Syaikh Abu Ali Al Anbari
(t a q o b b a l a h u l l a h)
SEORANG ‘ALIM DA’I, ‘ABID DAN MUJAHID
Diantara para juru dakwah itu yang menapaki manhaj para
Nabi dalam mempelajari dan mengajarkan tauhid, menjihadi musuh-musuh Allah
dengan pedang dan hujjah, bersabar atas ujian yang menimpa mereka di jalan
ini, sampai mereka terbunuh syahid di jalan Allah; adalah Syaikh Mujahid Abu
Ali Al Anbari - taqobbalahullah -, demikian kami kira dan kami tidak menyucikan
seorangpun di hadapan Allah.
Allah
memberi karunia kepada Irak sebelum invasi Amerika dengan sekumpulan muwahhid
yang memikul harapan dakwah tauhid dan memerangi kesyirikan serta bid’ah
sekalipun di bawah tirani Partai Ba’ats sekuler yang selalu memerangi Islam dan
kaum muslimin. Ketika salibis menjejakkan kakinya di bumi Irak, merekalah
tembok kokoh yang menghalangi derap salibis. Mereka berhasil menggagalkan
strategi salibis dan mengusirnya dengan kehinaan. Mereka tegakkan Daulah Islam
di bumi Rafidain. Mereka terus teguh dalam jihadnya. Sebagian dari mereka
telah menemui Rabbnya dan sebagian lain Allah beri kesempatan untuk menikmati
hidup ketika seluruh Dien itu milik Allah, dalam naungan Daulah Islam yang
dipimpin oleh seorang Khalifah keturunan Quraisy yang mengarahkan manusia
dengan Manhaj
Kenabian.
Ketika taghut Ba’ats Saddam Husein yang binasa itu bersama partai
murtadnya menguasai Irak layaknya Fir’aun yang kejam, yang tidak saja mengganti
hukum Allah dengan undang-undang buatan, namun juga berusaha merubah akidah
kaum muslimin dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dan membuka pintu
selebar-lebarnya kepada orang-orang sufi musyrik dan Rafidhah untuk menyebarkan
agama rusak mereka, serta menyebarkan sekulersime dan berbagai isme lain, di
saat manusia dikangkangi oleh taghut kejam ini; di salah satu masjid kota Tal
‘Afar yang terletak di barat kota Mosul, Syaikh Abdurrahman Al Qoduli (yaitu
nama aslinya) berdiri menyeru manusia kepada tauhid. Tiap hari Jum’at, orang
banyak selalu berkumpul di masjidnya sampai memenuhi jalan-jalan di sekitarnya.
Dan iapun tidak terlepas dari kekejaman taghut dan perangkat intelijennya.
Namun ancaman-ancaman Ba’atis tidak dipedulikannya. Sekalipun ia adalah
satu-satunya tulang punggung keluarga besarnya, hal itu tidak mencegahnya
terus menggelorakan jihad. Di antara tiang-tiang masjidnya, ia terus menyeru
kepada Allah, mengkafirkan Partai Ba’ats dan anggotanya, serta memprovokasi
teman-temannya untuk juga mengkafirkan dan memerangi mereka.
Orang-orang Ba’ats murtad tidak mampu bersabar lebih lama lagi
terhadapnya. Segera saja mereka mencekalnya dari berkhutbah, bahkan adzanpun
mereka melarangnya. Mereka terus mempersempit ruang geraknya sampai tidak
pernah berlalu satu bulan kecuali ia dipanggil oleh intelijen taghut.
Pada saat itu, rezim Ba’ats Irak semakin melemah setelah rangkaian
perang gagal yang mereka terjuni. Para muwahhid sedang menunggu-nunggu
kehancurannya. Mereka sudah mengira jika di saat yang sama salibis Amerika
akan datang menginvasi Irak dengan alasan menjatuhkan pemerintahan taghut.
Namun mereka tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk gerakan yang kuat yang
mampu melengserkan taghut pada saatnya. Maka solusinya adalah setiap elemen
di setiap daerah berkumpul membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling
mengenal dan mempelajari Dien pada tempat yang jauh dari pantauan orang-orang
Ba’ats. Terbentuklah beberapa kelompok yang tidak saling terikat di Baghdad
dan daerah sekitarnya, di Anbar dan pedesaannya, di Diyala, Karkuk, Mosul, dan
Tal ‘Afar yang mana Syaikh Abu ‘Ala’ (yaitu kun-yah aslinya) adalah pemimpinnya
dan sumber fatwa serta keputusannya.
Aktifitas Syaikh Abu ‘Ala tidak terbatas di kota Tal ‘Afar, kota tempat
tinggalnya dan tempat mengajarnya pada salah satu ma’had syari’i di sana.
Aktifitasnya meliputi banyak tempat lain di Irak, khususnya Baghdad sebagai
tempatnya mengajar pada salah satu universitasnya, yang mana di situ terjalin
hubungannya dengan jama’ah salafiyah Syaikh Fayiz - taqobbalahullah -, dengan
para muwahhid kota Mosul yang ketika itu berada di utara Irak, dan dengan para
mujahid Kurdistan yaitu Jama’ah Anshar al Islam yang mengatur satu-satunya
medan jihad di daerah tersebut yang menjadi tujuan jihad banyak pemuda Irak
dan negeri-negeri lain.
Dakwah Syaikh Abu ‘Ala dan kawan-kawannya di Tal ‘Afar membuahkan hasil
baik. Banyak dari elemen-elemen Rafidhah penduduk kota Tal ‘Afar bertaubat di
hadapannya. Penduduknya juga banyak yang telah mengkafirkan akidah Ba’ats, dan
berlepas diri dari bekerja di dinas ketentaraan dan perangkat keamanan taghut
Saddam. Diantara mereka ada yang Allah tetap teguhkan pada akidahnya dan menjadi sebaik-baik
mujahidin sampai Allah wafatkan mereka sebagai syuhada di jalan-Nya, demikianlah
kami kira dan kami tidak mensucikan seorangpun di hadapan Allah.
Disamping kegiatan
dakwah, Syaikh tidak melalaikan jihad fie sabilillah. Maka beliau bekerja sama
dengan mujahidin di gunung-gunung Kurdistan. Ia juga bekerja sama dengan muwahidin
Tal ‘Afar yang dipercayanya membentuk jama’ah jihad untuk melaksanakan
operasi militer melawan pemerintahan taghut Saddam Husein dan partai
jahiliyahnya, serta tentara dan pendukung murtadnya. Pelatihan jama’ah jihad
tersebut dikomandoi oleh Syaikh Abu Al Mu’taz Al Qurasyi - taqobbalahullah -
yang sebelumnya merupakan perwira Ba’ats yang telah bertaubat dan mengkufuri
serta berlepas diri dari loyalitas kepada taghut dan tentara murtadnya. Namun
Allah mentakdirkan aktifitas jama’ah jihad ini menghadapi musuh yang lebih
besar, yaitu tentara salibis pimpinan Amerika yang menginvasi Irak.
Invasi salibis atas Irak
mengakibatkan banyak hal. Hancurnya pemerintahan Ba’ats dan tentara serta
seluruh perangkat keamanannya, kekacauan melanda seluruh negeri, senjata
tersebar di tangan penduduk, hantaman kuat atas Jama’ah Anshar Al Islam dengan
banyaknya anggotanya yang terbunuh oleh rudal-rudal penjelajah Amerika, masuknya
sejumlah besar muhajirin ke bumi Irak memanfaatkan kekacauan tersebut yang
diantaranya adalah Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi - taqobbalahullah -, demikian
juga Ikhwanul Murtaddin di Irak memanfaatkan kekacauan tersebut untuk
menampakkan akidah syirik dan manhaj kufur mereka dengan masuk ke dalam barisan
salibis dan Rafidhah.
Tidak beberapa lama
setelah Baghdad jatuh ke tangan salibis, di seluruh penjuru Irak telah terbentuk
sejumlah besar faksi-faksi perlawanan dengan aliran dan tujuan yang
bermacam-macam. Diantara jama’ah-jama’ah tersebut terbentuklah Jama’ah Tauhid
wal Jihad yang beranggotakan sejumlah muhajirin dan anshor di bawah pimpinan
Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi, dan Jama’ah Ansharussunnah yang terbentuk dari
sisa-sisa Anshar Al Islam setelah mereka mundur ke kota-kota Irak ditambah
dengan sekelompok muwahid yang tersebar di berbagai penjuru Irak, yang
petingginya melindungi petinggi Anshar Al Islam setelah mereka kehilangan
kontrol atas gunung-gunung Kurdistan. Majmu’ah salafi Tal ‘Afar adalah diantara
kelompok-kelompok yang bergabung dalam Ansharussunnah, segera setelah mereka memulai
aktifitas militernya dengan nama Batalyon Muhammad Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam. Tidak berselang lama sampai Syaikh Abu Iman (yaitu
kun-yah Syaikh Al Anbari yang dipilihnya sendiri setelah invasi Amerika)
diangkat menjadi penanggung jawab syar’i tentara Ansharus sunnah.
Allah menakdirkan kedua
syaikh, yaitu Syaikh Abu Mush’ab dan Syaikh Abu Iman bertemu. Pertemuan itu
membuahkan kecintaan di antara mereka berdua, dan masing-masing pihak senang
mengetahui kebersihan akidah dan manhajnya. Ketika itu opini umum mujahidin Ansharussunnah
adalah berusaha menyatukan kalimat dan bersatu di bawah kepemimpinan Syaikh Abu
Mush’ab Az Zarqawi dan Tanzhim Al Qoidah. Maka mereka menekan petinggi jama’ah
untuk mewujudkan hal itu. Syaikh Abu Iman sendiri berusaha sungguh-sungguh
mengadakan pertemuan langsung petinggi kedua jama’ah. Pertemuan antara Syaikh
Abu Mush’ab Az Zarqawi dengan amir Ansharussunnah Abu Abdillah Asy Syafi’i
berhasil diadakan, namun Syaikh Abu Abdillah menolak bergabung dengan alasan
hendak bermusyawarah terlebih dahulu dengan prajuritnya, sekalipun sebenarnya
ia mengetahui bahwa prajuritnyalah yang mendorong Ansharussunnah berbaiat
kepada Tanzhim Al Qoidah. Ketika itu Syaikh Abu Iman segera mengumumkan
baiatnya kepada Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi dan bergabung dalam barisan
Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain bersama dengan mayoritas mujahidin
Ansharussunnah. Baiat ini merupakan baiat terbesar dalam sejarah jihad Irak,
yang ketika itu terkenal dengan baiat “Al Fatihin”. Syaikh Abu Mush’ab lalu
memilih Syaikh Abu Iman sebagai wakilnya dalam struktur Tanzhim. Namun tidak
beberapa lama salibis berhasil menangkapnya dan menjebloskannya dalam penjara
Abu Ghuraib. Tetapi selang beberapa bulan beliau kembali bebas setelah mata
salibis dibutakan oleh Allah sehingga tidak mengetahui identitasnya dan
perannya dalam medan pertempuran yang sedang memanas.
Ketika itu media salibis sedang melancarkan kampanye media sengit
untuk merusak nama baik mujahidin Irak, khususnya Syaikh Abu Mush’ab Az
Zarqawi - taqobbalahullah - dan teman-temannya. Kampanye ini diikuti oleh
petinggi-petinggi faksi-faksi sesat itu dan juga petinggi partai Ikhwanul
Murtaddin yaitu Al Hizbu Al Islami, khususnya setelah nama Syaikh Az Zarqawi
berdengung memenuhi langit Irak, dan mujahidin Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar
Rafidain menjadi batu sandungan kokoh setiap proyek khianat orang-orang sesat
yang terang-terangan murtad itu. Namun yang membuat Syaikh Az Zarqawi bersedih
adalah kritikan-kritikan yang bersumber dari Tanzhim Al Qoidah di Khurasan.
Tidak diragukan lagi jika mereka malah percaya dengan isu yang disebarkan oleh
media salibis. Namun dengan tersingkapnya topeng penyimpangan mayoritas
faksi-faksi perlawanan, mereka tidak punya pilihan kecuali mengkritik buruknya
hubungan Syaikh Az Zarqawi dan kawan-kawannya dengan petinggi Ansharussunnah,
dan ketika itu petinggi Ansharussunnah terus berhubungan dengan Athiyatullah
Al Libi melalui jalur Iran. Menghadapi prasangka buruk dan kritikan demi
kritikan Tanzhim Al Qoidah Khurasan, pilihan terbaik yang ada adalah mengutus
utusan khusus kepada mereka untuk menjelaskan hakikat permasalahan yang
terjadi dan tuduhan-tuduhan petinggi Ansharussunnah atas mujahidin. Dan siapa
yang lebih baik daripada Syaikh Abu Iman untuk melaksanakan tugas ini. Beliau dahulu
adalah penanggung jawab syar’i Ansharussunnah yang pasti lebih tahu dengan
kondisi mereka dan mengerti hal-hal yang mereka sembunyikan. Maka Syaikh
menyambut dengan senang hati permintaan amirnya. Beliau lalu pergi ke Khurasan,
menerangkan hakikat permasalahan yang terjadi, lalu kembali ke Irak untuk
memberitahukan kisah perjalanannya dan hasil yang dicapainya.
Tentara salibis Amerika
semakin merajalela di Irak. Proyek orang-orang sesat juga mulai mencengkeram
bumi Irak. Semuanya berusaha mencuri buah jihad Irak melalui permainan
setan-setan Sururi dan intelijen pemerintahan Arab murtad terkhusus negara-negara
Teluk. Maka Syaikh Az Zarqawi dengan kawan-kawannya segera bergerak mengembangkan
proyeknya dengan menyatukan faksi-faksi terbaik dari sisi aqidah dan manhajnya
termasuk Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain dalam payung Majelis Syuro
Mujahidin Irak. Mereka sepakat bahwa kepemimpinan majelis digilir di antara
faksi-faksi yang menjadi anggota majelis. Dan dipilihlah Syaikh Abu Iman
sebagai amir pertama Majelis Syuro Mujahidin. Beliau sendiri yang menyampaikan
statemen pertama majelis dengan nama samaran Abdullah bin Rasyid Al Baghdadi,
yang kemudian menjadi terkenal dikalangan media.
Pada bulan Rabi’ul Awwal
1437 H, Allah mentakdirkan Syaikh Abu Iman harus pergi dari utara Irak untuk
bertemu dengan dua penanggung jawab tanzhim yang lalu mereka bersama-sama pergi
untuk bertemu dengan Syaikh Az Zarqawi di daerah selatan Baghdad. Ketika mereka
sedang menginap di suatu rumah dalam perjalanan ke Baghdad, mereka dikejutkan
dengan penerjunan pasukan Amerika pada rumah yang mereka tempati. Ketika itu
mereka terpaksa tidak membawa senjata karena harus melewati jalur yang banyak
terdapat cekpoin. Dengan takdir Allah, salibis berhasil menangkap mereka
setelah baku tembak dengan majmu’ah istisyhadi yang tinggal di dekat rumah
tersebut. Sehingga tersingkaplah tempat peristirahatan yang ditempati Syaikh
Abu Iman dan kawan-kawannya. Peristiwa itu adalah pukulan terberat yang
menghantam Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain.
Di penjara, Allah
kembali membutakan penglihatan interogator akan hakikat mayoritas peran dua
mas’ul tanzhim yang menjadi tawanannya. Ketika salibis mendapati betapa para
ikhwah bersungguh-sungguh berusaha menjauhkan Syaikh Abu Iman (ketika itu
salibis Amerika menyebutnya Haji Iman) dari segala tuduhan dan membebaskannya
dengan segala cara sekalipun para ikhwah harus menanggung tuduhan itu, mereka
semakin curiga dengan beliau. Kecurigaan itu semakin bertambah melihat betapa
tenang dan bermartabatnya Syaikh. Mereka meningkatkan usaha penyelidikan untuk
menyingkap indentitasnya karena mereka yakin beliau adalah orang penting
dalam tanzhim. Namun Allah menggagalkan usaha mereka, paling jauh mereka hanya
mendapati bahwa beliau adalah anggota tanzhim, dan mereka menyangkanya amir Tal
‘Afar lantaran Syaikh beraktifitas di kotanya hampir terang-terangan karena
beliau adalah orang yang dikenal di daerahnya.
Sehingga mendekamlah
beliau di penjara selama beberapa tahun. Masa - masa penahanannya dihabiskan
dengan berpindah-pindah dari satu blok ke blok lain dan dari satu penjara
Amerika ke penjara-penjara lain di penjuru Irak. Tidak lama berdiam di salah
satu blok sampai segera dipindahkan ke blok lain, tidak lama berdiam di satu
penjara sampai segera dipindahkan ke penjara lain yang jauh. Karena mereka
mengetahui pengaruhnya atas para tahanan. Di setiap tempat yang dimasukinya,
para tahanan segera berkumpul di sekelilingnya. Hampir-hampir salibis
membunuhnya di penjara ketika salah satu murtadin terbunuh namun tidak diketahui
pelaku dan provokatornya. Namun Allah menyelamatkannya dari makar mereka
dengan keutamaan-Nya. Mereka terus berusaha meletihkannya dengan terus
memindah-mindahkannya di perbagai penjara. Sedang mereka tidak tahu usaha itu
justru amat membantunya. Tiap kali pindah ke tempat yang baru, kesempatan
untuk berdakwah dan mengajar kembali terbuka di hadapannya. Mayoritas
dakwahnya berfokus pada pengajaran tauhid kepada Allah dalam hukum-Nya dan yang
membatalkannya berupa syirik keta’atan, istana dan undang-undang. Tidaklah
beliau bertempat di suatu tempat kecuali menyeru penghuninya dengan seruan
Yusuf ‘Alaihissalam [Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik,
tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa]. Maka para ikhwah pun berkumpul di sekelilingnya menadah ilmu
yang mengalir darinya, dan jadilah beliau amir serta sumber keputusan dalam
seluruh perkara mereka. Pada saat itu banyak dari Junud Daulah yang belajar
lewat tangan dinginnya, diantaranya adalah dua orang wali yang Allah jadikan
keduanya adzab atas Rafidhah di Baghdad, yaitu Manaf Ar Rawi dan Hudzaifah Al
Bathawi -taqobbalahumallah-.
Pada masa penahanannya
terjadi peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah jihad Irak. Yaitu kepindahan
Syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi - taqobbalahullah - ke Diyala untuk menyiapkan
deklarasi Daulah Islam Irak. Namun beliau terbunuh di tangan salibis sebelum
mendeklarasikannya sendiri. Tongkat kepemimpinan kemudian diterima oleh
Syaikh Abu Hamzah Al Muhajir - taqobbalahullah - yang kemudian mengumumkan
pembubaran Tanzhim Al Qoidah fi Bilad Ar Rafidain dan berbaiat kepada Syaikh
Abu Umar Al Baghdadi - taqobbalahullah - amir pertama Daulah Islam Irak. Juga
peristiwa murtad kolektif faksi-faksi perlawanan yang berpartisipasi dalam
proyek shahawat Amerika. Bumi menjadi sempit bagi muwahidin. Mujahidin banyak
yang terbunuh, sampai Syaikh Abu Umar Al Baghdadi dan Abu Hamzah Al Muhajir -
taqobbalahumallah - pun terbunuh. Kemudian bendera diambil oleh Syaikh Abu
Bakar Al Baghdadi - hafizhahullah - dan dimulailah tahapan baru dalam sejarah
Daulah Islam Irak.
Syaikh Abu Ali Al Anbari bebas dari penjara pada permulaan
tahapan penting ini yang ditandai dengan masuknya mujahidin Daulah Islam Irak
ke Syam setelah gelombang demonstrasi yang melanda banyak dari negeri-negeri
kaum muslimin (revolusi Arab spring). Daulah Islam Irak berekspansi ke Syam,
berubah menjadi Daulah Islam Irak dan Syam. Beliau - rahimahullah -
berpartisipasi dalam banyak peristiwa penting sampai kematiannya, setelah
matanya disejukkan dengan tegakkany Dien dan kembalinya Khilafah. Dan ini yang
akan kita bicarakan pada biografi indah beliau berikutnya -taqobbalahullah-.
Source: Buletin An Naba 41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar