Manusia Yang Paling Besar
Keimanannya
“Kaum Yang Datang Setelah Kalian,
Yang menemukan Lembaran-lembaran
Yang Mereka Imani”
أعظم الناس إيمانًا
قوم يأتون من بعدكم
يجدون صحفًا يؤمنون بها
Dengan nama Alloh. Segala puji bagi Alloh.
Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Rosululloh, kepada keluarganya, para
sahabatnya, dan siapa saja yang loyal kepadanya. Wa ba’du:
Barang siapa yang syaykhnya adalah kitabnya,
maka kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya…
Ya, jika kitabnya adalah
kitab yang
“tidak
didatangi oleh kebatilan baik dari depannya maupun dari belakangnya, yang
diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji” [Fushshilat: 42],
kitab yang
“tidak
ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” [al-Baqoroh: 2],
kitab yang diturunkan
oleh Alloh kepada hamba-Nya,
“dan Dia tidak menjadikan baginya
kebengkokan” [al-Kahf: 1],
kitab yang
“yang
ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, dari
sisi Yang Maha Bijaksana lagi Maha Teliti” [Huud: 1],
kitab
yang
“di antaranya
ada ayat-ayat muhkamaat, itulah pokok al-Kitab (ummul kitaab)” [Alu ‘Imron:
7],
kitab yang seandainya
“berasal dari
selain Alloh pastilah mereka menemukan di dalamnya pertentangan yang banyak”
[an-Nisa’: 82],
kitab yang tentangnya Alloh ‘azza wa jalla
berfirman:
“Dan sungguh
telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau
mengambil peringatan?” [al-Qomar: 17],
dan Dia berfirman:
“Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami yang memeliharanya”
[al-Hijr: 9],
dan Dia berfirman:
"Katakanlah: ‘Apakah yang
lebih kuat kesaksiannya?’ Katakanlah: ‘Allah adalah saksi antara aku dan
kalian. Dan diwahyukan kepadaku al-Qur’an ini agar dengannya aku memberi peringatan
kepada kalian dan kepada orang-orang yang ia sampai (kepada mereka).” [al-An’am: 19].
Barang siapa yang kitabnya adalah kalam yang
bukan makhluk, dari Alloh bermula dan kepada-Nya kembali, dan si pencari ilmu
ini memiliki hati atau mau mendengarkan dan menyaksikan [tidak lalai], maka
kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya; tidak ada keraguan dalam hal
itu.
Begitu pula barang siapa yang syaykhnya adalah
al-Bukhoriy atau Muslim dan mengambil dari keduanya apa yang di-marfu’-kan oleh
keduanya kepada orang yang paling fasih mengucapkan huruf dhod
[Rosululloh] yang telah dianugerahi jawaami’ al-kalim [ungkapan-ungkapan
ringkas yang memiliki makna yang luas], dan apa yang di-mawquf-kan oleh
keduanya kepada sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, sebaik-baik
generasi [sahabat], rodhiyallohu ‘anhum.
Begitu pula barang siapa yang kitabnya adalah
Tafsir ath-Thobariy, Ibnu al-Mundzir, atau Ibnu Abi Hatim.
Begitu pula barang siapa yang kitabnya dalam
berkeyaqinan adalah as-Sunnah karya al-Imam Ahmad atau putranya, ‘Abdulloh,
atau al-Barbahariy, al-Khollal, Ibnu Baththoh, atau Harb al-Kurmaniy.
Begitu pula barang siapa yang kitabnya adalah
risalah-risalah para mujaddid Islam seperti Ibnu Taymiyah, Ibnu al-Qoyyim, Ibnu
‘Abdul Wahhab, dan ‘Abdurrohman bin Hasan.
Adapun Barang Siapa yang Syaikh-syaikhnya
adalah:
Ulama thoghut, para ahli
bid’ah yang sesat, dan orang-orang fasiq yang qo’iduun (duduk, tidak mau
berjihad), maka kesalahannya lebih banyak daripada kebenarannya, kecuali yang
dirahmati oleh Alloh, dan sedikit sekali mereka itu. Maka bagaimana pula jika
dia mengikuti mereka dalam apa yang mereka serukan, yaitu kejahatan, perbuatan
bid’ah, dan riddah, wal ‘iyaadzu billaah?!
Maka tidaklah penuntut ilmu diagungkan karena
dia belajar kepada ulama thoghut dan para da’i kesesatan, seperti Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaymin, Ibnu Jibrin,
al-Fawzan, al-‘Awdah, al-Hawaliy, al-Huwayniy, al-Madhkholiy, al-Wadi’iy,
al-Filisthiniy, al-Maqdisiy, al-Haddusyiy, as-Siba’iy, dan seterusnya.
Sungguh benar salah seorang di antara Ruwaybidhoh
[orang bodoh yang berbicara tentang urusan masyarakat umum] itu ketika dia
berkata, padalah dia adalah seorang pendusta: “Sunnah yang memuji tindakan
kembali kepada kertas tanpa melihat kepada individu dan figur adalah hujjah yang
tegas bagi kelompok ini.”
Sunnah ini adalah sabda Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya para suatu hari:
أَيُّ
الْخَلْقُ أَعْجَبُ إِلَيْكُمْ إِيْمَانًا؟
‘Makhluk apakah yang
paling menakjubkan bagi kalian keimanannya?’
Mereka berkata: ‘Para malaikat.’ Beliau
bersabda: ‘Bagaimana mereka tidak beriman sedangkan mereka ada di sisi Robb
mereka?’ Mereka berkata: ‘Para nabi.’ Beliau bersabda: ‘Bagaimana mereka tidak
beriman sedangkan mereka didatangi wahyu?’ Mereka berkata: ‘Kami.’ Beliau
bersabda: ‘Bagaimana kalian tidak beriman sedangkan aku berada di tengah-tengah
kalian?’ Mereka berkata: ‘Lantas siapa, wahai Rosululloh?’ Beliau bersabda:
قَوْمٌ يَأْتُوْنَ
مِنْ بَعْدِكُمْ يَجِدُوْنَ صُحُفًا يُؤْمِنُوْنَ بِهَا
‘KAUM YANG DATANG SETELAH KALIAN YANG
MENEMUKAN LEMBARAN-LEMBARAN YANG MEREKA IMANI.’
Dalam salah satu lafazhnya:
بَلْ قَوْمٌ مِنْ
بَعْدِكُمْ يَأْتِيْهِمْ كِتَابٌ بَيْنَ لَوْحَيْنِ يُأْمِنُونَ بِهِ
وَيَعْمَلُوْنَ بِمَا فِيْهِ أُولَئِكَ أَعْظَمُ مِنْكُمْ أَجْرًا
‘Melainkan kaum setelah kalian yang datang
kepada mereka kitab di antara dua papan [sampul] yang mereka Imani dan
mereka Amalkan isinya.
MEREKA ITU LEBIH BESAR
PAHALANYA DARIPADA KALIAN.’
Dan dalam lafazh yang lain:
يَجِدُوْنَ
الْوَرَقَ الْمُعَلَّقَ فَيَعْمَلُوْنَ بِمَا فِيْهِ, فَهَؤُلَاءِ أَفْضَلُ أَهْلِ
الْإِيْمَانِ إِيْمَانًا
‘Mereka menemukan kertas yang tergantung,
lalu
mereka mengamalkan isinya.
Mereka itulah Ahli Iman yang paling Utama Keimanannya.’
[Diriwayatkan oleh al-Hakim, Ibnu Katsir,
Abu Ya’la dan yang lainnya]
Dengan jelas hadits ini memuji tindakan
mengambil ilmu melalui kertas yang tergantung, bahkan menjadikan kaum tersebut
sebagai manusia yang paling besar pahalanya dan ahli iman yang paling utama
keimanannya.
Ini menunjukkan bahwa ‘ishmah [penjagaan]
pada saat terjadinya perubahan zaman dan jatuhnya contoh-contoh rusak yang
mengusung nama ilmu dan ulama dengan penuh kedustaan dan kebohongan adalah
kembali kepada kertas. Tidaklah akan membahayakan bagi orang-orang gagah itu
perkataan Fulan dan ‘Allan, tidak pula pendapat Zaid dan ‘Amr. Sebab, tidaklah
seseorang menyimpang dari jalan-jalan yang syar’iy menuju jalan-jalan bid’ah
kecuali karena kebodohan, ketidakmampuan atau tujuan yang rusak, sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Taymiyah. Dan jalan ini, yaitu mengambil ilmu melalui
kertas yang tergantung, dan ia merupakan jalan yang syar’iy, adalah jalan yang
mencegah ketergelinciran seorang alim agar tidak melompat ke benak pengikut
lalu menetap atas nama ‘ishmah dan agama.”
Setelah ini, hendaklah pencari ilmu merenungkan
beberapa hadits dan atsar yang berisi tahdziir (peringatan) terhadap ulama
suu’:
Diriwayatkan dari Abu Dzarr rodhiyallohu ‘anh,
dia berkata,
كُنْتُ أَمْشِيْ
مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وَسَلَّمَ فَقَالَ:" لَغَيْرُ الدَّجَّالِ
أَخْوَفُنْي عَلَى أُمَّتْي" قَالَهَا ثَلَاثًا. قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللهِ, مَاهَذَا الَّذِي غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُكَ عَلَى أُمَّتِكَ. قَالَ:
"أَئِمَّةً مُضِلِّينَ"
“Suatu ketika aku sedang berjalan bersama
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun bersabda: ‘Sungguh selain
Dajjal yang membuatku khawatir terhadap umatku.’ Beliau mengatakan itu tiga
kali. Dia (Abu Dzarr) berkata: Aku berkata: ‘Wahai Rosululloh, apa itu selain
Dajjal yang lebih And khawatirkan atas umat Anda?’ Beliau bersabda: ‘Para Imam Yang
Menyesatkan.’”
[Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad]
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ اللهَ لَا
يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ, وَلَكِنْ يَقِبِضُ الْعِلْمَ
بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ, حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ
رُءُوسًا جُهَّلًا, فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ, فَضَلُّوا
وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Alloh tidak mencabut ilmu dengan
cara mencabutnya sekaligus dari para hamba, tetapi Dia merenggut ilmu dengan
merenggut/ mematikan ulama. Sampai ketika Dia tidak menyisakan seorang alim
pun, manusia mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya lalu
mereka memberikan fatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan.”
[Diriwayatkan oleh asy-Syaikhoni dari ‘Abdulloh
bin ‘Amr rodhiyallohu ‘anh]
‘Ali bin Abu Tholib rodhiyallohu ‘anh berkata:
يُوشِكُ
أَنْ يَأْتِيَ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يَبْقَى مِنَ الْإِسْلَامِ إِلَّا
اسْمُهُ, وَلَا يَبْقَى مِنَ الْقُرْأَنِ إِلَّا رَسْمُهُ, مَسَاجِدُهُمْ
عَامِرَةٌ وَهِيَ خَرَابٌ مِنَ الْهُدَى, عُلَمَاؤُهُمْ شَرُّ مَنْ تَحْتَ أَدِيمِ
السَّمَاءِ مَنْ عِنْدَهُمْ تَخْرُجُ الْفِتْنَةُ وَفِيهِمْ تَعُودُ
“Sebentar lagi akan datang kepada manusia
suatu Zaman
ketika tidak ada yang
tersisa dari Islam kecuali namanya
dan tidak tersisa dari Al-Qur’an
kecuali tulisannya.
Masjid-masjid mereka ramai,
tetapi ia kosong dari petunjuk.
Ulama mereka adalah
sejahat-jahatnya orang di bawah kolong langit.
Dari sisi mereka Fitnah
keluar dan kepada diri mereka ia kembali.”
[Diriwayatkan oleh
al-Bayhaqiy dalam Syu’ab al-Iimaan]
Apabila ulama telah mati, dan tidak tersisa dari
mereka kecuali sedikit, antara murobith (orang yang melakukan ribath) di
perbatasan-perbatasan, para tahanan di penjara-penjara dan buronan di gua-gua,
maka tidaklah diagungkan menuntut ilmu di sisi “para syaikh”, kecuali bagi
orang yang tidak mengetahui hakikat ilmu yang mulia. ILMU YANG BERMANFAAT
ADALAH YANG BERBUAH DALAM HATI DAN ANGGOTA TUBUH.
‘Ubadah bin Shomit rodhiyallohu ‘anh berkata:
إِنْ شِئْتَ
لَأُحَدِّثَنَّكَ بِأَوَّلِ عِلْمٍ يُرْفَعُ مِنَ النَّاسِ؟ الْخُشُوعُ, يُوشِكُ
أَنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَلَا تَرَى فِيهِ رَجُلًا خَاشِعًا
“Jika engkau mau, aku benar-benar akan berbicara
kepadamu tentang ilmu pertama yang akan diangkat dari manusia. (Yaitu)
kekhusyu’an. Sebentar lagi kamu akan memasuki masjid suatu jamaah, lalu kamu
tidak melihat di dalamnya seorang pun yang khusyu’.” [Diriwayatkan oleh
at-Tirmidziy]
‘Ali bin Abu Tholib rodhiyallohu ‘anh berkata:
إِنَّ
الْفَقِيهَ حَقَّ الْفَقِيهِ مَنْ لَمْ يُقَنَّطِ النَّاسَ مِنْ رَحْمَةِ الله, وَلَمْ
يُرَخَّصْ لَهُمْ فِي مَعَاصِي الله, وَلَمْ يُؤَمِّنْهُمْ مِنْ عَذَابِ الله, وَلَمْ
يَدَعِ الْقُرْآنَ رَغْيَةً عَنْهُ إِلَى غَيْرِهِ, إِنَّهُ لَا خَيْرَ فِي
عِبَادَةٍ لَا عِلْمَ فِيهَا, وَلَا عِلْمَ لَا فَهْمَ قِيهِ, وَلَا قِرَاءَةَ لَا
تَدَبُّرَ فِيهَا
“Faqih yang sebenar-benar faqih adalah
orang yang tidak membuat manusia putus asa terhadap rahmat Alloh, tidak
memberikan rukhshoh kepada mereka dalam kemaksiatan kepada Alloh, tidak
memberikan rasa aman kepada mereka dari adzab Alloh, dan tidak meninggalkan
Al-Qur’an menuju selainnya karena membencinya. Sesungguhnya tidak ada kebaikan
dalam ibadah tanpa ilmu, ilmu tanpa pemahaman, dan qiro’ah tanpa tadabbur.”
[Diriwayatkan oleh ad-Daromiy dalam
Sunan-nya]
Mujahid rohimahulloh berkata:
إِنَّمَا الْفَقِيْهُ
مَنْ يَخَافُ اللهُ تَعَالَ
“Sesungguhnya Faqih
Itu Adalah Orang Yang Takut Kepada Alloh Ta’ala.”
[Diriwayatkan oleh ad-Daromiy dalam
Sunan-nya]
Dikatakan kepada al-Hasan al-Bashriy
rohimahulloh: “Tidak demikian fuqoha berkata.” Dia menjawab:
وَيْحَكَ!
وَرَأَيْتَ أَنْتَ فَقِيهًا قَطٌّ! إِنَّمَا الْفَقِيهُ الزَّاهِدُ فِي الدُّنْيَا
الرَّاغِبُ فِي الآخِرَةِ, الْبَصِيرُ بِأَمْرِ دِينِهِ, الْمُدَاوِمُ عَلَى
عِبَادَةِ رَبِّهِ
“Celakah kamu! Kamu pernah melihat seorang faqih
sekalipun? Sesungguhnya faqih itu adalah orang yang meninggalkan dunia, yang
menginginkan akhirat, yang arif tentang urusan agamanya, dan yang terus-menerus
beribadah kepada Robb-nya.”
[Diriwayatkan oleh ad-Daromiy dalam Sunan-nya]
‘Ali bin Abu Tholib rodhiyallohu ‘anh berkata:
يَا حَمَلَةَ
الْعِلْمَ اعْمَلُوا بِهِ, فَإِنَّمَا الْعَالِمُ مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ
وَوَافَقَ عِلْمَهُ عِمَلُهُ, وَسَيَكُوْنُ أَقْوَامٌ يَحْمِلُونَ الْعِلْمَ لَا
يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ, يُخَالِفُ عَمَلُهُمْ عِلْمَهُمْ, وَتُخَالِفُ
سَرِيرَتُهُمْ عَلَا نِيَتَهُمْ, يَجْلِسُونَ حِلَقًا فَيُبَاهِى بَعْضُهُمْ
بَعْضًا, حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَغْضَبُ عَلَى جَلِيسِهِ أَنْ يَجْلِسَ إِلَى
غَيْرِهِ وَيَدَعَهُ أُولَئِكَ لَا تَصْعَدُ أَعْمَالُهُمْ فِي مَجَالِسِهِمْ
تَلْكَ إِلَى الله
“Wahai Para Pengusung
Ilmu, Amalkanlah Ia. Sesungguhnya ulama itu adalah orang yang Mengamalkan
apa yang diketahuinya, dan Ilmunya sesuai dengan Perbuatannya.
Akan ada kaum-kaum yang
mengusung ilmu, tidak melampaui tenggorokan mereka. Perbuatan mereka berlawanan
dengan ilmu mereka, dan apa yang tersembunyi dari mereka berlawanan dengan apa
yang tampak dari mereka. Mereka duduk dalam halaqoh-halaqoh, lalu saling
membanggakan diri satu sama lain. Sampai-sampai seorang laki-laki benar-benar
marah kepada teman duduknya karena dia duduk di dekat orang lain dan
meninggalkannya. Mereka itu tidaklah naik amal-amal mereka dalam majlis-majlis
mereka itu kepada Alloh ta’ala.”
[Diriwayatkan oleh
ad-Daromiy dalam Sunan-nya]
Benar, Hakikat Ilmu Adalah Takut Kepada Alloh.
إِنَّمَا
يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang Takut
kepada Alloh
di antara Hamba-hamba-Nya
adalah ULAMA.”
[Fathir: 28]
Barang siapa yang belum takut kepada Alloh lalu
meninggalkan apa yang membuat Alloh marah dan apa yang membuat-Nya benci, maka
dia bukan seorang alim dan bukan pula seorang faqih, meskipun dia belajar dan
mengajar serta mengklaim bahwa dia seorang alim. Dan barang siapa yang belum
menyeru manusia kepada ‘azaa’im al-umuur (perkara-perkara yang
diwajibkan oleh Alloh/ perkara-perkara yang
membutuhkan tekad kuat) dan memperingatkan mereka akan kemaksiatan-kemaksiatan
yang murah, maka dia bukan alim.
Menuntut
Ilmu kepada “Sejahat-jahatnya
orang di bawah kolong langit” dan kepada “Para Da’i di depan Pintu-pintu
Jahannam” bukanlah menuntut ilmu yang mulia. Adapun menuntut ilmu melalui
kertas pada abad yang di dalamnya ulama menghilang, kecuali di
perbatasan-perbatasan, penjara-penjara, dan gua-gua, adalah terpuji berdasarkan
atsar-atsar. Dan segala puji bagi Alloh yang dengan nikmat-Nya amal-amal sholih
dapat terlaksana.
Hendaklah seseorang berhati-hati dari sifat ujub
dan sombong jika Alloh mengujinya dengan pergaulan dengan ulama suu’. Dan
hendaklah dia mengingat apa yang diriwayatkan oleh ‘Abdulloh putra al-Imam
Ahmad dari ‘Abdurrohman bin Abu Laila dari Ubay bin Ka’b bahwa Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْتَسَبَ
رَجُلَانِ عَلَى عَهْدِ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ, فَقَالَ أَحَدَهُمَا: أَنَا
فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ, حَتَّى عَدَّ تِسْعَةً, فَمَنْ أَنْتَ لَا أُمَّ لَكُ؟
قَالَ: أَنَا فُلَانُ بْنُ فُلَانُ الْإِسْلَامِ. قَالَ: فَأَوْحَى اللهُ إِلَى
مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: أَنَّ هَذَيْنِ الْمُنْتَسِبَيْنِ, أَمَّا أَنْتَ
أَيُّهَا الْمُنْتَمِي أَوِ الْمُنْتَسِبُ إِلَى تِسْعَةٍ فِي النَّارِ فَأَنْتَ
عَلشْرُهُمْ, وَأَمَّا أَنْتَ يَا هَذَا الْمُنْتَسِبُ إِلَى اثْنَيْنِ فِي الْجَنَّةِ,
فَأَنْتَ ثَالِثُهُمَا فِي الْجَنَّةِ
“Dua orang laki-laki pada masa Musa
‘alaihissalaam menyebutkan nasab. Salah seorang dari keduanya berkata: ‘Aku
adalah Fulan bin Fulan,’ sampai dia menyebutkan sembilan. ‘Maka siapa kamu yang
tidak punya ibu?’ Dia berkata: ‘Aku adalah Fulan bin Fulan putra Islam.’ Beliau
bersabda: Maka Alloh mewahyukan kepada Musa ‘alaihis salaam: Bahwa kedua orang
yang menyebutkan nasab ini… Adapun kamu, wahai orang yang menyebutkan nasab
sampai sembilan orang di dalam neraka, kamu adalah yang kesepuluh. Dan adapun
kamu, wahai orang yang menyebutkan nasab sampai dua orang di dalam surga, kamu
adalah yang ketiga di dalam surga.” [al-Musnad]
Maka apakah penuntut ilmu merasa bangga dengan
riwayat hidup yang dipenuhi dengan duduk dalam halaqoh-halaqoh ahli ma’shiyah,
bid’ahan dan riddah?!
Adapun setelah diperbaharuinya khilafah, maka
segala puji bagi Alloh yang telah menganugerahkan kepada para pemimpin kaum
muslimin hafizhohumulloh untuk membukakan pintu yang luas bagi seluruh tentara
dan rakyat untuk menuntut ilmu di ma’had-ma’had, masjid-masjid, dan mu’askarot
(kamp-kamp militer). Sehingga kini pencari ilmu bisa mengambil ilmu dari mulut
para tokoh, tanpa ada pelarangan atau penindasan, dengan izin Alloh ta’ala.
Maka tidaklah layak bagi pelajar yang mampu untuk berpaling dari sarana salaf
di bawah naungan khilafah ini. Perlu diketahui bahwa keutamaan para guru dari
kalangan Muhajirin dan Anshor tidak didapatkan dari pergaulan dengan ulama suu’
di negeri kufur dan qu’uud (sikap tidak mau berjihad), tetapi keutamaan itu
didapat dengan kertas dan menjadikan apa yang ada dalam kertas sebagai jalan
dalam aqidah dan manhaj.
Ya Alloh, kami berlindung kepada-Mu dari ilmu
yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak tunduk, dari jiwa yang tidak
kenyang, dan dari doa yang tidak didengar.
Ditarjamah dari :
Surat Kabar Pekanan an-Naba’, edisi 27
Ditarjamah dan disebarluaskan oleh Tim Penyebar
Berita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar