Pembatal Keislaman Ketiga:
Tidak Mengkafirkan
Orang-Orang Musyrik,
atau Ragu Terhadap Kekafiran Mereka,
atau Ragu Terhadap Kekafiran Mereka,
atau Membenarkan Madzab
(ideologi) Mereka.
SYAIKH -RAHIMAHULLAH- MENGATAKAN: “BARANG SIAPA
YANG TIDAK MENGKAFIRKAN ORANG-ORANG MUSYRIK, ATAU RAGU-RAGU MENGENAI KEKAFIRAN
MEREKA, ATAU MALAH MEMBENARKAN MADZHAB (PAHAM) MEREKA; MAKA IA TELAH KAFIR”.
Mengapa demikian?
Sebab,
Allah Jalla wa ‘Ala telah mengkafirkan mereka melalui sekian banyak ayat di
dalam kitabNya serta telah memerintahkan untuk memusuhi mereka disebabkan
karena mereka telah mengada-adakan kebohongan atas nama Allah, menjadikan
sekutu-sekutu di samping Allah serta menganggap bahwa Allah mempunyai anak laki-laki.
Maha Tinggi Allah setinggi-tingginya darì apa yang mereka katakan itu. Allah Jalla
wa ‘Ala telah mewajibkan atus kaum muslimin untuk memusuhi dan membenci mereka.
Seseorang
tidak bisa disebut sebagai orang Islam (muslim), sehingga ia mengkafirkan
orang-orang musyrik. Jika ia meragukan hal
itu, padahal persoalannya sudah nyata mengenai siapa sebenarnya mereka
itu, atau ia bimbang mengenai kekafiran mereka padahal ia telah memperoleh
kejelasan; maka berarti ia telah kafir seperti mereka.
Orang yang membenarkan orang-orang musyrik itu dan menganggap baik terhadap kekufuran dan kezhaliman mereka, maka ia berarti kafir berdasarkan ijmak kaum muslimin. Sebab, ia berarti belum/ tidak mengenal Islam secara hakiki, yaitu berserah diri kepada Allah dengan bertauhid, tunduk patuh kepadaNya dengan melakukan ketaatan, serta berlepas diri (bara’) dari syirik dan ahli syirik”. Sedangkan ia justru berwala’ terhadap ahli syirik; mana mungkin dia akan mengkafirkan mereka.
Dalam
kitab shahih Muslim disebutkan hadits melalui jalur Marwan Al-Fazzari, dari Abu
Malik Sa’ad Ibnu Thariq, dari ayahnya yang berkata: Aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ
مِنْ دُونِ اللهِ حُرِّمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ
“BARANGSIAPA
MENGUCAPKAN “LAA
ILAHA ILLALLAH”
DAN MENGKUFURI APA SAJA YANG DIIBADAHI SELAIN ALLAH,
MAKA DIHARAMKANLAH HARTA DAN DARAHNYA
(WAJIB
DILINDUNGI DAN TIDAK BOLEH DIPERANGI -PENT.),
SEMENTARA ITU HISABNYA MERUPAKAN KEWAJIBAN ALLAH”
(HR Muslim).
Jaminan perlindungan
terhadap “darah” seorang muslim tidak cukup dengan mengucapkan “La Illaha
Illallah”, akan tetapi harus ditambah dengan mengkufuri apa saja yang diibadahi
selain Allah. Jika ia tidak (belum) mengkufuri sesembahan selain Allah, maka darah
maupun hartanya tidak diharamkan, dan pedangpun terhunus atasnya.
Sebab ia berarti menghilangkan
salah satu pokok di antara pokok-pokok millah
(agama) Ibrahim. Yang setiap orang Islam diperintahkan untuk mengikutinya,
serta berjalan mengikuti millah-nya, bukan meleburkannya menuruti kemauan
musuh-musuh Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ
قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ
أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“SESUNGGUHNYA TELAH ADA
SURI TAULADAN YANG BAIK BAGIMU PADA IBRAHIM DAN ORANG-ORANG YANG BERSAMA DENGAN
DIA;
KETIKA MEREKA BERKATA
KEPADA KAUM MEREKA:
“SESUNGGUHNYA
KAMI BERLEPAS DIRI DARI KAMU DAN DARI APA YANG KAMU SEMBAH SELAIN ALLAH,
KAMI INGKARI (KEKAFIRAN)MU DAN TELAH NYATA ANTARA
KAMI DAN KAMU PERMUSUHAN DAN
KEBENCIAN BUAT SELAMA-LAMANYA
SAMPAI KAMU BERIMAN KEPADA ALLAH SAJA.”
(Al-Mumtahanah :4)
Inilah Millah Ibrahim. Barangsiapa membencinya, maka ia berarti telah membodohi diri sendiri.
Allah Ta’ala berfirman: “Barangsiapa
yang ingkar kepada kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat” (AI-Baqarah : 256).
Al
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab -Qaddasallahu Ruhalu- berkata : “Karakter kufur
kepada thaghut adalah meyakini batilnya penyembahan kepada selaìn Allah,
meninggalkan hal itu, membencinya, mengkafirkan pelakunya serta memusuhinya”.
Berdasarkan keterangan ini, maka jelaslah bagi anda tentang kondisi kebanyakan dan para penguasa negeri-negeri yang dinisbahkan sebagai negeri Islam; sebab mereka berwala’ kepada ahli syirik, berdekatan dengan mereka, mengagungkan mereka, dan mengadakan hubungan-hubungan di antara mereka yang menunjukkan bahwa kedua belah pihak itu bersaudara. Sehubungan dengan ìtu mereka memusuhi ahlu Din, menyakiti mereka, serta menjebloskan mereka ke dalam penjara-penjara.
Masih adakah sisa-sisa keislaman pada diri
mereka setelah itu?.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang beriman, Janganlah kamu mengambil orang-orang YAHUDI dan NASRANI menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
Sebagian mereka adalah Pemimpin
bagi sebagian yang lain.
BARANGSIAPA DIANTARA KAMU
MENGAMBIL MEREKA MENJADI PEMIMPIN,
MAKA SESUNGGUHNYA ORANG
ITU TERMASUK GOLONGAN MEREKA.
Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim“
(Al-Madiah : 51)
Allah
Ta’ala juga berfirman:
لَا
يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ
“Janganlah
orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan
orang-orang mu’min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah” (Ali Imron : 28).
Oleh karena itu setiap muslim yang memeluk agama Islam harus :
mengkafirkan kaum musyrikin,
memusuhi mereka; membenci mereka
dan membenci siapa saja yang mencintai mereka,
atau yang berdebat untuk membela mereka,
atau yang pergi ke negeri mereka
tanpa ada alasan (udzur) syar’i
yang diridhai oleh Allah dan RasulNya.
Kaum
muslimin seluruhnya harus kembali kepada mereka. Dengan Islam itulah kemuliaan
akan dapat diraih, kemenangan akan diperoleh, negeri akan menjadi baik; serta
akan tampak jelas perbedaan antara wali-wali Ar-Rahman yang membela agamaNya
dengan wali-wali setan yang tidak mau peduli terhadap apa yang menimpa agama, asalkan
makan dan minum mereka terjamin.
Seluruh
kaum muslimin wajib beruswah kepada Nabi Ibrahim Al-Khalil.
وَإِذۡ
قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوۡمِهِۦٓ إِنَّنِي بَرَآءٞ مِّمَّا تَعۡبُدُونَ
٢٦ إِلَّا ٱلَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُۥ سَيَهۡدِينِ ٢٧
“Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab
terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah Rabb) Yang menjadikanku;
karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku”(Az-Zuhruf : 26-27).
Kita
semua harus kembali kepada aqidah dan agama kita serta melaksanakan perintah
Allah Jalla wa ‘Ala dalam menghukumi kaum kuffar:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قَٰتِلُواْ ٱلَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ ٱلۡكُفَّارِ
وَلۡيَجِدُواْ فِيكُمۡ غِلۡظَةٗۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir
yang di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan dari kalian,
dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”(At-Taubah
: 123)
Allah
Ta’ala juga telah berfirman:
فَإِذَا ٱنسَلَخَ ٱلۡأَشۡهُرُ ٱلۡحُرُمُ فَٱقۡتُلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَيۡثُ وَجَدتُّمُوهُمۡ وَخُذُوهُمۡ وَٱحۡصُرُوهُمۡ وَٱقۡعُدُواْ لَهُمۡ كُلَّ مَرۡصَدٖۚ فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٥
“Apabila
sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu
di mana saja kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan
intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan
menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah : 5)
Setiap
kali manusia berpaling dari berhukum kepada Kitab dan Sunnah, maka Allahpun
akan menjadikan musuh mereka berkuasa atas mereka. Manakala telah banyak para
penguasa pemerintahan (umara) yang berpaling dari berhukum dengan syari’at
Allah, dan rela dengan hukum-hukum positif yang terlaknat dan terlaknat pula
penegaknya, maka negeri mereka pasti roboh dan porak-poranda, dan musuh pun
menghembuskan tiupan adzab tanpa mereka sadari. Sebab, kebanyakan dari para
pemimpin (penguasa) itu tidak pernah mau peduli terhadap apapun kecuali hanya menjaga
dan mempertahankan kelestarian kedudukan mereka tanpa memperdulikan eksìstensi
agama mereka mulia atau terhina dì mata manusìa. Padahal kemuliaan dan
kekokohan itu tidak mungkin terwujud tanpa berupaya memenangkan agama ini. Ini
merupakan fardhu (kewajiban) yang harus
dilakukan oleh setiap orang yang mempunyaì kemampuan dan kekuasaan untuk
melaksanakannya. Akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Sebabnya
adalah karena adanya keburukan yang terus menyelimuti, di samping kurangnya
kebanyakan dari para da’i dalam memfokuskan perhatian terhadap sudut ini. Wallahul-Musta’an:
Allah-lah tempat memohon pertolongan.
Setiap muslim seharusnya
tahu bahwa orang-orang kafir itu senantiasa berdaya upaya dan mencurahkan
segala kemampuan untuk menjauhkan setiap muslim dan agamanya, didorong oleh
rasa kedengkian dari diri mereka. Jika orang-orang yang memiliki semangat dan
kecintaan terhadap agama ini tidak segera terjaga dan bangkit dari “tidur” ini,
maka ia akan gigit jari dan menyesal ketika penyesalan itu tidak berguna lagi,
dan ia pun akan menuai buah dari perbuatannya. “Siapa yang tidak menyerang,
maka ia akan diserang”.
Adalah kewajiban bagi setiap orang alim setiap da’i, setiap khatib dan setiap imam masjid untuk menjelaskan kepada ummat manusia tentang betapa berbahayanya berwala’ terhadap orang-orang kafir, berdasarkan dalil-dalil syar’i dan Kitabbullah dan Sunnah RasulNya, serta menjelaskan pula kepada mereka tentang betapa bahayanya bepergian ke negeri-negeri mereka atau membuka pintu bagi mereka untuk datang ke negeri-negeri kaum muslimin. Sebab, Allah telah memutus tali perwalian dan hubungan antara muslim dan kafir, meskipun dengan kerabat yang paling dekat sekalipun. Allah Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُوٓاْ ءَابَآءَكُمۡ وَإِخۡوَٰنَكُمۡ أَوۡلِيَآءَ إِنِ ٱسۡتَحَبُّواْ
ٱلۡكُفۡرَ عَلَى ٱلۡإِيمَٰنِۚ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu
jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas KEIMANAN”
(At-Taubah : 23)
لَّا تَجِدُ قَوۡمٗا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ يُوَآدُّونَ مَنۡ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوۡ كَانُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ أَوۡ أَبۡنَآءَهُمۡ أَوۡ إِخۡوَٰنَهُمۡ أَوۡ عَشِيرَتَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٖ مِّنۡهُۖ وَيُدۡخِلُهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ أُوْلَٰٓئِكَ حِزۡبُ ٱللَّهِۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٢٢
“KAMU TIDAK AKAN
MENDAPATI SESUATU KAUM YANG BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIRAT,
SALING BERKASIH SAYANG
DENGAN ORANG-ORANG YANG MENENTANG ALLAH DAN RASUL-NYA,
SEKALIPUN ORANG-ORANG
ITU BAPAK-BAPAK, ATAU ANAK-ANAK ATAU SAUDARA-SAUDARA ATAUPUN KELUARGA MEREKA.
MEREKA ITULAH
ORANG-ORANG YANG ALLAH TELAH MENANAMKAN KEIMANAN DALAM HATI MEREKA DENGAN
PERTOLONGAN YANG DATANG DARIPADANYA”
(Al-Mujadìllah : 22)
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia
yang kamu sampaikan kepada mereka (berita berita Muhammad), karena rasa kasih
sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang
kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada
Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan
mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan
secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih
sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu
nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya
dia telah tersesat dari jalan yang lurus” (Al-Mumtahanah: 1)
Oleh karena itu Nabí shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda yang tersebut dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Asy-Syaikhani dari hadits Usamah: “Seorang muslim tidak boleh mewarisi
(harta) orang kafir dan orang kafir juga tidak boleh mewarisi (harta) orang muslim”
hubungan keterikatan antara muslim dan kafir, maka Nabi memutus harta dan
memutus hubungan waris-mewarisi antara keduanya.
Dalam hadits shahih
lainnya juga diriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “JANGANLAH SEORANG MUSLIM
MEMBUNUH (PERANG) DENGAN BANTUAN ORANG KAFIR.” (HR. Bukhari; (I:24-Fathul
Bari) dari hadits Abu Juhaifah dari radhiallahu’anhum)
Hal itu tidak lain dikarenakan kehinaan orang kafir itu! Betapa tidak, sedangkan Allah Jalla wa ‘Ala sendiri berfirman: “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis!” (At-Taubah : 28).
Setiap muslim seharusnya
tahu bahwa orang-orang kafir dari kalangan Yahudi, Nasrani dan selain mereka
tidak akan berlaku baik terhadap kaum muslimin dan tidak akan mau berdamai
bersama mereka serta tidak akan rela terhadap mereka sehingga kaum muslimin itu
mengikuti agama mereka dan meniru mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
“Orang-orang Yahudi
dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)“.
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu “.
(Al-Baqarah : 120)
Ini adalah ancaman dari Allah
yang cukup keras terhadap siapa saja yang mengikuti agama orang-orang kafir,
dan ia tidak memiliki pelindung dan penolong selain Allah (padahal Allah tidak
akan berkenan melindungi dan menolongnya).
Allah telah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memisahkan diri dari orang-orang kafir agar tidak menjadi bagian dari golongan mereka. Bahkan lebih dari itu beliau sendiri bersabda: “Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrikin!”. Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa demikiàn? “Beliau menjawab: “Api keduanya tak terlihat!”
Dirìwayatkan oleh Abu
Dawud dan At-Tirmidzi melaluì jalur Ismail bin Abu Khalid, dan Qais bin Abu
Hazim, dan Jarir. Para perawinya tsiqat, namun At-Tìrmidzi dan Iainnya
mencacatkannya sebagai hadits mursal, dan memang benar demikian; akan tetapi
hadits ini dikuatkan oleh hadits berikutnya]
An-Nasa’i dan perawi
lainnya meriwayatkan dengan sanad jayyid dari hadits Bahz bin Hakim, dari
ayahnya, dari kakeknya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau
bersabda: “Allah tidak akan menerima suatu amalan dari seorang musyrik sesudah
ia masuk Islam, sehingga ia meninggalkan kaum musyrikin untuk bergabung dengan
kaum muslimin”•
Kita adukan keasingan agama dan perubahan keadaan kaum muslimin ini kepada Allah Jalla wa ‘Ala karena sebenarnya mereka telah mendengar nash-nash yang jelas dan menakutkan ini, namun ternyata mereka tetap juga pergi ke negeri-negeri kaum musyrikin, duduk-duduk bersama mereka, makan bersama mereka dan bercengkerama bersama mereka! Padahal Nabi telah bersabda: “SIAPA YANG BERKUMPUL-KUMPUL BERSAMA ORANG MUSYRIK DAN DIAM BERSAMANYA, MAKA IA BERARTI SEMISAL DENGANNYA.”
Hadits ini diriwayatkan
oleh Abu Dawud dari hadits Samurah bin Jundub. Hadits ini memang mengandung
kedha’ifan, akan tetapi di kuatkan oleh hadits sebelumnya di atas.
Lalu, Mana Millah Ibrahim itu?
Mana pula cinta karena Allah dan benci karena Allah itu?.
Masih banyak juga
manusia yang “tidak mengangkat kepala” (tidak sadar) dengan ini semua.
Sungguh
merupakan kekuasaan Allah, tatkala Al-Allamah Sulaiman bin Sahman menuturkan :
Millah Ibrahim telah
dikhianati jalannya, hingga sirna dan berlalu tanpa bekas lagi,
Kini dia tak lagi di sisi
kita, bagaimana lagi? Ia telah dihembus angin di segala penjuru bumi,
Agama hanyalah rasa benci
dan cinta, berloyalitas dan sikap antipati, terhadap setiap penyeleweng dan
setiap pelaku dosa,
Namun millah itu tak lagi
punya pemeluk setia, yang memegang ajaran Nabí Al-Abthahi bin Hasyím (Muhammad)
sebagai agama,
Kami tak tahu, apa yang
menimpa agama itu, apa penyebab hilangnya millah nan baik itu,. oh sungguh
adalah malapetaka,
Dengan keteledoran ini,
kita patut berduka lara, berteduh di sisi Allah memohon dihapusnya dosa-dosa,
Kita mengadu kepada
Allah, akan hati yang keras dan bernoda hitam karena terbalut kesalahan,
Bila datang kepada kita
orang yang berlumuran noda-noda syirik, akankah kita sambut dirinya dengan salam
dan sanjungan, berpayah-payah menghormatinya dengan pesta selamatan?
Nabí yang terpelihara dari
dosa, berlepas diri dari muslim yang kuasa, untuk bertempat di negri syirik tanpa
memeranginya,
Akal yang hidup menurut
kami, menyelamatkan mereka yang berbuat maksiat, dari setiap penggemar dosa
...”
Tentang perkataan Syaikh
-Rahimahullah--: “..atau membenarkan madzab mereka”, maka yang termasuk dalam
kategori ini adalah paham-paham yang diserukan oleh kebanyakan mañusia yang
hidup di zaman sekarang ini, berupa paham sosialisme, sekulerisme, atau
“kebangkitanisme” (ba’tsiyah).
Semua paham dan sekte ini adalah Sesat dan Kafir, meskipun para penganutnya menggunakan nama Islam. Sebab, nama itu tidak akan dapat merubah esensi (hakekat).
Kita adukan kepada Allah
tentang apa yang telah menimpa kita di era yang serba asing ini, dimana
neraca-neraca yang ada sudah terbalik sehingga akhirnya banyak orang yang hanya
menyandang nama (label), bukan hakekat yang ada di balik nama itu, dan juga
menyandang klaim-klaim yang ada, bukan kejelasan yang nyata. Maka dengan
demikian, musuh Allah yang memerangi agama siang dan malam baik secara sembunyi
atau terang-terangan telah berubah menjadi seorang mukmin yang muwahhid di mata
orang-orang jahil yang tertipu dan ahlus-syahwat (para pengikut hawa nafsu),
dengan anggapan/ alasan bahwa ia melafalkan syahadatain. Padahal sebenarnya
ucapan syahadatainnya itu sama sekali tiada berguna baginya, dan ia sebenarya justru
menjadi salah satu anggota tentara setan
yang memusuhi dan memerangi agama ini dengan jiwa dan harta.
Allah-lah tempat memohon
pertolongan..
Wallahu A’lam
Source:
Judul Ash : At-Tibyan, Syarh Nawaqidh Al Islam li Al-Imam
Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab -Rahimahullah
Penyusun : Sulaiman bin Nashir bin Abdullah Al Ulwan
Penerbit : Darul Muslim, Riyadh
Cetakan : tahun 1417 H. / 1996 M.
Edisi Indon : Penjelasan Tentang Pembatal Keislanan
Penerjemah : Abu Sayyid Sayyaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar