KONDISI DUNIA ISLAM SEKARANG,
Hampir Sama Dengan Ketika Pasukan Tartar Dulu
Menyerang Dunia Islam
Oleh: Syaikh
Abû Mush’ab Al-Zarqawi
Wahai mujahidin…
Aku
tidak menemukan sesuatu yang lebih baik untuk kuketengahkan di hadapan kalian,
selain tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika beliau mengomentari
persekutuan pasukan Ahzab dalam perang Khondaq. Beliau berkata, ―Ringkasan
cerita perang Khondaq, bahwa kaum muslimin terkepung oleh seluruh kaum
musyrikin di sekeliling mereka. Mereka datang dengan bala tentaranya ke Madinah
untuk membasmi orang-orang beriman hingga ke akar-akarnya. Maka berkumpullah
kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya dari Bani Asad, Asyja, Fazaroh, dan
kabilah-kabilah Nejd lainnya. Turut bergabung juga yahudi Bani Quroidzoh dan
Bani Nadzir. Pasukan sekutu ini berkumpul menjadi satu dan jumlah mereka jauh
berlipat ganda di atas jumlah kaum muslimin. Sampai-sampai Nabi Shollallohu ‘Alaihi
Wa Sallam harus mengungsikan orang-orang lemah dari wanita dan anak-anak ke
benteng-benteng Madinah.
Sedangkan
kejadian sekarang ini –maksudnya, yang dialami Syaikhul Islam di zamannya—musuh
kembali bersekutu, sejak dari bangsa Mongol, berbagai suku Turki, Persia,
orang-orang Arab pendatang, orang-orang sejenis dengan mereka yang murtad, dari
kalangan kristen Armenia dan lain-lain. Musuh ini masuk ke sisi negeri kaum
muslimin ketika kaum muslimin tengah bimbang antara maju dan mundur, ditambah
lagi dengan sedikitnya jumlah kaum muslimin lain yang mau berhadapan dengan
musuh, padahal musuh hendak menguasai negeri dan mengambil alih daerah
penduduknya sebagaimana musuh dulu mengepung Madinah berhadapan dengan kaum
muslimin. Dan ketika perang Khondaq terjadi, suhu udara teramat dingin, tiupan
angin begitu kencang dan tidak seperti biasanya. Dengan itulah Alloh memalingkan
pasukan Ahzab dari Madinah, sebagaimana firman Alloh Ta’ala ini:
“…maka Kami kirim kepada mereka angin dan pasukan-pasukan yang tidak
kalian lihat…” (QS. Al-Ahzab: 9.)
Demikian
juga tahun ini di sini, Alloh memperbanyak salju, hujan, dan hawa dingin tidak
seperti biasanya, sampai-sampai banyak orang yang tidak menyukai hal ini.
Adapun kami, kami katakan kepada mereka yang tidak suka: Jangan kalian benci
hal itu, sebab Alloh memiliki hikmah dan rahmat di dalamnya. Dan itu termasuk
sebab terbesar di mana dengannya Alloh mengusir musuh.
Alloh Ta’ala
berfirman mengenai kondisi pasukan Ahzab:
“(Yaitu)
ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak
tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan
kamu menyangka terhadap Alloh dengan bermacam-macam pur-basangka. Di situlah
diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang
sangat.” (QS. Al-Ahzab: 10 – 11).
Demikian
juga tahun ini, musuh datang dari atas daerah Syam, yaitu selatan sungai
Eufrat…
Syaikhul
Islam melanjutkan, ―…kemudian manusia mulai berprasangka kepada Alloh dengan
berbagai purbasangka :
►
Ada yang menyangka tidak ada lagi tentara Syam yang masih tegak
berdiri, sehingga musuh akan menguasai penduduk Syam
►
Ada yang menyangka bahwa negeri Syam ma-sih tenang dan masih berada di
bawah kerajaan Islam.
►
Ada yang menyangka kalau kaum muslimin mau menghadapi musuh, tentu akan
bisa merontokkan dan menguasai mereka seperti lingkaran cahaya bulan
mengelilingi bulan.
►
Ada yang memiliki persangkaan musuh akan menawan mereka dan membawanya
ke Mesir dan mengangkat sebagai penguasa di sana, sehingga orang-orang seperti
ini tidak ada yang teguh untuk berhadapan dengan musuh, ia lebih berniat untuk
melarikan diri ke Yaman atau yang lain.
►
Ada juga yang melihat adanya gejala-gejala yang saling bertentangan dan
memiliki keinginan-keinginan yang saling tarik menarik, apalagi ia tidak bisa
membedakan mana kabar gembira yang benar dan yang dusta, tidak bisa membedakan
bisikan hati yang salah dan yang tepat; oleh karena itu, orang yang
bermain-main dalam urusan mengambil petunjuk akan diliputi kebingungan dan
dipermainkan oleh berbagai pemikiran, seperti halnya anak kecil mempermainkan
kerikil bebatuan.
“…Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan
(hatinya) dengan goncangan yang sangat…” ; Alloh menguji mereka dengan ujian ini, yang dengannya Alloh
menghapuskan dosa-dosa mereka dan mengangkat derajat mereka.
Kemudian Alloh Ta’ala berfirman: “Dan (ingatlah)
ketika segolongan di antara mereka berkata: Hai penduduk Yatsrib (Madinah),
tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu…” (QS. Al-Ahzab: 13).
►
Maka satu golongan kaum munafik itu ada yang mengatakan: Tidak ada
tempat lagi bagi kalian di sini, sebab musuh terlalu banyak, maka kembalilah ke
Madinah.
►
Ada yang mengatakan, ―Tidak ada tempat bagi kalian untuk berperang,
maka kembalilah untuk meminta keamanan dan perlindungan kepada mereka.
Demikian
juga ketika musuh dari bangsa Tartar datang, orang-orang munafik ada yang mengatakan:
►
Negara Islam sudah tidak ada lagi, maka sudah selayaknya kita masuk di
bawah negara Tartar.
►
Sebagian orang-orang khusus mengatakan, negara Islam masih bertahan.
►
Sebagian lagi ada yang mengatakan, yang terbaik adalah menyerahkan diri
kepada mereka seperti penduduk Irak menyerahkan diri dan masuk di bawah kekuasaan
mereka.
—hingga
perkataan Syaikhul Islam—:
Sesungguhnya
peristiwa ini mengandung perkara-perkara besar yang di luar batas ukuran serta
keluar dari kebiasaan. Bagi setiap yang berakal akan melihat bagaimana Alloh
memperkokoh agama ini dengan kejadian tersebut, dan perhatian-Nya terhadap umat
ini setelah hampir saja Islam tergulung, ketika sebab-sebab yang tampak secara
lahiriyah sudah terputus, musuh dari pasukan sekutu menyerang begitu cepat,
hati kaum muslimin melemah karena saling bermusuhan, sementara yang tetap teguh
hanyalah satu kelompok yang mau menolong agama Alloh, sehingga Allohpun
membukakan pintu-pintu langit-Nya untuk tentara-tentara-Nya yang kuat, Alloh
menghinakan orang-orang kafir dan munafik dan menjadikan semua itu sebagai
tanda kekuasaan Alloh bagi orang-orang beriman hingga hari perjumpaan
dengan-Nya.
Tatkala
sampai berita bahwa pasukan Tartar sudah menyiapkan semua persenjataan untuk
menyerang Syam, orangpun pada ketakutan, harga transportasi menjadi mahal; upah
kuda dari Hamasah ke Damaskus saja mencapai harga 200 dirham. Ini terjadi tahun
699 H.
Sebagian
gubernur berpandangan untuk menyerahkan benteng Al-Qol’ah kepada Tartar, demi
menjaga penduduk. Tetapi Ibnu Taimiyah tetap bersikukuh untuk melawan mereka
dan meminta penjaga benteng untuk tidak menyerahkannya, walaupun tidak tersisa
lagi selain satu bongkah batu; maka penjaga bentengpun menyetujui pendapat Ibnu
Taimiyah, dan ternyata ada mashlahat yang baik bagi kaum muslimin dalam sikap
ini.
Kemudian
datang berita mengenai kedatangan pasukan Mesir menuju Syam, maka Hulaghu
bersama pasukan Tartarnya keluar menuju Damaskus. Sementara Damaskus sendiri
sudah kosong dari tentara dan penjaga. Maka, seluruh penduduknya diseru untuk
keluar membawa senjata masing-masing dan bermalam di pagar-pagar benteng serta
pintu-pintu masuk untuk menjaga negeri, maka merekapun keluar menuju pagar benteng.
Ibnu
Taimiyah sendiri berkeliling di benteng setiap malam untuk memberikan semangat
agar bersabar dan terus berperang, serta membacakan ayat-ayat jihad dan ribath
kepada mereka.
Ketika
kehidupan di Damaskus kembali normal, Ibnu Taimiyah dan pengikutnya berkeliling
ke warung-warung, lalu memecahkan bejana-bejana khomer. Setelah itu, Ibnu
Taimiyah dengan didampingi Al-Atsrom –gubernur Damaskus—keluar ke daerah
Jubailah dan Kasrowan untuk memberi pelajaran kepada kaum Rafidhoh (Syiah) dan
Bathiniyah, karena keterlibatan mereka membantu pasukan Tartar. Mereka juga
ikut menyerang kaum muslimin di malam hari. Maka para pemimpin mereka keluar
menemui Ibnu Taimiyah dan menampakkan ketaatan serta penyesalannya. Mereka juga
mengembalikan semua barang yang telah mereka ambil. Setelah selesai, Al-Atsrom
kembali ke Damaskus dan mengeluarkan perintah agar rakyat menggantungkan
senjata-senjata di toko-toko, dan memerintahkan mereka untuk belajar memanah.
Akhirnya,
dibangunlah Al-Imajat –yaitu kamp-kamp latihan militer di Damaskus—. Ia juga
memerintahkan para ulama untuk turut belajar memanah, dalam rangka persiapan
menghadapi situasi apapun yang datang mendadak.
Demikianlah,
umat ini wajib melakukan persiapan di waktu senggang, supaya ketika terjadi
peristiwa-peristiwa dahsyat, ada anak-anak dari umat ini yang menghadapi,
melindungi, serta menolak makar musuh terhadapnya.
Pasukan
Tartar masuk ke Syam pada tahun 702 H, manusiapun gempar ketakutan, mereka
melaku-kan doa qunut dalam sholat, dan itulah pertempuran pertama kali yang
mereka alami, datanglah pasukan Tartar yang didukung oleh 7000 personel, maka
sekelompok pahlawan negeri Syam berjumlah 1500 orang menghadapi mereka, dan
Alloh pun memenangkan pasukan-Nya.
Ketika
pasukan Tartar sudah semakin dekat, dua pasukan –yaitu dari Himawi dan
Al-Halbi—mundur ke Himsh, mereka takut pasukan Tartar akan menyerang mereka
secara tiba-tiba, maka merekapun berjaga-jaga di daerah Marji Ash-Shuffar. Dan
benar, pasukan Tartar sampai di Himsh, kemudian merangsek ke Ba’labak, manusia
diguncang rasa takut luar biasa, berita-berita negatif dan berbagai isu banyak
sekali tersebar. Maka dalam hal ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memiliki
andil besar dalam menenangkan jiwa orang-orang dan menjaga kestabilan kondisi
intern kaum muslimin.
Beberapa
waktu kemudian, orang mulai meragukan sah tidaknya memerangi bangsa Tartar
secara syar’i; sebab mereka juga berpenampilan Islam tulen. Keraguan ini sama
dengan sikap orang-orang yang kalah sebelum tempur hari ini, yang mana mereka
meragukan sah tidaknya memerangi tentara pemerintah Thoghut.
IBNU HAZM BERKATA
DALAM KITAB AL-MUHALLÂ,
“TIDAK ADA KEJAHATAN YANG LEBIH BESAR SETELAH KEKAFIRAN, DARIPADA
MELARANG JIHAD DI JALAN ALLOH DAN MENYURUH AGAR KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN
DISERAHKAN BEGITU SAJA KEPADA MUSUH-MUSUH ALLOH”.
Kemudian,
Ibnu Taimiyah tampil dan mengeluarkan fatwa-fatwanya yang cukup terkenal
mengenai wajibnya memerangi pasukan Tartar. Beliau mematahkan semua syubhat
yang banyak didengungkan kaitannya dengan masalah ini. Beliau mengatakan kepada
manusia, ―Jika kalian melihatku berada di fihak Tartar sementara di kepalaku
ada mushaf Al-Quran, maka bunuhlah aku, Mendengar fatwa ini, manusia-pun
kembali bersemangat untuk berperang, hati mereka kembali kuat.
Ketika
pasukan Tartar semakin dekat, Ibnu Taimiyah menoleh kepada salah seorang
petinggi Syam, beliau berkata, ―Hai Fulan, tempatkan aku di posisi kematian.
Petinggi
itu berkisah, ―Maka aku menempatkan Ibnu Taimiyah di depan musuh persis, ketika
itu mereka datang berbondong bondong seperti aliran ombak dengan menenteng
senjata-senjatanya yang berkilauan di balik debu perang. Kukatakan: Tuanku,
inilah posisi kematian dan inilah musuh, mereka datang di balik debu itu.
Syaikhul
Islam pun mengangkat matanya ke langit dan memejamkan pandangannya, dan
menggerak-gerak kan kedua bibirnya untuk berdoa kepada Robbnya dalam waktu
cukup lama. Maka beliau bertempur melawan pasukan Tartar, perang berlangsung
sangat-sangat sengit, api pertempuran berkobar menyala-nyala, para pahwalan
menunjukkan keperwiraannya, dan pasukan Tartar dipaksa mundur ke gunung-gunung.
Setelah hari mulai gelap, kaum muslimin mengepung pegunungan di mana pasukan
Tartar berada, sungguh hati pasukan Tartar kala itu terhinggapi ketakutan luar
biasa.
Source:
Judul Asli: Washôya li `l-Mujâhidîn
Oleh: Syaikh Abû Mush‗ab Al-Zarqawi
Edisi Indonesia: Kumpulan Nasehat Untuk Mujahidin
Penerjemah: Ahmad Ilham Al-Kandari
Editor Ulang: AKM PUSTAKA
Publikasi I: AL-QAEDOON GROUP
Publikasi II: AKM PUSTAKA
9 Rabiul Awal 1440 H - 17 November 2018,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar