Sampai Kamu Beriman
KEPADA ALLAH
SAJA
Betapa banyaknya nama tanzhim (organisasi)
dan faksi yang muncul di Syam selama beberapa tahun ini. Betapa banyak juga
perpecahan yang terjadi, peleburan, koalisi, dan front yang dibentuk.
Kebanyakannya, kondisi persatuan dan perpecahan faksi-faksi tersebut tidaklah
berbeda. Perubahan hanya terjadi pada gambar dan nama, namun tidak menyentuh
hakikat dan tuntutan.
Kita menyaksikan bagaimana
sekelompok orang murtad memisahkan diri dari Jabhah Jaulani, setelah mereka
membersamainya dalam setiap kerusakan yang dilakukan Jabhah selama beberapa
tahun silam. Mulai dari memecah-belah barisan kaum muslimin, membantu kaum
musyrik menyerang muwahidin, sampai menolak menegakkan agama, untuk kemudian
membangun pemerintahan berhukum dengan selain syariat Rabb Semesta Alam. Mereka
yang memisahkan diri tadi membentuk faksi baru, menamai diri mereka dengan nama
“Hurras Ad-Din” (Penjaga Agama). Padahal mereka belum lagi bertaubat
dari menjaga kesyirikan dan mengawal orang-orang musyrik. Sebagaimana banyak
bukti menegaskan, mereka meninggalkan geng Jaulani sebab menampakkan afiliasi
mereka kepada gerakan murtad Taliban, yang mana mereka masih setia membaiat
amirnya, dan loyal kepada para individu murtadnya.
Bagi para pembelot, segenap
kerusakan itu tidak meniscayakan persoalan memerintahkan kebaikan atau melarang
kemungkaran. Namun lebih karena Si Murtad Jaulani menguak kedunguan mereka,
memperlihatkan dirinya mempermainkan mereka dan syaikh mereka, Azh-Zhawahiri,
sebagaimana seorang anak kecil bermain-main dengan bola. Hal demikian tidak
diterima akal sakit mereka yang sangat mencintai popularitas dan keuntungan,
serta berupaya menjaga image (citra) penuh hikmat, berwawasan, dan
terpuji.
Orang-orang murtad mengira, mereka
otomatis menjadi muslim hanya dengan keluar dari salah satu kelompok murtad.
Mereka pura-pura lupa –mereka padahal mengklaim berilmu—bahwa meninggalkan
kelompok kafir hanyalah indikator yang menunjukkan kebenaran orang si pengklaim
taubat. Jadi ia adalah prolog (pembukaan) dari taubat, dan bukan hakikat taubat
itu sendiri. Orang murtad mesti mengumumkan taubatnya dari tindak kekafiran
yang menyebabkannya keluar dari agama Islam, sebelum dia mengumumkan kembali
kepadanya.
Dalam konteks mereka, keluarnya
mereka dari kelompok murtad “Haiah Tahrir Syam” haruslah dibarengi dengan
pengumuman keberlepasan diri mereka darinya, dari segenap individu murtadnya,
dan dari semua kekafiran yang melekat padanya. Serta menahan diri untuk tidak
masuk ke dalam kelompok murtad lainnya, semisal “Gerakan Nasionalis
Taliban”. Lalu mengumumkan pembaruan Islam mereka dari kekafiran yang mereka
lakoni. Dengan demikian, mereka menjadi para pengikut milllah (agama) Ibrahim,
yang mengatakan kepada kaum musyrik, “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada
kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)
mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…” (Al-Mumtahanah: 4), namun hal itu tidak terwujud pada
orang-orang murtad itu.
Keluarnya mereka dari kelompok
murtad yang sebelumnya mereka menjadi bala tentaranya, tiada berbeda dengan
keluarnya sebagian tentara militer Nushairiyah murtad yang mereka sebut sebagai
“desertir”, tanpa bertaubat dari kekafiran yang melekat dengan mereka. Mereka
kekal dalam pokok kemurtadan mereka, sampai mereka menampakkan kebalikannya.
Status hukum mereka sama seperti hukum individu militer Nushairiyah, sampai
mereka bertaubat kepada Allah dari kekafiran yang mereka ikuti, serta bertaubat
dari mereka dan dari kesyirikan mereka, lalu memusuhi mereka disebabkan
kekafiran mereka kepada Allah Yang Maha Agung.
Adapun sebutan kami untuk mereka,
yaitu “para penjaga kesyirikan”, adalah sebuah hakikat yang menempel pada
mereka. Ditambah lagi kesyirikan mereka dengan berafiliasinya mereka kepada
kelompok kafir yang mereka ketahui kondisinya, yaitu Jabhah Jaulani murtad.
Para pengikut tanzhim ini mengklaim memerangi Daulah Islam, seandainya
mereka menjajah negeri-negeri kafir yang dikuasai saudara-saudara murtad
mereka. Kendati bertujuan melenyapkan kesyirikan yang mendominasi di
negeri-negeri itu, dan menegakkan agama di dalamnya, hanya saja mereka rela
menjadi “para penjaga kesyirikan” yang menghegemoni negeri itu. Maka mereka pun
tidak menegakkan syariat Allah di dalamnya, tidak membiarkan pihak yang
menghendaki hal itu (penegakan syariat), dan akan menangkap orang yang
melakukannya. Mereka menyebut peperangan melawannya sebagai “menghalau
serangan”, merespons salah seorang murtad dari kalangan ulama durjana yang
memerintahkan mereka membantu kelompok Jabhah Jaulani murtad melawan kaum
muwahid. Padahal dia mengetahui apa yang terjadi di dalamnya berupa kekafiran
nyata.
Bahkan, di antara petinggi dan bala
tentara organisasi ini ada yang benar-benar memerangi kaum muwahid bersama
orang-orang yang divonis kafir oleh mereka. Kemudian mereka menyiksa kaum
muslimin di dalam penjara-penjara mereka, membunuh mereka dengan cara disiksa,
muslihat, makar dan tidak diberi makan. Sebagaimana mereka lakukan di kawasan
Hawran, Hamah, Qalamun, dan pinggiran Aleppo Utara. Di saat mereka kini enggan
“menghalau serangan” pasukan murtad Jaisyul Hurr (FSA) terhadap saudara mereka,
si Jaulani dan bala tentaranya, guna menjaga darah apa yang mereka sebut sebagai
kaum “muslimin”.
Kami memperingatkan kaum muslimin agar tidak membela mereka dalam
bentuk apa pun, sampai mereka bertaubat dari kemurtadan mereka, dan berlepas
diri dari kekafiran yang mereka lakoni. Dan dari kekafiran yang masih mereka
perbuat saat ini, dan dari saudara-saudara mereka yang melakukan kekafiran,
lalu memusuhi mereka disebabkan kekafiran mereka kepada Allah, serta berjihad
di jalan Allah Rabb Semesta Alam. Sehingga dengan hal itu mereka menjadi
orang-orang yang beruntung. Allah berfirman, “Jika mereka bertaubat,
mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui,” (At-Taubah:
11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar