriwayatkan oleh ‘Abdulloh putra al-Imam Ahmad dari ‘Abdurrohman bin Abu Laila dari Ubay bin Ka’b bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انْتَسَبَ رَجُلَانِ عَلَى عَهْدِ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ, فَقَالَ أَحَدَهُمَا: أَنَا فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ, حَتَّى عَدَّ تِسْعَةً, فَمَنْ أَنْتَ لَا أُمَّ لَكُ؟ قَالَ: أَنَا فُلَانُ بْنُ فُلَانُ الْإِسْلَامِ. قَالَ: فَأَوْحَى اللهُ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: أَنَّ هَذَيْنِ الْمُنْتَسِبَيْنِ, أَمَّا أَنْتَ أَيُّهَا الْمُنْتَمِي أَوِ الْمُنْتَسِبُ إِلَى تِسْعَةٍ فِي النَّارِ فَأَنْتَ عَلشْرُهُمْ, وَأَمَّا أَنْتَ يَا هَذَا الْمُنْتَسِبُ إِلَى اثْنَيْنِ فِي الْجَنَّةِ, فَأَنْتَ ثَالِثُهُمَا فِي الْجَنَّةِ

“Dua orang laki-laki pada masa Musa ‘alaihissalaam menyebutkan nasab. Salah seorang dari keduanya berkata: ‘Aku adalah Fulan bin Fulan,’ sampai dia menyebutkan sembilan. ‘Maka siapa kamu yang tidak punya ibu?’ Dia berkata: ‘Aku adalah Fulan bin Fulan putra Islam.’ Beliau bersabda: Maka Alloh mewahyukan kepada Musa ‘alaihis salaam: Bahwa kedua orang yang menyebutkan nasab ini… Adapun kamu, wahai orang yang menyebutkan nasab sampai sembilan orang di dalam neraka, kamu adalah yang kesepuluh. Dan adapun kamu, wahai orang yang menyebutkan nasab sampai dua orang di dalam surga, kamu adalah yang ketiga di dalam surga.” [al-Musnad]

Maka apakah penuntut ilmu merasa bangga dengan riwayat hidup yang dipenuhi dengan duduk dalam halaqoh-halaqoh ahli ma’shiyah, bid’ahan dan riddah?!

Adapun setelah diperbaharuinya khilafah, maka segala puji bagi Alloh yang telah menganugerahkan kepada para pemimpin kaum muslimin hafizhohumulloh untuk membukakan pintu yang luas bagi seluruh tentara dan rakyat untuk menuntut ilmu di ma’had-ma’had, masjid-masjid, dan mu’askarot (kamp-kamp militer). Sehingga kini pencari ilmu bisa mengambil ilmu dari mulut para tokoh, tanpa ada pelarangan atau penindasan, dengan izin Alloh ta’ala. Maka tidaklah layak bagi pelajar yang mampu untuk berpaling dari sarana salaf di bawah naungan khilafah ini. Perlu diketahui bahwa keutamaan para guru dari kalangan Muhajirin dan Anshor tidak didapatkan dari pergaulan dengan ulama suu’ di negeri kufur dan qu’uud (sikap tidak mau berjihad), tetapi keutamaan itu didapat dengan kertas dan menjadikan apa yang ada dalam kertas sebagai jalan dalam aqidah dan manhaj.

Ya Alloh, kami berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak tunduk, dari jiwa yang tidak kenyang, dan dari doa yang tidak didengar.


Ditarjamah dari :
Surat Kabar Pekanan an-Naba’, edisi 27
Ditarjamah dan disebarluaskan oleh Tim Penyebar Berita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...