PEMBAGIAN HATI
MENJADI HATI YANG SEHAT,
SAKIT DAN MATI
Oleh : Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
1) Hati
Yang Sehat
Karena ada hati
yang disifati hidup dan sebaliknya maka keadaan hati dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam. Pertama, hati yang sehat yaitu hati yang bersih yang
seorang pun tak akan bisa selamat pada Hari Kiamat kecuali jika dia datang
kepada Allah dengannya, sebagaimana firman Allah,
يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ
وَلَا بَنُونَ ٨٨ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ ٨٩
"(Yaitu) di
hari harta dan anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara':
88-89).
Disebut Qalbun
Salim (hati yang bersih, sehat) karena sifat bersih dan sehat
telah menyatu dengan hatinya, sebagaimana kata Al-Alim, Al-Qadir (Yang
Maha Mengetahui, Mahakuasa). Di samping, ia juga merupakan lawan dari sakit dan
aib.
Orang-orang
berbeda pendapat tentang makna qalbun salim. Sedang yang merangkum
berbagai pendapat itu ialah yang mengatakan qalbun salim yaitu hati yang
bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan
Allah, bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan
berita-Nya. Ia selamat dari melakukan penghambaan kepada selain-Nya, selamat
dari pemutusan hukum oleh selain Rasul-Nya, bersih dalam mencintai Allah dan
dalam berhukum kepada Rasul-Nya, bersih dalam ketakutan dan berpengharapan
pada-Nya, dalam bertawakal kepada-Nya, dalam kembali kepada-Nya, dalam
menghinakan diri di hadapan-Nya, dalam mengutamakan mencari ridha-Nya di segala
keadaan dan dalam menjauhi dari kemungkaran karena apa pun. Dan inilah hakikat
penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah
semata.
Jadi, Qalbun Salim
adalah hati yang selamat dari menjadikan sekutu untuk Allah dengan alasan
apa pun. la hanya mengikhlaskan pengham-baan dan ibadah kepada Allah semata,
baik dalam kehendak, cinta, tawa-kal, inabah (kembali), merendahkan
diri, khasyyah (takut), raja'(pengha-rapan), dan ia mengikhlaskan
amalnya untuk Allah semata. Jika ia men-cintai maka ia mencintai karena Allah.
Jika ia membenci maka ia mem-benci karena Allah. Jika ia memberi maka ia
memberi karena Allah. Jika ia menolak maka ia menolak karena Allah. Dan ini
tidak cukup kecuali ia harus selamat dari ketundukan serta berhukum kepada selain
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia harus mengikat hatinya
kuat-kuat dengan beliau untuk mengikuti dan tunduk dengannya semata, tidak
kepada ucapan atau perbuatan siapa pun juga; baik itu ucapan hati, yang berupa
kepercayaan; ucapan lisan, yaitu berita tentang apa yang ada di dalam hati;
perbuatan hati, yaitu keinginan, cinta dan kebencian serta hal lain yang
berkaitan dengannya; perbuatan anggota badan, sehingga dialah yang menjadi
hakim bagi dirinya dalam segala hal, dalam masalah besar maupun yang sepele.
Dia adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga
tidak mendahuluinya, baik dalam kepercayaan, ucapan maupun perbuatan,
sebagaimana firman Allah,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ
إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ
"Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu mendahului
Allah dan Rasul-Nya."
(Al-Hujurat:
1).
Artinya,
janganlah engkau berkata sebelum ia mengatakannya, janganlah berbuat sebelum
dia memerintahkannya. Sebagian orang salaf berkata, "Tidaklah suatu perbuatan
-betapa pun kecilnya- kecuali akan dihadapkan pada dua pertanyaan: Kenapa
dan Bagaimana?" Maksudnya, mengapa engkau melakukannya dan bagaimana
kamu melakukannya? Soal pertama menanyakan tentang sebab perbuatan, motivasi
atau yang mendorongnya; apakah ia bertujuan jangka pendek untuk kepentingan
pelakunya, bertujuan duniawi semata untuk mendapatkan pujian orang atau takut
celaan mereka, agar dicintai atau tidak dibenci ataukah motivasi perbuatan
tersebut untuk melakukan hak ubudiyah (penghambaan), mencari kecintaan
dan kedekatan kepada Tuhan Subhanahu wa Ta'ala dan mendapatkan wasilah
(kedekatan) dengan-Nya.
Inti
pertanyaan yang pertama adalah apakah kamu melaksanakan perbuatan itu untuk
Tuhanmu atau engkau melaksanakannya untuk kepentingan dan hawa nafsumu sendiri?
Sedang pertanyaan yang kedua merupakan pertanyaan tentang mutaba'ah
(mengikuti) Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam soal ibadah tersebut. Dengan kata lain,
apakah perbuatan itu termasuk yang disyariatkan kepadamu melalui lisan Rasul-Ku
atau ia merupakan amalan yang tidak Aku syariatkan dan tidak Aku ridhai? Yang
pertama merupakan pertanyaan tentang keikhlasan dan yang kedua
pertanyaan tentang mutaba’ah kepada Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam,
karena sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan pun kecuali dengan syarat
keduanya.
Jalan
untuk membebaskan diri dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan
keikhlasan dan jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan kedua yaitu dengan
merealisasikan mutaba’ah, selamatnya hati dari keinginan yang menentang
ikhlas dan hawa nafsu yang menen-tang mutaba’ah. Inilah hakikat
keselamatan hati yang menjamin kesela-matan dan kebahagiaan.
2)
Hati Yang Mati
Tipe hati yang kedua
yaitu hati yang mati, yang tidak ada kehidupan di dalamnya.
Ia tidak
mengetahui Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai dengan perintah yang dicintai
dan diridhai-Nya. Ia bahkan selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan
dirinya, meskipun dengan begitu ia akan dimurkai dan dibenci Allah. Ia tidak
mempedulikan semuanya, asalkan mendapat bagian dan keinginannya, Tuhannya rela
atau murka. Ia menghamba kepada selain Allah; dalam cinta, takut, harap, ridha
dan benci, pengagungan dan kehinaan. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena
hawa nafsunya. Jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsunya. Jika ia
memberi maka ia memberi karena hawa nafsunya. Jika ia menolak maka ia menolak
karena hawa nafsunya. Ia lebih mengutamakan dan mencintai hawa nafsunya
daripada keridhaan Tuhannya.
Hawa Nafsu adalah Pemimpinnya, Syahwat adalah Komandannya,
Kebodohan adalah Sopirnya, Kelalaian adalah Kendaraannya.
Ia terbuai
dengan pikiran untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, mabuk oleh hawa nafsu
dan kesenangan dini. Ia dipanggil kepada Allah dan ke kampung akhirat dari
tempat kejauhan. Ia tidak mempedulikan orang yang memberi nasihat, sebaliknya
mengikuti setiap langkah dan keinginan syetan. Dunia terkadang membuatnya benci
dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta selain
dari kebatilan. Keberadaannya di dunia sama seperti gambaran yang dikatakan
kepada Laila, "Ia musuh bagi orang yang pulang dan kedamaian bagi para
penghuninya. Siapa yang dekat dengan Laila tentu ia akan mencintai dan
mendekati."
Maka, Membaur
dengan orang yang memiliki hati semacam ini adalah Penyakit,
Bergaul
dengannya adalah Racun dan
Menemaninya
adalah Kehancuran.
3) Hati
Yang Sakit
Tipe
hati yang ketiga adalah hati yang hidup tetapi cacat.
Ia
memiliki dua materi yang saling tarik-menarik. Ketika ia memenangkan
per-tarungan itu maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keimanan,
keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan. Di dalamnya juga
terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk
mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan membuat
kerusakan di bumi, itulah materi yang menghancurkan dan membinasakannya. Ia
diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari
akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan
memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan
dirinya.
Hati
yang pertama selalu tawadhu', lemah lembut dan sadar, hati yang kedua
adalah kering dan mati, sedang hati yang ketiga hati yang sakit; ia bisa lebih
dekat pada keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran.
Allah menjelaskan ketiga
jenis hati itu dalam firman-Nya,
وَمَآ
أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٖ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّآ إِذَا تَمَنَّىٰٓ
أَلۡقَى ٱلشَّيۡطَٰنُ فِيٓ أُمۡنِيَّتِهِۦ فَيَنسَخُ ٱللَّهُ مَا يُلۡقِي ٱلشَّيۡطَٰنُ
ثُمَّ يُحۡكِمُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٥٢ لِّيَجۡعَلَ
مَا يُلۡقِي ٱلشَّيۡطَٰنُ فِتۡنَةٗ لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡقَاسِيَةِ
قُلُوبُهُمۡۗ وَإِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَفِي شِقَاقِۢ بَعِيدٖ ٥٣ وَلِيَعۡلَمَ ٱلَّذِينَ
أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَيُؤۡمِنُواْ بِهِۦ فَتُخۡبِتَ
لَهُۥ قُلُوبُهُمۡۗ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِلَىٰ صِرَٰطٖ
مُّسۡتَقِيمٖ ٥٤
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu
seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai
sesuatu keinginan, syetan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu,
Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agarDia menjadikan apa yang
dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam
hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang
zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang
telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur'an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu
mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah
Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." (Al-Hajj: 52-54).
Dalam
Ayat ini Allah Membagi Hati menjadi Tiga Macam:
Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Dua hati yang terkena
fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati),
sedang yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan dirinya kepada
Tuhannya, dialah hati yang merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta
taat kepada-Nya.
Yang
demikian itu karena hati dan anggota tubuh lainnya diharapkan agar selamat dan
tidak ada penyakit di dalamnya, dan melaksanakan tujuan dari penciptaannya.
Adapun penyimpangannya dari jalan lurus mungkin karena ia kering dan keras
serta tidak melaksanakan apa yang semestinya diinginkan daripadanya. Seperti
tangan yang putus, hidung yang bindeng, dzakar yang impoten dan mata yang tak
bisa melihat sesuatu. Atau karena terdapat penyakit dan kerusakan yang
menghalanginya melakukan pekerjaan secara sempurna dan berada dalam kebenaran.
Oleh sebab itu, hati terbagi menjadi tiga macam:
Pertama: Hati yang sehat dan selamat,
yaitu hati yang selalu menerima, mencintai dan mendahulukan kebenaran.
Pengetahuannya tentang kebenaran benar-benar sempurna, juga selalu taat dan
menerima sepenuhnya.
Kedua: Hati yang
keras, yaitu hati yang tidak menerima dan taat pada kebenaran.
Ketiga:
Hati yang sakit, jika penyakitnya sedang
kambuh maka hatinya menjadi keras dan mati, dan jika ia mengalahkan penyakit
hatinya maka hatinya menjadi sehat dan selamat.
Apa
yang diperdengarkan oleh syetan dari kata-kata dan yang dibisikkannya dari
berbagai keragu-raguan dan syubhat adalah merupakan fitnah terhadap dua hati
tersebut. Adapun hati yang hidup dan sehat maka dia tetap tegar. Ia selalu
menolak berbagai ajakan syetan itu. Ia membenci dan mengutuknya. Ia mengetahui
bahwa kebenaran adalah yang sebaliknya. Ia tunduk pada kebenaran, merasa tenang
dengannya dan mengikutinya. la mengetahui kebatilan apa yang dibisikkan syetan.
Karena itu iman dan kecintaannya pada kebenaran semakin bertambah, sebaliknya
ia semakin mengingkari dan membenci kebatilan. Hati yang terfitnah dengan
bisikan-bisikan syetan akan terus berada dalam keraguan, sedang hati yang
selamat dan sehat tak pernah terpengaruh dengan apa pun yang dibisikkan syetan.
Hudzaifah bin
Al-Yamani Radhiyallahu’Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوْبِ كَعَرْضِ الْحَصِيْرِ عُودًا عُودًا, فَأَيُّ قَلْبٍ
أثشْرِبَهَا نُكِتَتْ فِيْهِ نُكْتُةٌ سُودَاءُ, وَأَيُّ قَلْبٍ
أَنْكَرَهَا نُكِتَتْ فِيْهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ, حَتَّى تَعُوْدَ
الْقُلُوبُ عَلَى قَلْبَيْنِ: قَلْبٍ أَسْوَدَ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخَّيًا, لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا
وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا, إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ, وَقَلْبٍ أَبْيَضَ, فَلَا تَضُرُّهُ
فَتْنَةٌ مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
"Fitnah-fitnah
itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang dianyam), sebatang-sebatang.
Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan
hati siapa yang mengingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya,
sehingga menjadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam
seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula
mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang
satunya hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada
langit dan bumi."
(Diriwayatkan
Muslim).
Beliau Shallallahu
Alaihi wa Sallam menyamakan hati yang sedikit demi sedikit terkena fitnah
dengan anyaman-anyaman tikar, yakni kekuatan yang merajutnya sedikit demi
sedikit. Beliau membagi hati dalam menyikapi fitnah menjadi dua macam: Pertama,
hati yang bila dihadapkan dengan fitnah serta merta mencintainya, seperti bunga
karang menyerap air, sehingga timbullah noktah hitam di dalamnya. Demikianlah,
ia terus menyerap setiap fitnah yang dihadapkan padanya, sampai hatinya menjadi
hitam legam dan terbalik. Inilah makna sabda beliau "cangkir yang
terbalik".
Jika hati telah
hitam legam dan terbalik maka ia akan dihadapkan pada dua bencana dan penyakit
yang membahayakannya serta melemparkannya pada kebinasaan. :
Pertama, ia memandang
sesuatu yang baik sama dengan sesuatu yang buruk. Ia menjadi tidak tahu mana
yang baik, tidak pula mengingkari kemungkaran. Bahkan mungkin karena sangat
kronisnya penyakit ini, sehingga ia mempercayai bahwa yang baik itulah yang
mungkar dan yang mungkar. itulah yang baik, yang haq adalah batil dan yang
batil adalah haq.
Kedua, ia menjadikan
hawa nafsu sebagai pedoman apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam, ia senantiasa tunduk dan mengikuti hawa nafsunya.
Kedua, hati
putih yang memancarkan cahaya iman, di dalamnya terdapat pelita yang menerangi.
Jika fitnah dihadapkan padanya ia mengingkari dan menolaknya, sehingga hatinya
pun menjadi semakin bercahaya, memancarkan sinar dan semakin kokoh.
Fitnah-fitnah yang menimpa
hati itulah penyebab timbulnya penyakit hati. Di antara fitnah-fitnah itu
adalah fitnah syahwat dan syubhat, fitnah kesalahan dan kesesatan, fitnah
maksiat dan bid'ah, fitnah kezaliman dan fitnah kebodohan. Fitnah-fitnah yang
pertama mengakibatkan rusaknya tujuan dan keinginan, sedang fitnah-fitnah kedua
mengakibatkan rusaknya ilmu dan i'tiqad (kepercayaan).
Para
sahabat Radhiyallahu Anhum membagi hati menjadi empat macam.
Demikian seperti disebutkan dalam riwayat yang shahih dari Hudzaifah bin
Al-Yaman, "Hati itu ada empat macam: Pertama, hati
murni yang di dalamnya ada pelita yang menyala, itulah hati orang Mukmin. Kedua,
hati yang tertutup, itulah hati orang kafir. Ketiga, hati
yang terbalik, itulah hati orang munafik, ia mengetahui (kebenaran) tetapi
mengingkarinya, ia melihat tetapi membuta. Dan terakhir hati yang
terdiri dari dua materi: Iman dan kemunafikan, mana yang menang dalam pergulatan
itulah yang menguasai”. [L ihat Musnad Imam Ahmad, 3/17.]
Adapun
yang dimaksud dengan hati murni yaitu hati yang bebas dari selain Allah dan Rasul-Nya.
Ia bebas dan selamat dari selain kebenaran. Di dalamnya ada pelita yang
menyala. Itulah pelita iman. Disebut murni karena ia selamat dari berbagai
syubhat batil dan syahwat sesat, juga karena di dalamnya ia memperoleh pelita
yang menyinarinya dengan cahaya ilmu dan iman. Hati orang kafir disebut sebagai
hati yang tertutup karena hati itu ada di dalam sampul dan penutup, sehingga
tidak ada cahaya ilmu dan iman yang sampai padanya, sebagaimana firman Allah
mengisahkan tentang orang-orang Yahudi,
وَقَالُواْ
قُلُوبُنَا غُلۡفُۢۚ
"Mereka berkata, 'Hati kami tertutup'." (Al-Baqarah:
88).
Penutup itu
Allah letakkan di atas hati mereka sebagai siksaan karena penolakan mereka
terhadap kebenaran dan kecongkakan mereka sehingga tak mau menerima kebenaran. Ia
adalah hati yang mati, pendengaran yang tuli, penglihatan yang buta. Dan semua
itu adalah dinding yang menutupinya dari penglihatan.
وَإِذَا
قَرَأۡتَ ٱلۡقُرۡءَانَ جَعَلۡنَا بَيۡنَكَ وَبَيۡنَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأٓخِرَةِ
حِجَابٗا مَّسۡتُورٗا ٤٥ وَجَعَلۡنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ أَكِنَّةً أَن
يَفۡقَهُوهُ وَفِيٓ ءَاذَانِهِمۡ وَقۡرٗاۚ وَإِذَا ذَكَرۡتَ رَبَّكَ فِي ٱلۡقُرۡءَانِ
وَحۡدَهُۥ وَلَّوۡاْ عَلَىٰٓ أَدۡبَٰرِهِمۡ نُفُورٗا ٤٦
"Dan bila kamu
membaca Al-Qur'an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak
beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup dan Kami adakan
tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka agar mereka tidak
dapat memahaminya." (Al-Isra': 45-46).
Bila
disebutkan pengesaan tauhid dan pengesaan mutaba'ah (ketaatan) maka
orang-orang yang memiliki hati ini akan segera lari menjauhinya.
Hati orang munafik
disebut sebagai hati yang terbalik, sebagaimana firman Allah,
"Maka
mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang
munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran disebabkan
oleh usaha mereka sendiri." (An-Nisa': 88).
Maksudnya
Allah membalikkan dan mengembalikan mereka pada kebatilan yang dahulu mereka
berada di dalamnya, disebabkan oleh usaha dan perbuatan mereka yang salah.
Inilah sejahat-jahat dan seburuk-buruk hati. la mempercayai bahwa yang batil
adalah benar dan setia kepada para pengikut kebatilan. Sebaliknya, ia
mempercayai bahwa yang haq itulah yang batil dan memusuhi orang-orang yang
mengikuti kebenaran. Wallahul musta'an (hanya kepada Allah kita memohon
pertolongan).
Hati yang di dalamnya
terdapat dua materi adalah hati yang imannya belum mantap dan pelitanya belum
menyala. Ia belum memurnikan dirinya untuk kebenaran yang karenanya Allah
mengutus para rasul. Ia adalah hati yang berisi materi kebenaran dan hal yang
sebaliknya. Terkadang ia lebih dekat dengan kekafiran daripada dengan keimanan.
Dan pada kali lain, ia bisa lebih dekat dengan keimanan daripada dengan
kekafiran. Karena itu, ia akan dikuasai oleh yang memenangkan pergulatan antara
keduanya.
Source:
Ringkasan - MANAJEMEN QOLBU - (Melumpuhkan Senjata
Syetan )
Judul
Asli: Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan
Penulis:
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Penerjemah: Ainul Haris Umar Arifin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar