Al-Ahzab, ayat 9-10
{يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ
جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَكَانَ
اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا (9) إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ
أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الأبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ
وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَ (10) }
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang
telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami
kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu
melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. (Yaitu) ketika
mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka”.
Allah
Swt. menceritakan tentang nikmat, karunia, dan kebaikan-Nya yang telah Dia
berikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Yaitu Dia telah mengusir
musuh-musuh mereka dan mengalahkan mereka yang telah bersekutu melawan pasukan
kaum muslim. Peristiwa ini terjadi dalam Perang Khandaq. Tepatnya perang ini
terjadi pada bulan Syawwal tahun lima Hijriah, menurut pendapat yang sahih lagi
terkenal.
Musa
ibnu Uqbah dan lain-lainnya mengatakan, perang ini terjadi pada tahun keempat
Hijriah. Penyebab terbentuknya pasukan Ahzab (golongan yang bersekutu) ialah
segolongan orang dari kalangan orang yang terpandang Yahudi Bani Nadir, yaitu
mereka yang telah diusir oleh Rasulullah Saw. dari Madinah ke tanah Khaibar,
yang antara lain ialah Salam ibnu Abdul Haqiq, Salam ibnu Misykum, dan Kinanah
ibnu Rabi'. Mereka berangkat ke Mekah, lalu berkumpul dengan para pembesar
Gjuraisy, kemudian membujuk kaum Quraisy untuk memerangi Nabi Saw., dan mereka
menjanjikan kepada kaum Quraisy akan membantu dan menolong kaum Quraisy untuk
melancarkan tujuan ini. Maka orang-orang Quraisy menyetujui usul mereka itu.
Kemudian
segolongan orang-orang Yahudi itu berangkat menemui kabilah Gatafan dan menyeru
mereka untuk bergabung. Akhirnya kabilah Gatafan memenuhi seruan mereka.
Maka
orang-orang Quraisy berangkat dengan pasukan yang terdiri dari orang-orang
Habsyah dan para pengikutnya. Panglima mereka adalah Abu Sufyan alias Sakhr
ibnu Harb, sedangkan yang menjadi panglima orang-orang Gatafan adalah Uyaynah
ibnu Hisn ibnu Badr. Jumlah keseluruhan pasukan golongan yang bersekutu hampir
mencapai sepuluh ribu personel.
Ketika
Rasulullah Saw. mendengar perjalanan mereka menuju ke Madinah, maka Rasulullah
Saw. memerintahkan kepada kaum muslim untuk menggali parit di sekitar kota
Madinah yang berada di sebelah timurnya. Demikian itu dilakukan berdasarkan
saran dari sahabat Salman Al-Farisi r.a.
Kaum
muslim bekerja keras menggali parit itu dengan mengerahkan seluruh kemampuan
dan kekuatan mereka. Rasulullah Saw. sendiri ikut menggali dan memindahkan
tanah. Di dalam peristiwa penggalian tanah tersebut terjadi mukjizat-mukjizat
yang jelas dan dalil-dalil yang terang.
Kaum
musyrik tiba dan mereka turun bermarkas di sebelah timur kota Madinah dekat
bukit Uhud. Sebagian dari mereka bermarkas di dataran tinggi Madinah,
sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ
أَسْفَلَ مِنْكُمْ
“(Yaitu)
ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu”. (Al-Ahzab:
10)
Rasulullah
Saw. keluar bersama pasukan kaum muslim yang jumlah mereka kurang lebih tiga
ribu personel; menurut pendapat lain hanya tujuh ratus personel. Lalu mereka
menyandarkan punggung mereka ke lereng bukit, sedangkan wajah mereka menghadap
ke arah musuh. Dan parit yang tidak ada airnya itu menghalang-halangi antara
pasukan kaum muslim dan pasukan kaum musyrik yang bersekutu dengan para
pembantunya. Pinggiran parit yang berada di pihak kaum muslim dipenuhi oleh
pasukan berkuda dan pasukan jalan kaki kaum muslim, sehingga menghalang-halangi
penyerbuan pasukan kaum musyrik. Nabi Saw. meletakkan kaum wanita dan anak-anak
di puncak kota Madinah.
Bani
Quraizah adalah segolongan orang-orang Yahudi, mereka memiliki benteng sendiri
yang terletak di sebelah timur kota Madinah. Mereka terikat perjanjian
perdamaian dengan Nabi Saw. dan berada di dalam jaminan keamanan Nabi Saw.
Jumlah mereka kurang lebih delapan ratus orang personel.
Akan
tetapi, datang menemui mereka Huyay ibnu Akhtab An-Nadri yang terus-menerus
membujuk mereka agar melanggar perjanjian mereka dengan Nabi Saw., dan pada
akhirnya mereka setuju untuk merusak perjanjian tersebut, lalu mereka bergabung
dengan sekutu untuk memerangi Rasulullah Saw.
Keadaan
tersebut membuat posisi kaum muslim makin gawat dan sangat terjepit, seperti
yang disebutkan Allah Swt. melalui firman-Nya:
هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا
زِلْزَالا شَدِيدًا
“Di situlah diuji orang-orang mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan
guncangan yang sangat.”
(Al-Ahzab: 11)
Golongan
yang Bersekutu itu
mengepung Nabi Saw. dan para sahabatnya selama kurang lebih satu bulan, hanya
saja mereka masih belum dapat menembus benteng parit kaum muslim, dan di antara
kedua belah pihak belum terjadi kontak senjata. Terkecuali Amr ibnu Abdu Wadd
Al-Amiri, dia adalah seorang pendekar penunggang kuda yang terkenal sejak zaman
Jahiliah. Dia bersama sejumlah pasukan berkuda meloncati parit itu hingga
sampai di bagian posisi pasukan kaum muslim.
Maka
Rasulullah Saw. menyerukan kepada pasukan berkuda kaum muslim untuk
menghadapinya. Tetapi dilaporkan kepada beliau bahwa tiada seorang pun dari
pasukan kaum muslim yang berani menandinginya. Maka Rasulullah Saw.
memerintahkan kepada sahabat Ali r.a. untuk menghadapinya. Lalu Ali r.a. keluar
menandinginya, keduanya terlibat dalam pertempuran selama sesaat, dan pada
akhirnya sahabat Ali r.a. berhasil membunuhnya. Peristiwa ini merupakan
pertanda akan datangnya pertolongan dari Allah dan kemenangan.
Kemudian
Allah Swt. mengirimkan kepada pasukan bersekutu angin yang kencang, kuat, lagi
dingin, sehingga tiada suatu kemah pun dan tiada sesuatu pun dari peralatan
mereka yang tersisa. Mereka tidak dapat menyalakan api dan tiada tempat lagi
bagi mereka, sehingga pada akhirnya mereka pulang dalam keadaan kecewa dan
merugi. Hal ini diceritakan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا
عَلَيْهِمْ رِيحًا
“Hai
orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu
tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang
tidak dapat kamu lihat.” (Al-Ahzab: 9)
Mujahid
mengatakan bahwa angin topan tersebut adalah angin saba (angin yang sangat
dingin lagi keras tiupannya). Pengertian ini diperkuat oleh hadis Nabi Saw.
yang mengatakan:
"نُصِرْتُ
بِالصَّبَا، وَأُهْلِكَتْ عَادٌ بِالدَّبُورِ"
“Aku
diberi pertolongan melalui angin saba, dan kaum 'Ad dibinasakan melalui angin
dabur (puyuh)”.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Mus'anna, telah
menceritakan kepada kami Abdul A' la, telah menceritakan kepada kami Daud, dari
Ikrimah yang mengatakan bahwa angin selatan berkata kepada angin utara di malam
pasukan bersekutu menyerang Rasulullah Saw., "Marilah kita pergi untuk
menolong Rasulullah Saw." Maka angin utara yang berhawa panas menjawab,
"Sesungguhnya hawa panas tidak dapat mengalir di malam hari." Ikrimah
melanjutkan kisahnya bahwa pada akhirnya angin selatan atau angin saba-lah yang
dikirimkan kepada mereka.
Imam
Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Abu Sa'id Al-Asyaj, dari
Hafs ibnu Gayyas, dari Daud, dari Ikrimah , dari Ibnu Abbas r.a.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ubaidillah ibnu Umar, dari
Nafi', dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang menceritakan bahwa Usman ibnu Mazun
r.a. paman dari pihak ibunya pernah menyuruhnya pergi ke Madinah di malam Perang
Khandaq saat cuaca malam sangat dingin dan anginnya yang sangat kencang, seraya
berpesan, "Datangkanlah makanan dan kain selimut buat kami (yang ada di
perbatasan parit)." Perawi (Abdullah ibnu Umar) melanjutkan kisahnya,
bahwa lalu ia meminta izin untuk menemui Rasulullah Saw., dan ia diberi izin
untuk menemuinya. Rasulullah Saw. bersabda, "Siapa pun yang kamu jumpai
dari kalangan sahabatku, perintahkanlah kepada mereka untuk kembali ke Madinah."
Maka aku (Abdullah ibnu Umar) pergi, sedangkan angin saat itu menyapu segala
sesuatu; dan tiada seorang pun yang aku jumpai, melainkan aku perintahkan agar
dia kembali kepada Nabi Saw. Maka tiada seorang pun dari mereka yang
disampaikan kepadanya perintah itu, melainkan ia langsung kembali tanpa
menolehkan wajahnya. Saat itu aku membawa sebuah tameng milikku, dan angin
kencang menerpainya sehingga membuatnya memukuli diriku. Sedangkan pada tameng
itu terdapat bagian dari besinya; ketika angin menerpanya dengan kuat, besi itu
mengenai telapak tanganku dan tameng itu jatuh dari tanganku ke tempat yang
cukup jauh.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَجُنُودًا
لَمْ تَرَوْهَا}
“dan
tentara yang kamu tidak dapat melihatnya”. (Al-Ahzab:
9)
Mereka
Adalah Para Malaikat yang
turun mengguncangkan hati mereka dan melemparkan ke dalam hati mereka rasa
takut dan ngeri, sehingga tiap-tiap pemimpin kabilah dari pasukan bersekutu
berkata, "Hai Bani Fulan, berkumpullah dekatku," lalu mereka
berkumpul dan ia mengatakan, "Tolong, tolong," karena Allah Swt.
telah melemparkan rasa takut ke dalam hati mereka.
Muhammad
ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Ziad, dari Muhammad ibnu Ka'b
Al-Qurazi yang menceritakan bahwa seorang pemuda dari Kufah pernah bertanya
kepada Huzaifah ibnul Yaman r.a., "Hai Abu Abdullah, engkau telah melihat
dan menemui Rasulullah." Huzaifah menjawab, "Ya benar, hai anak
saudaraku."
Pemuda
itu bertanya, "Lalu apakah yang kamu lakukan?" Huzaifah menjawab,
"Demi Allah, sesungguhnya kami benar-benar telah mengerahkan segala
kemampuan kami." Pemuda itu berkata, "Demi Allah, seandainya kami
masih sempat menjumpai beliau, tentulah kami tidak akan membiarkan beliau
berjalan di atas tanah, dan tentulah kami memanggulnya di atas pundak
kami."
Huzaifah
ibnul Yaman r.a. berkata, "Hai anak saudaraku, demi Allah, seandainya
engkau menyaksikan keadaan kami bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Khandaq
(niscaya engkau akan menyaksikan betapa pengorbanan kami), yaitu pada saat
Rasulullah Saw. mengerjakan salat di sebagian malam itu, kemudian beliau
berpaling dan bersabda:
'Siapakah
lelaki yang mau pergi untuk melihat apa yang dilakukan oleh musuh, sebagai
mata-mata kami —dan Nabi Saw. mensyaratkan hendaknya
orang tersebut dapat kembali dengan selamat— maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga'.”
Huzaifah
r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa tiada seorang lelaki pun yang berdiri,
kemudian Rasulullah Saw. salat lagi di sebagian malam itu. Setelah selesai,
beliau berpaling ke arah kami dan mengucapkan sabda yang semisal, dan ternyata
tiada seorang lelaki pun yang menyambut seruannya. Kemudian Rasulullah Saw.
salat lagi di sebagian malam itu, dan setelah salat beliau berpaling ke arah
kami seraya bersabda:
“Siapakah
lelaki yang sanggup pergi untuk kepentingan kita guna melihat apa yang
dilakukan oleh musuh kita, lalu ia kembali lagi —Rasulullah Saw. mensyaratkan hendaknya orang tersebut
kembali dengan selamat kepadanya— maka aku akan memohonkan kepada Allah
semoga dia menjadi temanku di dalam surga?”
Ternyata
tiada seorang lelaki pun yang berdiri menyambut imbauannya, karena kami semua
dicekam oleh rasa takut yang sangat, perut kami sangat lapar, dan cuaca sangat
dingin.
Setelah
Rasulullah Saw. melihat bahwa tiada seorang pun yang menyambut seruannya, maka
beliau Saw. memanggilku, sehingga tiada jalan lain bagiku kecuali bangkit
menuju kepadanya saat ia memanggilku. Beliau Saw. bersabda:
“Hai
Huzaifah, pergilah dan masuklah ke dalam markas musuh, lalu lihatlah apa yang
dilakukan oleh mereka, tetapi jangan sekali-kali engkau melakukan suatu
tindakan apa pun hingga engkau kembali kepada kami”.
Huzaifah
melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia pergi dan memasuki markas musuh, sedangkan
angin dan tentara Allah Swt. sedang mengerjai mereka dengan sebenarnya,
sehingga membuat mereka tidak mempunyai suatu tempat berteduh pun dan tiada api
serta tiada perlindungan apa pun. Lalu Abu Sufyan bangkit dan berkata,
"Hai golongan kaum Quraisy, hendaklah tiap orang memeriksa teman
sekedudukannya" (karena malam gelap sekali).
Huzaifah
melanjutkan kisahnya, bahwa ia memegang tangan seseorang yang ada di sisinya,
lalu bertanya, "Siapakah engkau?" Orang yang dipegangnya menjawab,
"Aku adalah si Fulan bin Fulan." Selanjutnya Abu Sufyan berkata lagi,
"Hai golongan orang-orang Quraisy, demi Allah, sesungguhnya kalian
sekarang tidak mempunyai lagi tempat untuk berlindung. Sesungguhnya semua kaki
dan sepatu telah rusak, dan Bani Quraisah telah berkhianat terhadap kita, kami
mendapat berita yang tidak kita sukai tentang mereka. Dan kita ditimpa oleh
petaka angin ini seperti yang kalian alami sendiri. Demi Allah, tiada suatu
panci pun bagi kita yang tersisa, dan tiada api pun yang dapat dinyalakan,
serta tiada bangunan apa pun bagi kita yang masih bertahan. Karena itu,
berangkatlah kalian, karena sesungguhnya aku sendiri akan pulang."
Lalu
Abu Sufyan bangkit menuju tempat penambatan unta kendaraannya yang terikat. Abu
Sufyan menaiki unta kendaraannya dan memukulnya, lalu unta itu bangkit menjebol
pasak tambatannya dan langsung berlari. Seandainya saja aku belum berjanji
kepada Rasulullah Saw. yang memerintahkan diriku agar jangan melakukan suatu
tindakan apa pun sebelum kembali kepada beliau, tentu aku dapat membunuh Abu
Sufyan dengan anak panahku seandainya aku mau.
Huzaifah
r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. yang
saat itu sedang dalam keadaan berdiri mengerjakan salat beralaskan kain sari
salah seorang istri beliau. Ketika Rasulullah Saw. melihatku, maka beliau
langsung memasukkan diriku di antara kedua kakinya dan melemparkan ujung kain
sari itu menutupi diriku. Lalu beliau sujud, sedangkan saya tertutupi oleh kain
itu. Setelah beliau salam dan menyelesaikan salatnya, maka kuceritakan
kepadanya apa yang telah kulihat.
Kabilah
Gatafan mendengar apa yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy, maka mereka pun
bersiap-siap untuk pulang ke kampung halaman mereka.
Imam
Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Al-A'masy, dari
Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ketika kami berada di
rumah Huzaifah ibnul Yaman r.a. ada seorang lelaki berkata, "Seandainya
aku menjumpai masa Rasulullah Saw., tentu aku akan berperang bersamanya dan aku
akan beroleh kemenangan." Huzaifah berkata kepada lelaki itu, bahwa apakah
engkau akan melakukan hal tersebut? Sesungguhnya kami bersama Rasulullah Saw.
di malam Perang Ahzab yang cuacanya saat itu dingin dan angin yang sangat
keras. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Adakah seorang lelaki yang mau
mendatangkan berita musuh, kelak ia akan bersamaku di hari kiamat? Tiada
seorang pun dari kami yang menjawab, lalu beliau Saw. mengulangi lagi sabdanya
untuk kedua kalinya, dan sampai yang ketiga kalinya, kemudian beliau bersabda: Hai
Huzaifah, berangkatlah kamu dan datangkanlah kepada kami berita tentang musuh
kita. Maka tiada jalan lain bagiku, melainkan harus berangkat karena beliau
Saw. menyebut namaku. Aku bangkit menuju ke arah beliau dan beliau berpesan: Datangkanlah
kepadaku berita tentang musuh, dan janganlah kamu membuat mereka terkejut
dengan kehadiranku. Maka aku berangkat dengan jalan kaki seakan-akan aku
sedang berjalan di pemandian air panas, hingga sampailah aku ke tempat mereka,
dan ternyata kujumpai Abu Sufyan sedang mendiangkan punggungnya ke api. Lalu
aku letakkan anak panah pada busurku dengan maksud akan menembaknya, tetapi aku
teringat pesan Rasulullah Saw. yang mengatakan, "Janganlah engkau kejutkan
mereka karena aku," seandainya kulempar dia dengan anak panahku, pasti
mengenainya. Setelah itu aku kembali seakan-akan aku sedang berjalan di
pemandian air panas, dan aku langsung menghadap kepada Rasulullah Saw. Setelah
sampai di tempat Rasulullah Saw., tubuhku kedinginan. Maka kuceritakan kepada
Rasulullah Saw. segala sesuatunya dan beliau menyelimuti diriku dengan kain 'abayah
yang biasa beliau pakai untuk hamparan salat. Aku langsung istirahat tidur
hingga pagi hari. Ketika hari sudah pagi, Rasulullah Saw. bersabda, "Bangunlah,
hai orang yang banyak tidur!"
Yunus
ibnu Bukair meriwayatkannya melalui Hisyam Ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam yang
menceritakan bahwa seorang lelaki berkata kepada Huzaifah r.a., "Kami
mengadu kepada Allah Swt. tentang kalian yang sempat menjadi sahabat Rasulullah
Saw. Sesungguhnya kalian menjumpainya, sedangkan kami tidak menjumpainya. Dan
kalian melihatnya, sedangkan kami tidak melihatnya." Huzaifah r.a.
menjawab, bahwa kami pun mengadu kepada Allah tentang keimanan kalian kepada
Rasulullah Saw., padahal kalian belum pernah melihatnya. Demi Allah, hai anak
saudaraku, sekiranya engkau menjumpai Rasulullah Saw. kami tidak mengetahui apa
yang bakal kalian lakukan. Sesungguhnya kami bersama Rasulullah Saw. di malam
Perang Khandaq dalam cuaca yang sangat dingin lagi hujan deras. Kisah
selanjutnya sama dengan hadis yang sebelumnya.
Bilal
ibnu Yahya Al-Absi telah meriwayatkan dari Huzaifah r.a. hal yang semisal
dengan hadis di atas.
Imam
Hakim dan Imam Baihaqi di dalam kitab Dalail-nya telah mengetengahkan
melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du'ali, dari
Abdul Aziz (anak lelaki saudara Huzaifah r.a.) yang menceritakan kisah
peperangan mereka para sahabat bersama dengan Rasulullah Saw.
Kemudian
orang-orang yang ada di majelisnya berkata, "Demi Allah, seandainya kami
ikut dalam peristiwa tersebut, tentulah kami akan berjuang dan terus
berjuang." Maka Huzaifah r.a. berkata, "Janganlah kalian mengharapkan
hal tersebut, sesungguhnya kami pernah mengalami malam hari Perang Ahzab, saat
itu kami dalam keadaan siaga berbaris dengan duduk. Abu Sufyan berikut dengan
golongan yang bersekutu; posisi mereka berada di atas kami, sedangkan Bani
Quraizah berada di bagian bawah kami mengancam keselamatan kaum wanita dan anak-anak
kami.
Kami
belum pernah mengalami malam yang lebih gelap daripada malam itu, dan belum
pernah ada angin yang bertiup sekeras malam itu yang suaranya seperti suara
guntur. Cuaca saat itu gelap gulita, tiada seorang pun di antara kami yang
dapat melihat ujung jarinya karena pekatnya malam yang sangat gelap.
Maka
orang-orang munafik yang ada dalam barisan kaum muslim meminta izin kepada Nabi
Saw. seraya mengatakan, "Sesungguhnya rumah-rumah kami adalah aurat (tidak
ada pertahanannya)," Padahal rumah-rumah mereka bukanlah aurat. Pada waktu
itu tiada seorang pun yang meminta izin kepada Nabi Saw., melainkan Nabi Saw.
memberinya izin (untuk meninggalkan posisi mereka). Dan ada sebagian dari
mereka yang tidak meminta izin dahulu, melainkan pergi dengan diam-diam
meninggalkan medan perang.
Tinggallah
kami yang ada di medan perang, jumlah kami kurang lebih ada tiga ratus orang.
Tiba-tiba Rasulullah Saw. memeriksa barisan kami seorang demi seorang, hingga
sampailah pada giliranku. Saat itu aku tidak mempunyai tameng untuk
mempertahankan diri dari serangan musuh, tidak pula mempunyai kain pelindung
dari dinginnya cuaca dan angin yang keras selain dari kain sari milik istriku
yang panjangnya tidak mencapai kedua lututku.
Nabi
Saw. mendatangiku yang saat itu aku sedang duduk bersideku di atas kedua
lututku karena kedinginan. Beliau bertanya, "Siapa kamu?" Aku
menjawab, "Huzaifah."
Rasulullah
Saw. memanggil, "Hai Huzaifah!" Saat itu bumi terasa sempit
bagiku, dan aku menjawab dengan jawaban yang enggan karena tidak mau berdiri,
"Ya, wahai Rasulullah," dan aku terpaksa berdiri.
Rasulullah
Saw. bersabda, "Sesungguhnya di kalangan musuh telah terjadi sesuatu,
maka cari tahulah kamu tentang berita mereka dan ceritakanlah kepadaku."
Aku
adalah orang yang paling gentar dan paling kedinginan saat itu. Akhirnya karena
diperintah, terpaksa aku berangkat. Dan Rasulullah Saw. berdoa untukku:
"اللَّهُمَّ،
احْفَظْهُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمَنْ خَلْفِهِ، وَعَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ
شِمَالِهِ، وَمِنْ فَوْقِهِ وَمِنْ تَحْتِهِ".
“Ya
Allah, peliharalah dia dari arah depannya, dari arah belakangnya, dari arah
kanannya, dari arah kirinya, dari arah atasnya, dan dari arah bawahnya”.
Demi
Allah, sesudah itu tiada rasa gentar dan tiada rasa dingin yang tadinya
mengendap di dalam diriku melainkan semuanya hilang saat itu juga, dan aku
tidak merasakan apa-apa lagi. Setelah aku berpaling, Rasulullah Saw. berpesan:
"يَا حُذَيْفَةُ،
لَا تُحدثَنّ فِي الْقَوْمِ شَيْئًا حَتَّى تَأْتِيَنِي".
“Hai
Huzaifah, jangan sekali-kali kamu melakukan suatu tindakan apa pun di kalangan
musuh hingga kamu kembali kepadaku!”
Aku
berangkat hingga ketika telah berada di dekat markas musuh aku melihat ada
cahaya api yang sedang dinyalakan oleh mereka. Tiba-tiba aku melihat seorang
lelaki yang hitam lagi tinggi besar sedang memanaskan tangannya di atas nyala
api, lalu mengusap-usapkannya ke pinggangnya. Ia mengatakan, "Mari kita
pulang, mari kita pulang."
Ketika
itu aku belum mengenal Abu Sufyan, dan aku mencabut anak panahku yang berbulu
putih dari wadahnya, lalu kuletakkan di tengah busurku untuk kutembakkan kepada
lelaki tersebut yang kelihatan melalui cahaya api. Namun aku teringat akan
pesan Rasulullah Saw. yang mengatakan, "Jangan sekali-kali kamu
melakukan tindakan apa pun di kalangan mereka hingga kamu kembali kepadaku."
Maka
aku menahan diriku dan mengembalikan anak panah ke wadahnya, kemudian
kuberanikan diriku untuk masuk ke markas musuh. Tiba-tiba orang-orang yang
paling dekat denganku dari kalangan Bani Amir berkata, "Hai Bani Amir,
mari kita pulang, mari kita pulang, tidak ada lagi tempat tinggal bagi
kita!"
Tiba-tiba
angin besar hanya menerpa markas mereka tidak lebih dari itu barang sejengkal
pun. Demi Allah, aku benar-benar mendengar suara batu-batuan yang tertiup angin
besar itu menghantami kemah dan barang-barang mereka.
Kemudian
aku kembali menuju tempat Nabi Saw. setelah perjalananku sampai di pertengahan.
Tiba-tiba aku bersua dengan sekelompok penunggang kuda yang jumlah mereka
kurang lebih dua puluh orang, wajah mereka semuanya tertutup, lalu mereka
berkata, "Beritahukanlah kepada temanmu (yakni Nabi Saw.) bahwa Allah Swt.
telah menghindarkan bahaya musuh darinya."
Aku
kembali kepada Rasulullah Saw. yang saat itu sedang salat memakai kain selimut.
Demi Allah, begitu aku sampai di tempat, rasa dingin kembali menyerang diriku
sehingga aku menggigil.
Maka
Rasulullah Saw. berisyarat kepadaku dengan tangannya, sedangkan beliau tetap
dalam salatnya. Lalu aku mendekat kepadanya, dan beliau berbagi selimut
dengannya. Rasulullah Saw. apabila mengalami suatu perkara yang berat, maka
beliau selalu salat. Lalu aku ceritakan kepadanya tentang berita musuh dan
kukatakan kepadanya bahwa aku meninggalkan mereka, sedangkan mereka dalam
keadaan bersiap-siap untuk pulang ke negeri mereka. Dan Allah menurunkan
firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman,
ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika
datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan
dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat
akan apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ahzab:
9)
Imam
Abu Daud di dalam kitab sunannya telah mengetengahkan sebagian dari hadis ini,
yaitu:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى
Adalah
Rasulullah Saw. bila mengalami kesulitan yang berat, maka beliau salat.
Ia riwayatkan hadis ini melalui
jalur Ikrimah ibnu Ammar dengan sanad yang sama.
**********
Firman Allah Swt.:
إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ
(Yaitu) ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan dari bawahmu. (Al-Ahzab: 10)
Yang dimaksud dengan mereka adalah Golongan
Yang Bersekutu. Dalam keterangan di atas telah disebutkan melalui riwayat
Huzaifah bahwa mereka adalah Bani Quraizah.
وَإِذْ زَاغَتِ الأبْصَارُ وَبَلَغَتِ
الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ
“dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan”. (Al-Ahzab: 10)
karena rasa takut yang berat dan
gentar.
وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا
“dan kamu menyangka terhadap Allah
dengan bermacam-macam purbasangka”. (Al-Ahzab:
10)
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa sebagian orang yang bersama Rasulullah Saw. ada yang
menduga bahwa kekalahan akan dialami oleh kaum mukmin dan Allah akan melakukan
hal tersebut.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan ketika
tidak tetap lagi penglihatanmu, dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan
dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. (Al-Ahzab:
10) Kaum mukmin mempunyai berbagai prasangka, sedangkan kaum munafik meramal,
sehingga Mu'tib ibnu Qusyair saudara Bani Amr ibnu Auf (salah seorang
munafikin) mengatakan, "Muhammad pernah menjanjikan kepada kita bahwa kita
kelak akan memakan perbendaharaan Kisra dan Kaisar, padahal sekarang seseorang
di antara kita tidak mampu lagi untuk pergi ke tempat buang air besarnya."
Al-Hasan
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kamu menyangka
terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. (Al-Ahzab: 10)
Purbasangka yang bermacam-macam; orang-orang munafik menyangka bahwa Muhammad
dan sahabat-sahabatnya pasti akan disikat habis. Sedangkan orang-orang mukmin
meyakini bahwa apa yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah benar,
dan bahwa Allah akan memenangkan Islam di atas semua agama lainnya, sekalipun
orang-orang musyrik tidak menyukainya.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Asim Al-Ansari,
telah menceritakan kepada kami Abu Amir, dan telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Aqdi, telah menceritakan
kepada kami Az-Zubair ibnu Abdullah maula Usman ibnu Affan r.a., dari Rabi'
ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya, dari Abu Sa'id yang
menceritakan bahwa kami pada hari Perang Khandaq bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah ada sesuatu doa yang harus kami ucapkan, karena hati kami
naik menyesak sampai ke tenggorokan?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya
ucapkanlah: Ya Allah, tutupilah kelemahan kami dan tenangkanlah rasa takut
kami.” Abu Sa'id r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Allah memukul
musuh-musuhnya dengan angin yang keras dan mengalahkan mereka dengan angin itu.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal melalui Abu Amir
Al-Aqdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar