Rencana
Jahat
Takkan
Menimpa
Selain
Perencananya
Tak
pernah terlintas di benak para pemimpin Shahawat di Syam yang mengkhianati
Daulah Islam, bahwa akhir semua perkara akan berujung pada kondisi seperti saat
ini. Dan sebelumnya, tidak pernah terbayangkan di benak siapa saja yang
mengkhianati dan melanggar sejumlah perjanjian, bahwa hasil perbuatan dirinya
dan kelompok kejinya adalah kondisi seperti sekarang ini. Sebagaimana takkan
pernah terlintas di benak kebanyakan mujahidin bahwa buah manis kesabaran,
hijrah, ribath, dan jihad mereka akan menjadi seperti saat ini. Milik Allah-lah
setiap urusan, baik sebelum atau sesudahnya, dan kepada-Nyalah dikembalikan
segala urusan.
Para petinggi Shahawat mengira bahwa dengan mengkhianati dan
menikam mujahidin –yang ribath di berbagai front di Halab, Idlib, dan as-Sahil
atau berjibaku di barak-barak tentara Nushairi di Wilayah Al-Khair— dan proyek
mereka yang dirancang para Salibis beserta agen-agen mereka dari kalangan para
thaghut akan berbuah hasil manis dalam pekan-pekan ke depan, merupakan akhir
bagi eksistensi Daulah Islam di Syam, dan mengalienasi Daulah Islam di medan
perang di bawah naungan kepuasan para thaghut Arab dan Salibis kepada mereka.
Oleh karenya, mereka mengira dapat mengatasi pertempuran bersama rezim Nushairi
dalam waktu beberapa bulan saja, melalui bantuan yang telah mereka janjikan.
Lalu pemerintahan negara dapat kembali ke pangkuan mereka, untuk kemudian
mereka memerintah negara dengan menerapkan undang-undang semau mereka.
Namun tak dinyana, mereka justru menjadi korban dari rencana
jahat dan pengkhianatan mereka sendiri. Lalu Allah menguasai mereka melalui
diri mereka sendiri atau melalui musuh-musuh mereka yang membunuh para petinggi
mereka secara sekaligus. Juga sebagian mereka menguasai sebagian lainnya,
sehingga mereka berseteru atas sejumlah sumber daya alam di kawasan kecil
tempat mereka terkepung di dalamnya. Sebagaimana Allah juga membuat para
Salibis Rusia dan kaum Rafidhah menghegemoni mereka. Lalu para Salibis dan Rafidhah
itu merampas wilayah mereka dan mengembalikannya kepada rezim Nushairi.
Selanjutnya, keadaan akhir mereka mengharuskan mereka
menjilat pejabat-pejabat Nushairi dan Salibis untuk memperbarui
kesepakatan-kesepakatan hina lagi nista di Jenewa. Dari perjanjian-perjanjian
itu, hal maksimal yang mereka dapatkan adalah ampunan dari thaghut Nushairi
untuk para pejuang Shahawat yang masih hidup, setelah pembunuhan, luka-luka,
penyeretan, dan pengusiran terhadap jutaan manusia di jalan “revolusi” yang
dipimpin para penipu, dan selanjutnya dikuasai para kriminal.
Adapun kelompok pengkhianat dan pelanggar
perjanjian-perjanjian yang murtad karena membantu kaum murtaddin dari kalangan Free Syirian Army
(FSA/Jaisyul-Hurr) dan kelompok-kelompok lainnya untuk menyerang
Muhajirin dan Anshar –lalu mereka memandang baik perbuatan mereka dan setan
mewahyukan kepada mereka bahwa suatu hari barangkali kemenangan datang melalui
kemaksiatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, bahwa melanggar perjanjian adalah
sebuah seni, bahwa pengkhianatan adalah suatu
kecerdikan, dan kelompok banyak yang rusak lebih baik dari kelompok kecil yang
shalih— mereka mendapati pihak-pihak yang kemarin berkoalisi dengan mereka
untuk melawan Daulah Islam, kini telah berbalik menjadi musuh mereka. Mereka
menyaksikan bahwa hadhinah asy-sya’biyyah (penjaga rakyat)
–yang dijadikan mereka sebagai ilah selain Allah— kini pura-pura bodoh
menentang mereka. Para penjaga rakyat itu mencela organisasi mereka,
menyalahkan para komandan dan petinggi mereka, dan Allah mencerai-beraikan
persatuan mereka. Sehingga mereka menjadi partai-partai yang satu sama lain
saling bersaing dan saling mengklaim bahwa yang lain merepresentasikan
organisasi menyimpang. Bahkan mereka diam menyaksikan berbagai konspirasi mendera
mereka di antara para sekutu mereka dan para thaghut, dan semua itu berlangsung
secara terang-terangan, tidak ditutup-tutupi dan tanpa malu-malu. Dengan
demikian, yang terjadi pada mereka adalah para Salibis dan para Rafidhah
merampas satu persatu wilayah-wilayah mereka, sampai-sampai bumi pun terasa
sempit oleh mereka. Padahal mereka membayangkan diri mereka menjadi pemimpin
umat, dan pemimpin kaum muslimin.
Sementara itu, para mujahidin adalah
orang-orang sabar dan melakukan ribath yang silih berganti ditimpa banyak
cobaan dan fitnah. Sampai-sampai, apabila suatu fitnah (petaka, huru-hara)
menimpa mereka, maka salah seorang dari mereka mengatakan, “Inilah
kebinasaanku.” Tetapi fitnah itu lenyap darinya, namun datang lagi fitnah lain
yang lebih dahsyat dan lebih pahit menimpanya, lagi-lagi dia berkata, “Inilah
kebinasaanku, dan ini lebih besar.” Namun kemudian fitnah itu lenyap dan
berubah berwujud kemenangan nyata setelah masa kesabaran dan melipatgandakan
kesabaran dalam waktu panjang.
Sesungguhnya orang yang dapat
membedakan kondisi kedua golongan hari ini, dengan wawasan arif dan hati yang
inshaf (adil), maka dia akan mengetahui perbedaan-perbedaan di antara dua
kesudahan. Satu kelompok yang Allah muliakan, dikarenakan ia menegakkan agama
dan mengikuti as-Sunnah, dan satu kelompok lainnya Allah hinakan dan nistakan
dikarenakan menempatkan keuntungan (dunia) di atas kedudukan agama, mengikuti
hawa nafsu dan syahwat. Maka akan nampak jelas baginya, bahwa pengusung
kesesatan, betapapun kuatnya makar mereka bahkan sampai gunung lenyap
sekalipun, maka hal itu sedikitpun tidak setara dengan makar Allah ta'ala kepada
mereka, dan istidraj (dibiarkan berangsur-angsur dalam kesesatan, Penj.)
Allah bagi mereka. Dan sejatinya bagi mujahidin, Allah bekali mereka kemampuan
untuk menghadapi tipu daya, kekuatan, dan kekuasaan musuh-musuh mereka, dengan
mereka mengikuti kebenaran, meniti jalan as-Sunnah, kesabaran mereka, dan
ketakwaan mereka. Apabila mereka melakukan semua itu, maka Allah berkewajiban
menolong mereka.
Seandainya para pengusung kebatilan
dari kalangan para Shahawat Syam mempunyai mata untuk dipakai melihat, atau
telinga untuk dipakai mendengar, atau hati untuk memahami, niscaya mereka akan
merenungkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“RENCANA
YANG JAHAT ITU TIDAK AKAN MENIMPA SELAIN ORANG YANG MERENCANAKANNYA SENDIRI.
Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahulu.
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapati
penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui
penyimpangan bagi sunnah Allah itu.”
(QS. Faathir: 43)
Dan
firman Allah:
“DAN
ORANG-ORANG YANG MERENCANAKAN KEJAHATAN BAGI MEREKA AZAB YANG KERAS. DAN
RENCANA JAHAT MEREKA AKAN HANCUR.”
(QS. Faathir: 10)
Seandainya mereka seperti itu,
niscaya mereka akan menghindarkan diri mereka dan para pengikut mereka dari
kerugian yang mereka terima di dunia dan akhirat. Orang yang berakal adalah
orang yang mau bertaubat, mengadakan perbaikan, dan menerangkan kebenaran.
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar