7/08/2019

KISAH SEORANG ‘ALIM DA’I, ‘ABID DAN MUJAHID


  Syaikh Abu Ali Al Anbari
(t a q o b b a l a h u l l a h)
SEORANG ALIM DAI, ABID DAN MUJAHID

Diantara para juru dakwah itu yang menapaki man­haj para Nabi dalam mempe­lajari dan mengajarkan tauhid, menjihadi musuh-musuh Allah dengan pedang dan hujjah, ber­sabar atas ujian yang menimpa mereka di jalan ini, sampai mer­eka terbunuh syahid di jalan Al­lah; adalah Syaikh Mujahid Abu Ali Al Anbari - taqobbalahullah -, demikian kami kira dan kami tidak menyucikan seorangpun di hadapan Allah. 


Allah memberi karunia kepada Irak sebelum invasi Amerika dengan sekumpulan muwahhid yang memi­kul harapan dakwah tauhid dan memerangi kesyiri­kan serta bid’ah sekalipun di bawah tirani Partai Ba’ats sekuler yang selalu memerangi Islam dan kaum mus­limin. Ketika salibis menjejakkan kakinya di bumi Irak, merekalah tembok kokoh yang menghalangi derap salibis. Mereka berhasil menggagalkan strategi salibis dan mengusirnya dengan kehinaan. Mereka tegakkan Daulah Islam di bumi Rafidain. Mereka ter­us teguh dalam jihadnya. Sebagian dari mereka telah menemui Rabbnya dan sebagian lain Allah beri kes­empatan untuk menikmati hidup ketika seluruh Dien itu milik Allah, dalam naungan Daulah Islam yang dipimpin oleh seorang Khalifah keturunan Quraisy yang mengarahkan manusia dengan Manhaj Kenabi­an.
 

Ketika taghut Ba’ats Saddam Husein yang binasa itu bersama partai murtadnya menguasai Irak layaknya Fir’aun yang kejam, yang tidak saja mengganti hukum Allah dengan undang-undang buatan, namun juga berusaha merubah akidah kaum muslimin dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dan membuka pin­tu selebar-lebarnya kepada orang-orang sufi musyrik dan Rafidhah untuk menyebarkan agama rusak mereka, serta menyebarkan seku­lersime dan berbagai isme lain, di saat manusia dikangkangi oleh ta­ghut kejam ini; di salah satu mas­jid kota Tal ‘Afar yang terletak di barat kota Mosul, Syaikh Abdu­rrahman Al Qoduli (yaitu nama aslinya) berdiri menyeru manusia kepada tauhid. Tiap hari Jum’at, orang banyak selalu berkumpul di masjidnya sampai memenuhi jalan-jalan di sekitarnya. Dan ia­pun tidak terlepas dari kekejaman taghut dan perangkat intelijenn­ya. 

Namun ancaman-ancaman Ba’atis tidak dipedulikannya. Sekalipun ia adalah satu-satunya tulang punggung keluarga be­sarnya, hal itu tidak mencegahn­ya terus menggelorakan jihad. Di antara tiang-tiang masjidnya, ia terus menyeru kepada Allah, mengkafirkan Partai Ba’ats dan anggotanya, serta memprovoka­si teman-temannya untuk juga mengkafirkan dan memerangi mereka.

Orang-orang Ba’ats murtad tidak mampu bersabar lebih lama lagi terhadapnya. Segera saja mereka mencekalnya dari berkhutbah, bahkan adzanpun mereka mela­rangnya. Mereka terus mem­persempit ruang geraknya sampai tidak pernah berlalu satu bulan kecuali ia dipanggil oleh intelijen taghut.

Pada saat itu, rezim Ba’ats Irak se­makin melemah setelah rangkaian perang gagal yang mereka terjuni. Para muwahhid sedang menung­gu-nunggu kehancurannya. Mer­eka sudah mengira jika di saat yang sama salibis Amerika akan datang menginvasi Irak dengan alasan menjatuhkan pemerintah­an taghut. Namun mereka tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk gerakan yang kuat yang mampu melengserkan ta­ghut pada saatnya. Maka solusin­ya adalah setiap elemen di setiap daerah berkumpul membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling mengenal dan mempela­jari Dien pada tempat yang jauh dari pantauan orang-orang Ba’ats. Terbentuklah beberapa kelompok yang tidak saling terikat di Bagh­dad dan daerah sekitarnya, di Anbar dan pedesaannya, di Diya­la, Karkuk, Mosul, dan Tal ‘Afar yang mana Syaikh Abu ‘Ala’ (yai­tu kun-yah aslinya) adalah pemi­mpinnya dan sumber fatwa serta keputusannya.

Aktifitas Syaikh Abu ‘Ala tidak terbatas di kota Tal ‘Afar, kota tempat tinggalnya dan tempat mengajarnya pada salah satu ma’had syari’i di sana. Aktifitasn­ya meliputi banyak tempat lain di Irak, khususnya Baghdad sebagai tempatnya mengajar pada salah satu universitasnya, yang mana di situ terjalin hubungannya dengan jama’ah salafiyah Syaikh Fayiz - taqobbalahullah -, dengan para muwahhid kota Mosul yang ketika itu berada di utara Irak, dan dengan para mujahid Kurd­istan yaitu Jama’ah Anshar al Is­lam yang mengatur satu-satunya medan jihad di daerah tersebut yang menjadi tujuan jihad ban­yak pemuda Irak dan negeri-neg­eri lain.

Dakwah Syaikh Abu ‘Ala dan kawan-kawannya di Tal ‘Afar membuahkan hasil baik. Banyak dari elemen-elemen Rafidhah penduduk kota Tal ‘Afar bertau­bat di hadapannya. Penduduknya juga banyak yang telah mengkaf­irkan akidah Ba’ats, dan berlepas diri dari bekerja di dinas keten­taraan dan perangkat keamanan taghut Saddam. Diantara mereka ada yang Allah tetap teguhkan pada akidahnya dan menjadi se­baik-baik mujahidin sampai Allah wafatkan mereka sebagai syuhada di jalan-Nya, demikianlah kami kira dan kami tidak mensucikan seorangpun di hadapan Allah.

Disamping kegiatan dakwah, Syaikh tidak melalaikan jihad fie sabilillah. Maka beliau beker­ja sama dengan mujahidin di gunung-gunung Kurdistan. Ia juga bekerja sama dengan mu­wahidin Tal ‘Afar yang diper­cayanya membentuk jama’ah ji­had untuk melaksanakan operasi militer melawan pemerintahan taghut Saddam Husein dan par­tai jahiliyahnya, serta tentara dan pendukung murtadnya. Pelatihan jama’ah jihad tersebut dikoman­doi oleh Syaikh Abu Al Mu’taz Al Qurasyi - taqobbalahullah - yang sebelumnya merupakan perwira Ba’ats yang telah bertaubat dan mengkufuri serta berlepas diri dari loyalitas kepada taghut dan tentara murtadnya. Namun Allah mentakdirkan aktifitas jama’ah ji­had ini menghadapi musuh yang lebih besar, yaitu tentara salibis pimpinan Amerika yang mengin­vasi Irak.

Invasi salibis atas Irak mengaki­batkan banyak hal. Hancurnya pemerintahan Ba’ats dan ten­tara serta seluruh perangkat kea­manannya, kekacauan melanda seluruh negeri, senjata tersebar di tangan penduduk, hantaman kuat atas Jama’ah Anshar Al Islam dengan banyaknya anggotanya yang terbunuh oleh rudal-rudal penjelajah Amerika, masukn­ya sejumlah besar muhajirin ke bumi Irak memanfaatkan keka­cauan tersebut yang diantaranya adalah Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi - taqobbalahullah -, de­mikian juga Ikhwanul Murtaddin di Irak memanfaatkan kekacauan tersebut untuk menampakkan akidah syirik dan manhaj kufur mereka dengan masuk ke dalam barisan salibis dan Rafidhah.

Tidak beberapa lama setelah Baghdad jatuh ke tangan salibis, di seluruh penjuru Irak telah ter­bentuk sejumlah besar faksi-faksi perlawanan dengan aliran dan tujuan yang bermacam-macam. Diantara jama’ah-jama’ah terse­but terbentuklah Jama’ah Tauhid wal Jihad yang beranggotakan sejumlah muhajirin dan anshor di bawah pimpinan Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi, dan Ja­ma’ah Ansharussunnah yang ter­bentuk dari sisa-sisa Anshar Al Islam setelah mereka mundur ke kota-kota Irak ditambah dengan sekelompok muwahid yang terse­bar di berbagai penjuru Irak, yang petingginya melindungi petinggi Anshar Al Islam setelah mereka kehilangan kontrol atas gunung-gunung Kurdistan. Majmu’ah salafi Tal ‘Afar adalah diantara kelompok-kelompok yang ber­gabung dalam Ansharussunnah, segera setelah mereka memulai aktifitas militernya dengan nama Batalyon Muhammad Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Tidak berselang lama sampai Syaikh Abu Iman (yaitu kun-yah Syaikh Al Anbari yang dipilihnya sendiri setelah invasi Amerika) diangkat menjadi penanggung jawab syar’i tentara Ansharus sunnah.

Allah menakdirkan kedua syaikh, yaitu Syaikh Abu Mush’ab dan Syaikh Abu Iman bertemu. Per­temuan itu membuahkan ke­cintaan di antara mereka ber­dua, dan masing-masing pihak senang mengetahui kebersihan akidah dan manhajnya. Ketika itu opini umum mujahidin An­sharussunnah adalah berusaha menyatukan kalimat dan bersatu di bawah kepemimpinan Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi dan Tanzhim Al Qoidah. Maka mere­ka menekan petinggi jama’ah un­tuk mewujudkan hal itu. Syaikh Abu Iman sendiri berusaha sung­guh-sungguh mengadakan per­temuan langsung petinggi kedua jama’ah. Pertemuan antara Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi dengan amir Ansharussunnah Abu Abdil­lah Asy Syafi’i berhasil diadakan, namun Syaikh Abu Abdillah me­nolak bergabung dengan alasan hendak bermusyawarah terlebih dahulu dengan prajuritnya, seka­lipun sebenarnya ia mengetahui bahwa prajuritnyalah yang men­dorong Ansharussunnah berbaiat kepada Tanzhim Al Qoidah. Ke­tika itu Syaikh Abu Iman segera mengumumkan baiatnya kepada Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqa­wi dan bergabung dalam barisan Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain bersama dengan mayor­itas mujahidin Ansharussunnah. Baiat ini merupakan baiat terbe­sar dalam sejarah jihad Irak, yang ketika itu terkenal dengan baiat “Al Fatihin”. Syaikh Abu Mush’ab lalu memilih Syaikh Abu Iman sebagai wakilnya dalam struktur Tanzhim. Namun tidak beberapa lama salibis berhasil menangkap­nya dan menjebloskannya da­lam penjara Abu Ghuraib. Teta­pi selang beberapa bulan beliau kembali bebas setelah mata salibis dibutakan oleh Allah sehingga ti­dak mengetahui identitasnya dan perannya dalam medan pertem­puran yang sedang memanas.

Ketika itu media salibis sedang melancarkan kampanye me­dia sengit untuk merusak nama baik mujahidin Irak, khusus­nya Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi - taqobbalahullah - dan teman-temannya. Kampanye ini diikuti oleh petinggi-petinggi fak­si-faksi sesat itu dan juga petinggi partai Ikhwanul Murtaddin yaitu Al Hizbu Al Islami, khususnya setelah nama Syaikh Az Zarqa­wi berdengung memenuhi langit Irak, dan mujahidin Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain men­jadi batu sandungan kokoh setiap proyek khianat orang-orang sesat yang terang-terangan murtad itu. Namun yang membuat Syaikh Az Zarqawi bersedih adalah kri­tikan-kritikan yang bersumber dari Tanzhim Al Qoidah di Khu­rasan. Tidak diragukan lagi jika mereka malah percaya dengan isu yang disebarkan oleh media salibis. Namun dengan tersing­kapnya topeng penyimpangan mayoritas faksi-faksi perlawa­nan, mereka tidak punya pilihan kecuali mengkritik buruknya hubungan Syaikh Az Zarqawi dan kawan-kawannya dengan petinggi Ansharussunnah, dan ketika itu petinggi Ansharussun­nah terus berhubungan dengan Athiyatullah Al Libi melalui jal­ur Iran. Menghadapi prasangka buruk dan kritikan demi kritikan Tanzhim Al Qoidah Khurasan, pilihan terbaik yang ada adalah mengutus utusan khusus kepada mereka untuk menjelaskan haki­kat permasalahan yang terjadi dan tuduhan-tuduhan petinggi Ansharussunnah atas mujahidin. Dan siapa yang lebih baik dar­ipada Syaikh Abu Iman untuk melaksanakan tugas ini. Beliau dahulu adalah penanggung jawab syar’i Ansharussunnah yang pasti lebih tahu dengan kondisi mereka dan mengerti hal-hal yang mere­ka sembunyikan. Maka Syaikh menyambut dengan senang hati permintaan amirnya. Beliau lalu pergi ke Khurasan, menerangkan hakikat permasalahan yang ter­jadi, lalu kembali ke Irak untuk memberitahukan kisah perjala­nannya dan hasil yang dicapain­ya.

Tentara salibis Amerika semakin merajalela di Irak. Proyek orang-orang sesat juga mulai menceng­keram bumi Irak. Semuanya be­rusaha mencuri buah jihad Irak melalui permainan setan-setan Sururi dan intelijen pemerintah­an Arab murtad terkhusus nega­ra-negara Teluk. Maka Syaikh Az Zarqawi dengan kawan-kawann­ya segera bergerak mengembang­kan proyeknya dengan menyatu­kan faksi-faksi terbaik dari sisi aqidah dan manhajnya termasuk Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain dalam payung Majelis Syuro Mujahidin Irak. Mereka sepakat bahwa kepemimpinan majelis digilir di antara faksi-fak­si yang menjadi anggota majelis. Dan dipilihlah Syaikh Abu Iman sebagai amir pertama Majelis Syuro Mujahidin. Beliau sendi­ri yang menyampaikan statemen pertama majelis dengan nama samaran Abdullah bin Rasyid Al Baghdadi, yang kemudian menja­di terkenal dikalangan media.

Pada bulan Rabi’ul Awwal 1437 H, Allah mentakdirkan Syaikh Abu Iman harus pergi dari utara Irak untuk bertemu dengan dua penanggung jawab tanzhim yang lalu mereka bersama-sama pergi untuk bertemu dengan Syaikh Az Zarqawi di daerah selatan Baghdad. Ketika mereka sedang menginap di suatu rumah dalam perjalanan ke Baghdad, mereka dikejutkan dengan penerjunan pasukan Amerika pada rumah yang mereka tempati. Ketika itu mereka terpaksa tidak membawa senjata karena harus melewati jal­ur yang banyak terdapat cekpoin. Dengan takdir Allah, salibis ber­hasil menangkap mereka setelah baku tembak dengan majmu’ah istisyhadi yang tinggal di dekat rumah tersebut. Sehingga ters­ingkaplah tempat peristirahatan yang ditempati Syaikh Abu Iman dan kawan-kawannya. Peristi­wa itu adalah pukulan terberat yang menghantam Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain.

Di penjara, Allah kembali mem­butakan penglihatan interogator akan hakikat mayoritas peran dua mas’ul tanzhim yang men­jadi tawanannya. Ketika salibis mendapati betapa para ikhwah bersungguh-sungguh berusa­ha menjauhkan Syaikh Abu Iman (ketika itu salibis Amerika menyebutnya Haji Iman) dari se­gala tuduhan dan membebaskan­nya dengan segala cara sekalipun para ikhwah harus menanggung tuduhan itu, mereka semakin curiga dengan beliau. Kecurigaan itu semakin bertambah melihat betapa tenang dan bermartabatn­ya Syaikh. Mereka meningkatkan usaha penyelidikan untuk meny­ingkap indentitasnya karena mer­eka yakin beliau adalah orang penting dalam tanzhim. Namun Allah menggagalkan usaha mer­eka, paling jauh mereka hanya mendapati bahwa beliau adalah anggota tanzhim, dan mereka menyangkanya amir Tal ‘Afar lan­taran Syaikh beraktifitas di kotan­ya hampir terang-terangan karena beliau adalah orang yang dikenal di daerahnya.

Sehingga mendekamlah beliau di pen­jara selama be­berapa tahun. Masa - masa penahanann­ya dihabiskan dengan ber­pindah-pin­dah dari satu blok ke blok lain dan dari satu penjara Amerika ke penjara-pen­jara lain di penjuru Irak. Tidak lama berdiam di salah satu blok sampai segera dipindahkan ke blok lain, tidak lama berdiam di satu penjara sampai segera dipin­dahkan ke penjara lain yang jauh. Karena mereka mengetahui pen­garuhnya atas para tahanan. Di setiap tempat yang dimasukinya, para tahanan segera berkumpul di sekelilingnya. Hampir-hampir salibis membunuhnya di pen­jara ketika salah satu murtadin terbunuh namun tidak diketa­hui pelaku dan provokatornya. Namun Allah menyelamatkan­nya dari makar mereka dengan keutamaan-Nya. Mereka terus berusaha meletihkannya dengan terus memindah-mindahkannya di perbagai penjara. Sedang mer­eka tidak tahu usaha itu justru amat membantunya. Tiap kali pindah ke tempat yang baru, ke­sempatan untuk berdakwah dan mengajar kembali terbuka di ha­dapannya. Mayoritas dakwahnya berfokus pada pengajaran tauhid kepada Allah dalam hukum-Nya dan yang membatalkannya be­rupa syirik keta’atan, istana dan undang-undang. Tidaklah beliau bertempat di suatu tempat kecua­li menyeru penghuninya dengan seruan Yusuf ‘Alaihissalam [Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang ber­macam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perka­sa]. Maka para ikhwah pun ber­kumpul di sekelilingnya mena­dah ilmu yang mengalir darinya, dan jadilah beliau amir serta sum­ber keputusan dalam seluruh perkara mer­eka. Pada saat itu banyak dari Junud Daulah yang belajar lewat tangan din­ginnya, dian­taranya adalah dua orang wali yang Allah ja­dikan keduan­ya adzab atas Rafidhah di Baghdad, yai­tu Manaf Ar Rawi dan Hudzaifah Al Bathawi -taqobbalahumallah-.

Pada masa penahanannya terjadi peristiwa-peristiwa penting da­lam sejarah jihad Irak. Yaitu ke­pindahan Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi - taqobbalahullah - ke Diyala untuk menyiapkan deklarasi Daulah Islam Irak. Na­mun beliau terbunuh di tangan salibis sebelum mendeklarasikan­nya sendiri. Tongkat kepemi­mpinan kemudian diterima oleh Syaikh Abu Hamzah Al Muhajir - taqobbalahullah - yang kemu­dian mengumumkan pembuba­ran Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain dan berbaiat kepada Syaikh Abu Umar Al Baghdadi - taqobbalahullah - amir pertama Daulah Islam Irak. Juga peristiwa murtad kolektif faksi-faksi perla­wanan yang berpartisipasi dalam proyek shahawat Amerika. Bumi menjadi sempit bagi muwahi­din. Mujahidin banyak yang ter­bunuh, sampai Syaikh Abu Umar Al Baghdadi dan Abu Hamzah Al Muhajir - taqobbalahumallah - pun terbunuh. Kemudian bende­ra diambil oleh Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi - hafizhahullah - dan dimulailah tahapan baru dalam sejarah Daulah Islam Irak.

Syaikh Abu Ali Al Anbari be­bas dari penjara pada permulaan tahapan penting ini yang ditan­dai dengan masuknya mujahi­din Daulah Islam Irak ke Syam setelah gelombang demonstrasi yang melanda banyak dari neg­eri-negeri kaum muslimin (rev­olusi Arab spring). Daulah Islam Irak berekspansi ke Syam, beru­bah menjadi Daulah Islam Irak dan Syam. Beliau - rahimahul­lah - berpartisipasi dalam banyak peristiwa penting sampai kema­tiannya, setelah matanya dise­jukkan dengan tegakkany Dien dan kembalinya Khilafah. Dan ini yang akan kita bicarakan pada biografi indah beliau berikutnya -taqobbalahullah-.

Source: Buletin An Naba 41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...