NESTAPA
KAUM
MUQALLIDIN
DALAM SYIRIK DAN KEKAFIRAN
Di saat derasnya arus syirik dan kekafiran,
ternyata masih banyak juga orang yang tidak mau mencari kebenaran, mereka betah
taqlid dan ikut-ikutan di dalam segala hal, bahkan taqlid kepada sosok telah
menambah di kalangan orang-orang yang intisab (menyandarkan)
kepada salaf, padahal salaf bara’ (berlepas diri) darinya.
Banyak orang-orang yang mengaku Islam di negeri
ini ikut-ikutan dalam budaya syirik tumbal dan sesajian serta meminta pada
orang yang sudah mati. Di sisi lain, banyak orang di negeri ini ikut-ikutan
dalam pesta syirik demokrasi, padahal mereka mengetahui bahwa yang demikian itu
adalah pelimpahan wewenang pembuatan hukum dan perundang-undangan kepada rakyat
atau wakilnya yang disederhanakan dengan ungkapan mereka: Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat.
Mereka mengatakan: “Kalau ikut pemilu itu syirik
dan pelakunya musyrik tentulah Doktor fulan dan Ustadz fulan tidak masuk
partai, kami ikut mereka saja, dan masa mereka akan menyesatkan kami...?” Ada
sebahagian orang yang intisab kepada salaf mengatakan: “Kami ikut pemilu karena
ada fatwa dari Syaikh Fulani yang melegalkannya... dan masa dia memfatwakan
syirik?!”.
Doktor fulan adalah ahli dalam tafsir, Doktor
fulan adalah ahli dalam syari’at, atau si fulan Doktor hadits, dan si fulan
Doktor Syari’ah, serta si fulan ahli bahkan Doktor dalam bidang Aqidah…
Semuanya ikut dalam pemilu dan bahkan mereka itu pejabat teras di Partai Islam
Fulan, saya ikut mereka, tidak mungkin mereka mengajak kepada syirik !
Mereka
taqlid kepada tokoh mereka dalam syirik seraya berbaik sangka kepada para tokoh
itu, dan mengira bahwa sikap taqlid itu bisa menyelamatkan mereka dari azab,
tapi ternyata mereka dan orang-oang yang diikutinya semuanya masuk neraka kalau
tidak taubat. Allah Subhanahu
Wa Ta'ala berfirman:
وَإِذۡ يَتَحَآجُّونَ فِي ٱلنَّارِ
فَيَقُولُ ٱلضُّعَفَٰٓؤُاْ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُوٓاْ إِنَّا كُنَّا لَكُمۡ
تَبَعٗا فَهَلۡ أَنتُم مُّغۡنُونَ عَنَّا نَصِيبٗا مِّنَ ٱلنَّارِ ٤٧ قَالَ
ٱلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُوٓاْ إِنَّا كُلّٞ فِيهَآ إِنَّ ٱللَّهَ قَدۡ حَكَمَ بَيۡنَ
ٱلۡعِبَادِ ٤٨
“Dan (ingatlah) ketika mereka berbantah-bantahan
dalam neraka, maka orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang
menyombongkan diri: “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka
dapatkah kamu menghindarkan dari kami sebahagian azab api neraka?”, Orang-orang
yang menyombongkan diri menjawab: ”Sesungguhnya kita semua sama-sama dalam
neraka, karena sesungguhnya Allah telah menetapkan keputusan antara hamba-hamba-Nya”.
(Al Mu’min: 47-48)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
“Ini adalah pemberitahuan dari Allah dan peringatan bahwa orang-orang yang
diikuti dan yang mengikuti sama-sama di dalam azab (api neraka), dan taqlid
mereka ini sama sekali tidak bisa bermanfaat bagi mereka.” (Thariqul Hijratain)
Bahkan
di akhirat kelak para tokoh itu akan berlepas diri dari para muqallidin.
Orang yang melegalkan ikut pemilu demokrasi
dengan dalih ‘Maslahat Dakwah’ atau berdalih dengan Hilful Fudlul, atau dengan posisi Yusuf ‘alaihissalam,
dan segudang syubhat yang dilontarkan oleh ulama kaum musyrikin dalam rangka
melegalkan sikap mereka masuk dalam parlemen (DPR/MPR), terus mereka diikuti
oleh para pengikutnya dari kalangan Muqallidin Juhhal (para
pengekor yang bodoh) padahal mereka mengetahui apa itu demokrasi bahwa itu
syirik, maka para tokoh itu akan bara’ dari kaum muqallidin itu, dan kaum
muqallidin berangan-angan andai mereka bisa kembali ke dunia supaya bisa bara’
dari mereka, tetapi itu tidak mungkin karena yang ada hanyalah penyesalan dan kekekalan
dalam azab, sebagaimana firman-Nya ta'ala:
إِذۡ تَبَرَّأَ ٱلَّذِينَ ٱتُّبِعُواْ
مِنَ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُواْ وَرَأَوُاْ ٱلۡعَذَابَ وَتَقَطَّعَتۡ بِهِمُ ٱلۡأَسۡبَابُ
١٦٦ وَقَالَ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُواْ لَوۡ أَنَّ لَنَا كَرَّةٗ فَنَتَبَرَّأَ
مِنۡهُمۡ كَمَا تَبَرَّءُواْ مِنَّاۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ ٱللَّهُ أَعۡمَٰلَهُمۡ
حَسَرَٰتٍ عَلَيۡهِمۡۖ وَمَا هُم بِخَٰرِجِينَ مِنَ ٱلنَّارِ ١٦٧
“Yaitu ketika orang-orang yang diikuti itu
berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya dan mereka melihat siksa, dan
ketika segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah
orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti
kami akan berlepas diri dari mereka sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”.
Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi
sesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka” (Al Baqarah: 166-167)
Begitulah nestapa mereka kelak, walau hari ini
mereka menuduh para muwahhidin yang bara’ dari demokrasi dan pemilunya sebagai
kaki-tangan Yahudi dan Nashrani, karena menurut klaim syirik mereka bahwa
orang-orang yang tidak memberikan suaranya kepada Partai (yang mengaku) Islam
dan bahkan melarangnya, berarti mereka telah melapangkan jalan musuh Islam
(yaitu Nashrani) untuk berkuasa… begitu kata mereka. Padahal musuh Islam
(tauhid) itu sangatlah banyak, bukan hanya Nashrani saja, tetapi mereka yang melegalkan
pemilu adalah musuh tauhid.
Dan sama juga dengan kaum muqallidin di atas orang-orang
yang bagian dari Salafiyyin
Maz’uumin yang ikut
pemilu demokrasi dengan hujjah fatwa syaikh Fulani, sedangkan status syaikhnya
itu tidak terlepas dari dua keadaan: Bisa jadi dia jahil akan waqi’ (realita kekinian) apa itu demokrasi, lalu dia berfatwa tanpa dasar
ilmu (akan waqi’) sehingga dia sesat lagi menyesatkan, dan juka dia tahu akan
waqi’ demokrasi, berarti dia adalah tergolong ulama musyrikin lagi orang-orang
yang memposisikan dirinya sebagai arbab selain
Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dan begitu juga orang-orang yang melakukan
kekafiran atau kemusyrikan dengan dalih siasat seraya taqlid kepada ustadznya
yang menafsirkan surat Ali Imran: 28 tanpa dasar ilmu. Orang-orang yang dahulu
dipuji dan disanjung lagi dihormati semasa mereka di dunia, tapi kelak di
akhirat akan dianggap sebagai biang kerok kesesatan mereka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
قَالَ ٱدۡخُلُواْ فِيٓ
أُمَمٖ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِكُم مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِ فِي ٱلنَّارِۖ
كُلَّمَا دَخَلَتۡ أُمَّةٞ لَّعَنَتۡ أُخۡتَهَاۖ حَتَّىٰٓ إِذَا ٱدَّارَكُواْ
فِيهَا جَمِيعٗا قَالَتۡ أُخۡرَىٰهُمۡ لِأُولَىٰهُمۡ رَبَّنَا هَٰٓؤُلَآءِ
أَضَلُّونَا فََٔاتِهِمۡ عَذَابٗا ضِعۡفٗا مِّنَ ٱلنَّارِۖ قَالَ لِكُلّٖ ضِعۡفٞ
وَلَٰكِن لَّا تَعۡلَمُونَ ٣٨ وَقَالَتۡ أُولَىٰهُمۡ لِأُخۡرَىٰهُمۡ فَمَا كَانَ
لَكُمۡ عَلَيۡنَا مِن فَضۡلٖ فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡسِبُونَ ٣٩
“Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia
mengutuk kawannya (yang menyesatkannya) sehingga apabila mereka masuk semuanya,
berkatalah orang-orang yang masuk kemudian (yaitu para pengikut) di antara
mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu (yaitu para pemimpin): ”Ya Tuhan
kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka
(siksaan) yang berlipat ganda dari neraka”, Allah berfirman: ”Masing-masing
mendapatkan siksaan yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui”.
Dan berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang
yang masuk kemudian: ”Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikitpun atas kami, maka rasakanlah siksaan karena perbuatan
yang telah kamu lakukan”. (Al
A’raaf: 38-39)
Orang-orang yang taqlid kepada para tokoh dalam
hal syirik dan kekafiran, biasanya mengatakan, “Andai ini salah, tentulah yang
menanggung dosanya adalah orang-orang yang kami ikuti…” tetapi ternyata realita
di akhirat lain dari dugaan mereka. Dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَبَرَزُواْ لِلَّهِ
جَمِيعٗا فَقَالَ ٱلضُّعَفَٰٓؤُاْ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُوٓاْ إِنَّا كُنَّا
لَكُمۡ تَبَعٗا فَهَلۡ أَنتُم مُّغۡنُونَ عَنَّا مِنۡ عَذَابِ ٱللَّهِ مِن شَيۡءٖۚ
قَالُواْ لَوۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ لَهَدَيۡنَٰكُمۡۖ سَوَآءٌ عَلَيۡنَآ
أَجَزِعۡنَآ أَمۡ صَبَرۡنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٖ ٢١
“Dan mereka semuanya (di padang masyhar) akan
berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah
kepada orang-orang yang sombong: ”Sesungguhnya
kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan
daripada kami azab Allah (walau) sedikit saja?” Mereka menjawab: “Seandainya
Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepada
kamu. Sama saja bagi kita apakah kita mengeluh atau bersabar, sekali-kali kita
tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri” (Ibrahim: 21)
Seorang bawahan biasanya mengatakan: “Kami hanya
menjalankan tugas dan perintah dari atasan”, akan tetapi nanti kenyataannya
akan seperti dalam ayat di atas, di mana
si atasan tidak bisa melindunginya dari azab Allah… dan bagaimana bisa
sedangkan dia sendiri diazab.
Kaum muqallidun yang mengikuti para Doktor dan Ulamanya
dalam syirik dan kekafiran, mereka mengikutinya dalam pemilu demokrasi syirik,
bahkan meyakininya sebagai bentuk dakwah, syi’ar, ibadah, dan bahkan sebagai
bentuk jihad politik. Mereka menganggap orang yang mereka ikuti sebagai
pimpinan Harakah Islamiyah, namun kelak akan berbalik melaknatnya.
Begitu juga orang yang taqlid dalam menyanjung
ajaran Pancasila dan UUD 1945, juga orang yang ikut-ikutan dalam tumbal sesajen
dan meminta kekuburan, semuanya akan menyesal dan melaknat para tokohnya, Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ لَعَنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ
وَأَعَدَّ لَهُمۡ سَعِيرًا ٦٤ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ لَّا يَجِدُونَ
وَلِيّٗا وَلَا نَصِيرٗا ٦٥ يَوۡمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمۡ فِي ٱلنَّارِ يَقُولُونَ
يَٰلَيۡتَنَآ أَطَعۡنَا ٱللَّهَ وَأَطَعۡنَا ٱلرَّسُولَا۠ ٦٦ وَقَالُواْ
رَبَّنَآ إِنَّآ أَطَعۡنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَأَضَلُّونَا ٱلسَّبِيلَا۠
٦٧ رَبَّنَآ ءَاتِهِمۡ ضِعۡفَيۡنِ مِنَ ٱلۡعَذَابِ وَٱلۡعَنۡهُمۡ لَعۡنٗا
كَبِيرٗا ٦٨
“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir
dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya, mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak
(pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak balikkan dalam
neraka, mereka berkata: ”Alangkah baiknya andaikata kami taat kepada Allah dan
taat (pula) kepada Rasul”, dan mereka berkata: ”Ya Tuhan Kami, sesungguhnya
kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami lalu mereka
menyesatkan kami dari jalan (yang lurus), Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka
azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (Al Ahzab: 64-68)
ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA
SAMA SEKALI TIDAK MENGUDZUR KAUM MUQALLIDIN
SAAT MEREKA TAQLID DALAM SYIRIK
DAN KEKAFIRAN.
Orang sekarang tidak mengetahui bahwa tumbal atau
sesajen itu syirik dengan sebab talbis para tokoh mereka, Banyak orang tidak
mengetahui bahwa meminta-minta pada kuburan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam atau para shalihin yang sudah meninggal itu
syirik dengan sebab talbis para kiyai dan para ustadz, dan tidak sedikit yang tidak
mengetahui bahwa ikut pemilu demokrasi itu syirik dengan sebab talbis para
Doktor dan alumnus timur tengah sehingga mereka terjerumus ke dalam
syirik-syirik ini dengan dasar taqlid. Namun anggapan itu semuanya tidak
berfaidah karena Allah telah mengkafirkan Yahudi dan Nashrani serta tidak
mengudzur mereka dengan sebab penyesatan para rahib dan ulama mereka dalam hal
pemalingan hukum/tasyri –yang mana ia adalah ibadah– kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala, padahal mereka tidak tahu bahwa taat dalam hal
itu adalah ibadah sehingga mereka taqlid kepada para tokoh, jadi kekafiran
mereka adalah kufur taqlid, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ
وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا
هُوَۚ سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٣١
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan
rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan)
Al Masih Putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha
Esa, Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Maha Suci Allah dari
apa yang mereka persekutukan”. (At
Taubah: 31)
Nanti kaum muqallidin akan berbantah-bantahan
dengan orang-orang yang mereka ikuti, Allah ta'ala berfirman:
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ
لَن نُّؤۡمِنَ بِهَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ وَلَا بِٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِۗ وَلَوۡ
تَرَىٰٓ إِذِ ٱلظَّٰلِمُونَ مَوۡقُوفُونَ عِندَ رَبِّهِمۡ يَرۡجِعُ بَعۡضُهُمۡ
إِلَىٰ بَعۡضٍ ٱلۡقَوۡلَ يَقُولُ ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ
لَوۡلَآ أَنتُمۡ لَكُنَّا مُؤۡمِنِينَ ٣١ قَالَ ٱلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ
لِلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُوٓاْ أَنَحۡنُ صَدَدۡنَٰكُمۡ عَنِ ٱلۡهُدَىٰ بَعۡدَ إِذۡ
جَآءَكُمۖ بَلۡ كُنتُم مُّجۡرِمِينَ ٣٢ وَقَالَ ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ
لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ بَلۡ مَكۡرُ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ إِذۡ تَأۡمُرُونَنَآ
أَن نَّكۡفُرَ بِٱللَّهِ وَنَجۡعَلَ لَهُۥٓ أَندَادٗاۚ وَأَسَرُّواْ ٱلنَّدَامَةَ
لَمَّا رَأَوُاْ ٱلۡعَذَابَۚ وَجَعَلۡنَا ٱلۡأَغۡلَٰلَ فِيٓ أَعۡنَاقِ ٱلَّذِينَ
كَفَرُواْۖ هَلۡ يُجۡزَوۡنَ إِلَّا مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٣٣
“Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika
orang-orang yang zalim itu di hadapkan kepada Tuhannya, sebahagian mereka
menghadapkan perkataan kepada sebahagian yang lain. Orang-orang yang dianggap
lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah
karena kamu, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman”. Orang-orang yang
menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah: “Kamikah
yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu?
(Tidak !), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa”. Dan orang-orang
yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak!),
sebenarnya tipu daya (mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami) ketika
kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”.
Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab, dan Kami
pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melaikan dengan
apa yang telah mereka kerjakan” (Saba: 31-33)
Melakukan kekafiran atau kemusryikan dengan
alasan taqlid dan ketertindasan adalah bukan udzur yang diterima, justru Allah Subhanahu Wa Ta'ala banyak mencela para pelaku syirik yang beralasan
mengikuti jejak leluhur, Allah Subhanahu
Wa Ta'ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُواْ
مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ بَلۡ نَتَّبِعُ مَآ أَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ
ءَابَآءَنَآۚ أَوَلَوۡ كَانَ ءَابَآؤُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ شَيۡٔٗا
وَلَايَهۡتَدُونَ ١٧٠
“Dan apabila dikatakan kepada mereka,”Ikutilah
apa yang telah diturunkan Allah !”. Mereka menjawab, ”(Tidak !), tetapi kami
hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”,
(apakah mereka akan mengikutinya juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al Baqarah: 170)
dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ
تَعَالَوۡاْ إِلَىٰ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَإِلَى ٱلرَّسُولِ قَالُواْ حَسۡبُنَا
مَا وَجَدۡنَا عَلَيۡهِ ءَابَآءَنَآۚ أَوَلَوۡ كَانَ ءَابَآؤُهُمۡ لَا
يَعۡلَمُونَ شَيۡٔٗا وَلَا يَهۡتَدُونَ ١٠٤
Apabila dikatakan kepada mereka: ”Marilah
mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”, mereka menjawab:
”Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami mengerjakannya”.
Dan apakah mereka akan mengikuti jejak nenek moyang mereka walaupun nenek
moyang mereka itu tidak mengikuti apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk
?”. (Al Maidah: 104)
Allah ta'ala juga menjelaskan di antara tujuan
Dia mengambil janji fithrah atas manusia saat mereka ada di dalam sulbi ayahnya
adalah supaya tidak beralasan taqlid saat berbuat syirik, serta bahwa alasan
taqlid itu tidak diterima di sisi Allah. Dan Allah ta’ala berfirman:
وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ
بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ
أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ
يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ١٧٢ أَوۡ تَقُولُوٓاْ
إِنَّمَآ أَشۡرَكَ ءَابَآؤُنَا مِن قَبۡلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةٗ مِّنۢ
بَعۡدِهِمۡۖ أَفَتُهۡلِكُنَا بِمَا فَعَلَ ٱلۡمُبۡطِلُونَ ١٧٣
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah
aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami
menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", atau agar kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu,
sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka
apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat
dahulu?”. (Al A’raaf:
173)
Dan itulah fenomena yang ada di setiap zaman dan
tempat, taqlid dalam syirik dan kekafiran adalah sandaran orang-orang musyrik
yang terhalang dari kebenaran. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
بَلۡ قَالُوٓاْ إِنَّا
وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا عَلَىٰٓ أُمَّةٖ وَإِنَّا عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِم
مُّهۡتَدُونَ ٢٢ وَكَذَٰلِكَ مَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ فِي قَرۡيَةٖ مِّن
نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتۡرَفُوهَآ إِنَّا وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا عَلَىٰٓ
أُمَّةٖ وَإِنَّا عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِم مُّقۡتَدُونَ ٢٣ قَٰلَ أَوَلَوۡ جِئۡتُكُم
بِأَهۡدَىٰ مِمَّا وَجَدتُّمۡ عَلَيۡهِ ءَابَآءَكُمۡۖ قَالُوٓاْ إِنَّا بِمَآ
أُرۡسِلۡتُم بِهِۦ كَٰفِرُونَ ٢٤ فَٱنتَقَمۡنَا مِنۡهُمۡۖ فَٱنظُرۡ كَيۡفَ كَانَ
عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ٢٥
“Bahkan mereka berkata: ”Sesungguhnya kami
mendapati bapak-bapak kami menganut suatu ajaran, dan sesungguhnya kami
orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”. Dan
demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun
dalam suatu negeri melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata:”Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu ajaran
agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. Rasul itu berkata:
”Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama)
yang lebih (nyata) memberi petunjuk pada apa yang kamu dapati bapak-bapak kamu
menganutnya?”. Mereka menjawab: ”Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu
diutus untuk menyampaikannya”. Maka Kami binasakan mereka, maka perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan itu”. (Az Zukhruf: 22-25)
KETAHUILAH, SESUNGGUHNYA TAQLID ITU
MENUTUP HATI DARI MENERIMA KEBENARAN.
Abu Thalib mati dalam status musyrik karena berat
meninggalkan ajaran leluhurnya, padahal ia mengetahui kebenaran. Al Walid Ibnu
Al Mughirah mati dalam keadaan kafir padahal ia tahu benar akan kebenaran Al
Quran. Bapak dan ibu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mati dalam keadaan musyrik, padahal belum ada rasul yang diutus, namun
kedua-duanya taqlid pada ajaran leluhur, maka apa gerangan dengan orang-orang
sekarang yang masih taqlid dalam syirik dan kekafiran padahal Al Quran dan As
Sunnah ada di tengah mereka…??!
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim tentang azab kubur:
“Dan apabila orang kafir atau orang munafik maka
dia berkata: “Saya tidak
mengetahui, saya dahulu mengatakan apa yang dikatakan oleh manusia”, maka
dikatakan: “Kamu tidak tahu dan kamu tidak mengikuti”, kemudian dipukul dengan
pentungan dari besi di antara kedua telinganya”.
Orang
saat berbuat syirik biasanya berdalih dengan apa yang dilakukan umumnya manusia,
dan itulah nestapanya di alam kubur.
Para ulama juga sepakat bahwa orang yang taqlid
di dalam kekafiran adalah kafir calon penghuni neraka. Al Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata di dalam Kitab Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain dalam
Ath Thabaqah As Saabilah ‘Asyar, mereka adalah: “Jajaran kaum muqallidin
juhhalul kafarah, para pengikut mereka dan keledai-keledaimereka yang bersama mereka sebagai pengikutnya,
mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami mendapatkan bapak-bapak kami di atas
suatu ajaran (tradisi), dan sesungguhnya kami bertauladan terhadap mereka”,
lalu beliau berkata: “Dan ummat ini telah sepakat bahwa thabaqah (jajaran) ini
adalah kuffar meskipun mereka itu bodoh lagi bertaqlid kepada pimpinan-pimpinan
dan imam-imam mereka, kecuali apa yang dihikayatkan dari sebahagian ahli bid’ah
(yang berpendapat) bahwa mereka tidak divonis dengan neraka dan mereka
dijadikan sama dengan orang yang belum sampai dakwah kepadanya. Sedang ini
adalah pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorangpun dari imam-imam kaum
muslimin, baik shahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah mereka. Dan pendapat
ini hanya dikenal dari sebahagian ahlul kalam yang muhdats (bid’ah) dalam Islam, sedangkan telah sah dari Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau berkata: ”Sesungguhnya syurga tidak masuk ke dalamnya
kecuali jiwa muslim” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Iman No. 178].
Sedangkan muqallid ini bukan muslim, dan dia itu
berakal lagi mukallaf, sedangkan orang yang berakal lagi mukallaf itu tidak
keluar dari (status) Islam atau kufur”.
Sedangkan Islam, sebagaimana yang beliau katakan
adalah: “Tauhidullah dan ibadah kepada-Nya saja, tidak ada sekutu bagi-Nya,
iman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengikutinya dalam apa yang beliau bawa.
Selama si hamba tidak mendatangkan hal ini, maka dia bukan muslim”, sedangkan
si muqallid tadi tidaklah mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala maka bagaimana ia bisa disebut muslim.
Syaikh Abdullah Ibnu Abdirrahman Aba Buthain rahimahullah berkata di dalam Risalah Al Intishar Li Hizbillahil Muwahhidin: “Orang
yang mengklaim bahwa pelaku kekafiran karena takwil, atau ijtihad, atau keliru
(memahami), atau taqlid, atau kejahilan diudzur, sungguh dia itu menyelisihi Al
Kitab, As Sunnah dan Ijma tanpa diragukan lagi”. (Aqidatul Muwahhidin: 18)
Al
Qurthubi berkata dalam
tafsir ayat mitsaq al
fithrah: “Dan tidak ada udzur bagi orang yang
bertaqlid dalam tauhid”.
Dalam
tafsir ayat yang sama Al Baidlawi berkata: “Karena taqlid saat tegak dalil
dan adanya kesempatan untuk (mencari) tahu adalah tidak pantas menjadi alasan
(udzur)”.
Dari samping lain, sesungguhnya taqlid adalah
penyakit yang membutakan pikiran dan akal serta pemahaman. Karena taqlid,
sesuatu yang tidak masuk akal bisa dijadikan keyakinan, dan juga dalil tidak
berguna lagi saat penyakit ini merasuk kedalam jiwa.
Kami
ingatkan di sini…
Orang yang menyesatkan kalian sekarang tidak akan
menolong kalian kelak di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena setiap jiwa tergadai dengan amalannya, dan syaitanpun
melarang para pengikutnya dari mencela dia.
Wahai para pengikut partai dan orang-orang yang
ikut pemilu demokrasi karena taqlid terhadap Doktor fulan, Syaikh fulan, dan
Ustadz fulan, padahal para muqallidin itu tahu apa hakikat demokrasi… sadarlah
dan kembalilah ke pangkuan Islam !!!
Wahai orang-orang yang berkutat pada tumbal,
sesajen, dan meminta-minta kepada orang sudah mati seraya taqlid kepada tokoh
adat, para kiayi, ajengan… Bangkitlah dan carilah tauhid serta tanggalkan itu
semua…!! Sesungguhnya kalian itu belum Islam dan kalian belum merealisasikan
tauhid yang merupakan inti Al Islam ini.
Kami hanya mengingatkan kalian, sedangkan hidayah
ada di tangan Allah Subhanahu
Wa Ta'ala, kepada-Nya
kita kembali dan dihadapan-Nya kita dikumpulkan.
Segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘Alamiin…
22 Agustus 2004
Hamba yang faqir
Abu Sulaiman
Aman Abdurrahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar